1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Orde reformasi sebagai babak baru dalam sejarah bangsa Indonesia ditandai dengan perubahan yang terjadi di semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam kehidupan politik, era reformasi ditunjukkan dengan perubahan paradigma; dari paradigma yang berlandaskan pada prinsipprinsip non demokratis ke paradigma yang berlandaskan pada prinsip-prinsip demokratis; dari paradigma yang berpijak atas pemikiran tertutup dan non partisipatoris ke paradigma yang berpijak pada pemikiran yang terbuka dan partisipatoris. Dengan kata lain, era reformasi telah membuka ruang terhadap proses penerapan nilai-nilai demokratis dan juga proses demokratisasi politik. Dalam konteks hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, penerapan nilai-nilai demokrasi dan proses pelaksanaan demokratisasi ditandai dengan diberlakukannya asas desentralisasi yang kemudian berimplikasi pada pemberian otonomi daerah yang seutuhnya kepada Pemerintah Daerah yang kemudian sebagai konsekuensinya, masyarakat di daerah diberikan ruang untuk berpartisipasi secara luas dalam segala bidang kehidupan salah satunya adalah hak untuk memilih kepala daerahnya sendiri secara langsung sebagaimana telah dicantumkan dalam Undang Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai salah satu agenda politik di era reformasi, Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan hasil dari proses demokratisasi politik sebagai
2
konsekuensi dari proses reformasi politik. Demokrasi dengan demokratisasi memiliki pengertian yang berbeda dalam litelatur ilmu politk. Demokrasi merupakan sebuah nilai atau prinsip yang dipahami sebagai pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Sejalan dengan pengertian ini, Pericles seorang negarawan Athena, menurutnya demokrasi itu mengandung beberapa kriteria penting (McRidis, 1983 dalam Agustino, 2007 :131) : (1) pemerintahan oleh rakyat yang dibangun dari dukungan atau partisipasi rakyat yang meyoritas secara langsung, (2) kesamaan warga Negara di depan hukum; penghargaan terhadap wilayah privat untuk memenuhi dan mengekspresikan kepribadian individual serta pluralisme.
Sementara
demokratisasi
merupakan
sebuah
proses
menuju
demokrasi. Uhlin (Uhlin: 1996) memberikan pengertian demokratisasi sebagai berikut: Democratisation –process towards democracy- should be difined as the extension of competition, participation and human rights to an increasing number of institutions, issues and people that were not previously governed by these principles, as well as the process whereby civilians take control over military or at least restrict military’s willingness and capacity to intervene in politics. Demokratisasi merupakan proses menuju demokrasi harus didefinisikan sebagai perluasan kompetisi, partisipasi dan hak asasi manusia terhadap semakin banyak lembaga, isu dan masyarakat yang sebelumnya tidak demikian; juga berarti proses dimana kalangan sipil mampu mengendalikan atau setidaknya membatasi gerak militer untuk melakukan intervensi ke dalam politik praktis. Terkait dengan mekanisme hubungan antara Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah, maka proses demokratisasi dimulai dengan implementasi secara “utuh” asas desentralisasi dalam mekanisme hubungan antara Pemerintah
3
Pusat dengan Pemerintah Daerah yang pada gilirannya memberikan hak dan wewenang kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri yang lebih proporsional atau lebih dikenal sebagai otonomi daerah. Satu hak dan wewenang yang kemudian dikembangkan kepada hak dan wewenang untuk menentukan dan memilih kepala daerah sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat daerah yang bersangkutan (UU No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah). Dengan kata lain, pemilihan kepala daerah secara langsung, yang berarti memberikan partispasi lebih luas kepada masyarakat untuk turut menentukan pemimpinnya, merupakan bagian dari proses demokratisasi, terutama di tingkat lokal. Adanya perubahan sistem pada Pemilihan Kepala Daerah mempunyai konsekuensi terhadap perubahan perilaku memilih
juga. Jika sebelumnya,
