BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu elemen yang mempunyai peran sentral dan posisi strategis dalam menggerakan roda kehidupan peradaban. Peran sentral tersebut ditunjukan oleh kemampuan energi dalam menopang seluruh kebutuhan masyarakat, baik dalam bidang sosial, ekonomi, budaya maupun politik beserta sektor yang lain. Usman (2010) dalam Jumina (eds, 2010) menjelaskan bahwa energi dikonsepsikan sebagai daya atau tenaga yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan bermacam-macam kegiatan yang berhubungan dengan
listrik,
mekanik dan panas. Energi disediakan dan didayagunakan (utilization) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (residential), mendukung kegiatan bisnis dan industri (industrial) dan sebagai barang yang diperdagangkan (commercial). Peranan energi dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, bisnis dan industri, serta sebagai barang yang diperdagangkan, mendorong pada penggunaan energi dalam skala tinggi. Sehingga, kebutuhan masyarakat akan energi yang semakin meningkat dan tak terbatas tersebut membutuhkan pasokan energi yang besar. Menurut Akhadi (2009) peningkatan peradaban manusia yang telah mendorong meningkatnya penggunaan energi dengan laju yang sangat dahsyat. Namun peningkatan kebutuhan masyarakat tersebut tidak diimbangi oleh persediaan sumber daya energi yang semakin terbatas, karena telah tereksploitasi secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan manusia. Apalagi sumber energi
1
di berbagai negara saat ini masih mengandalkan sumber energi fosil (konvensional) yang jumlahnya terbatas dan tak terbarukan. Dalam konteks energi nasional, sumber energi nasional didasarkan pada dua sumber utama yaitu sumber energi konvensional dan energi terbarukan. Energi konvensional adalah sumber energi yang hanya tersedia dalam jumlah terbatas di bumi dan tidak dapat diregenerasi. Sumber-sumber energi ini akan berakhir cepat atau lambat dan berbahaya bagi lingkungan. Sementara energi terbarukan adalah energi yang dihasilkan dari sumber alami seperti matahari, angin, dan air. Sumber ini akan selalu tersedia dan tidak merugikan lingkungan. (Contaned Energy Indonesia, 2010) Dalam perkembangannya, salah satu permasalahan yang sedang dihadapi dalam pemenuhan energi nasional adalah ketergantungan yang berlebih pada sumber energi fosil. Budiarto (2011) menjelaskan bahwa pada tahun 2003 pasokan energi primer sebagian besar dari energi fosil yaitu minyak bumi sebesar 54,4%, gas bumi sebesar 26,5%, dan batu bara 14,1%. Jika dijumlahkan porsi untuk ketiga sumber energi tersebut mencapai 95%. Kenyataan tersebut menjadi suatu tantangan dan ancaman bersama dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Kemampuan produksi sumber energi tidak sebanding dengan tingkat konsumsi energi nasional yang semakin melonjak tajam. Apalagi pasokan energi fosil yang sampai saat ini masih menjadi ujung tombak energi nasional, jumlahnya semakin menipis. Hingga tahun 2010, energi nasional mengalami gap yang signifikan antara jumlah produksi dengan konsumsi dan berbanding terbalik dengan kondisi pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu,
2
saat ini pemerintah Indonesia mulai gencar mengembangkan sumber-sumber energi baru dan terbarukan dengan berbagai model sebagai sumber energi alternatif. Lebih lanjut Budiarto (2011) menjelaskan dalam Visi Energi Baru dan Terbarukan yang dirancang oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2010, menargetkan adanya perubahan komposisi energi nasional pada tahun 2025 dengan optimalisasi peran energi baru dan terbarukan. Pemanfaatan energi baru dan
terbarukan
ditargetkan
dapat
mencapai
25%
dengan
mengurangi
ketergantungan pada sumber energi fosil sebesar 75% yaitu porsi untuk batu bara menjadi 32%, gas bumi 23% dan minyak bumi sebesar 20%. Dengan demikian sumber energi untuk kebutuhan nasional diharapkan dapat dipenuhi secara berkelanjutan. Untuk mencapai target tersebut, saat ini sedang dikembangkan berbagai sumber energi baru dan terbarukan di wilayah-wilayah potensial di Indonesia. Salah satu bentuk energi baru dan terbarukan yang kini sedang dikembangkan oleh pemerintah adalah energi listrik hibrid di Pantai Baru, Bantul, Yogyakarta. Energi listrik yang memadukan sumber energi angin dan panas matahari tersebut sangat potensial dikembangkan di kawasan pesisir. Sumber energi listrik hibrid yang dikembangkan di Pantai Baru, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Bantul, tersebut memiliki potensi energi surya yang sangat tinggi, yaitu dengan intensitas radiasi rata-rata 4-5 kWh/m2 yang berlaku sepanjang tahun serta memiliki potensi sinar matahari yang berlangsung sepanjang hari dengan kecepatan angin rata-rata intensitas 4 m/s.
