BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini sumberdaya alam berbasis fosil (fossil resources; minyak bumi, batu bara dan gas alam) merupakan bahan baku utama untuk memenuhi kebutuhan energi dunia. Selain sebagai sumber energi, fossil resources juga merupakan sumber bahan kimia utama (chemical platform) untuk memproduksi polimer, tekstil, pelumas, pupuk, farmasi dan lain sebagainya. Kebutuhan dunia akan sumberdaya alam ini menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun, diproyeksikan kebutuhan minyak bumi akan naik sebesar 35% pada tahun 2025 (NREL, 2009). Proyeksi penggunaan energi seperti terlihat
Quadrillion, Btu
pada Gambar 1.1 (EIA, 2016).
Gambar 1.1. Penggunaan dan proyeksi penggunaan energi dunia menurut jenis energi (EIA, 2016) Sumberdaya alam ini biasanya digunakan sebagai bahan bakar dan bahan baku industri terutama sebagai bahan kimia utama (chemical platform). Di sisi lain, kuantitas bahan bakar fosil terbatas dan minyak bumi diprediksikan akan habis sekitar 50 tahun lagi dengan asumsi tingkat produksi minyak bumi mengalami peningkatan 5% dari sekarang (Aguilera dkk., 2009) 1 !
Sebagai akibat adanya mekanisme pasar, harga minyak bumi ini diproyeksikan akan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikan yang mengejutkan terjadi pada pertengahan Juli 2008 di mana harga minyak mentah mencapai 147 US$/Barrel, meskipun kemudian turun tajam menjadi sekitar 40 US$/Barrel di tahun 2016. Penurunan harga minyak mentah tidak terlalu lama karena harga minyak cenderung mulai merangkak naik. Proyeksi harga minyak akan naik di atas 80 US$/Barrel pada awal tahun 2020 hingga tahun-tahun berikutnya seperti terlihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Harga minyak mentah dan proyeksi hingga 2030 (EIA, 2016) Sumberdaya alam berbasis fosil di samping merupakan sumberdaya alam yang tidak terbarukan, jumlahnya pun semakin terbatas. Sumberdaya alam ini juga menjadi sumber emisi gas CO2 dan potensi pemanasan global. Emisi gas CO2 akan mengalami peningkatan hampir 100% pada tahun 2030 (Gambar 1.3). Kondisi ini memberikan ancaman terhadap perubahan iklim akibat adanya pemanasan global.
2 !
Billion metric tons
Gambar 1.3. Produksi emisi CO2 dan proyeksi hingga 2030 (EIA, 2016) Kondisi di atas mendorong pemerintahan dan institusi R&D di seluruh dunia mencari sumber daya alam terbarukan yang mampu menggantikan peran minyak bumi sebagai bahan bakar dan sumber bahan kimia utama. Selain itu sumberdaya pengganti tersebut diharapkan ramah lingkungan dan dapat terbarukan. Sumberdaya alam yang dapat memenuhi peran ini adalah biomassa. Biomassa didefinisikan sebagai semua bahan organik yang dapat terbarukan dan diproses ulang, termasuk tumbuhan dan hasil pertanian, kayu, sisa dan limbah kayu, tanaman (termasuk tumbuhan air), rerumputan, serat, kotoran binatang, dan limbah rumah tangga. Walaupun ada pengecualian seperti limbah yang tidak dapat terpisahkan seperti kayu yang dicat, yang sdh diolah bertekanan, yang terkontaminasi dengan plastik atau besi dan ban. Turunan hasil pengolahan dan konversi bahan organik termasuk juga biomassa. Pemerintah Indonesia telah menyusun kebijakan energi nasional dengan sasaran pemanfaatan bahan bakar nabati minimal 2% pada tahun 2010 dan 5% pada tahun 2025 terhadap total kebutuhan bahan bakar minyak (Regulatory President of Indonesia, 2006). Departemen Energi Amerika Serikat juga telah menetapkan penggantian konsumsi bahan bakar minyak bumi dengan bahan bakar nabati (bio-fuel) untuk transportasi sebesar 4% hingga tahun 2010 dan 20% hingga tahun 2030. Penggantian bahan kimia organik dengan bahan kimia nabati (bio-chemical) turunan biomassa untuk industri sebesar 12% hingga 3 !
