BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi merupakan zaman dimana kekuatan ekonomi dan iklim dunia bisnis diwarnai dengan persaingan yang semakin tinggi. Untuk menghadapi hal tersebut, setiap negara dituntut untuk dapat meningkatkan sektor-sektor industri yang memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan pendapatan nasional sehingga mampu memperkuat kondisi ekonomi untuk menghadapi persaingan yang semakin tinggi tersebut. Gambar 1.1 berikut menunjukan tingkat pertumbuhan perekonomian di Indonesia pada tahun 2002-2012: 8 6
4.5 4.8
5
5.7 5.5
6.3
6.1
6
6.3
6.5
4.5
4 2 0 20022003 2004
2005 2006
2007 2008 2009 2010 2011 2012 F F
Sumber :Bloomberg Businessweek No. 38/23 Desember 2010-12 Januari 2011
GAMBAR 1.1 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2002-2012 Berdasarkan Gambar 1.1 tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari 4,5% pada tahun 2009 menjadi 6,0% dan untuk tahun 2011 diprediksi bisa naik sampai 6,3%, bahkan pada tahun 2012 diprediksi bisa mencapai 6,5%. Peningkatan tersebut didukung oleh peningkatan Deni Noerdiansyah, 2012 Pengaruh Co-Branding Terhadap Keputusan Pembelian Es Krim Wall's Buavita Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2
konsumsi rumah tangga yang tumbuh sekitar 5,1% sebagai dari dengan menguatnya daya beli masyarakat (Bloomberg Businessweek No. 38/23 Desember 2010-12 Januari 2011). Hasil riset Frontair Consulting Group mengenai pola konsumsi rumah tangga Indonesia tahun 2011 menunjukan hasil sebagai berikut: TABEL 1.1 PERSENTASE POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA INDONESIA TAHUN 2011 No Jenis Konsumsi Persentase 1 Kebutuhan Sehari-Hari (Makanan Dan 47,6% Minuman) Listrik, Air, Telepon 10,5% 2 Perawatan Rumah dan Kendaraan 8,4% 3 Pendidikan Anak 7,8% 4 Tabungan 6,4% 5 Pengeluaran Non Reguler (Baju, Alat 6,3% 6 Elektronik, Dll.) Rekreasi dan Hiburan 4,3% 7 Sumber:Frontier Consulting Group dalam Majalah Marketing No. 9/XI/September 2011
Berdasarkan Tabel 1.1 konsumsi kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan minuman menempati peringkat pertama sebesar 47,6% dibanding dengan konsumsi lainnya. Hal ini dikarenakan makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap orang. Tingginya konsumsi pada makanan dan minuman berdampak pada peningkatan market size industri makanan dan minuman di Indonesia sebagimana disajikan pada Tabel 1.2 berikut
No 1 2 3 4
TABEL 1.2 MARKET SIZE BEBERAPA INDUSTRI TAHUN 2010-2011 Industri Market Size 2010 2011 Makanan dan Minuman 45% 55% Gadget 29% 42% Telekomunikasi 27% 30% Toiletris 25% 29%
3
Lanjutan Tabel 1.2 No 5 6 7 8 9 10 11 12
Industri Motor Produk Rumah Tangga Farmasi Keuangan Kosmetik Produk Anak Retail Produk Pendidikan
Market Size 2010 20% 19% 14% 13% 11% 10% 10% 6%
2011 29% 16% 13% 13% 16% 14% 13% 12%
Sumber: Modifikasi Majalah SWA No. 10/XXVI/12-25 Mei 2010 dan SWA No. 12/XXVI/9-22 Juni 2011
