BAB I PENDAHULUAN
A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Permasalahan Misi yang berkembang selama berabad-abad bukanlah misi yang bersifat statis. Misi dapat ditafsirkan dan diartikan dalam banyak pemahaman, yang pada akhirnya akan mempengaruhi cara pandang dan perilaku seseorang terhadap misi itu sendiri. Adanya pemahaman yang beragam tentang misi membuat orang tertarik untuk mempelajari misi, sehingga muncul istilah missiologi. Istilah misiologi berasal dari bahasa Latin missio dan bahasa Yunani logos. Missio berarti pesan atau tugas perutusan, sedangkan logos berarti ilmu atau studi.1 Sebagai ilmu, tentu saja misi mengalami perkembangan. Perkembangan dapat terjadi karena adanya kepekaan terhadap kondisi sosial yang ada. Kondisi sosial juga berpengaruh terhadap cara pandang atau asumsi yang memberi dasar dalam berperilaku dan membentuk nilainilai kehidupan di masyarakat. Tugas misi yang sebenarnya adalah menangkap dan mengkomunikasikan kondisi sosial dengan berita Injil. Ada tahap-tahap yang dapat dilakukan dalam merealisasikan komunikasi tersebut. Pertama adalah, mengenal nilai kehidupan di masyarakat.2 Tahap ke dua, membentuk sistem makna dan mengidentifikasikan
faktor-faktor
pembentuknya.
Langkah
ke
tiga
adalah,
mengidentifikasikan relasi antara keduanya. Berita Injil mempunyai tata nilai yang tidak dapat dikomunikasikan secara langsung dengan tata nilai yang ada di masyarakat. Untuk itu, diperlukan suatu metode komunikasi yang dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat.
Problematika yang muncul kemudian adalah, apakah gereja mampu menemukan metode yang sesuai dengan kebutuhan bentuk-bentuk komunikasi masyarakat yang menjadi sasaran misi itu sendiri. Sebelum tahun 313 Masehi, peranan komunikasi 1
Wilhelm Djulei Conterius, SVD., Misiologi dan Misi Gereja Milenium Baru, Penerbit Nusa Indah, Flores, Cet-1, 2001, hlm. 13. 2 Nilai kehidupan yang ada di masyarakat ini terintegrasi dalam sebuah sistem yang kemudian menjadi tatanan bagi sebuah komunitas. Sharing nilai yang membentuk konsensus ini lebih dikenal dengan sebutan budaya: kekuatan yang membentuk pola perilaku seseorang.
2
audio lebih dominan daripada komunikasi visual.3 Berita Injil disampaikan secara lisan melalui cerita-cerita dalam kelompok kecil. Dalam proses penceritaan terjadi dialog dan komunikasi dua arah yang dinamis. Akan tetapi dalam perkembangannya, metode seperti itu tidak ditemukan lagi dalam kebaktian Minggu di gereja. Jemaat diposisikan sebagai pendengar Pendeta yang mengkhotbahkan tata nilai Kristen melalui ayat-ayat Alkitab. Cara itu memungkinkan timbulnya kesenjangan antara pengkhotbah dan jemaat. Oleh karena itu, jika sebelumnya penyebaran berita Injil merupakan proses dialog yang dinamis dan banyak menyentuh hal-hal praksis, maka kini hal itu telah berubah menjadi sebuah aturan atau tata gereja yang bersifat formal. Ruang dialog yang ada seakan dikikis sedemikian rupa, sehingga tidak ada lagi kesempatan bagi jemaat untuk memberi respon atau mengapresiasi apa yang didengar dan dilihat. Jika berita Injil yang disampaikan tidak mudah dipahami jemaat, maka besar kemungkinan berita itu tidak diteruskan kepada masyarakat. Dengan demikian, sudah saatnya gereja mengubah cara pandang melalui inovasi dan kreasi dalam rangka menjalin komunikasi dengan masyarakat.
