31
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Campak merupakan penyakit infeksi yang sangat menular dan disebabkan oleh virus,
pada umumnya menyerang anak–anak serta merupakan penyakit endemis di banyak belahan dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration atau dapat pula secara air borne sebagai nucleus droplet aerosol (WHO, 1996). Penyakit campak sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kecacatan dan kematian yang diakibatkan oleh komplikasi seperti radang paru atau pneumonia (1%-6%), radang telinga/otitis media (7%-9%), dan encephalitis (1/1000 s/d 1/2000), Subacute Sclerosing Panencephalitis (1/100.000 kasus) dan kematian (1/10.000) kasus (WHO, 1996). WHO memperkirakan pada tahun 2002 terjadi sekitar 35 juta kasus campak dan 614.000 orang diantaranya dilaporkan meninggal dunia. Lebih dari 98% kematian terjadi di negara dengan pendapatan perkapita <$1000. Sebagian besar kasus (85%) terjadi di Afrika dan Asia. Sekitar 75% kasus terjadi pada anak-anak balita (Chin, 2009). Pada negara berkembang, Case Fatality Rate (CFR) berkisar antara 3%-15%. Beberapa faktor yang berhubungan dengan tingginya angka CFR pada negara berkembang adalah umur saat terkena campak, derajat keparahan, status gizi dan pengobatan (WHO, 1996). Beberapa faktor risiko yang dapat memperparah kejadian campak adalah: umur rentan (usia <1 tahun), anak-anak dengan malnutrisi, tinggal pada daerah padat penduduk seperti kelompok urban yang miskin, anak-anak dengan infeksi HIV, orang dengan imunodefesiensi dan defesiensi Vitamin A (WHO, 2004).
32
Beberapa faktor risiko yang bermakna secara statistik untuk meningkatkan derajat keparahan campak pada penelitian di Departemen Pediatrics, Manila Central University Hospital (MCU-H) adalah berat badan pasien <10% persentil (OR= 6,37; CI= 2,41-16,3; p<0,05), pasien dengan anemia (OR= 2,2; CI= 1,09-4,41 p<0,05) dan berjenis kelamin lakilaki (OR= 0,5434; CI= 0,263-1,08; p<0,05). Penelitian ini memberikan bukti lebih lanjut dari pentingnya beberapa faktor risiko terhadap derajat keparahan penyakit campak seperti anakanak dengan berat badan <10% persentil dan dengan anemia (HB<10 g/dl) akan lebih cenderung terkena penyakit campak yang lebih berat. Pola perilaku mencari pelayanan kesehatan tidak berhubungan dengan derajat keparahan penyakit pada penelitian ini (Rhona B, 1993). Penyakit campak masih perlu ditangani di Indonesia karena insiden campak yang masih cukup tinggi (Salma, 2009). Indonesia merupakan salah satu negara diantara 47 negara penyumbang kasus campak (Depkes, 2009). Pada tahun 2005 dilaporkan terdapat lebih dari 15.000 kasus campak terjadi di Indonesia dan 1.500 (10%) diantaranya berakhir dengan kematian. Pada Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009 disebutkan bahwa jumlah kasus campak pada tahun 2009 adalah sebesar 18.055 kasus. Selama periode Januari sampai dengan Desember 2009 di Indonesia telah terjadi 96 kali Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dengan 2.770 penderita ditemukan saat KLB dengan kematian 42 orang (1,52%). Penelitian yang dilaksanakan oleh Casaeri (2002) menemukan hasil bahwa beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian campak di Kabupaten Kendal adalah status gizi, riwayat kontak, umur rentan, kepadatan hunian, kondisi lingkungan dan persepsi masyarakat. Di Provinsi Bali Penyakit campak masih merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian karena kasus campak masih cukup tinggi dan masih sering terjadi
33
KLB. Pada tahun 2010 dilaporkan 256 kasus campak dengan Incidence Rate (IR) sebesar 0,41 per 10.000 penduduk dan CFR sebesar 0,78%. IR tertinggi terjadi di Kabupaten Karangasem yaitu sebesar 2,47 per 10.000 penduduk dengan CFR sebesar 2,04%. Sejak bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Desember 2011 di Provinsi Bali telah terjadi enam kali KLB campak, lima diantaranya terjadi di Kabupaten Karangasem. Kejadian Luar Biasa campak di Kabupaten Karangasem dapat dilihat pada tabel berikut ini.