Tabel 1.2 menunjukan bahwa market size industri makanan dan minuman masih menempati peringkat pertama sebesar 45% pada tahun 2010 dan naik sebesar 10% pada tahun 2011 menjadi 55%. Peningkatan tersebut menunjukan bahwa tingkat kebutuhan masyarakat Indonesia pada produk makanan dan minuman sangat tinggi. Es krim merupakan salah satu produk dari industri makanan yang cukup potensial. Potensi pasar es krim di Indonesia bisa mencapai 60 juta liter per tahun, akan tetapi yang terealisasi baru mencapai 47 juta liter per tahun. Meskipun demikian pertumbuhan pangsa pasar es krim di Indonesia setiap tahunnya mengalami kenaikan sekitar 5-10% (kabarbisnis.com 10 April 2011). Penetrasi pasar es krim di Indonesia tergolong rendah dikarenakan hanya ada sedikit produsen yang memasarkan produknya secara nasional, kebanyakan produsen es krim adalah industri rumah tangga yang pasarnya terbatas di daerah tertentu dan tidak terpantau oleh data riset. Selain itu, tingkat konsumsi es krim di Indonesia masih tergolong rendah hanya 1,6 liter/orang/tahun sangat jauh berbeda dengan di Amerika Serikat yang mencapai 21 liter/orang/tahun, Australia 16
4
liter/orang/tahun atau Inggris dengan 8 liter/orang/tahun. (Modifikasi SWA Online 20 September 2011 dan berita2.com 25 Juli 2011). Hal tersebut dikarenakan kebiasaan orang Indonesia yang tidak terbiasa mengkonsumsi es krim setelah makan atau ketika bersantai. Orang indonesia lebih suka makan buah sebagai makanan penutup. Walaupun demikian persaingan industri es krim di Indonesia cukup tinggi. PT. Unilever Indonesia Tbk. merupakan salah satu perusahaan di industri es krim dengan merek Wall’s yang dalam beberapa tahun ini, yaitu tahun 2010 dan 2011 meraih pangsa pasar tertinggi sebagaimana disajikan pada Tabel 1.3 TABEL 1.3 PANGSA PASAR INDUSTRI ES KRIM DI INDONESIA TAHUN 2010-2011 No Perusahaan Merek Pangsa Pasar 2010 2011 1 PT. Unilever Indonesia. Wall’s 72,1% 70,7% Tbk Campina 23,0% 26,1% 2 PT. Campina Ice Cream Industry Diamond 1,7% 0,9% 3 PT. Sukanda Jaya Sumber:Modifikasi Majalah Marketing No. 08/X/Agustus 2010 dan Marketing No. 04/XI/April 2011
Tabel 1.3 menunjukan bahwa Wall’s masih bertahan pada peringkat pertama sebagai market leader pada industri es krim di Indonesia, akan tetapi pada tahun 2011 mengalami penurunan pangsa pasar sebesar 1,4% dari 72,1% pada tahun 2010 menjadi 70,7%. Penurunan pangsa pasar tersebut menunjukan adanya kejenuhan konsumen terhadap merek Wall’s sehingga berdampak pada berkurangnya
keputusan
pembelian
konsumen.
Hal
ini
tentu
menjadi
permasalahan bagi perusahaan karena keputusan pembelian konsumen terhadap es
5
krim Wall’s sangat penting agar bisa tetap bertahan di tengah persaingan yang semakin tinggi. Penurunan pangsa pasar Wall’s juga berdampak pada penurunan Top Brand Index
(TBI) Wall’s, yang mana pada tahun 2011 Wall’s mengalami
penurunan TBI sebesar 6,6% sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.4 : TABEL 1.4 TOP BRAND INDEX (TBI) INDUSTRI ES KRIM DI INDONESIA TAHUN 2010-2011 Merek
Wall’s Campina Diamond
TBI 2010 75,1% 14,4% 1,4%
2011 68,5% 27,3% 2,5%
Sumber:Modifikasi Majalah Marketing No. 08/X/Agustus 2010 dan Marketing No. 04/XI/April 2011
Tabel 1.4 menunjukan bahwa Wall’s mengalami penurunan TBI dari 75,1% pada tahun 2010 menjadi 68,5% pada tahun 2011. Hal ini menunjukan bahwa preferensi konsumen untuk menjadikan Wall’s sebagai pilihan utama pada produk es krim mulai berkurang. Hal ini tentu saja menjadi ancaman bagi perusahaan dan jika hal ini terus dibiarkan tentu saja akan mengancam eksistensi Wall’s sebagai market leader es krim di Indonesia sehingga konsumen pindah ke merek lain. Data penjualan es krim merek Wall’s (seluruh varian produk Wall’s stik) di supermarket Griya Setiabudhi Kota Bandung menunjukan bahwa total penjualan es krim Wall’s stik mengalami penurunan sebagai mana disajikan pada Tabel 1.5 :