tahun 2010 dan 25% hingga tahun 2030 (USDE, 2002). Uni Eropa menargetkan penggantian bahan bakar minyak dengan biofuel dan bahan bakar terbarukan sebesar 5,75% hingga Desember 2010 dan 20% pada tahun 2020 (OJTU, 2003). Konversi biomassa menjadi biofuel, sumber bahan kimia utama, dan sumber energi lebih dikenal dengan istilah biorefinery seperti terlihat pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4. Konsep biorefinery (NREL, 2009) Potensi energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia cukup besar diantaranya: mini/mikro hidro sebesar 450 MW, biomass 50 GW, energi surya 4,80 kWh/m2/hari, energi angin 3-6 m/det dan energi nuklir 3 GW seperti terlihat pada Tabel 1.1. Pengembangan EBT mengacu kepada Perpres No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres disebutkan kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% dengan komposisi bahan bakar nabati sebesar 5%, panas Bumi 5%, biomasa, nuklir, air, surya, dan angin 5%, serta batubara yang dicairkan sebesar 2%. Untuk itu langkah-langkah yang akan diambil pemerintah adalah menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik mikro hidro menjadi 2,846 MW pada tahun 2025, kapasitas terpasang biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas terpasang angin (PLT Bayu) sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, surya 0,87 GW pada 4 !
tahun 2024, dan nuklir 4,2 GW pada tahun 2024. Total investasi yang diserap pengembangan EBT sampai tahun 2025 diproyeksikan sebesar 13,197 juta USD. Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan biomasa adalah mendorong pemanfaatan limbah industri pertanian dan kehutanan sebagai sumber energi secara terintegrasi dengan industrinya, mengintegrasikan pengembangan biomassa dengan kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong pabrikasi teknologi konversi energi biomassa dan usaha penunjang, dan meningkatkan penelitian dan pengembangan pemanfaatan limbah termasuk sampah kota untuk energi. Table 1.1. Potensi dan penggunaan energi berbasis bio-massa di Indonesia (Dirjen EBTKE,2011) No 1 2 3 4
Baru dan Terbarukan Hydro Geotermal Biomassa Sinar matahari
5 6 7
Angin Laut Uranium
Potensi 75.000 MW 29.164 MW 49.810 MW 4,80 kWh/m2/hari 3-6 m/s 49 GW 3.000 MW
Propinsi Sumatra Jawa Kalimantan Sulawesi
2005 924,61 10,90 N/A N/A
Kapasias Penggunaan Per tahun 2006 2007 2008 2009 924,61 924,61 924,61 1.607,50 10,90 10,90 10,90 10,90 N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
2010 1.687,48 11,44 N/A N/A
Bali, NTT, NTB Maluku, Papua Total
N/A N/A 935,51
N/A N/A 935,51
N/A N/A 1.709,92
N/A N/A 935,51
N/A N/A 935,51
N/A N/A 1.628,40
Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat besar. Potensi biomassa yang dimiliki Indonesia 146,7 juta ton biomassa per tahun atau setara dengan 470 GJ per tahun (ZREU, 2000 dan Abdullah, 2013). Sumber biomassa yang utama di Indonesia adalah limbah hasil panen produk industri pertanian, kehutanan dan sampah kota. Limbah produk industri pertanian seperti minyak sawit (tandan kosong, cangkang, daun dan batang sawit), kelapa (sabut dan cangkang), karet, padi (sekam), tebu (daun, pucuk, ampas, tetes, blotong), ketela, jagung, sorghum, sagu, gula aren, limbah pabrik kayu, sampah kota dan bahan berbasis pertanian dan kehutanan lainnya. Potensi biomassa padat hasil pertanian dapat diketahui dengan semakin meningkatnya luas areal perkebunan sawit, kelapa, karet, tebu, padi dan jagung. Total luas areal di tahun 2010 untuk enam komoditas tersebut adalah 32 juta hektar (Prastowo, 2013). Tebu merupakan salah satu sumber biomassa padat terbarukan yang potensial di Indonesia. Tebu sebagai bahan baku pabrik gula akan menghasilkan produk utama berupa gula dan hasil samping berupa ampas (24-30%), filtercake/blotong (3-4%), tetes (3-5%), 5 !