3
Pembangunan energi listrik hibrid merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan program Desa Mandiri Energi (DME), yang ditujukan bagi pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui pendekatan energi terbarukan. Prasetyo dan Hanifah (2011) menjelaskan program yang dicanangkan Pemerintah pada tanggal 20 Februari 2007 tersebut merupakan upaya pemerintah dalam pengembangan energi di kawasan pedesaan dan menjadikan kegiatan penyediaan energi sebagai titik masuk dalam pengembangan kegiatan ekonomi pedesaan. Untuk mewujudkan DME diupayakan beberapa program yang saling mendukung, seperti pemanfaatan energi setempat baik untuk listrik maupun bahan bakar dan potensi penciptaan kegiatan ekonomi produktif lokal melalui penyediaan energi terbarukan yang terjangkau dan berkelanjutan. Untuk itu secara esensial, pengembangan energi listrik hibrid mempunyai relevansi guna menjawab kebutuhan masyarakat sekitar menuju kemandirian sosial dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, pembangunan energi listrik hibrid di Pantai Baru, diharapkan dapat menghidupkan perekonomian lokal serta memberdayakan masyarakat sekitar melalui pengembangan pariwisata di Kawasan Pantai Baru.
4
Gambar 1.1. Bagan Kerangka Kerja Pengembangan Energi Listrik Hibrid
Sumber : Kementerian Riset dan Teknologi, Menggapai “Indonesia Bisa”, 2010
Seiring dengan masuknya energi listrik hibrid yang disertai upaya warga Dusun Ngentak menjadikan Kawasan Pantai Baru sebagai arena pariwisata baru, warga melakukan pembukaan lahan untuk aktivitas industri wisata seperti membangun warung-warung kuliner, area parkir, dan berbagai fasilitas lainnya. Perjumpaan antara program listrik hibrid dengan aktivitas ekonomi industri wisata menyatukan berbagai kepentingan dalam satu arena baru, yaitu wisata Pantai Baru. Di dalamnya berlangsung proses-proses sosial dalam pemanfaatan energi listrik hibrid untuk membangun wisata Pantai Baru sebagai ikon pariwisata warga Dusun Ngentak. Hadirnya energi listrik hibrid menjadi momentum yang tepat bagi warga Dusun Ngentak untuk memanfaatkan peluang usaha ekonomi melalui aktivitas wisata kuliner di Pantai Baru. Dalam pengelolaan wisata berbasis energi listrik
5
hibrid
tersebut,
terdapat
proses
domestikasi
teknologi
dalam
rangka
memanfaatkan peluang usaha untuk mengangkat derajat sosial ekonomi warga. Dalam konteks permasalahan ini, domestikasi teknologi dimaknai sebagai proses „menjinakkan‟ teknologi listrik hibrid untuk diadaptasi dan diadopsi dalam aktivitas industri wisata kuliner serta memanfaatkannya untuk membangun kehidupan sosial dan ekonomi yang lebih mensejahterakan.
1.2. Rumusan Masalah Pada dasarnya pembangunan energi listrik hibrid merupakan satu sistem rekayasa sosial melalui pendekatan teknologi yang mempunyai tujuan untuk mengantarkan
masyarakat
menuju
kehidupan
sosial
ekonomi
yang
mensejahterakan. Mekanisme tersebut berlangsung dengan cara pemanfaatan energi listrik melalui proses domestikasi untuk menunjang aktivitas perekonomian warga Dusun Ngentak di arena wisata Pantai Baru. Maka pertanyaan kunci dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana proses domestikasi listrik hibrid yang dilakukan warga pengguna (users) dalam wisata kuliner di Pantai Baru? 2. Apa implikasinya terhadap kehidupan sosial ekonomi warga pengguna (users)?
