BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang meningkat di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah perusahaan yang ada di BEI pada tahun 2013 sebanyak 494 dan tahun 2014 meningkat menjadi 511. Akibatnya persaingan dalam dunia bisnis juga semakin meningkat diantara para pelaku bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para pengelola
perusahan
berlomba-lomba
meningkatkan
pendapatan
dan
menciptakan inovasi baru serta melakukan perluasan usaha dengan harapan bahwa perusahaan dapat menguasai pangsa pasar yang lebih besar dari sebelumnya. Untuk dapat melakukan perluasan usaha, perusahaan membutuhkan tambahan dana dari para investor. Investor adalah perorangan atau lembaga baik domestik atau non domestik yang melakukan suatu investasi baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. Dengan adanya tambahan dana kepada perusahaan, diharapkan dapat membantu perkembangan usaha dengan cepat serta memaksimalkan keuntungan yang akan diterima perusahaan. Akan tetapi investor tentu saja akan menginvestasikan dananya kepada perusahaan yang memiliki kinerja yang baik dan memberikan keuntungan bagi investor.
1
Kinerja perusahaan yang baik tercermin dari laporan keuangan yang baik. Laporan keuangan merupakan media yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan informasi keuangan bagi pihak internal dan eksternal serta bermanfaat sebagai dasar dalam pengambilan keputusan serta sebagai alat penilaian kinerja entitas selama satu periode karena laporan keuangan memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas. Namun faktanya, laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan tidaklah selalu mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Beberapa perusahaan melakukan manipulasi laporan keuangan agar kinerja yang dimiliki oleh perusahaan terlihat lebih baik serta berguna bagi pengguna laporan keuangan. Akibatnya, pengguna laporan keuangan menjadi ragu atas kehandalan laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan. Untuk meyakinkan para pengguna laporan keuangan, maka perlu dilakukan pemeriksaan laporan keuangan secara menyeluruh (audit) yang oleh pihak ketiga / auditor yang dianggap sebagai pihak independen. Menurut PSA No. 02 SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Standar akuntansi di Indonesia adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
2
Sebelum
melakukan
audit,
auditor
perlu
membuat
rencana
pemeriksaan (audit plan) terlebih dahulu. Menurut PSA No. 05 SA Seksi 311 menyatakan perencanaan dan supervisi mengharuskan auditor dalam perencanaan audit untuk memperhitungkan antara lain, pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit. Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang dapat merubah atau mempengaruhi pertimbangan pemakai informasi jika terdapat salah saji. Judgement yang diperlukan oleh auditor dalam menjalankan proses audit adalah pertimbangan tingkat materialitas, karena membantu auditor dalam pengumpulan bahan bukti yang memadai untuk mendeteksi adanya kekeliruan dalam laporan keuangan perusahaan dan sebagai dasar memadai untuk mengevaluasi laporan keuangan. Hal tersebut diperlukan untuk meminimalisir risiko audit yang akan dihadapi auditor. Risiko audit menurut PSA No. 25 SA Seksi 312 adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Auditor harus menurunkan tingkat materialitas jika tingkat risiko audit tinggi, sehingga akan banyak bahan bukti yang terkumpul. Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan yang memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (Ekawati, 2013). Tingkat materialitas suatu laporan keuangan tidak akan sama tergantung pada ukuran laporan keuangan
3
tersebut. Serta pertimbangan tingkat materialitas tergantung pada dua aspek yaitu aspek kondisional dan aspek situasional. Aspek kondisional adalah aspek yang seharusnya terjadi. Auditor seharusnya
menetapkan
materialitas
secara
standar,
artinya
dalam
menentukan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, antar auditor harus sama tanpa ada pengaruh antara lain, umur ataupun gender. Aspek
situasional
adalah
aspek
yang
sebenarnya
terjadi,
yaitu
profesionalisme auditor itu sendiri (Kusuma, 2012). Faktor yang menjadi penentu kinerja auditor yaitu etika profesi yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dalam menjalankan pekerjaannya sebagai seorang auditor. Pembahasan etika profesi menjadi sangat menarik seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan publik. Pelanggaran yang dilakukan auditor dalam memeriksa laporan keuangan biasanya disebabkan oleh adanya tekanan psikologis serta pemberian tambahan dana kepada auditor. Oleh karena itu, untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit dari auditor dibutuhkan etika professional. Masyarakat sangat menghargai profesi yang menerapkan standar mutu tinggi, karena masyarakat merasa terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Etika diciptakan untuk membatasi dan mengatur perilaku auditor dalam menjalankan dan melaksanakan tugasnya untuk mencapai kepercayaan masyarakat. Etika profesi adalah seperangkat prinsip-prinsip moral yang mengatur perilaku profesional dalam suatu profesi.