Komunikasi diartikan sebagai proses pemindahan informasi atau berita dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi dapat terjadi juga antara seseorang dengan kelompok orang yang lain dan antara suatu kelompok orang dengan kelompok orang yang lain. Komunikasi terjadi karena ada dorongan atau kebutuhan untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain, atau mungkin keinginan dari orang lain untuk mengetahui sesuatu yang dibutuhkan. Sebelum komunikasi disampaikan, pengirim berita akan menyusun pesan-pesan tersebut agar mudah diterima oleh penerima berita. Kemudian pengirim berita mulai mencari metode dalam menyampaikan berita. Metode komunikasi sangat menentukan bagaimana berita itu mampu diterima dengan baik sesuai keinginan pengirim. Jika berita tidak diterima dengan baik atau kurang dipahami, biasanya penerima berita akan mengkonfirmasi ulang berita yang diterimanya. Selanjutnya, pengirim kembali menyusun pesan-pesan tersebut untuk
3
Robby I. Chandra, Teologi dan Komunikasi, Duta Wacana University Press, Yogyakarta, 1996, hlm. 43.
3
disampaikan ulang. Dalam proses ini, metode yang sama dapat dilakukan atau dicoba dengan penyampaian berita yang lain.4
Problematika yang muncul kemudian adalah berkenaan dengan metode agar berita Injil dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah mengkomunikasikan berita Injil dengan metode yang mudah dipahami oleh masyarakat. Metode komunikasi itu dapat diekspresikan menurut konteks lokal tempat masyarakat itu hidup dan seni drama sebagai ekspresi kehidupan, dapat menjadi salah satu metode komunikasi misi. Secara etimologis, istilah drama berasal dari bahasa Yunani, dram yang berarti gerak.5 Drama menonjolkan aspek gerak dan dialog yang dipadu dengan iringan musik, bahkan dalam banyak pertunjukan juga digunakan tata panggung, tata lampu, dan tata rias khusus sebagai penunjang estetika. Penonton akan menyaksikan adegan secara langsung dan mendengar dialog secara nyata. Di Indonesia, drama sering juga disebut sandiwara. Istilah sandiwara berasal dari bahasa Jawa, sandi yang berarti rahasia dan warah, yang berarti petunjuk atau ajaran. Dengan demikian, seni drama dapat dipahami sebagai petunjuk yang terselubung karena salah satu ajarannya adalah menyampaikan pesan moral yang tersirat dalam keseluruhan cerita.6 Gabriel Marcel, seorang filsuf asal Perancis bahkan mengungkapkan bahwa seni drama dan filsafat mempunyai tujuan yang sama, yaitu memahami manusia. Dalam sebuah drama, secara nyata diperlihatkan situasi-situasi eksistensial yang sulit dilukiskan pada taraf teoretis dalam suatu uraian filosofis.7
Peran seni drama sebagai komunikasi berita Injil, merupakan fokus dari skripsi ini. Kajian terhadap seni drama sebagai metode komunikasi dalam misi, ditujukan sebagai suatu bentuk alternatif pemikiran dalam rangka inovasi misi. Berita Injil yang sarat dengan nilai-nilai kekristenan dapat dijadikan ide dalam penulisan naskah 4
Bdk. Uraian Robby I. Chandra tentang ”Memahami Proses Komunikasi”, dalam Teologi dan Komunikasi, Duta Wacana University Press, Yogyakarta, 1996, hlm. 13-16. 5 Asul Wiyanto, Terampil Bermain Drama, PT Grasindo, Jakarta, 2002, hlm. 1. 6 Ibid., hlm. 2. 7 K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Perancis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 62.
4
drama, sehingga kisah perjuangan para nabi dan Yesus dalam menghadapi tantangan dari orang-orang di sekitarnya, dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat yang dewasa ini tengah menghadapi kesulitan hidup. Dengan demikian, karakter inklusif dari bagian Injil yang bersifat universal memungkinkan untuk dikomunikasikan kepada orang-orang yang bukan Kristen. Artinya, seni drama yang bermuatan nilai-nilai Kristen dapat membawa perubahan nilai di masyarakat, bahkan mungkin memunculkan nilai-nilai baru dalam masyarakat.