1.3. Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi proses domestikasi listrik hibrid oleh users dalam industri wisata kuliner di Pantai Baru
6
Mengetahui tantangan yang dihadapi user dalam proses domestikasi listrik hibrid
Mengetahui sejauh mana kontribusi empirik listrik hibrid bagi kehidupan sosial ekonomi warga pengguna (users)
1.4. Kerangka Konseptual Dalam menganalisis permasalahan tersebut, diperlukan pendekatan untuk melihat energi hibrid dalam kaca mata sosiologis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan domestication of technology dan pendekatan energi terbarukan dalam cermin kesejahteraan sosial. Kedua konsep tersebut menjadi alat untuk menganalisis berlangsungnya proses adaptasi dan adopsi listrik dalam mendorong kesejahteraan kehidupan sosial ekonomi melalui pemanfaatan listrik hibrid. Gambar 1.2. Kerangka Konseptual Penelitian Kesejahteraan Sosial
Energi Listrik Hibrid
Domestikasi
Appropriation
Objectification
Incorporation
Conversion
Sumber: Skema Konseptual dikembangkan dari Silverstone dalam Berker et.al., 2006
7
1.4.1. Energi Terbarukan dan Kesejateraan sosial Sebagaimana yang dijelaskan Usman (2010) dalam Jumina (eds, 2010) bahwasannya kebijakan pengembangan energi terbarukan seharusnya tidak hanya mampu menjamin kebutuhan energi, akan tetapi juga harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, akses, aset, dan kapabilitas segenap lapisan masyarakat, terutama masyarakat pedesaan dan daerah tertinggal. Untuk itu, energi terbarukan mempunyai peran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gambar 1.3. Skema Konsep Energi Terbarukan dan Kesejahteraan Sosial
Kesejateraan Masyarakat
Relasi Reciprocal
Pertumbuhan
Determinan Pertumbuhan
Akses layanan
Energi Terbarukan (Hibrid)
Determinan Akses
Sumber : Diadopsi dari Usman, 2010
Peran energi terbarukan dapat mendorong determinan pertumbuhan seperti kegiatan budidaya, kegiatan pengelolaan, dan pemasaran energi. Kegiatan tersebut secara langsung dapat memberi efek sosial ekonomi bagi masyarakat sekitar, misalnya terbukanya pekerjaan bagi masyarakat lokal untuk dapat terlibat dalam proses budidaya, pengelolaan, dan juga pemasaran. Tidak hanya itu, melalui kegiatan tersebut juga dimungkinkan terjadinya proses transfer teknologi dan pengetahuan pada masyarakat lokal. Pola hubungan tersebut berjalan secara
8
reciprocal karena saling mempunyai keterkaitan untuk pemenuhan kebutuhan energi lokal dengan kebutuhan penyelenggaraan inovasi. Selain mampu mendorong determinasi pertumbuhan, energi terbarukan juga harus mampu membuka determinan akses bagi masyarakat sekitar terhadap sumber daya seperti ekonomi, alam maupun manusia. Dengan berlangsungnya mekanisme tersebut, akses yang telah didapatkan dapat meningkatkan aset (barang
bernilai
ekonomi)
dan
kapabilitas
masyarakat
(kemampuan
memanfaatkan peluang). Dalam konteks ini, aset dapat dijelaskan dalam beberapa kategori yaitu (1) aset yang dikuasai (current aset) seperti dana segar dan emas, (2) aset jangka panjang (longterm aset) seperti tanah dan rumah, (3) aset yang telah dipersiapkan sebelumnya seperti asuransi. Sementara itu, kapabilitas dimaksudkan pada kemampuan mengidentifikasi masalah dan memecahkannya sesuai dengan aset yang dimiliki dan kemampuan memanfaatkan serta menciptakan peluang yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, menurut Usman (2010) peran energi terbarukan diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat yaitu: 1. Ketika kebutuhan dasar masyarakat tercukupi 2. Masyarakat mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi 3. Dan mengetahui alternatif-alternatif solusi berbagai masalah tersebut serta mampu menciptakan dan memanfaatkan peluang yang ada dalam lingkungannya.
