BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Keberadaan dan nama sebuah Perseroan Terbatas seringkali dihubungkan dengan group perusahaan mana dan lama waktu bertahan dalam menghadapi gelombang persaingan bisnis yang ada di muka bumi ini, semakin lama perusahaan tersebut bertahan dalam setiap dekade semakin besar pula tingkat kepercaay publik terhadap perusahaan tersebut. Sebut saja di tanah air perusahaan yang sudah mapan dan di percaya public antara lain : Sinar Mas Group, Lippo Group, Astra Group, Gudang Garam, United Tractor, Agung Sedayu Group, Summarecon, dan lain sebagainya. Kemudian beberapa nama perusahaan multinasional seperti : Coca Cola, Sony Corporation, Mercy, BMW, Exxon, dll, Perusahaan tersebut di samping sudah mempunyai asset yang besar, manajamen yang professional juga tingkat kesejahteraan karyawannya lebih baik dibanding dengan perusahaan yang masih kecil. Hal ini tentu banyak faktor yang mempengaruhi kenapa perusahaan tersebut semakin lama semakin maju dan di percaya oleh publik. Salah satu faktor tersebut adalah adanya keterbukaan perusahaan tersebut dalam hal mengelola dan membuat laporan keuangan yang fair dan jujur dengan strategi pengelolaan keuangan baik untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Hal ini penting agar publik yakin dan percaya bahwa uang yang akan mereka tanamkan dalam
1
bentuk saham atau bentuk lainnya kepada perusahaan tersebut mendapat keuntungan dan tidak hilang oleh pembiayaan perusahaan di maksud. Banyaknya pengelolaan keuangan yang tidak transfaran dan akuntable membuat publik merasa cemas dan takut untuk menanamkan uangnya atau dalam bahasa investasi kita sebut “modal” sesuai jangka waktu yang mereka kehendaki. Untuk meningkatkan kepercayaan dalam hal laporan keuangan juga di samping harus jujur dan akuntable, perusahaan dituntut membuat laporan keuangan yang sesuai dengan kondisi actual perusahaan tersebut, dengan cara membuat laporan keuangan yang di kelola oleh teanaga professional di dalam perusahaan tersebut yang kemudian di audit oleh akuntan publik yang telah ditunjuk oleh perusahaan tersebut. Ketidak-aktualan maupun ketidak jujuran perusahaan tersebut dalam melakukan laporan keuangan disamping akan melemahkan kepercayaan publik juga akan mendapatkan sanksi hukum sesuai UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Harus diakui ketidak jujuran dalam laporan keuangan seringkali sengaja diciptakan oleh manajemen perusahaan tersebut dengan maksud yang tidak baik, dengan cara membuat laporan keuangan yang tidak menerangkan kondisi keuangan yang sebenarnya, misalkan dengan membuat ganda alias double. Adanya bukti tersebut, terbukti bahwa laporan keuangan yang di buat oleh Kantor Akuntan Publik seringkali tidak independen atau mandiri, mereka bekerja sesuai pesanan pemilik order. Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri mengungkapkan sampai hari ini masih ada kantor akuntan publik yang bandel, mereka tidak melaporkan temuan pelanggaran dalam laporan keuangan Badan Usaha Milik
2
Negara (BUMN) “ kami menemukan masih ada rekayasa” kata Hasan dalam diskusi bertajuk “Kekayaan Negara yang dipisahkan: Apakah Tidak Termasuk Keuangan Negara ? di Gedung BPK, Kamis 12 September 20131. Laporan tersebut kemungkinan besar di maksud untuk menutupi kekurangan yang sebenarnya terjadi di perusahaan tersebut dengan cara merekayasa atau me-make-up asset dan keuangan lebih besar, padahal posisi perusahaan tersebut sedang dalam kondisi kembang kempis alias terancam kebangkuratan. Contoh : Bank Lippo Tbk,
dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang
disampaikan ke public pada tanggal 28 November 2002 disebutkan total aktiva perseroan Rp. 24 triluan dan laba bersih Rp. 98 miliar, namun dalam laporan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002 total aktiva perusahaan merugi bersih Rp.1,3 trilun, bahkan diduga juga melanggar di pasar modal berupa perdagangan memanfaatkan informasi dari orang dalam (insider trading).2 Akibat tindakan Bank Lippo tersebut maka Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) memutuskan untuk memberikan sanksi administrasi berupa kewajiban menytor uang ke Kas Negara RRp. 2,5 miliar, dengan tuduhan melakukan keurang hati-hatian dalam mengeluarkan laporan keuangan. “Sanksi diberikan ke direksi Bank Lippo yang menjabat pada saat laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002 dipublikasikan,” ungkap
1. 2