dan abu furnace (0,3%) (Hugot, 1986 dan Paturau, 1982). Tebu selain sebagai penghasil gula juga sebagai penghasil energi yang potensial dalam bentuk ampas. Tebu selain terbarukan juga mempunyai nilai lebih dibandingkan bahan bakar lain karena umur produksinya lebih cepat dari kayu. Setiap hektar lahan dapat menghasilkan ampas hingga 30 ton dengan masa tanam 12-14 bulan sedangkan kayu dengan masa tanam yang sama akan menghasilkan berat yang tidak sama dengan tebu (Kurniawan dkk., 2008). Luas areal tebu Indonesia sampai tahun 2014 diperkirakan mencapai 477.123 hektar dan tebu yang dihasilkan mendekati 33 juta ton seperti terlihat pada Tabel 1.2. (NSC, 2016). Tabel 1.2. Proyeksi komoditas tebu dari tahun 2010-2014 (NSC, 2016) Uraian Satuan Ha Areal Produksi Ton Tebu Produksi Ton Gula Produksi Ton tetes
2010 418.266
2011 450.298
2012 451.191
2013 471.703
2014 477.123
34.216.550 30.323.228 31.888.928 35.549.480 33.723.378 2.214.489
2.228.259
2.591.687
2.565.169
2.579.173
1.501.798
1.431.753
1.570.012
1.571.424
1.548.212
Data pada Tabel 1.2 memberikan informasi tentang potensi biomassa dari tebu, terutama biomassa dalam bentuk ampas. Ampas sebagai biomassa mempunyai potensi besar untuk dikonversi menjadi produk yang memberi nilai tambah bagi pabrik gula. Ampas di sebagian besar pabrik gula Indonesia hanya digunakan langsung sebagai bahan bakar untuk boiler. Satu kilogram ampas akan menghasilkan 1,8 – 2,4 kilogram steam dengan overall efficiency boiler 42,2-53,1% (Hugot, 1986). Peningkatan nilai tambah ampas sebagai sumber energi dilakukan dengan proses gasifikasi ampas agar memiliki efisiensi termal yang tinggi. Gasifikasi biomassa merupakan salah satu proses konversi kimia dengan efisiensi termal paling tinggi. Teknologi konversi biomassa adalah mengubah biomassa menjadi bahan bakar yang mudah dan bersih atau produk energi lain melalui berbagai cara seperti pembakaran langsung, fermentasi metana, gasifikasi, bahan bakar ethanol, cairan pirolisis (pyrolysis liquefied), cairan tak langsung (indirect liquefied) dan teknologi biodiesel 6 !
(biological diesel). Teknologi gasifikasi biomassa menggunakan zat oksidator seperti oksigen sebagai agen gasifikasi dan mengubah karbon dalam biomassa menjadi gas yang mudah terbakar (Che dkk., 2012).
Reaktor yang digunakan dalam gasifikasi pada
umumnya merupakan reaktor fixed bed dan fluidized bed. Pengaruh kondisi operasi dan parameter design dalam proses gasifikasi dalam reaktor fixed bed sudah dikaji oleh Perez dkk. (2012).