9
1.4.2. Domestication of Technology: „Menjinakkan‟ Teknologi Silverstone (1992) dalam Berker et.al., (2006) menjelaskan domestikasi teknologi merupakan proses di mana teknologi diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Proses tersebut menandai proses pemaknaan terhadap teknologi dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mendorong berlangsungnya transformasi sosial. Pendekatan ini dimaknai sebagai dua proses yang berlangsung bersamaan antara teknologi baru dan perubahan masyarakat (social change). Menggunakan teknologi baru memungkinkan terjadinya perubahan pada bentuk, praktek dan fungsi simbol dari teknologi yang dapat mendorong pada perubahan identitas sosial dan negoisasi status/posisi sosial. `
Silverstone (1992) menjelaskan pendekatan domestikasi teknologi
mempunyai empat fase yaitu appropriation, objectification, incorporation, dan conversion. Fase appropriation, terjadi ketika teknologi didistribusikan dan didapatkan oleh masyarakat. Proses tersebut menjelaskan bagaimana teknologi tersebut diperoleh masyarakat, serta menjelaskan asal mula teknologi tersebut hadir di tengah-tengah masyarakat. Fase objectification menjelaskan bagaimana teknologi tersebut dimanfaatkan yang disertai dengan proses dan bentuk adopsi teknologi
yang
dilakukan
oleh
masyarakat.
Sedangkan
incorporation,
menjelaskan bagaimana teknologi dihadirkan dalam kehidupan sehari-hari serta mendorong pada peningkatan akses dan aset ekonomi. Sementara fase conversion, menjelaskan proses penggunaan teknologi mampu menjadi alat untuk merubah status dan posisi sosial masyarakat.
10
Domestikasi teknologi merupakan proses yang multi dinamik yang meliputi bagaimana akses teknologi diperoleh (acquired), penempatan teknologi (placed), pemaknaan pada konteks lokal (interpreted), dan integrasi ke dalam aktivitas sosial (integrated into social practices of action). Gambar 1.4. Skema Konsep Domestikasi Energi Listrik Hibrid
4 3 Conversion Incorporation 2 1 Appropriation Energi listrik hibrid didapatkan oleh Users?
Objectification Energi listrik hibrid dimanfaatkan dan diadopsi Users?
Energi listrik hibrid dihadirkan dalam kebutuhan industri wisata serta peningkatan ekonomi?
Energi listrik hibrid sebagai alat mendorong perubahan posisi dan status sosial Users?
Sumber: Skema Konseptual dikembangkan dari Silverstone dalam Berker et.al., 2006
Proses yang sangat dinamik tersebut diterjemahkan dalam tiga ranah yaitu dimensi praktik, simbolik, dan pengetahuan masyarakat. Dimensi praktik memfokuskan pada aksi dan bagaimana teknologi digunakan serta diintegrasikan dalam praktek sosial. Teknologi yang dianggap sebagai sesuatu yang asing dan
11
„buas‟ harus diintegrasikan dalam struktur dan aktivitas sehari-hari dalam lingkungan sosial masyarakat. Dimensi simbolik memfokuskan pada bagaimana teknologi dimaknai dan memberikan banyak makna. Sedangkan, dimensi pengetahuan memfokuskan pada aspek pembelajaran pada penggunaan teknologi. Melalui pendekatan ini, proses-proses sosial yang berlangsung dalam distribusi dan pemanfaatan energi listrik hibrid dapat dipotret secara sosiologis. Teknologi listrik hibrid tidak hanya dapat dimaknai dalam pendekatan secara teknis, melainkan juga melalui pendekatan sosial. Pendekatan sosial cenderung lebih menekankan pada proses sosial. Hal ini tentunya dapat menjadi rujukan analisis baru dalam mengkaji teknologi listrik hibrid. Fase-fase dalam pendekatan domestikasi teknologi menjadi alat untuk melihat secara mendalam bagaimana konstelasi masyarakat (users) dan energi listrik hibrid dalam sistem industri wisata Pantai Baru.
1.5. Tinjauan Pustaka Dalam literatur penelitian atau kajian mengenai energi listrik hibrid lebih banyak didominasi oleh kajian-kajian perihal teknologi dari sudut pandang teknis dan mekanik. Penelitian atau kajian tersebut mengulas secara mendalam tentang kelemahan dan kekuatan energi listrik hibrid yang diukur secara matematis dengan pendekatan ilmiah dan teknis. Sementara dalam literatur ilmu sosial, belum banyak ditemukan kajian-kajian yang mengulas mengenai kekuatan dan kelemahan energi listrik hibrid dalam perspektif ilmu sosial atau masyarakat.
12
Kajian yang melihat energi terbarukan dalam perspektif ilmu sosial, dapat ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (KEMENRISTEK) bersama Pemerintah Daerah Bantul mengenai studi kelayakan pembangunan energi listrik hibrid di Dusun Ngentak, Poncosari, Bantul, yang dilaksanakan sebelum pelaksanaan pembangunan.