masyarakat di tingkat lokal hanya mewakilkan pemilihan kepala daerah kepada para wakil rakyat di DPRD, dengan adanya perubahan sistem ini, masyarakat dapat memperhatikan dan memilih siapa yang pantas menjadi pemimpin daerahnya. Perilaku memilih merupakan aktivitas warga Negara dalam pemilihan umum yang berupa kegiatan membuat suatu keputusan untuk memilih ataupun tidak memilih, dan jika memilih akan memilih kandidat atau partai apa. Perilaku memilih merupakan aktivitas warga Negara dalam pemilihan umum yang berupa kegiatan membuat suatu keputusan untuk memilih ataupun tidak memilih, dan jika memilih akan memilih kandidat atau partai apa, oleh karena itu para kandidat biasanya berusaha untuk dapat mempengaruhi para pemilih dengan berkampanye
4
dan mengusung beberapa program kerja yang sekiranya dapat diterima oleh para calon pemilih. Perilaku memilih sebagai proses pengambilan keputusan politik, tidak muncul dengan sendirinya tetapi merupakan akumulasi dari berbagai faktor yang melatarbelakanginya, baik yang melekat pada diri pemilih maupun faktor situasi politik. Faktor tersebut antara lain struktur sosial, aliran budaya, kepentingan ekonomi, dan situasi politik pada saat Pemilu berlangsung. Pada masa orde baru, masyarakat mendapat tekanan dari penguasa pada saat itu, sehingga masyarakat tidak dapat secara bebas mengekspresikan pilihan politiknya. Sedangkan pada era reformasi diasumsikan masyarakat sudah bebas untuk mengekspresikan pilihan politiknya dan Pemilu pun diakui sudah berlangsung demokratis. Jawa Barat telah menyelenggarakan Pilkada langsung untuk pertama kalinya pada tanggal 13 April 2008 yang juga diisi oleh kandidat dari kalangan selebritis yakni Dede Macan Yusuf yang dipasangkan dengan Ahmad Heryawan (HADE). Pasangan HADE ini pulalah yang menjadi pemenang dalam Pilkada Jabar 2008. Terlepas dari adanya kekuatan popularitas dan ketenaran yang dimiliki oleh salah seorang kandidat yang dapat mempengaruhi keputusan pemilih untuk menentukan pilihannya adanya banyak dimensi yang menjadikan latarbelakang seseorang untuk memilih atau yang mempengaruhi perilaku memilih seseorang. Pemilihan kepala daerah yakni Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat diikuti oleh 3 pasangan kandidat yang mencalonkan diri sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat tahun 2008 yakni; pasangan dengan
5
nomor urut 1 yakni Danny Setiawan dan Iwan Sulanjana (Da’i), pasangan dengan nomor urut 2 yakni Agum Gumelar dan Nu’man Abdul Hakim (Aman), dan terakhir pasangan dengan nomor urut 3 yakni Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf (Hade). Berdasarkan survei LSI1 di Jabar pada 9-12 Maret 2008 diperoleh data sebagai berikut : Tabel 1.1.1 Modifikasi Hasil survey LSI Jabar Persentase (%) No
Nama Kandidat
Urut
Masyarakat
Masyarakat yang akan
yang mengenal
memilih kandidiat
Masyarakat yang akan
Masyarakat
merubah pilihannya
menyatakan tidak
kandidat 1
Danny Setiawan &
tahu
47
25,5
78,2
48,5
Iwan Sulanjana 2
Agum Gumelar &
49,7
Nu’man Abdul Hakim 3
Ahmad Heryawan &
74,3
16,6
Dede Yusuf
Sumber: LSI.or.id Berasarkan survei tersebut Agum Gumelar terlihat sangat populer di masyarakat. Sebanyak 78,2 persen responden mengaku mengenal Agum mengalahkan artis Dede Yusuf yang dikenal 74,3 persen responden. Bahkan, Danny Setiawan, yang saat ini masih menjabat Gubernur Jabar, hanya dikenal oleh 47 persen responden .Masih pada penelitian yang sama, sebanyak 48,5 1
http://kliknusa.blogspot.com/2008/03/pilkada-jabar.html (diakses pada hari Selasa 22 April 2009 pukul 14.00)
9,4
yang
6
persen responden mengaku akan memilih pasangan Agum-Nu’man, 25,5 persen memilih pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulandjana, 16,6 persen akan memilih pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf, dan sisanya tidak tahu. Namun, ada sebanyak 49,7 persen responden yang kemungkinan besar berubah pilihannya saat pencoblosan tersebut. Agum Gumelar sebagai calon gubernur Jawa Barat lebih dikenal oleh masyarakat Jawa Barat selain dikarenakan Agum Gumelar pernah menjabat sebagai menteri perhubungan dan pernah mencalonkan diri menjadi wakil presiden pada tahun 2004. Sedangkan Pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf kurang populer karena isue bahwa mereka bukan putera daerah. Setelah Pilkada Jabar digelar pada tanggal 13 April 2009 maka diperoleh hasil yang berbeda jauh dari hasil survey LSI tersebut, yang mana pasangan HADE mendapatkan suara 7,287,647 dengan prosentase 40,50%. Sedangkan pasangan Agum Gumelar dan Nu`man Abdul Hakim meraih 6,217,557 dengan prosentase 34,55%. Pasangan DAI (Danny Setiawan dan Iwan R Sulandjana mendapatkan suara 4,490,901 dengan prosentase 24,95%.