34
Tabel 1.1
Distribusi KLB Campak di Kabupaten Karangasem Tahun 2010 sampai Desember 2011.
No
Lokasi KLB
Waktu
Jumlah penderita berdasarkan golongan
Total
umur
Penderita
kejadian 0-11
1-5 th
6-10 th
> 10 th
2
7
7
1
17 orang
1
27
13
4
45 orang
1
9
7
3
20
bln 1
Dsn
Juli 2010
Muntigunung, Desa
Tianyar-
Kubu 2
Desa
Tianyar Agustus
Tengah,
2010
Kecamatan Kubu 3
Dsn Paleg, Desa Oktober Tianyar
2010
(dua
Kecamatan Kubu 4
Ling.
Segara Pebruari
Katon,
Kel 2011
orang
kematian) 0
3
3
2
8 orang
4
3
7
1
15 Orang
8
49
37
11
105 orang
KarangasemKarangasem 5
Desa
Tianyar Mei 2011
Barat Kecamatan Kubu Total penderita
35
Upaya pencegahan dan pengendalian campak yang paling efektif saat ini adalah vaksinasi. Pemberian vaksin campak
bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan
kematian akibat campak (Casaeri, 2002). Penyakit campak merupakan penyakit yang dapat dieradikasi karena satu-satunya reservoir adalah manusia dan telah tersedia vaksin dengan effikasi yang cukup tinggi yaitu
85% (Depkes, 2009). Indonesia mulai melaksanakan
program imunisasi campak pada tahun 1981, dengan pemberian satu kali pada umur 9-14 bulan. Kegiatan imunisasi menjadi program yang berkelanjutan di Indonesia. Pada tahun 1991 Indonesia sudah mencapai imunisasi dasar lengkap secara nasional. Pemberian imunisasi secara rutin dinyatakan telah berhasil menurunkan insiden campak pada kelompok umur bayi (<1 tahun) dan kelompok umur anak 1-4 tahun (Depkes,2009). Penurunan insiden campak tidak terlepas dari keberhasilan program imunisasi yang menunjukkan data cakupan yang relatif tinggi. Cakupan imunisasi campak secara nasional pada tahun 2008 adalah 90,5% dan meningkat menjadi 92,09% pada tahun 2009 (Depkes RI, 2009). Sementara, cakupan imunisasi campak di Provinsi Bali selama tiga tahun berturutturut adalah sebesar 101,38% (2008), 99,95% (2009) dan sebesar 92,11% (2010). Cakupan imunisasi campak di Kabupaten Karangasem selama tiga tahun terakhir juga menunjukkan hasil yang relatif tinggi yaitu 98,41% (2008), tahun 2009 sebesar 100,33% dan tahun 2010 adalah sebesar 101,29%. Pada tahun 2010 dari 78 desa yang ada di Karangasem 100% sudah mencapai United Child Immunization (UCI) (Dikes Bali, 2008, 2009, 2010). Data Riskedas tahun 2007 menunjukan hasil cakupan imunisasi campak Kabupaten Karangasem terendah di Provinsi Bali (89,5%), sedangkan cakupan imunisasi campak di Provinsi Bali sebesar 93,9% (Riskesdas 2007).