4
Etika profesi dalam akuntan di Indonesia adalah Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik akuntan yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat (Iriyadi dan Vannywati, 2011). Dalam SA Seksi 100 terdapat lima prinsip etika, yaitu: integritas, objektifitas, kompetensi serta kecermatan dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan dan perilaku profesional. Dengan kesadaran etis yang tinggi maka seorang auditor cenderung profesional dalam tugasnya dan menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik profesi dan standar auditing, sehingga hasil audit yang dilakukan menunjukan keadaan yang sebenarnya (Wahyudi, dkk., 2014). Auditor yang memegang teguh etika profesional akan mematuhi prinsip etika profesi dan menjalankan tugasnya berdasarkan prosedur audit yang telah diatur oleh Institut Akuntan Publik Indonesia, dengan demikian auditor akan memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas yang tinggi, menjaga obyektivitas kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, menggunakan pertimbangan profesional dalam semua kegiatan, bertindak dalam pelayanan kepada publik demi menghormati kepercayaan publik. Dengan memegang teguh etika profesi keputusan yang dihasilkan oleh seorang auditor dalam mempertimbangkan tingkat materialitas akan lebih independen dan objektif (Lestari dan Utama, 2013). Penelitian Iriadi dan Vannywati (2011) menjelaskan bahwa etika profesi mempunyai pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Ini menunjukkan bahwa semakin
5
tinggi auditor menaati kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya. Setelah memegang teguh etika profesi, faktor lainnya adalah pengalaman auditor. Menurut Knoers dan Haditono (1999) dalam Lestari dan Utama
(2013),
pengalaman adalah suatu proses pembelajaran dan
pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal. Auditor harus menjalani pendidikan formal dibidang akuntansi, pengalaman yang cukup banyak dalam bidang kerja yang dilakukannya, serta pendidikan profesi yang berkelanjutan. Pengalaman yang cukup harus dimiliki auditor agar dapat membuat keputusan dalam laporan audit. Menurut Gusnardi (2003) dalam Ekawati (2013) pengalaman audit (audit experience) dapat diukur dari jenjang jabatan dalam struktur tempat auditor bekerja, tahun pengalaman, gabungan antara jenjang jabatan dan tahun pengalaman, keahlian yang dimiliki auditor yang berhubungan dengan audit, serta pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh auditor tentang audit. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seorang auditor dapat memperlihatkan
kualitas
auditnya.
Pengalaman
akan
memberikan
pengetahuan yang lebih luas kepada auditor baik di bidang auditing maupun bidang akuntansi sehingga auditor akan mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan dan akan lebih memahami proses audit dalam menangani klien yang berbeda-beda. Auditor yang berpengalaman akan lebih skeptis terhadap bukti audit sehingga memiliki keunggulan dalam
6
mendeteksi adanya salah saji dalam laporan keuangan dan mencari penyebab terjadinya salah saji tersebut sehingga dapat mempertimbangkan tingkat materialitas yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pengalaman seorang auditor, semakin baik pula pandangan dan tanggapan tentang informasi yang terdapat dalam laporan keuangan, karena auditor telah banyak melakukan tugasnya atau telah banyak memeriksa laporan keuangan dari berbagai jenis industri / lembaga pemerintah (Yunitasari, dkk., 2014). Oleh karena itu, auditor yang berpengalaman akan memiliki tingkat kesalahan yang sedikit dibandingkan dengan auditor yang tidak memiliki pengalaman serta memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memeriksa laporan keuangan dan termasuk dalam memberikan kesimpulan audit. Penelitian Minanda dan Muid (2013) menjelaskan bahwa pengalaman auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan pengalaman
yang
tinggi
maka
akan
semakin
baik
pula
dalam
mempertimbangkan tingkat materialitas. Selain etika profesi dan pengalaman auditor, faktor lain adalah profesionalisme. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 231 (PSA No. 04), standar umum ketiga menyatakan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Profesionalisme auditor merupakan sikap dan perilaku auditor dalam menjalankan profesinya dengan kesungguhan dan tanggung jawab agar mencapai kinerja tugas
7