6
TABEL 1.5 TOTAL PENJUALAN ES KRIM WALL’S DI SUPERMARKET GRIYA SETIABUDHI TAHUN 2009-2011 Jumlah Item Bulan 2009 2010 2011 860 772 893 Januari 871 793 811 Februari 855 805 784 Maret 853 796 778 April 849 825 776 Mei 867 831 770 Juni 905 784 742 Juli 634 621 613 Agustus 690 684 703 September 780 696 698 Oktober 765 825 707 November 774 887 759 Desember TOTAL 9.703 9.319 9.034 Sumber:Data Internal Supermarket Griya Setiabudhi Kota Bandung
Berdasarkan Tabel 1.5, total penjualan seluruh varian es krim merek Wall’s stik mengalami penurunan pada tahun 2009 berhasil terjual 9.703 item, kemudian tahun 2010 turun menjadi 9.319 item. Pada tahun 2011 dan total penjualan es kirm Wall’s stik di supermarket Griya Setiabudhi kembali mengalami penurunan terutama pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus sehingga total penjualan pada tahun 2011 sampai dengan bulan Desember adalah sebanyak 9.034. Total penjualan tersebut lebih rendah jika dibanding dengan tahun 2009 yang sampai dengan bulan Desember terjual sampai 9.703 item dan tahun 2010 sampai dengan bulan Desember mencapai 89.319 item. Penurunan tersebut menunjukan adanya permasalahan keputusan pembelian es krim merek Wall’s di Supermarket Griya Setiabudhi Kota Bandung. Keputusan pembelian konsumen terhadap produk es krim Wall’s sangat penting karena dengan melakukan pembelian, maka evaluasi pasca pembelian
7
terjadi. Keputusan pembelian merupakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Keuntungan dari adanya keputusan pembelian yang dilakukan konsumen akan timbul perasaan puas atau tidak dengan barang yang dibelinya. Jika puas, maka konsumen akan melakukan pembelian ulang (loyalitas), sebaliknya jika tidak puas, maka konsumen akan berhati-hati bahkan tidak memilih produk tersebut. Selain itu keputusan pembelian konsumen juga memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam hal penjualan produk mereka. PT Unilever Indonesia Tbk. yang mulai memproduksi es krim Wall’s sejak tahun 1992 senantiasa melakukan pemasaran yang diharapkan mampu merangsang minat konsumen untuk membeli produk Wall’s. Wall’s pertama kali memperkenalkan gerobak dorong (hawker) yang menjajakan langsung ke rumahrumah konsumen, dengan strategi ini Wall’s mulai menggeser Campina dari posisi puncak sehingga Wall’s mampu menjadi market leader pada industri es krim di Indonesia (www.swa.co.id/20 September 2011). Wall’s terus menerus melakukan inovasi dengan menawarkan produk es krim dengan berbagai varian yang berbeda disertai dengan kegiatan promosi yang menarik. Tabel 1.6 berikut menunjukan beberapa inovasi yang dilakukan oleh es krim Wall’s dalam beberapa tahun terakhir TABEL 1.6 INOVASI PRODUK ES KRIM WALL’S Tahun
Inovasi
2007
Wall’s mengahdirkan Wall’s Vianetta yang merupakan varian es krim brawnis yang cocok disantap bersama keluarga, dalam promosinya Unilever mengusung program “Wall’s Berbagi 1.000 Kebaikan Bersama Viennetta” yang bertujuan untuk membantu menyekolahkan anak-anak kurang mampu dengan dana yang didapat dari hasil penjualan es krim Viennetta dan akan disumbangkan melalui Dompet Dhuafa.