Selanjutnya, Liliedahl (2012) menyebutkan fluidized bed merupakan
teknologi yang umum digunakan untuk mengubah bahan bakar menjadi energi. Dalam dekade terakhir, teknologi internal circulating fluidized bed (ICFB) atau biasa disebut dual bed telah sukses dikembangkan untuk gasifikasi biomassa bersama dengan adsoprsi CO2. Keuntungan utama ICFB adalah produksi gas penghasil yang mempunyai net heating value (NHV) tinggi,
kaya akan komponen mudah terbakar, dan minimasi
pengenceran oleh gas N2 (Miccio dkk., 2012). Gasifikasi ampas tebu akan meningkatkan nilai tambah ampas sebagai sumber energi yang terbarukan. Dengan melihat jumlah yang potensial dan karakteristik ampas tebu maka ampas tebu berpotensi sebagai bahan baku gasifikasi yang terus menerus terjaga. Meskipun ICFB memiliki efisiensi tinggi namun tidak dapat diaplikasikan langsung untuk gasifikasi ampas. Hal ini disebabkan oleh kesulitan fluidisasi karena sifat ampas yang berserat, bulk density rendah dan kandungan moisture yang tinggi (Filippis dkk., 2004). Pada penelitian ini akan dipelajari proses gasifikasi ampas dalam reaktor fixed bed. Hasil penelitian ini diharapkan diperoleh pretreatment untuk perbaikan kualitas ampas tebu sebagai bahan baku gasifikasi, data kinetika reaksi gasifikasi katalitik dan non katalitik, parameter proses gasifikasi untuk memperoleh syngas dengan kualitas optimum, dan analisis termodinamika untuk menurunkan kehilangan energi.
7 !
I.2. Keaslian Pemanfaatan tebu sebagai bahan baku bio-massa sudah lama dilakukan, baik digunakan langsung sebagai bahan bakar, pembangkitan listrik, pembuatan briket, charcoal, fermentasi metana (gas bio), gasifikasi, dan produksi methanol. Pemanfaatan ampas sebagai bahan baku pembuatan gas producer (gas penghasil) sudah dilakukan lama ketika Tromp pada tahun 1940 mempublikasikan hasil penelitian terkait ampas dan gas penghasil (Paturau, 1982).
Keaslian penelitian terhadap penelitian sebelumnya
dituangkan dalam Tabel 1.3 Tabel 1.3. Keaslian penelitian terhadap penelitian sejenis No 1.!
Peneliti, Tahun Jorapur dan Rajvanshi (1995)
Sasaran
Hasil
Analisis ekonomis •! Studi dilakukan untuk generator diesel 15 pengembangan kVA selama 200 jam. Kecepatan aliran gas 3gasifier berbahan 4 Nm3/kWh dan nilai kalor 3,5-5,0 MJ/Nm3. baku daun tebu untuk Efisiensi gas dingin 35-60% selama test pembangkit listrik beban (3,5-11,3kW).
2.!
Jorapur dan Rajvanshi (1997)
Pemanfaatan gasifier •! Gasifier berupa reaktor fixed bed dilengkapi ampas dan daun tebu dengan induced draft fan. Gasifier ini untuk pemanasan tmemberikan hasil yang baik untuk gasifikasi industri biomassa dengan densitas rendah misalnya daun tebu, ampas, batang sorgum dll. •! Sistem diujicoba lebih dari 700 jam pada kondisi laboratorium dengan output level 288-1080 MJ/jam. •! Gas mempunyai HHV 3,56-4,82 MJ/m3 gas (STP). Char yang dihasilkan 24% berat bahan baku dan dijadikan briket untuk bahan bakar tungku atau pengkondisi tanah (soil conditioner).
3.!
Beehary (1996)
Potensi pemanfaatan •! Ampas merupakan biomassa dengan berat tebu sebagai sekitar 28% tebu, potensi pembangkitan penghasil listrik listrik dari Ampas sekitar 60-180 kWh tiap ton tebu, Pucuk tebu 146-401kWh/ton tebu. Total pembakitan 678 kWh/ton tebu
8 !