Gambar 1.5. Persepsi Warga Ngentak Terhadap Rencana Pembangunan Listrik Hibrid
Sumber : Kementerian Riset dan Teknologi, Menggapai “Indonesia Bisa”, 2010
Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, berdasarkan hasil kajian dan analisa implementasi program, menunjukkan beberapa indikasi penyebab yang dapat mempengaruhi keberlangsungan program pembangunan energi listrik hibrid. Keberlangsungan sebuah inovasi baru dalam pembangunan energi listrik hibrid sangat ditentukan oleh sistem sosial budaya masyarakat setempat. Seperti dapat dicontohkan, bahwa pola berpikir masyarakat yang pragmatis
dan
didukung
oleh
tingkat
13
pendidikan
yang
rendah
dapat
mempengaruhi kegagalan program. Hal tersebut disebabkan oleh rasa memiliki masyarakat yang rendah terhadap program. Apalagi program energi listrik hibrid merupakan inovasi teknologi canggih yang membutuhkan dukungan pengetahuan dan modal yang besar. Untuk itu, pembangunan teknologi energi hibrid harus benar-benar mampu menggandeng masyarakat sekitar agar dapat dipertahankan keberlanjutannya. Kedua, berdasarkan hasil kajian dan analisa implementasi program juga menghasilkan rangkuman sikap warga terhadap program: (1) sikap warga yang menerima dan menjaga, terjadi apabila program berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masyarakat yang ikut terlibat dalam proses penyusunan, implementasi, pengawasan dan evaluasi program. (2) Program yang dapat diterima tetapi akan ditinggalkan apabila program tersebut dari pemerintah yang sifatnya top down dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sebagian masyarakat menilai bahwa program pembangunan energi listrik hibrid membutuhkan perawatan yang membutuhkan pengetahuan dan modal yang besar, sementara mereka tidak memilikinya. Terlebih program tersebut bukan dari inisiatif masyarakat sendiri, sehingga akan sangat dimungkinkan program tersebut tidak dapat berlanjut apabila tidak ditangani sejak awal. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah perlu adanya pendekatan yang lebih intensif kepada masyarakat untuk menjelaskan maksud dan tujuan pembangunan serta perhitungan dampak sosial ekonomi, agar program pembangunan listrik hibrid dapat berhasil.
14
Penelitian yang dilakukan oleh KEMENRISTEK bersama Pemerintah Daerah Bantul tersebut dilakukan pada tahap awal pembangunan energi listrik hibrid, yang memfokuskan pada analisis kelayakan pembangunan energi listrik hibrid dari perspektif sosial budaya. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir pasca pembangunan energi listrik hibrid tersebut, dinamika sosial ekonomi masyarakat mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut tampak pada pemanfaatan energi listrik secara intensif bagi pemenuhan kebutuhan listrik pada usaha wisata kuliner Pantai Baru. Sementara itu, penelitian rekayasa sosial energi baru dan terbarukan ini, lebih mengulas perihal proses adaptasi dan adopsi teknologi listrik melalui proses domestikasi yang dilakukan pasca pembangunan listrik hibrid dan pengembangan wisata kuliner Pantai Baru. Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan KEMENRISTEK bersama Pemerintah Daerah Bantul, sedikitnya dalam dua hal yaitu waktu pelaksanaan penelitian dan fokus kajian. Penelitian yang dilakukan KEMENRISTEK bersama Pemerintah Daerah Bantul mengambil setting waktu pada pra pembangunan untuk mengidentifikasi dan analisa kelayakan pembangunan listrik hibrid dalam kaca mata sosial budaya. Sementara penelitian rekayasa sosial energi baru dan terbarukan mengambil setting waktu pada pasca pembangunan listrik hibrid untuk melihat proses domestikasi meliputi proses bagaimana listrik didapatkan (appropriation), dimanfaatkan
(objectification),
dihadirkan
dalam
kehidupan
sehari-hari
(incorporation ) dan dikonversi untuk perubahan sosial warga (conversion) guna mencapai kehidupan masyarakat yang sejahtera.