A.2. Perumusan Permasalahan Telah dijelaskan bahwa sebelum tahun 313 Masehi, peranan komunikasi audio lebih dominan daripada komunikasi visual. Jika sebelumnya berita Injil disampaikan secara lisan melalui cerita-cerita dalam kelompok kecil, maka sekarang berita Injil disampaikan dengan cara mengkhotbahkan ayat-ayat Alkitab dalam ibadah hari Minggu di gereja. Cara itu seakan mengikis ruang dialog antara pengkhotbah dan jemaat. Berita Injil seolah-olah menjadi perintah yang datang dari atas untuk dilaksanakan oleh jemaat. Berita Injil yang disampaikan menjadi sebuah monolog yang hanya berhenti pada tataran kognitif jemaat. Contoh lain adalah metode Pemahaman Alkitab (PA) dalam kelompok kecil. Cara itu seolah-olah terlihat sangat dialogis, akan tetapi sebagian besar proses tetap berhenti pada tataran kognitif saja. Jika berita Injil hanya berhenti pada tahap pemikiran, maka kecil kemungkinan berita tersebut mempengaruhi kehidupan praksis jemaat. Berita yang disampaikan mestinya dapat merambah tataran afektif, sehingga menjadi stimulus bagi jemaat untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pengkomunikasian berita Injil melalui khotbah, merupakan salah satu bentuk komunikasi searah yang tidak dialogis. Komunikasi searah berdampak kepada keterbatasan pemahaman jemaat terhadap berita yang diterima, karena adanya perbedaan kemampuan jemaat untuk menangkap informasi. Komunikasi searah juga tidak memberi kesempatan kepada jemaat untuk merespon materi yang dikhotbahkan. Pendek kata, corak komunikasi searah yang kadang-kadang juga diiringi oleh kesenjangan pengetahuan materi khotbah antara pengkhotbah dan jemaat, adalah salah satu faktor penghambat penyebarluasan berita Injil oleh jemaat kepada masyarakat.
5
Gereja sepatutnya mempertimbangkan realitas tersebut di atas sebagai langkah awal dalam memperbaharui metode komunikasi dalam memberitakan Injil. Metode baru dapat dirancang agar memungkinkan komunitas Kristen bersikap lebih terbuka terhadap komunitas lain. Yang dimaksud dengan metode adalah cara atau jalan yang ditempuh dalam rangka mencapai suatu tujuan komunikasi. Metode dapat diawali dengan memperhatikan perilaku dan gaya hidup masyarakat serta metode komunikasi yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Salah satu contoh keberhasilan pemanfaatan metode komunikasi yang ada di masyarakat, adalah apa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga pada saat berdakwah dengan menggunakan gamelan (alat musik Jawa) dan wayang kulit.8 Proses dakwah dimulai ketika orang-orang Jawa berkumpul karena suara gamelan serta menyaksikan pertunjukan wayang kulit.9
Seni pertunjukan serupa yang juga dikenal oleh masyarakat, adalah drama. Oleh karena potensi seni drama sebagai metode komunikasi misi belum banyak dimanfaatkan oleh gereja, maka skripsi ini memilih topik seni drama sebagai metode komunikasi dalam misi. Problematika yang muncul kemudian adalah, apakah gereja mampu menempatkan seni drama sebagai metode komunikasi misi yang potensial. Sebenarnya gereja telah memulai metode itu dengan menampilkannya dalam perayaan Natal dan Paskah di gereja-gereja. Cerita yang ditampilkan biasanya berada di seputar kisah kelahiran dan kematian Yesus. Pada kenyataannya penggunaan seni drama sebagai metode komunikasi telah dapat menjawab kebutuhan jemaat, karena cerita yang ditampilkan lebih mudah dipahami oleh jemaat.10 Pemikiran tentang
8
Kesenian wayang kulit adalah sebuah pertunjukan boneka yang terbuat dari kulit binatang dan dimainkan oleh seorang dalang yang banyak memberikan pesan-pesan moral dalam dialognya. Ada juga wayang kulit Sasak, yaitu wayang kulit yang berkembang di kalangan masyarakat Islam di Lombok. Cerita yang dibawakan adalah cerita khusus yang berasal dari Serat Minak, yaitu cerita tentang peristiwa-peristiwa di Arab sebelum tampilnya Nabi Besar Muhammad S.A.W. Kemudian wayang Adam Ma’rifat, yaitu wayang kulit yang juga pernah berkembang di Jawa sebagai media berkhotbah sekelompok aliran mistik dalam agama Islam, bahkan di kalangan umat Katolik Jawa juga pernah berkembang pertunjukan wayang Wahyu. 9 R.M. Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002, hlm.24. 10 Dialog dengan Pdt. Stefanus Christian Haryono, MA., CF. sebagai Pendeta universitas di Universitas Kristen Duta Wacana dalam rangka ibadah Paskah Interaktif yang dilaksanankan pada tanggal 6 April 2006.