36
Berdasarkan hasil observasi lapangan pada saat terjadi KLB campak di Dusun Paleg Desa Tianyar Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem pada tanggal 14 Oktober 2010, terlihat bahwa daerah geografis desa tersebut cukup sulit sehingga memungkinkan rendahnya akses imunisasi pada anak-anak. Selain itu beberapa ibu mengaku bahwa beberapa orang anak di daerah tersebut tidak diimunisasi dan beberapa anak yang ada di lokasi menunjukkan ciri-ciri status gizi kurang. Pada saat penelusuran KLB campak ditemukan adanya beberapa warga masyarakat yang memiliki persepsi yang kurang mendukung upaya pengendalian dan pengendalian penyakit campak, dan adanya mobilisasi penduduk yang tinggi keluar desa bahkan sampai keluar kabupaten. Kabupaten Karangasem belum mengetahui secara jelas faktor-faktor risiko yang terkait dengan kejadian campak, namun Karangasem merupakan daerah dengan penduduk miskin terbanyak
yaitu 177.177 orang atau sekitar 46,25% dari seluruh penduduk Kabupaten
Karangasem (Dikes Bali, 2007). Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi balita
gizi buruk di Kabupaten
Karangasem adalah sebesar 7,8% sedangkan prevalensi balita yang menderita gizi kurang sebesar 12%. Cakupan penerimaan kapsul Vitamin A di Kabupaten Karangasem untuk tahun 2007 sebesar 76,3% (Depkes, 2009).
1.2
Rumusan Masalah Permasalahan yang terjadi selama ini adalah seringnya frekuensi KLB campak di
Kabupaten Karangasem, sementara data imunisasi menunjukkan cakupan yang tinggi. Karangasem merupakan daerah dengan penduduk miskin terbanyak di Provinsi Bali dengan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang yang cukup tinggi. Guna mendalami permasalahan
37
perlu diketahui apakah faktor anak (status imunisasi, status gizi dan status Vitamin A ), faktor ibu (pendidikan, persepsi ibu dan keadaan sosial ekonomi keluarga) dan faktor lingkungan (kepadatan hunian, ventilasi, akses ke pelayanan kesehatan dan riwayat kontak) berperan dalam penularan campak di Kabupaten Karangasem. Pertanyaan penelitian ini adalah “Apakah faktor risiko yang berperan dalam kejadian campak di Kabupaten Karangasem?”.
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum Memperoleh gambaran faktor risiko yang berperan terhadap kejadian campak di
Kabupaten Karangasem. 1.3.2
Tujuan Khusus 1. Mengetahui apakah status imunisasi merupakan faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem. 2. Mengetahui apakah status gizi merupakan faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem. 3. Mengetahui apakah status vitamin A merupakan faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem. 4. Mengetahui apakah pendidikan ibu merupakan faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem. 5. Mengetahui apakah persepsi ibu merupakan faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem. 6. Mengetahui apakah keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem.
38
7. Mengetahui apakah kepadatan hunian merupakan faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem. 8. Mengetahui apakah luas ventilasi merupakan faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem. 9. Mengetahui apakah akses ke pelayanan kesehatan merupakan faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem. 10. Mengetahui apakah ada riwayat kontak dengan penderita campak
merupakan
faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Karangasem. 11. Mengetahui faktor risiko yang paling berperan terhadap kejadian campak di Kabupaten Karangasem.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Manfaat bagi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan
dapat
memberian
masukan
dalam
pengembangan
program
pengendalian campak di Indonesia dan khususnya di Bali. 2.
Manfaat bagi Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem adalah sebagai masukan dalam upaya pengendalian penyakit campak berdasarkan faktor risiko yang terbukti mempengaruhi kejadian campak sehingga dapat dipilih alternatif yang paling tepat dan efisien dalam pengendalian kasus di lapangan.
3.
Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah dapat memberikan gambaran tentang faktor risiko yang berhubungan dengan penularan campak dan bagi peneliti lain
39
diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai bahan bacaan atau acuan dalam melaksanakan penelitian dengan jenis yang sama. 4.
Manfaat bagi penulis adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam menganlisis faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian campak.
5.
Manfaat bagi masyarakat diharapkan dengan diketahuinya faktor risiko penularan campak, maka masyarakat diharapkan dapat melakukan upaya pencegahan untuk melindungi diri dan keluarganya dari penyakit campak.