TEMPO.CO, Kamis 12 September 2013 Suara Merdeka, Senin 24 Februari 2003
3
Ketua Bapepam Herwidayatmo dalam jumpa pers bersama BI, BPPN, dan Dirjen Lembaga Keuangan di Gedung BI Jakarta.3 Kasus laporan keuangan juga terjadi pada perusahaan plat merah yakni PT. Kimia Farma, Tbk, Kasus “kesalahan pencatatan” laporan keuangan PT. Kimia Farma,Tbk, tahun 2001, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Soalnya, ini merupakan rekayasa keuangan dan menimbulkan menyesatkan public. Untuk itu, kasus ini akan ditindaklanjuti secara serius dengan pemeriksaan direksi dan kantor akuntan publik yang terlibat”. Demikian pernyataan Robinson Simbolon, Kepala Biro Hukum Bapepam, kepada wartawan di sela seminar Pasar Modal di Jakarta.4 Akibat seringkali terjadinya laporan keuangan ganda atau apaun bentuknya yang pada umumnya di lakukan perusahaan besar dan sudah tercatat di bursa efek, maka akan memperburuk citra dan perkembangan ekenomi nasional, yakni dengan turunnya kepercayaan public kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sri Mulyani Menteri Keuangan menilai banyak perusahaan melakukan praktek curang dengan membuat laporan keuangan ganda ( double book keeping ), termasuk perusahaan yang telah menjadi perusahaan public. “ perusahaan melakukan kecurangan dengan membuat laporan keuangan ganda, misalnya memberikan laporan keuangan yang berbeda untuk bank,
3 4
Suara Merdeka, Selasa 18 Maret 2003 TEMPO.CO bisnis, Senin 04 November 2002
4
Bapepam ( Badan Pengawas Pasar Modal ), dan kantor pajak” kata Sri Mulyani dalam paparannya di depan peserta Indonesia Investor Forum I di Jakarta.5 Eksistensi hukum perseroan ditanah air merupakan cikal bakal dari Kitab UndangUndang Hukum Dagang ( KUHD ) atau bernama Naamloz Vennootschap, ( limited company by share ) yang disingkat dengan NV. Mula-mula diatur dalam KUHD , pada : buku pertama, title ketiga, bagian ketiga, yang berjudul Tentang Perseroan Terbatas. Terdiri dari Pasal 36-56, jadi hanya 26 pasal saja, sehingga benar-benar sangat singkat sekali. Kemudian dari KUHD diganti dengan UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, selanjutnya di sebut UUPT 1995 terdiri atas 12 Bab (Bab I-XII) dan 129 Pasal (Pasal1-129)6. Kemudian UU tersebut di rubah menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Gambaran tentang adanya perilaku yang tidak baik mengenai adanya laporan keuangan double tersebut diatas, sifatnya hanya kasuistik sehingga tidak mempengaruhi keberadaan perusahaan yang telah go-public di tanah air kita. Hal itu menjadi sebuah catatan dan pelajaran tersendiri bagi pelaku usaha dalam hal ini para direksi perseroan, agar benar-benar melakukan kebijakan yang bersih, sehat dan berwibawa sehingga nama perusahaan tersebut mampu bersaing di dalam maupun diluar negeri. Bahkan lebih lanjut dia mengatakan : “Tidak sedikit dari mereka ( Kantor Akuntan Publik ) yang membuat
5 6
TEMPO.CO binis, Senin, 31 Juli 2006 Yahya Harahap, “Hukum Perseroan Terbatas”, Sinar Grafika,Jakarta, 2009, cetakan ke-2 hal.24
5
laporan yang tidak benar. Karena itu, kalu memang kantor itu tidak bisa menyelesaiakan pekerjaanya seperti yang tersebut dalam peraturan, kami minta Menteri Keuangan mencabut izin prakteknya,” Kata Anwar Nasution Kepala Badan Pemeriksa Keuangan.7 Apalagi dalam arus globalisasi yang terus melanda dunia, maka setiap perusahaan yang kan melakukan go-public dituntut mampu melakukan laporan keuangan yang benarbenar jujur dan dapat dipertanggung jawaban. Tentu laporan keuangan juga tidak akan terlepas dari peran serta para akuntan public yang dituntut oleh keadaan agar melakukan tugasnya sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Ada aturan main akuntan public yang bernaung di bawah Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ), sehingga siapaun yang melanggar aturan tersebut harus di kenakan sanksi sesuai tingkatannya. Tanpa itu kita akan tertinggal semakin jauh di banding keberadaan perusahaan multinasional yang sudah mapan secara modal, jaringan dan Sumber Daya Manusia ( SDM ). Apalagi dengan terbentuknya Organisasi Perdagangan Dunia ( World Trade Organization ), perdagangan internasional antar bisnis lintas dunia telah menjadi sangat sederhana dan menarik. Apabila kita setuju dengan dengan peribahasa “Akuntansi adalah bahasa bisnis”, selanjutnya entitas bisnis seluruh dunia tidak dapat berbicara didalam satu bahasa yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya pada saat menukar atau membagi hasil