Tabel. 1.1.2 Hasil Akhir Perhitungan Suara Pilkada Jabar 2008 No 1
Nama Kandidat Danny Setiawan &
Perolehan Suara
Prosentase (%)
4,490,901
24,95%.
6,217,557
34,55%.
Iwan Sulanjana
2
Agum Gumelar & Nu’man
7
Abdul Hakim
3
Ahmad Heryawan & Dede
7,287,647
40,50%.
Yusuf
Sumber: KPU.go.id Berdasarkan data tersebut dapat dilihat pola perilaku memilih warga masyarakat Jawa Barat, dimana pada saat dilakukan polling kedudukan pasangan HADE menempati posisi buncit dibandingkan dengan 2 pasang kandidat lainnya. Namun setelah perhitungan suara yang sebenarnya pada tanggal 13 April 2008 pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf (HADE) menjadi pemenang dalam Pilkada Jabar tersebut. Hampir di beberapa kota dan kabupaten yang ada di Jawa Barat pasangan Hade memperoleh suara terbanyak dibandingkan dengan pasangan lainnya, termasuk di kota Bandung pasangan HADE lebih unggul dari pasangan cawagub lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari KPU Jabar perolehan suara untuk Pilkada Jabar di kota Bandung, pasangan Danny Setiawan dan Iwan Sulanjana memperoleh suara sebanyak 22,88% atau 258.878 suara, pasangan Agum Gumelar dan Nu’man Abdul Hakim memperoleh suara 35,28% atau 399.096 suara, untuk pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf memperoleh suara terbanyak yaitu 41,84% .
Hal tersebut memperlihatkan bahwa ternyata isu mengenai pasangan HADE yang bukan merupakan putra daerah tidak mempengaruhi masyarakat untuk memilihnya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat tahun 2008. Tak lama lagi Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat untuk periode 2013-2018 akan segera dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2013. Pasangan Cagub dan cawagub kali ini dihiasi oleh hadirnya figur-figur artis pada setiap pasangan cagub
8
dan cawagub. Adapun pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jabar yang akan bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah 2013 sesuai dengan nomor urutnya adalah sebagai berikut : Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dengan No urut 1 adalah Dikdik Muliana Arief Mansyur dan Cecep NS Toyib, No urut 2 adalah pasangan Irianto MS Syafiudin (Yance) dan Tatang Farhanul Hakim, No urut 3 adalah pasangan Dede Yusuf dan Lex Laksamana, No Urut 4 adalah pasangan Ahmad Heryawan dan Dedy Mizwar, No urut 5 adalah pasangan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan Statistika (P2KS) Jurusan Statistika Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Pasangan cagub dab cawagub yang paling populer di kalangan masyarakat adalah Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar yang berasal dari PKS-PPP-Hanura-PBB. Survey tersebut dilakukan pada 30 November hingga 12 Desember 2012 dengan jumlah responden 2.313 orang dengan sampling error 2,5 %. Responden yang dilibatkan dalam survei ini berasal dari berbagai usia, pekerjaan, pendidikan, serta berjenis kelamin pria dan wanita. Setelah pasangan Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar, terpopuler kedua ditempati oleh pasangan Dede Yusuf dan Lex Laksamana, Rieke Dyah Pitaloka dan Teten Masduki, Irianto MS Syarifudin (Yance) dan terakhir Dikdik Muliana Arief Masur dan Cecep NS Toyib. Tingkat popularitas Aher- Mizwar mencapai 42,48 %, disusul Dede-Lex 27,91 %, Rieke-Teten 26,08%, Yance-Tatang 13,58 %, dan terakhir Dikdik-Toyib 4,81%.