Tabel 1.3. lanjutan.. No 4.!
Peneliti, Tahun Zandersons dkk (1999)
Sasaran Karbonisasi ampas tebu dengan pirolisis menggunakan thermoreactor jenis rotary drum yang digabungkan dengan furnace dan sistem aliran tertutup pembawa panas
5.!
Das (2004)
dkk.
Pengaruh pretreatment pencucian dengan air, HCl dan HF terhadap penghilangan abu (deashing) dalam produk pirolisis
6.!
Filippis dkk. (2004)
Proses gasifikasi ampas dalam reaktor dua tahap
7.!
Al Arni dkk. (2010)
Pembentukan syngas dari pirolisis tebu untuk diterapkan dalam aplikasi fuel cell.
Hasil •! Pirolisis dilakukan dalam dua tahap, tahap pemanasan dan pirolisis sampai suhu 350oC dan tahap pemijaran charcoal pada suhu 475500oC. •! Yield charcoal sekitar 23-28% basis kering dalam bentuk briket dan butiran untuk bahan bakar rumah tangga atau industri. •! Panas yang dihasilkan melebihi kebutuhan untuk karbonisasi sekitar 1,6-1,8 kali •! Pirolisis dilakukan pada tekanan vakum dengan mengamati jumlah dan kualitas fraksi minyak yang dihasilkan •! Abu dalam char akan mengkatalisasi reaksi polimerisasi minyak sehingga meningkatkan viskositas. •! Penghilangan abu akan menaikkan total distribusi energi fraksi minyak dalam produk pirolisis. Proses pre-treatment tidak menunjukkan perbaikan stabilitas minyak. •! Aplikasi fluidized bed tidak dapat digunakan secara langsung karena dipengaruhi fluidisasi ampas. •! Reaktor dua tahap dilakukan untuk antisipasi kesulitan ini. Test gasifikasi skala bench dilakukan untuk menunjukkan bahwa reaktor mengalami gasifikasi secara komplit dengan mencegah pembentukan tar dan carbon. •! Penggunaan katalis nikel membuat komposisi syngas mendekati kondisi kesetimbangan. •! Studi dilakukan dalam reaktor pirolisis batch. Syngas yang diperoleh dari biomassa tebu (40%) dapat dirubah menjadi listrik dengan sistem fuel cell dan efisiensinya tinggi.
9 !
Tabel 1.3. lanjutan.. No 8.!
9.!
Peneliti, Tahun Pellegrini dkk. (2010)
White dkk. (2011)
10.! Cunha dkk. (2011)
11.! Ahmed dan Gupta (2012)
Sasaran
Hasil
Siklus steam •! Potensi untuk pabrik gula sebagai alternatif superkritis dan siklus pembangkitan listrik kogenerasi kombinasi gasifikasi biomassa terintegrasi Kinetika pirolisis •! Kinetika reaksi pirolisis dipengaruhi oleh biomassa untuk kondisi proses, neraca masa dan panas, limbah pertanian heterogenitas sifat kimia dan fisika sampel, dan kesalahan sistematik. •! Analisis termal data dekomposisi dua limbah pertanian (cangkang kacang dan ampas tebu) mengungkapkan kesulitan yang menyertai dan resiko yang ada dalam pemodelan sistem heterogen. Konversi ampas tebu •! Pre-treatment dilakukan dengan asam, basa pada suhu rendah dan larutan asam-basa. Konversi dilakukan menjadi bio-oil dan pada suhu 350-450oC di bawah tekanan pengaruh kombinasi atmosfir gas He atau O2/He. Komponen treatment hidrolisis utama bio-oil yang diperoleh berupa levoglucosan. Yield bio-oil sangat dipengaruhi oleh treatment hidrolisis biomassa dan menurun dengan adanya O2. Pre-treatment asam meningkatkan yield biooil. Mekanisme reaksi •! Reaktor semi batch digunakan untuk global evolusi syngas gasifikasi steam dengan suhu 800, 900 dan untuk gasifikasi 1000oC. steam ampas tebu •! Pada suhu 1000oC terjadi gasifikasi total antara tahap pirolisis dan tahap gasifikasi char. •! Kondisi ini mempercepat reaksi gasifikasi char dan reaksi reforming steamhidrokarbon. Hidrokarbon merupakan pemicu pembentukan char dengan aromatisasi dan repolimerisasi.