7
Ibid, Tempo.co bisnis
6
keuntungan dari aktivitas bisnis internasionalnya dan juga pelaporan hasil bisnis, dan perdagangan kepada pihak internasional yang mempunyai kepentingan.8 Di era globalisasi saat ini, laporan keuangan juga harus mengikuti standar internasional agar tingkat kepercayaan public terhadap setiap perusahaan yang akan mengembangkan dirinya lebih besar atau ekpansi ke belahan dunia. Standar akuntasi tersebut kita kenal dengan IFRS atau kepanjangan dari Implementasi International Financing Report Standard, pada Perseroan di tahun 2012 mendatang adalah sebuah upaya untuk mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global sehingga kinerja dan keadaan keuangan dari perusahaan akan dapat dimengerti lebih mudah oleh pihak-pihak yang lebih luas. Dengan penerapan IFRS maka: a). Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global. b). Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar. c). Principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management). Terdapat beberapa hal yang terpengaruh dengan adanya penerapan IFRS di dalam perusahaan yakni operasional dari usaha perseroan, standar pelaksanaan kerja, perpajakan dan pengaturan keuangan serta mengenai valuasi dari aset. Hal lain yang terkena imbas
8
Nandakumar Ankarath, Kalpesh J.Mehta, “Memahami IFRS, standar Pelaporan Keuangan Internasional”, PT. Indeks, Jakarta, 2012, hal.1
7
dari ketentuan-ketentuan tentang perkreditan, ketentuan mengenai remunerasi dan hubungan hubungan dengan pihak ketiga dalam hal kerjasama. Sistem hukum Indonesia dengan sistem Eropa Kontinental menganut sistem aturan yang jelas dan rinci dalam pengaturan pengaturan yang dilakukannya. Seluruh tindakantindakan yang dilakukan harus mempunyai dasar atau alas pelaksanaannya, hal tersebut berlaku dari peraturan yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Berdasarkan pasal 66 ayat (2) huruf a dan ayat (3) Undang – Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 ( selanjutnya disebut ”UUPT” ) tentang Perseroan Terbatas, dinyatakan bahwa terhadap Laporan Keuangan pada Perseroan berlaku UUPT ini berikut juga ketentuan mengenai Anggaran Dasar perseroan, dan ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Ketentuan ini jika dikaitkan dengan tata urutan peraturan pada Perseroan akan menghasilkan hirarki peraturan pada perseroan dimulai dari yang tertinggi di tingkat peraturan perundang-undangan hingga pada tingkat kebijakan dari direksi perseroan. Di dalam perseroan keseluruhan proses kerja dan tindakan perseroan didasarkan kepada pedoman, kebijakan maupun Standard Operating Procedures (SOP) Perseroan yang disusun bersesuaian dengan business process dari Perseroan. Dalam rangka implementasi IFRS ada perubahan mendasar dalam akuntansi, yaitu perubahan dari rulebased acounting menjadi principle-based accounting. Konsep principle–based accounting
8
ini merupakan konsep yang meletakkan tujuan sebagai kunci dalam pelaporan keuangan, kemudian menyedikan landasan untuk menjelaskan tujuan tersebut. IFRS menganut principle based accounting system dimana seluruh transaksi akan dilihat secara faktual dan nilai yang wajar. Persoalan mungkin muncul dikarenakan adanya multi tafsir untuk transaksi yang sama, untuk menghindari hal ini maka perlu diadakan standarisasi oleh Direksi perseroan. Setiap komponen maupun persepsi serta interpretasi atas alur pencatatan akuntansi harus diimbangi dengan dampak legalnya karena Direksi sebagai pengurus Perseroan yang akan bertangggung jawab atas penyusunan laporan dimaksud pada saat dilakukannya perhitungan pajak serta aset disajikan. Laporan tersebut juga harus ada benang merah yang saling terkait antara: a). Aktifitas Usaha; b). Aktifitas Akuntansi; c). Aktifitas legal dan resiko korporasi; dan d). Aktifitas accountability. Prinsip serta asas dari SOP Akuntasi akan tengah dan segera mengadopsi IFRS selayaknya merupakan sebuah hybrid aprroach antara akuntasi dan legal yang harus dijalankan secara paralel dan tidak dapat dipisahkan begitu saja. Kecenderungan pencatatan akuntasi yang mengabaikan aspek legal berdasarkan peraturan perundanganundangan maupin aturan perusahaan akan berdampak kepada resiko korporasi. IFRS menganut sistem principle-base dan keputusan melakukan professional judgement ditingkat perusahaan berada di tangan Direksi Perseroan dan keseluruhan pedoman, kebijakan maupun SOP Perseroan merupakan keputusan di tingkat internal perusahaan.