8
Lanjutan Tabel 1.6 Tahun
Inovasi
2008
Wall’s melakukan inovasi pada Wall’s Conello dengan meluncurkan dua buah varian baru untuk melengkapi koleksi cita rasa yang dimilikinya dengan tema ”Dua menjadi Satu”. Dua varian tersebut adalah Sweetheart Brownies dan Almond Praline in Love. Es krim Wall’s Conello Royale Sweetheart Brownies merupakan perpaduan antara es krim dark cokelat dan caramel sementara Wall’s Conello Royale Almond Praline in Love merupakan perpaduan antara es krim vanilla susu dan hazelnut. Wall’s melakukan inovasi pada Wall’s Magnum dengan meluncurkan tiga varian Wall’s Magnum Classic, Wall’s Magnum Almond dan Wall’s Magnum Chocolate Truffle. Wall’s Magnum memberikan sensasi yang berbeda dimana para konsumen diberi kesempatan untuk memanjakan diri dengan kenikmatan cita rasa spesial secara visual, persepsi, dan indrawi melalui tiga varian tersebut. Wall’s melalukan Co-Branding dengan merek Buavita dengan menghadirkan es krim Wall’s Buavita yang merupakan es krim dari jus buah segar dengan potongan buah di dalamnya dengan empat varian rasa yaitu anggur, kiwi, mangga dan strawberi dengan kalori rendah hanya 60-70 Kcal
2010
2011
Sumber:www. unilever.co.id/19 September 2011 Tabel 1.6 menunjukan bahwa Wall’s terus menerus melakukan strategi untuk mempertahankan eksistensinya ditengah persaingan industri es krim yang cukup tinggi dengan salah satunya dengan melakukan Co-Branding dengan merek Buavita yang sudah dikenal sebagai merek minuman sari buah alami yang telah di akuisisi PT. Unilever Indonesia Tbk.
dari PT. Ultrajaya Milk Industry and
Trading Company pada tahun 2008 dengan menghadirkan es krim Wall’s Buavita. Co-Branding merupakan bentuk kerjasama antara dua merek atau lebih tanpa menghapus merek asal masing-masing (A.B Susanto dan Himawan Wijanarko, 2004;170). Kotler (2010:322) mendefinisikan Co-Branding sebagai dua atau lebih merek yang dikenal dan dikombinasikan dalam penawaran dimana satu sama lain saling memperkuat dan berharap dapat perhatian dari konsumen baru. Co-Branding yang dilakukan Wall’s didasarkan pada fakta bahwa tingkat konsumsi buah di Indonesia naik setiap tahun sebesar 15% seiring dengan
9
peningkatan kesadaran akan kesehatan (Tempo Interaktif 17 September 2011). Oleh karena itu, Wall’s
bekerja sama dengan merek Buavita menghadirkan
produk es krim dari buah asli dengan empat varian rasa yaitu anggur, kiwi, mangga, dan strawberi. Buavita merupakan merupakan merek minuman sari buah alami yang paling dikenal oleh konsumen sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.7 : TABEL 1.7 TOP BRAND INDEX (TBI) PRODUK MINUMAN SARI BUAH DI INDONESIA TAHUN 2010-2011 Merek Buavita Ale-ale Abc Frutang Nutrisari
TBI 2010 34,4% 20,8% 11,0% 15,8% 6,6%
2011 34,7% 28,9% 10,4% 9,9% 6,0%
Sumber:Modifikasi Majalah Marketing No. 08/X/Agustus 2010 dan Marketing No. 04/XI/April 2011
Tabel 1.7 menunjukan bahwa Buavita menempati peringkat pertama dengan TBI 34,4% pada tahun 2010 dan 34,7% pada tahun 2011. Hal ini menunjukan bahwa Buavita merupakan merek yang kuat dan menjadi pilihan nomor 1 pada produk minuman sari buah, dengan merek Buavita yang sudah kuat di pasaran maka diharapkan akan lebih mempermudah Unilever untuk mempromosikan produk es krim Wall’s Buavita. Tujuan yang akan dicapai dari Co-Branding yaitu membangun kesadaran merek, memperluas distribusi, memantapkan kepercayaan konsumen dan mempertinggi peluang sukses produk baru. Adapun strategi yang dilakukan oleh Wall’s Buavita melalui strategi segmentation, targeting, dan positioning ditunjukan pada Tabel 1.8 :
10
TABEL 1.8 STRATEGI PEMASARAN ES KRIM WALL’S BUAVITA Strategi Segmentation
Targeting Positioning
Implementasi Es Krim Wall’s Buavita melakukan segmentasi pasar kaum muda dengan gaya hidup yang sibuk dengan tingkat stres yang tinggi. Target pasar dari Es Krim Wall’s Buavita adalah kaum muda Es Krim Wall’s Buavita sebagai es krim dari buah asli yang rendah kalori.
