1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pasar modal merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi dana, baik dana dari dalam maupun luar negeri. Kehadiran pasar modal menambah banyaknya pilihan sumber dana, khususnya sumber dana jangka panjang
bagi
perusahaan,
serta
memberikan
alternatif
bagi
keputusan
pembelanjaan perusahaan. Bagi para investor, pasar modal merupakan sarana yang dapat dimanfaatkan untuk menanamkan investasi dalam bentuk asset finansial. Kehadiran pasar modal akan menambahkan alternatif pemilihan investasi yang optimal. Di dalam melakukan kegiatan operasional, baik melalui pengembangan maupun perluasan perusahaan tentunya dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Masalah yang sering dihadapi oleh banyak perusahaan adalah keterbatasan dana yang dimiliki sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut perusahaan harus mencari sumber pembiayaan yang berasal dari luar perusahaan. Penerbitan saham perusahaan pada pasar modal merupakan salah satu bentuk alternatif yang dapat dimanfaatkan, baik investor maupun emiten untuk menginvestasikan dan memobilisasi dana. Dengan potensinya yang semakin besar untuk memobilisasi dana, pasar modal memiliki arti yang strategis bagi pembangunan perekonomian nasional. Manfaat pasar modal bagi pembangunan nasional secara langsung adalah memperbaiki struktur permodalan perusahaan, meningkatkan efisiensi
2
alokasi sumber-sumber dana, menunjang terciptanya perekonomian yang sehat, meningkatkan penerimaan negara, dan dapat mengurangi utang luar negeri swasta (Ary Suta: 1988). Di dalam melakukan investasi maka ada dua faktor penting yang menjadi pertimbangan para investor. Kedua faktor tersebut adalah return dan risiko. Semakin tinggi risiko maka investor mengharapkan returnnya semakin tinggi pula. Jika ada dua usulan investasi yang memberikan tingkat keuntungan yang sama, tetapi memiliki tingkat risiko yang berbeda, maka investor yang rasional tentu akan memilih investasi dengan risiko yang lebih kecil, demikian juga dengan hal sebaliknya, jika risikonya sama, maka investor tentu akan memilih investasi yang memiliki return tertinggi (Husnan, 1994). Cara untuk mengestimasi return dapat dilakukan dengan menggunakan single faktor model yang biasa dikenal dengan Capital Assets Pricing Model (CAPM) dan model tiga faktor yang diajukan oleh Fama dan French. Pada CAPM estimasi return dipengaruhi oleh risiko, dengan beta sebagai pengukur risiko. Kalangan praktisi lebih menyukai menggunakan CAPM dibanding model lain, karena model ini sangat sederhana (Bantholdy dan Peare, 2003). CAPM diperkenalkan oleh Sharpe (1964) dan Linther (1965) serta Mossin (1966) yang dipergunakan untuk menentukan return suatu aset pada kondisi ekuilibrium. Ekuilibrium pasar modal terjadi jika harga-harga dari aktiva berada di suatu tingkat yang tidak dapat memberikan insentif lagi untuk melakukan perdagangan spekulatif (Jones, 1995). Model yang digunakan untuk penilaian asset lain yaitu Arbitrage Pricing Theory yang fokus terhadap market dengan jumlah asset yang
3
besar, berbeda dengan CAPM dalam hal penerapan suatu risiko yang mengabaikan risiko nonsistematik (Ali Khan, 1997). Dengan kata lain Arbitrage Pricing Theory menggunakan pemikiran yang menyatakan bahwa dua kesempatan investasi yang mempunyai karakteristik yang identik sama tidaklah bisa dijual dengan harga yang berbeda. Konsep yang digunakan adalah hukum satu harga (The Law of One Pricing) (Husnan, 1994). Sejak pertama kali diperkenalkan sampai saat ini, pengujian terhadap CAPM terus dilakukan. Pengujian pertama kali dilakukan oleh Lintner dalam Husnan (1994) yang memberikan hasil yang tidak mendukung CAPM. Ketidaksesuaian ini diberi argumen oleh Miller dan Scholes (1972) dalam Irhas Effendi dan Muafi (2001), karena adanya penggunakan market model, yaitu hasil pada risk free berfluktuasi dan korelasi dengan return market sehingga terjadi bias dalam penafsiran. Howton dan Peterson (1999) melakukan pengujian terhadap CAPM didasari penelitian-penelitian terdahulu yang memberikan hasil bahwa beta (risiko) dalam CAPM dinyatakan konstan terhadap waktu, ternyata diketahui dari penelitian mereka bahwa beta tersebut tidak konstan. Banyak pola baru yang muncul dari studi empiris yang tidak dijelaskan dalam CAPM, antara lain adanya hubungan positif antara ekspektasi return dengan Earning to Price Ratio (Basu, 1977, 1983). Perusahaan dengan kapitalisasi kecil memiliki return yang lebih tinggi dari pada perusahaan yang memiliki kapitalisasi besar (Banz, 1981), ada hubungan positif antara tingkat hutang dengan return saham (Bhandari, 1988), dan book-to-market ratio merupakan variabel eksplanatori return saham (Chan, Hamao and Lakonishok 1991, (dalam Fama dan French, 1994)).