9
Namun diatas semua itu masih ada ketentuan hukum yang mengatur dan membatasi aktifitas - aktifitas Perseroan baik di tingkat internal maupun eksternal dari Perseroan. Untuk itu diperlukan kajian dari aspek hukum dan peraturan perundang-undangan yang dapat memberi penguatan dan menyokong professional judgment Direksi Perseroan terhadap laporan keuangan dan atau laporan akuntasi agar tidak terjadi pertentangan antara nilai-nilai atau prinsip akuntansi dengan tujuan Perseroan yang dimaksud serta mengadakan proses dokumentasi dan pemberkasan untuk hal dimaksud. Pemberlakuan IFRS kepada perusahaan akan membawa implikasi - implikasi hukum karena dalam pemberlakuan IFRS beberapa kebijakan, aturan dan ketentuan yang ada di dalam perusahaan harus diubah atau mengadakan pengaturan baru untuk dapat bersesuaian dengan tata cara penyajian laporan keuangan yang baru. Tindakan perubahan dan pengadaan ketentuan tersebut tetap harus mengikuti aturan-aturan yang yang berlaku dan mengikat Perseroan. Peran dari konsultan hukum di dalam proses implementasi IFRS adalah untuk mendampingi Perseroan dalam proses implementasi IFRS di dalam Perseroan baik untuk penyususunan kebijakan-kebijakan Perseroan, penyesuaian terhadap ketentuan Angggaran Dasar dan pemenuhan terhadap ketentuan perundangan-undangan. IFRS (International Financial Reporting Standards) merupakan standar, interpretasi & kerangka kerja dalam rangka penyusunan & penyajian laporan keuangan yang diadopsi
10
oleh IASB (International Accounting Standards Board). Sebelumnya IFRS ini lebih dikenal dengan nama International Accounting Standards (IAS). Dalam konteks tujuan tersebut di atas, maka perlu juga disinggung sekelumit mengenai peranan pemerintah dalam mengelola organisasinya kedepan, hal ini seiring dengan perkembangan dunia mengenai kebuah tuntutan adanya tata kelola pemerintahan yang baik atau “kepemerintahan yang baik” ( Good Governance ) dalam menjawab tantangan tersebut. Logika sederhana akan tercipta kondisi usaha dan peraturan yang baik kalau organisasi kepemrintahannya juga di kelola dengan baik pula. Kepemerintahan yang baik ( Good Governace ) merupakan isu sentral yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi public dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi. Pola lama penyelenggaraan pemerintah, kini sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat yang telah berubah. Governance menurut definisi dari World Bank adalah “the way state power is used in managing economic and social resources for devolelopment and society”. Sementara UNDP ( United Nation Development Programs ) mendefinisikan “the exercise of political,
11
economic, and administrative authority to manage a nation’s affairs at all levels”9. Berdasarkan definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki ( three legs ), yaitu : 1. Eceonomis governance meliputi proses pembuatan keputusan (decision making processes) yang memfasilitasi terhadap equity, poverty dan equity of live. 2. Political governace adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan. 3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan.10 Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintahan), private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan society ( masyarakat ), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Prinsip dasar yang melandasi perbedaan antara konsepsi kepemerintahan (governance) dengan pola pemerintahan yang tradisional, adalah terletak pada adanya tuntutan yang demikian kuat agar pemerintah dikurangi dan pernnan masyarakat ( termasuk dunia usaha dan Lembaga Swadaya/organisasi non pemerintah ) semakin ditingkatkan dan semakin terbuka aksesnya. Dalam Rencana Strategis Lembaga Administrasi Negara tahun 2000 – 2004, disebutkan perlunya pendekatan baru penyelenggaraan negara dan pembangunan yang terarah pada terwujudnya kepemrintahan yang baik ( good governace ) yakni : “ …proses pengelolaan pemerintahan yang demokratis, professional menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia, desentarlisitik, partisipatif, transaparan,
9
10
Sedarmayanti, “Good Governance, Kepemerintahan yang baik, Dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efesiensi melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan”, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2003, Edisi ke-1, hal.4 Ibid, hal. 4