Sumber:www.marketplus.co.id 19 September 2011 dan diolah sendiri
Menurut Riri Odang, Brand Manager Wall’s Buavita Co Branding Wall’s Buavita hadir untuk memenuhi kebutuhan kaum muda dengan gaya hidup mereka yang sibuk, tingkat stress yang tinggi dan dinamika rutinitas sehari-hari menuntut pola hidup seimbang dengan asupan nutrisi yang juga seimbang. Buah-buahan menjadi pilihan yang tepat, karena memiliki kandungan nutrisi yang diperlukan tubuh, agar tetap bugar. Selain itu Wall’s Buavita merupakan produk es krim rendah kalori hanya 60-70 Kcal sehingga tidak perlu khawatir menyebabkan kegemukan (www.marketplus.co.id/20 September 2011). Oleh karena itu, es krim Wall’s Buavita sebagai produk hasil Co-Branding dari merek Wall’s dan merek Buavita diharapkan dapat menarik minat konsumen untuk melakukan Pembelian terhadap es krim Wall’s Buavita sebagai produk es krim dari buah asli. Keller (2008:361) menyatakan bahwa: Co-Branding can generate sales from the existing target market as open additional oportunities with the new consumers and chanel. Co Branding also may be a valuable mean to learn about consumers and how other companies aproach them. Co-Branding dapat meningkatkan penjualan melalui pasar sasaran yang sudah ada dan membuka peluang bagi konsumen dan jaringan baru. Co-Branding Juga memiliki arti yang bernilai untuk belajar mengenai konsumen dan bagaimana perusahaan lain melakukan pendekatan pada konsumen.
11
Berdasarkan uraian di atas, maka dirasakan perlu untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Co-Branding Terhadap Keputusan Pembelian Es Krim Wall’s” (Survei pada Konsumen Es Krim Wall’s Buavita di Supermarket Griya Setiabudhi Kota Bandung) 1.2 Identifikasi Masalah Kinerja produk es krim Walls yang mengalami penurunan pada pangsa pasar menunjukan adanya kejenuhan konsumen pada es krim Walls sebagai akibat dari tingginya persaingan produk es krim di pasaran. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi masalah penelitian ini diidentifikasi sebagai berikut: Meningkatnya intensitas persaingan dalam industri es krim yang diwarnai dengan hadirnya beragam produk dengan berbagai merek berdampak pada respon positif dari konsumen untuk memilih dan menggunakan produk yang tersedia, hal ini meyebabkan menurunnya pangsa pasar es krim Walls yang menunjukan menurunnya tingkat keputusan pembelian konsumen terhadap es krim Walls. Co-Branding yang dilakukan oleh Walls dengan Buavita diharapkan mampu menjadi strategi bersaing yang tepat sehingga dapat merangsang minat beli konsumen sehingga mampu meningkatkan pangsa pasar dan mempertahankan posisinya sebagai market leader pada produk es krim di indonesia. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran co-branding pada produk es krim Walls 2. Bagaimana gambaran keputusan pembelian konsumen terhadap es krim Walls 3. Bagaimana pengaruh co-branding terhadap keputusan pembelian es krim Walls.
12
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini untuk memperoleh hasil temuan mengenai : 1. Pelaksanaan co-branding pada produk es krim Walls 2. Keputusan pembelian konsumen terhadap es krim Walls 3. Pengaruh co-branding terhadap keputusan pembelian es krim Walls. 1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Kegunaan secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu ekonomi manajemen khususnya pada bidang manajemen pemasaran, melalui pendekatan serta metode-metode yang digunakan terutama dalam upaya menggali pendekatan-pendekatan baru dalam aspek pemasaran yang menyangkut pengaruh co-branding terhadap keputusan pembelian pada industri makanan dan minuman, sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi para akademisi dalam pengembangan teori pemasaran. 2. Kegunaan secara praktis, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan untuk memberikan masukan kepada PT. Unilever Indonesia untuk dijadikan pertimbangan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan co-branding terhadap upaya peningkatan keputusan pembelian konsumen.