sebagaimana yang diatur oleh organisasi profesi, meliputi pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi (Minanda dan Muid, 2013). Profesionalisme seorang auditor sangat diperlukan, profesionalisme yang tinggi akan memberikan kontribusi yang dapat dipercaya oleh klien dan para pengguna laporan keuangan lainnya. Seseorang yang profesional mempunyai tanggung jawab yang lebih besar, karena diasumsikan bahwa seorang profesional memiliki kepintaran, pengetahuan dan pengalaman untuk memahami dampak aktifitas yang dilakukannya (Iriyadi dan Vannywati, 2011). Dapat dikatakan profesional jika seseorang menjalankan tugasnya dengan tetap memegang teguh etika profesi, memiliki keahlian dalam bidangnya, memiliki pengalaman dan tidak mudah terpengaruh sehingga dapat mempertimbangkan tingkat materialitas yang lebih baik. Penelitian Herawaty dan
Susanto
(2009)
menjelaskan
bahwa
profesionalisme
berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Pertimbangan tingkat materialitas merupakan suatu hal yang sangat penting, karena dengan menentukan pertimbangan tingkat materialitas auditor dapat menentukan perencanaan audit, jenis audit dan prosedur audit. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Febrianty (2012). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: 1. Penelitian ini menambahkan dua variabel independen untuk diteliti yaitu
pengalaman auditor dan etika profesi. Variabel pengalaman auditor dan etika profesi ini mengacu pada penelitian Minanda dan Muid (2013).
8
2. Tahun penelitian yang berbeda. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2012. 3. Objek penelitian. Penelitian ini dilakukan di KAP big four dan non- big four di Jakarta dan Tangerang, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan di KAP daerah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Berdasarkan uraian tersebut, bermaksud untuk meneliti kembali faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan tingkat materialitas. Dengan menggunakan beberapa variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu. Untuk itu dilakukan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Etika Profesi, Pengalaman
Auditor
dan
Profesionalisme
Auditor
Terhadap
Pertimbangan Tingkat Materialitas (Studi Empiris Pada KAP di Jakarta dan Tangerang)”.
1.2 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, batasan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Ruang lingkup penelitian ini adalah meneliti mengenai pengaruh etika profesi, pengalaman auditor dan profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas. 2. Objek yang diobservasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) big 4 dan non-big 4 yang berada di wilayah Jakarta dan Tangerang dengan pendidikan minimal S1 dan pengalaman dalam auditing lebih dari satu tahun.
9
3. Penelitian dilakukan di tahun 2015.
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas? 2. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas? 3. Apakah profesionalisme auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas?
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas. 2. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas. 3. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
10
1.5 Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi semua pihak. Adapun manfaat tersebut adalah: 1. Auditor Auditor dapat mempertimbangkan tingkat materialitas dengan berdasarkan pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku. 2. Investor dan Kreditor Agar dapat membantu investor dan kreditor dalam hal keyakinan atas laporan keuangan yang disajikan. 3. Akademisi Dapat memperoleh informasi tambahan yang menambah wacana pengetahuan serta referensi tambahan untuk peneltian selanjutnya. 4. Peneliti Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai pengaruh etika profesi, pengalaman auditor dan profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
1.6 Sistematika Penulisan Guna memahami lebih jelas, maka sistematika penulisan dilakukan dengan cara mengelompokkan materi menjadi beberapa sub bab sebagai berikut:
11
BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode dan sistematika penulisan.
BAB II
TELAAH LITERATUR Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang berhubungan dengan variable independen dan variable dependen yang berasal dari jurnal, buku dan penelitian yang sudah pernah ada sebelumnya serta sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Teori-teori tersebut menjelaskan mengenai pengertian variabel independen
yaitu
etika
profesi,
pengalaman
auditor
dan
profesionalisme auditor serta variabel dependen yaitu pertimbangan tingkat materialitas. Serta menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan, serta perumusan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran umum objek penelitian, metode penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengambilan sampel dan teknik analisis data. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil dari penelitian yang diteliti, dengan mendeskripsikan penelitian dari data-dara yang diperoleh dan diuji.
12
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan tentang simpulan, keterbatasan dan saran yang didasari oleh hasil penelitian.
13