12
keadilan, bersih dan akuntabel, selain berdaya guna, berhasil guna dan berorientasi pada peningkatan daya saing bangsa”.11 Karakteristik atau prinsip good governace menurut UNDP tahun 2007 sebagaimana di kuitf oleh Sedarmayanti meliputi12 : 1. Pratisipasi ( Participation ): setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung, maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. 2. Aturan hukum ( Rule of Law ): kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia. 3. Transparansi ( Tranparency ): Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. 4. Daya Tanggap ( Responsivensess ): Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepntingan ( stakeholders ). 5. Berorientasi Konsensus ( Consensus Orientation ): Pemeritahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk menca[ai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masingmasing terhadap berbagai kebijakan dan procedur yang akan ditetapkan pemerintah. 6. Berkeadilan ( Equity ): Pemerintahan yang baik akan member kesempatan terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya. 7. Efektivitas dan Efesiensi ( Effevtiveness and Efficiency ): Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbaik sumbersumber yang tersedia. 8. Akuntabiitas ( Accountability ): Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor public, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban ( akuntabilitas ) kepada ppublik ( masyarakat umum ), sebagaimana halnya kepada para pemilik ( Stakholders ). 11
12
Sedarmayanti, “good governance, kepemerintahan yang baik, Membangun Sistem Manajeman Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2012, Edisi ke-2, hal.5-6 Ibid, hal. 6
13
9. Visi Strategis ( Strategic Vision ): Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dikemukakan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah laporan keuangan tiap tahun oleh Dewan Direksi sesuai Pasal 66 UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sudah sesuai dengan program programa Good Corporate Governance ( GCG ) ? 2. Bagaimana pengaruhnya Pelaporan Keuangan menurut UU No.40 Tahun 2007 serta Peraturan Menteri BUMN tersebut terhadap IFRS ? 3. Di mana peran Akuntan Publik dalam membuat lapaoran yang sesuai dengan kebutuhan IFRS ? 4. Apa hambatan yang akan di hadapi dalam implementasi adopsi IFRS di Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian 1. Sebagai bahan untuk memperkaya pustaka pemikiran bagi kalangan mahasiwa, dosen, praktisi laporan keuangan di Indonesia. 2. Tercapainya laporan keuangan perseroan yang baik dalam kerangka untuk mencapai kepercayaan publik dalam memajukan ekonomi di Indonesia.
14
3. Tercapainya kesamaan pemikiran dalam bentuk laporan keuangan yang sesuai dengan tuntutan IFRS sesuai UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Peresroan Terbatas. 4. Tercapainya sistem laporan keuangan yang kredible, capable dan acceptable bagi Kantor Akuntan Publik ( kap ) di Indonesia.
D. Metode Penelitian Soerjono Soekanto mengatakan : “Penelitian merupakan sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten, dengan mengadakan analisa dan konstruksi. Kemudian beliau juga mengatakan “ Penelitian hukum senantiasa diserasikan dengan disiplin hukum yang merupakan suatu sistem ajaran tentang hukum sebagai norma dan kenyataan”.13 1. Metode pendekatan Untuk menjawab permasalahan dan tujuan tersebut dari penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian Hukum Normative yaitu penelitian dengan cara menganalisa norma hukum yang berlaku, baik dalam bentuk UndangUndang, Putusan Pengadilan serta melakukan survey ke instansi terkait khususnya dengan masalah laporan keuangan di sebuah perseroan terkemuka di Indonesia. “karena penelitian menyangkut hubungan timbal balik antara hukum dan lembaga-lembaga sosial lain, jadi merupakan studi sosial yang non doctrinal, bersifat empiris, artinya berdasarkan data yang terjadi dilapangan”.14
13
14
Soerjono Soekanto, Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, Penerbit RajaGrafindo Persada, Jakarta,hal.20 Soerjono Soekanto, Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, Penerbit RajaGrafindo Persada, Jakarta
15
2.