15
1.6.Metode Penelitian 1.6.1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, metode penelitian yang dipakai adalah penelitian studi kasus (case study) dengan pendekatan kualitatif. Rudito dan Famiola (2008) menjelaskan bahwa metode kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial. Sementara Moleong (2010) mensintesiskan penelitian kualitatif sebagai metode penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus alamiah, dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sedangkan studi kasus merupakan pendekatan penelitian terhadap satu kasus yang dilakukan secara intensif dan mendalam dalam lingkungan sosial tertentu (Narbuko, 2003). Yin (2011) menjelaskan studi kasus memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari peristiwa-peristiwa kehidupan nyata seperti siklus kehidupan seseorang, prosesproses organisasional dan manajerial, perubahan lingkungan sosial dan lain sebagainya. Pengembangan listrik hibrid di Pantai Baru merupakan percontohan nasional dalam pengembangan anergi baru dan terbarukan di Indonesia. Untuk itu, pendekatan studi kasus dinilai relevan dalam penelitian ini karena listrik hibrid di Pantai Baru memiliki konteks kasus yang unik dan istimewa. Penelitian ini mengkaji pengalaman subjektif dan kolektif oleh stakeholders terkait (Users,
16
Pokgiat/Pengelola Wisata, KEMENRISTEK, Pengurus
Listrik Hibrid) dalam
upaya pengembangan dan pemanfaatan energi listrik hibrid untuk membangun serta mendorong kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang lebih sejahtera. Penelitian ini juga menguraikan khasanah pengalaman users sebagai aktor yang merasakan direct impact dari program energi listrik hibrid, serta dengan mengulas peranan energi listrik hibrid dalam mendorong perekonomian masyarakat serta perubahan sosial yang berlangsung. 1.6.2. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari data yang langsung diambil melalui kegiatan lapangan penelitian seperti wawancara mendalam (indept interview), dokumentasi dan observasi lapangan. Sementara data sekunder berasal dari hasil data yang sudah diolah atau dikelola untuk dijadikan sebagai penguat data primer. 1.6.2.1. Observasi Sutrisno Hadi (1984) menjelaskan observasi merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki. Digunakan sebagai langkah awal dan pendalaman untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian sebagai penguat data primer. Observasi dilakukan pada awal penelitian dalam penyusunan proposal penelitian dan kajian awal dengan cara merekam atau mencatat berbagai aktivitas warga dalam lokasi penelitian. Hasil observasi sebagai pintu gerbang untuk melihat permasalahan di lapangan.
17
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan secara natural misalnya dengan melihat secara langsung aktivitas kuliner di warung-warung kuliner, mengunjungi setiap warung kuliner untuk melihat tipe bangunan dan penggunaan listrik. Hasil observasi kemudian ditulis dalam catatan lapangan dan dokumentasi lapangan yang kemudian ditindak lanjuti dalam wawancara mendalam. Selain itu, observasi juga dilakukan di sekitar area instalasi listrik hibrid misalnya di wilayah panel surya, turbin angin, dan kantor operator. 1.6.2.2. Wawancara Mendalam ( Indept Interview ) Wawancara
mendalam
(indepth
interview)
merupakan
teknik
pengumpulan data untuk mendapatkan keterangan yang lebih luas, mendalam dan rinci. Wawancara mendalam dilakukan secara tidak berstruktur (unstructured indepth interview) dengan sejumlah informan kunci (key informants). Informan kunci dalam wawancara mendalam ini meliputi pelaku usaha/users, pengelola wisata, pengelola listrik hibrid dan KEMENRISTEK. 1.6.2.3.Dokumentasi Lapangan Keadaan dan setting dari lokasi didokumentasikan sebagai penguat data primer. Dokumentasi dilakukan pada saat observasi dan proses pengumpulan data dengan cara mendokumentasikan semua kejadian atau gambar yang dapat digunakan sebagai suplemen untuk memperkuat analisis data misalnya aktivitas pemanfaatan program oleh masyarakat. Selain itu, penelitian ini menggunakan catatan lapangan (field notes), untuk menjaring informasi dan kondisi sosialekonomi masyarakat, atau hal-hal umum yang dianggap penting namun belum tercantum dalam pertanyaan penelitian. 18
1.6.2.4. Studi Pustaka Hasil dari data primer juga diperkuat dengan data-data yang bersifat literatur seperti jurnal, buku, e-book, dan internet seperti dokumen terkait energi baru terbarukan, dan kajian teoritik yang digunakan. 1.6.3. Teknik Pemilihan Informan Adapun teknik pemilihan informan dengan menggunakan teknik snowball sampling. Teknik ini menurut Patton (1991) merupakan satu pendekatan untuk menempatkan informasi yang kaya dari informan kunci atau kasus kritis. Prosesnya diawali dengan mengunjungi dan bertanya dari informan satu ke informan yang lain, perihal siapa yang dapat dijadikan sebagai informan baru yang mempunyai pengalaman terkait kasus yang dicari. Teknik pengumpulan data seperti ini dilakukan guna memudahkan akses peneliti untuk mendapatkan informasi agar tepat sasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan data. Dengan demikian, peneliti bisa mendapatkan rangkaian informasi baru dan kaya. Proses wawancara dilakukan dengan menggunakan prinsip triangulasi, di mana data yang diperoleh dari informan akan di crossed-check kepada informan lain untuk memperkaya data lapangan.