10 !
Tabel 1.3. lanjutan.. No
Peneliti, Tahun 12.! Edreis dkk. (2013)
13.! Kruesi dkk. (2013)
14.! Patel dkk. (2011)
15.! Chen dkk. (2012)
Sasaran Co-gasifikasi CO2 kokas petroleum sulphur rendah dan ampas tebu dengan teknik analisis TGFTIR (Thermografimetri – Fourier Transform Infrared Spectoscopy) Keuntungan pemanfaatan gasifikasi autothermal konvensional dengan energi matahari sebagai pemanas proses
Studi torefaksi untuk meningkatkan sifat biomassa dengan memanaskan perlahan biomassa dalam kondisi atmosferis hingga suhu 300oC Studi torefaksi basah dengan air atau asam sulfat encer dan pemanasan dengan microwave sampai suhu 180oC
Hasil •! Reaksi order pertama merupakan mekanisme terbaik untuk seluruh proses. Gas yang dihasilkan meliputi CO2, CO, CH4, HCOOH, C6H5OH dan CH3COOH.
•! Proses ini menghasilkan komposisi syngas dan yield yang lebih tinggi. Reaktor gasifikasi berbasis steam dengan penggerak matahari ini menggunakan gabungan drop-tube dan fixedbed reactor. Reaksi dilakukan dalam suhu 1073-1573 K dengan kecepatan biomassa 0,48 gram/menit menghasilkan syngas dengan mutu tinggi, rasio molar antara H2 dengan CO=1,6 dan CO2/CO=0,31, nilai kalor 15,3-16,9 MJ/kg. Faktor peningkatan (upgrade factor) 112%. •! Torefaksi memberi hasil padatan yg lebih seragam, kandungan moisture rendah dan konten energi lebih tinggi dibanding biomassa mentah
•! Cara ini memberi kenaikan kandungan panas 20,3%, suhu torefaksi lebih rendah 100oC dibandingkan suhu torefaksi kering. Torefaksi basah merupakan metode yang menjanjikan untuk meningkatkan mutu biomassa sebagai bahan bakar
11 !
Tabel 1.3. lanjutan.. No
Peneliti, Tahun 16.! Wang dkk. (2013)
Sasaran studi kinetika thermogravinteri ampas tebu yang diperlakukan dengan air panas
Hasil •! Energi aktifasi fase 2 menurun dengan perlakuan air panas sehingga proses pirolisis akan lebih hemat energi. •! Pre-treatment ampas tebu dengan air panas memberikan hasil yang baik sebagai bahan pirolisis. •! Gasifikasi yang digabungkan dengan torefaksi kering dan densifikasi menghasilkan kandungan hidrogen yang tinggi (0,03% berat biomassa) dan CO tinggi (0,72% berat biomassa), juga LHV syngas tinggi (5,08 MJ/m3). •! Bahan baku switchgrass dilakukan torefaksi kering pada suhu 230 dan 270oC, dan gasifikasi dilakukan pada 3 suhu yag berbeda 700, 800 dan 900oC. Pretreatment torefaksi kering •! Peningkatan sifat fisik dan kimia MG
17.! Sarkar dkk., (2014).
Pengaruh torefaksi kering terhadap kinerja gasifikasi rumput switchgrass dengan reaktor gasifikasi fixed-bed
18.! Xue dkk., (2014).