9
Sementara itu tingkat elektabilitas (keterpilihan), pasangan Dede-Lex menempati peringkat pertama dengan 31,28%, posisi kedua Aher-Mizwar 26,46%, ketiga Rieke-Teten 10,44 %, Keempat Yance-Tatang 8,63 %, dan terakhir Dikdik- Toyib 1,15%. Dan untuk tingkat elektabilitas ini, Menurut Ketua P2KS Toni Toharudin (dikutip dari Harian Tribun Jabar Sabtu, 29 Des 2012 hal 5) 20,84% responden belum menentukan pilihannya, sedangkan 1,19% menyatakan tidak ada pasangan yang pantas menjadi gubernur dan wakil gubernur. Jika dikaji lebih jauh lagi, masyarakat lebih mengenal Aher-Mizwar karena posisi Aher sebagai incumbent ditambah dengan pasangannya yang merupakan seorang artis, sehingga popularitas Aher-Mizwar mencuat oleh nama besar Deddy Mizwar. Namun apakah popularitas Deddy Mizwar, Rieke Diah Pitaloka, dan Dede Yusuf menjadi salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi seseorang untuk memilih, tentu perlu pengkajian lebih lanjut. Dan yang menjadi pertanyaan adalah faktor apa saja yang siginifikan mempengaruhi perilaku memilih pada pemilihan kepala daerah Jawa Barat 2013 nanti.
Itulah yang
menggugah ketertarikan penulis untuk mengkaji lebih lanjut mengenai ” Faktorfaktor yang Mempengaruhi Masyarakat Kota Bandung dalam Memilih Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat 2013 ”
10
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang maka penulis mengidentifikasikan masalah, sebagai berikut : -
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarkat kota Bandung dalam memilih calon gubernur dan calon wakil gubernur pada Pilkada Jawa Barat 2013 ?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini ialah untuk menganalisis secara kuantitatif faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku memilih pada Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat 2013. 1.3.2
Tujuan penelitian Berdasarkan maksud penelitian tersebut maka tujuan penelitian ini ialah :
Untuk mengtahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat kota Bandung dalam Memilih Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pada Pilkada Jawa Barat 2013. 1.3.3 Kegunaan Penelitian (1) Kegunaan Teoritik Kegunaan teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Secara teoritik dapat memberikan gambaran tentang apa saja yang melatarbelakangi pemilih dalam pengambilan keputusan untuk memilih salah-satu kandidat dalam Pilkada Jabar 2013.
11
2. Diharapkan dapat menjadi masukan pengembangan pembelajaran ilmu politik dalam mengenali pola perilaku memilih masyarakat di Kota Bandung. (2) Kegunaan Praktis Kegunaan praktis penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagi peneliti, kegiatan penelitian ini diharapkan menjadi penunjang untuk melatih kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah dalam mencari penjelasan dari berbagai fenomena politik, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. 2. Secara praktis bagi para politisi, budayawan, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan wacana baru serta masukan dalam mendukung kehidupan politik yang lebih demokratis, bertanggung jawab, dan bermartabat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat Kota Bandung agar dapat lebih cerdas dalam menggunakan hak pilihnya serta bagi masyarakat kota Bandung yang akan mencalonkan diri baik dalam Pemilu legislative maupun
Pemilihan
Kepala
Daerah
mengenali
perilaku
memilih
masyarakat di Kota Bandung dapat menjadikan bekal dalam menentukan strategi yang akan dipakai dalam menghimpun suara.