19
Tabel 1.1. Data Informan Penelitian No
Nama aktor
Posisi
Tanggal wawancara
1
Adam
Pengelola hibrid, kuliner tipe 2
10 Oktober 2012
2
Heri
Pengelola hibrid, kuliner tipe 2
10 Oktober 2012
3
Wijiyo
Pengelola hibrid
11 Oktober 2012
4
Kasmi
Kuliner tipe 3
12 Desember 2012
5
Siti
Kuliner tipe 3
17 Januari 2012
6
Sugeng
Kuliner tipe 3
10 Oktober 2012
Rahayu 7
Hanindyo
Pengelola hibrid, kuliner tipe 2
10 Oktober 2012
8
Jumali
Pengelola wisata, kuliner tipe 1
10 Oktober 2012
9
Murjito
Pengelola wisata, kuliner tipe 3
11 oktober 2012
10
Siti Rohma
Kuliner tipe 2
17 Januari 2013
11
Pewe
Nelayan
10 oktober 2012
12
Suyanto
Kuliner tipe 2
10 oktober 2012
13
Partini
Kuliner tipe 3
17 Januari 2013
14
Momon
Menristek
12 Desember 2012
15
Kris
Menristek
September 2012
16
Warjiyem
Kuliner tipe 1
17 Januari 2013
Sumber : Diolah dari hasil penelitian lapangan penulis, 2012 Pemilihan informan di atas didasarkan pada empat kategori informan yaitu pelaku
usaha/users,
pengelola
wisata,
pengelola
listrik
hibrid
dan
KEMENRISTEK. Pertama, pelaku usaha dipilih berdasarkan tiga bentuk usaha kuliner yang terdiri dari kuliner tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 yang memiliki kekhasan berbeda-beda. Informasi yang dibutuhkan meliputi proses domestikasi di masingmasing tipe kuliner dan pemaknaan users terhadap listrik hibrid.
20
Kedua,
pengelola wisata dipilih sebagai informan, karena mereka mempunyai wewenang penuh dalam pengelolaan wisata. Informasi yang dibutuhkan terkait data yang berkaitan dengan proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan wisata Pantai Baru. Dengan demikian, segala informasi yang berkaitan dengan wisata Pantai Baru dapat lebih terjamin dan akurat. Ketiga, pengelola listrik hibrid mempunyai wewenang dalam proses distribusi dan pengelolaan listrik hibrid kepada users. Data yang dibutuhkan terkait dengan proses pendistribusian dan pengaturan listrik hibrid secara teknis. Keempat, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas pembangunan listrik hibrid, KEMENRISTEK menjadi informan penting untuk melihat proses kebijakan pembangunan listrik hibrid. 1.7. Analisis dan Interpretasi Data Huberman (1992) dalam Faisal (2007) menjelaskan proses analisis dan intepretasi data kualitatif menggunakan tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan yang dilakukan terus menerus selama proses penelitian dilakukan. Langkah kedua adalah penyajian data yaitu menyusun serangkaian informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data umum berupa teks naratif. Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi, yang memfokuskan pada pengambilan kesimpulan dan cross ceck dari hasil reduksi dan penyajian data lapangan. Berikut ini skema analisis data kualitatif format studi kasus:
21
Gambar 1.6. Analisis Data Kualitatif Format Studi Kasus
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Display Data
Penggambaran Kesimpulan
Sumber: Faisal, 2007 Ketiga proses diatas berjalan secara dialektis dan berlangsung terus menerus
saat
sebelum,
ketika
pengumpulan data.
22
pengambilan
data,
dan
sesudah