4
Penelitian terhadap saham yang ditransaksikan di NYSE, AMEX, dan NASDAQ stock market telah dilakukan oleh Fama and French (1992, 1993, 1995, 1996). Mereka menemukan dan menguji dua variabel market equity (size atau Kapitalisasi pasar) dan rasio price-to-book value. Metoda yang digunakan adalah dengan membentuk portofolio berdasarkan size dan book-to-market value. Hasil yang didapat mampu menjelaskan variasi return saham dan variabel size serta book-to-market value berhubungan dengan profitabilitas. Kemudian James L. Davis beserta Fama dan French (1999), lebih menguatkan adanya hubungan positif antara book-to-market equity dengan return rata-rata. Mereka melakukan penelitian terhadap saham di AS dengan perioda 1929-1997. Model Risiko Tiga Faktor dapat menjelaskan nilai premium lebih baik dibanding dengan hipotesis bahwa karakteristik book-to-market dapat digantikan dengan mengabaikan beban risiko. Nilai fundamental dapat dihitung dengan menggunakan dua jenis analisis sekuritas, yaitu analisis fundamental dan analisis sekuritas teknikal (Jogiyanto: 2003). Data yang diperlukan jika menggunakan analisis fundamental barasal dari laporan keuangan perusahaan, sedangkan analisis teknikal menggunakan data pasar yang dipublikasikan, seperti harga saham, volume perdagangan, indeks harga saham baik individual maupun gabungan. Faktor-faktor fundamental yang dipilih dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan (firm size), book-to-market equity (B/M), earning price ratio (E/P), dan risiko sistematik. Beta ( β ) adalah ukuran risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar (Jogiyanto, 2003).
5
Penilaian saham secara akurat dapat meminimalkan risiko sekaligus membantu investor mendapatkan keuntungan wajar, mengingat investasi saham di pasar modal merupakan jenis investasi yang cukup berisiko tinggi walaupun menjanjikan keuntungan lebih. Risiko sistematik disebut juga sebagai faktor pasar atau market risk, hal ini disebabkan oleh fluktuasi yang terjadi disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi semua perusahaan, antara lain: tingkat bunga, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya. Ukuran dari risiko sistematik ini disebut juga koefisien beta yang merupakan ukuran saham yang menunjukan kepekaan tingkat keuntungan indeks pasar, sehingga semakin tinggi beta, maka semakin tinggi kepekaan suatu perusahaan terhadap adanya perubahan. Jean Francois L’ Her, et al (2003), melakukan penelitian terhadap faktor yang mempengaruhi return saham pada Canadian Stock Market dengan menggunakan Model Tiga Faktor Fama dan French ditambah dengan satu faktor lagi yaitu faktor momentum. Penambahan satu faktor ini dilatarbelakangi adanya pendapat penelitian bahwa sebenarnya model Fama dan French belum dapat menjelaskan adanya anomaly momentum pada pasar. Untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya maka digunakan satu variabel tambahan yaitu variabel moderasi. Contoh variabel moderasi dapat berupa kondisi ekonomi suatu negara atau tahun yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini variabel moderasi yang digunakan yaitu variabel tahun (year). Penelitian ini dibedakan menjadi tiga perioda yaitu perioda pra-krisis, perioda krisis dan perioda pasca-krisis. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel moderasi mempengaruhi hubungan return dengan risiko
6
sistematik dan faktor-faktor fundamental perusahaan, serta tingkat signifikan antar koefisien variabel faktor-faktor fundamental untuk perioda yang berbeda. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis melakukan penelitian ini.
1.2
Perumusan Masalah
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah perioda yang berbeda mempengaruhi hubungan return saham dengan Risiko sistematik dan faktor-faktor Fundamental perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta?
1.3
Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya menganalisis faktor-faktor fundamental perusahaan, sedangkan faktor lain untuk mengakomodasi perubahan kecenderungan pasar yang terjadi dimasukkan indeks beta sebagai indikator pengukur resiko sistematik yang mencerminkan sensitivitas saham perusahaan terhadap indeks pasar. Dalam penelitian ini sampel yang dipilih adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan periode 1991-2004.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk menganalisis Apakah perioda yang berbeda mempengaruhi hubungan return saham dengan Risiko sistematik dan faktor-faktor Fundamental perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta.
7
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1
Bagi penulis
Penulisan ini merupakan kesempatan untuk menerapkan teori yang telah diperoleh selama kuliah dengan objek yang sesungguhnya terjadi di pasar modal.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan serta pengalaman bagi penulis dalam menghadapi kasus yang sama yang mungkin akan dihadapi di dunia kerja.
1.5.2
Bagi pihak lain Memberikan informasi kepada investor tentang kondisi pasar saham di Indonesia yang terkait dengan keefektifan pemanfaatan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan yang telah listing di Bursa Efek Jakarta.
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian tentang analisis pengaruh rIsiko sistematik, faktor fundamental terhadap return saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi ilmiah dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada semua pihak, baik rekan mahasiswa maupun perusahaan.