6
efektivitas penggunaan seni drama sebagai metode komunikasi yang potensial tersebut, adalah fokus skripsi ini.
B. PEMILIHAN JUDUL B.1. Rumusan Judul Pembahasan terhadap permasalahan yang disebutkan di atas, akan dituangkan ke dalam sebuah hasil pemikiran yang berjudul:
SENI DRAMA SEBAGAI METODE KOMUNIKASI DALAM MISI: Suatu Alternatif Tentang Metode Komunikasi Dalam Misi
B.2. Alasan Pemilihan Judul Judul dipilih dengan berdasar beberapa alasan. Pertama, wacana alternatif metode misi merupakan kajian yang perlu dikembangkan, mengingat dinamika masyarakat memerlukan pendekatan bermisi yang sesuai. Seni drama sendiri sudah dikenal masyarakat secara umum sehingga mudah diakses sebagai metode komunikasi dalam misi. Ke dua, pembahasan topik perkembangan misi yang dikaitkan dengan seni drama, merupakan topik penelitian yang relatif baru di kepustakaan Fakultas Theologia Universitas Kristen Duta Wacana. Ke tiga, tanpa disadari seni drama sebenarnya selalu muncul dalam tata ibadah setiap hari Minggu di gereja, sehingga topik pembahasan ini juga dimaksudkan menjadi pengayaan terhadap corak liturgi gereja. Ke empat, melalui pembahasan ini gereja diharapkan terdorong untuk berinovasi dan berkreasi dalam bermisi di tengah-tengah masyarakat. Inovasi dan penggalian kreativitas bukan sebatas untuk tujuan misi, namun juga membantu para pendengarnya melihat kehidupan serta memberi inspirasi untuk memperbaiki kehidupan ini. Kesadaran yang lahir dari metode pendekatan baru, memungkinkan perubahan nilai atau bahkan menghasilkan nilai-nilai baru dalam masyarakat. Oleh karenanya, seni drama dapat menjadi alternatif metode komunikasi misi untuk kehidupan masyarakat dewasa ini.
7
B.3. Batasan Pengertian Agar tidak menimbulkan pemahaman yang bermakna ganda, maka judul skripsi ini memerlukan batasan pengertian. Yang dimaksud dengan seni drama adalah seni pertunjukan yang menonjolkan percakapan dan gerak para pemain di atas panggung.11 Panggung adalah tempat atau arena yang digunakan secara khusus pada saat pertunjukan berlangsung. Ada juga sarana lain yang dapat digunakan selain panggung, yaitu radio, televisi, dan film layar lebar. Berdasarkan sarana penyajian tersebut, maka Penulis membatasi pemahaman seni drama pada seni pertunjukan yang ditampilkan di panggung. Drama panggung dapat dimainkan di dalam dan di luar ruangan. Para aktor bermain di atas panggung pertunjukan atau arena khusus yang disediakan. Penonton berada di sekitar panggung untuk melihat dan mendengar pertunjukan secara langsung. Penonton dapat juga memberi respon dalam bentuk dialog. Biasanya pemain akan merespon jika dialog tersebut tidak lepas dari alur yang ada dalam naskah. Adapun yang dimaksud dengan naskah adalah cerita tertulis berupa pedoman dialog, gerak, dan situasi panggung yang ditampilkan dalam pertunjukan. Drama yang menggunakan naskah, dikategorikan sebagai drama modern. Sedangkan drama tanpa naskah, dikategorikan sebagai drama tradisional. Berdasarkan pengertian tersebut, maka Penulis membatasi pengertian seni drama sebagai drama modern. Jadi, makna kata seni drama dalam judul tersebut adalah seni pertunjukan yang disajikan di panggung atau arena khusus dengan menggunakan naskah sebagai pedoman penyajian.
Yang dimaksud dengan metode adalah cara atau jalan yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dalam berkomunikasi. Sedangkan komunikasi adalah proses pemindahan informasi atau berita dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi dapat terjadi juga antara seseorang dengan kelompok orang yang lain dan antara suatu kelompok orang dengan kelompok orang yang lain. Secara khusus, yang dimaksud dengan berita dalam konteks penelitian ini adalah tata nilai Kristen yang terkandung dalam Injil. Jadi, yang dimaksud dengan metode komunikasi adalah cara menyampaikan tata nilai Kristen yang terkandung dalam Injil agar dapat diterima dan 11
Asul Wiyanto, Terampil Bermain Drama, PT Grasindo, Jakarta, 2002, hlm. 1.