Spesialisasi Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe Yuridis Normative, yang berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, sistematis dan mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. Peneliti akan mengkaji dan menganalisa implementasi IFRS dan komplikasinya terhadap perseroan di pandang dari Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan. ”Pendekatan suatu bidang pengetahuan dikatakan metodis apabila cara mempelajarinya dilakukan sesuai dengan rencana, bidang-bidangnya dikerjakan secara tertentu, menyusun berbagai temuan secara logis, dan menghasilkan sebanyak mungkin hubungan,. Selanjutnya, seorang peneliti akan mencoba mengetahui hasil temuannya tidak terbatas untuk menyampaikan informasi bahwa hal itu ada, tetapi lebih jauh lagi harus mampu menjawab pertanyaan mengapa hal itu ada sebagaimana adanya. Jadi bukan hanya ingin mengungkap fakta-fakta, tetapi juga alasan-alasan atau dasar yang memunculkan fakta-fakta tersebut”15 Dalam kepustakaan common law, oleh Jacobstein & Mersky penelitian hukum atau legal research sebagaimana dikutif oleh Dr. Jhony Ibrahim, SH.,M.Hum didefinisikan sebagai berikut: “…seeking to final those authorities in the primary sorces of the law that are applicable to a particular situation”. “The search is always first for mandatory primary sources, that is, constitutional or statutory provisions of the legislature, and court decisions of the jurisdiction involved. If these cannot be located then the search focuses on locating persuasive primary authorities, that is, decision from courts other common law jurisdictions…..When in the legal search process primary authorities cannot the located, the searcher will seekfor secondary authorities”.16 Penelitian hukum seperti itu, tidak mengenal penelitian lapangan (field research) karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat
15
16
.
Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Penerbit Banyumedia Publishing, hal.27 Ibid, Hal.45
16
dikatakan sebagai; library based, focusing on reading and analysis of the primary and secondary materials, Jika demikian maka lebih tepat digunakan istilah kajian ilmu hukum sebagiaman yang dapat ditemukan dalam kepustakaan hukum Belanda . Istilah “kajian” sama dengan istilah Belanda bedrijven atau yang menuliskan ; het bedrijven van de rechtesetenschap.17
3. Jenis Data. Dalam mengumpulkan jenis data yang akan digunakan sebagai bahan untuk mebuat tesis, Penulis mecari bahan jenis data tersebut yang masing ada hubungannya dengan maksud dan tujuan tesis ini. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer “ialah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya” 18
“Adapun yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang diperoleh dari
bahan-bahan pustaka yag terdiri dari bahan-bahan hukum, yaitu 19 a. Bahan hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari : Undang-Undang mengenai Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Perrdagangan R.I, KUH Perdata b. Bahan hukum Sekunder, yang terdiri dari buku-buku literature, tu;isan-tulisan, berita-berita dikoran, dan hasil penelitian ilmiah yang berkaitan dengan materi penelitian yang dapat memperkaya referensi dalam penyelesaian penelitian ini. c. Bahan hukum Tersier, yang terdiri dari kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dapat memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.
17 18 19
Ibid, Hal.46 Ibid hal.1 Soerjono Soekanto,Op.Cit.Hal.12-13
17
4. Metode Pengumpulan Data Dalam rangka menghimpun beberapa data primer dan data sekunder tersebut secara sistematis, utuh dan mendalam maka dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) metode pengumpulan data yaitu : a. Penelitian Kepustakaan dan dokumentasi (library and documentation) guna menghimpun, mengidentifikasi dan menganalisa terhadap berbagai sumber data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. b. Penelitian Lapangan (field Research), guna menghimpun berbagai fakta dilapangan sebagai sumber data primer terkait realitas penerapan dan pelaksanaan sistem pelaporan keuangan sesuai IFRS.. Penelitian lapangan tersebut dilakukan dengan cara wawancara di kantor Dinas Perdagangan Jakarta Selatan, serta terhadap beberapa pelaku usaha baik yang bergerak di bidang ekspor maupun impor di dalam negeri.
18