Pengaruh torefaksi kering terhadap Mischanthus x giganteus (MG) dalam proses gasifikasi Study torefaksi untuk •! Torefaksi kering dilakukan pada suhu 230 limbah kayu hingga 290oC selama 10 hingga 30 menit. Kandungan moisture dan hemiselulosa menurun , ratio O/C turun, struktur poros lebih baik sehingga luas permukaan menjadi lebih besar termasuk juga kandungan logam alkali menjadi lebih tinggi. •! Torefaksi kering dilakukan dalam reaktor pipa pada suhu 150-160oC dan variasi waktu 0 hingga 50 menit. Hasil pengamatan menunjukkan penurunan yield energi dan massa namun peningkatan nilai heating value dengan meningkatnya suhu torefaksi
19.! Poudel dkk., (2015).
12 !
Tabel 1.3. lanjutan.. No
Peneliti, Tahun 20.! Dong dkk. (2012)
21.! Miccio dkk. (2012)
22.! Proposal Research
Sasaran
Hasil
Pengaruh katalis berbasis nikel dan pencucian gas katalitik pada gasifikasi terhadap mutu gas dan penghilangan tar
•! Konsep gasifikasi ini melibatkan 4 zona; zona pengeringan dan pirolisis, zona gasifikasi char, zona reforming bahan menguap (volatile reforming) dan zona pembersihan gas panas dengan katalis. •! Hasil eksperimen menunjukkan gas bahan bakar yang bersih dan berkualitas tinggi diperoleh jika gasifikasi dilakukan pada tekanan atmospheric dan suhu di bawah 1000oC. •! Kandungan tar dalam gas hasil gasifikasi dapat ditekan di bawah 100 mg/Nm-3 dengan menggunakan katalis pembersih gas panas berasis char. •! Katalis yang digunakan dalam percobaan ini adalah char dari mallee yang diperkuat dengan besi. Kecepatan biomassa kayu mallee 4,4 kg/jam, suhu rata-rata dalam gasifier 880oC dan suhu reaktor katalis 800oC, rasio air terhadap biomassa 0,594 kgkg-1, dan rasio O2 terhadap biomassa 45 Lkg-1. Saat, kandungan tar dalam gas 82mg/Nm3, konversi tar naik 97%. Penghilangan tar dan •! Konsentrasi H2 dalam penghasil gas tinggi perbaikan mutu gas dapat mencapai hingga 35% walaupun umumnya pada kisaran 20%. dengan menggunakan katalis berbasis nikel dalam lapisan (bed) bersama dengan pasir. Gasifikasi ampas Kebaruan: tebu tertorefaksi •! Kinetika dan mekanisme reaksi pirolisis kering yang ampas tebu tertorefaksi dan gasifikasi char terintegrasi dengan ampas tebu tertorefaksi katalis alkali dalam •! Pengaruh katalis AAEM dalam reaksi pirolisis ampas tebu tertorefaksi dan reaktor fixed bed dan gasifikasi char non katalitik dan katalitik. analisis termodinamikanya 13
!
I.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut : 1.! Memberikan nilai tambah dan daya guna ampas tebu dengan cara mengkonversi menjadi sumber energi bersih terbarukan. 2.! Memberi informasi kinetika reaksi gasifikasi ampas tebu dengan katalis alkali (Ca, Mg, K). 3.! Memberikan informasi pengaruh suhu terhadap kinetika reaksi gasifikasi 4.! Memberikan informasi zona proses gasifikasi yang boros energi. I.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1.! Memperbaiki kualitas ampas tebu untuk bahan baku gasifikasi di mana struktur padatan yang lebih uniform, kandungan moisture rendah dan kandungan energi yang lebih tinggi dari biomassa tanpa torefaksi 2.! Mempelajari kinetika reaksi gasifikasi katalitik dan non katalitik. 3.! Optimasi parameter suhu pada proses pirolisis-gasifikasi. 4.! Melakukan analisis termodinamika sistem gasifikasi terintegrasi.
14 !