8
dipahami oleh pendengarnya. Tata nilai Kristen yang terkandung dalam Injil tersebut, selanjutnya disebut dengan berita Injil.
Yang dimaksud dengan misi adalah pesan atau tugas perutusan. Misi dalam skripsi ini tidak ditujukan untuk Kristenisasi, melainkan suatu tugas untuk mengkomunikasikan tata nilai Kristen yang terkandung dalam Injil kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah masyarakat Jawa, yaitu sekelompok masyarakat yang hidup di pulau Jawa. Budiono Herusatoto menyebut secara lengkap bahwa masyarakat Jawa adalah sekelompok masyarakat yang secara turun-temurun mewarisi tata nilai, adat istiadat, dan tradisi kebudayaan Jawa. Mereka juga menggunakan bahasa Jawa dengan beragam dialek dalam kehidupan sehari-hari, serta bertempat tinggal di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang disebut sebagai Tanah Jawa.12
Selanjutnya, yang dimaksud dengan alternatif adalah pilihan diantara dua atau beberapa kemungkinan.13 Misi sebagai suatu tugas untuk mengkomunikasikan tata nilai Kristen, dapat ditempuh dengan berbagai cara. Untuk itu Penulis memberikan alternatif pemikiran tentang metode komunikasi dalam misi. Saat ini sudah ada beberapa metode yang dilakukan dalam misi. Sebagai alternatif, Penulis memilih seni drama sebagai metode komunikasi dalam misi.
C. METODE PENULISAN Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif-analitis,14 yaitu teknik penulisan dengan mengumpulkan referensi bacaan dan mendeskripsikan pemikiran yang ada dalam referensi yang terkumpul. Kritik dan seleksi terhadap data yang terkumpul juga dilakukan agar diperoleh data-data yang relevan dengan topik penulisan.
12
Bambang Subandrijo, Keselamatan Bagi Orang Jawa, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000, hlm. 17. Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Edisi ke-2, 1997, hlm. 28. 14 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian-penelitian Ilmiah: Dasar, Metoda, Teknik, Tarsito, Bandung, Edisi ke-7, 1980, hlm. 139-140. 13
9
D. SISTEMATIKA PENULISAN Agar menjadi tulisan yang utuh dan mudah dipahami, maka tulisan ini secara sistematis dibagi menjadi lima bab. Bab I sebagai pendahuluan berisi gambaran umum skripsi yang meliputi latar belakang permasalahan, perumusan permasalahan, rumusan judul, alasan pemilihan judul, batasan pengertian, metode penulisan, dan keterangan tentang sistematika penulisan.
Bab II akan menjelaskan perkembangan metode komunikasi misi pada abad XX. Uraian dimulai dari lembaga misi tingkat dunia dan berlanjut kepada gambaran umum tentang metode misi yang dilakukan oleh gereja-gereja di Indonesia. Uraian selanjutnya adalah penjelasan tentang sikap dan tindakan lembaga gereja terhadap usaha misi yang telah dilakukan di Indonesia. Pada bagian penutup, uraian diakhiri dengan usulan metode komunikasi melalui seni drama.
Bab III akan memaparkan realitas masyarakat dan relevansinya dengan seni drama dan perkembangannya. Uraian diawali dari perkembangan seni drama tradisional dan seni drama modern. Uraian dalam bab ini akan meliputi juga penjelasan tentang peranan seni drama dalam kehidupan keagamaan, termasuk kehidupan bergereja.
Bab IV berisi penjelasan tentang alasan pemilihan seni drama sebagai media komunikasi dalam misi. Uraian diawali dengan penjelasan tentang keunggulan seni drama serta kemungkinan peran serta jemaat dalam proses pelaksanaan metode komunikasi tersebut. Uraian dilanjutkan dengan peran seni drama dalam misi Kristen dan diakhiri dengan pemaparan tentang penerapan metode komunikasi misi melalui seni drama.
Bab V sebagai bab terakhir akan menjawab pertanyaan yang diajukan dalam perumusan permasalahan pada bab pendahuluan. Uraian pada bab ini akan ditutup dengan penjelaskan relevansi metode misi dengan salah satu bentuk budaya yang ada di Indonesia, yaitu seni drama.