BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini persaingan bisnis dalam berbagai industri berlangsung secara dinamis sejalan dengan perubahan lingkungan eksternal. Tingkat persaingan yang semakin ketat, selera konsumen, kemajuan teknologi, serta perubahan sosial ekonomi memunculkan tantangan bagi perusahaan di era-global. Perubahan-perubahan tersebut memaksa perusahaan untuk melaksanakan pengembangan strategi pemasaran. Strategi pemasaran yang dimiliki perusahaan hendaknya tidak mudah ditiru oleh pesaing dan menopang tercapainya keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Lingkungan persaingan yang ketat (hypercompetitive environment), akan menyebabkan strategi bersaing yang dibutuhkan oleh organisasi merupakan strategi yang mampu memperbaiki kinerja sehingga dapat diterima dengan baik oleh pasar sasaran (target market). Globalisasi sebagai suatu fenomena yang ditandai dengan adanya peningkatan efektivitas di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan yang begitu cepat (environmental turbulence) dengan berbagai implikasi yang luas terhadap berbagai aktivitas organisasi, baik bisnis maupun publik. Hammer & Champy (2004:92) menyatakan globalisasi bisnis yang terjadi telah berdampak pada apa yang disebut "3C" yakni Customer, Competition and Change. Pertama, customer memegang kekuasaan yang lebih besar dibanding produsen, sehingga telah mengubah filosofi mass
1
2
production menjadi mass customization. Kedua, persaingan semakin meningkat (competition intensities); Ketiga, perubahan (change) yang mempengaruhi seluruh aspek bisnis dan terjadi secara terus menerus, sehingga perubahan menjadi suatu hal yang normal. Dewasa ini banyak organisasi kelas dunia (world class organization) telah mengalami kesulitan menghadapi lingkungan yang terus berubah, implikasinya perencanaan sulit diformulasikan dan implementasi program bisnis secara efektif dan rasional sulit tercapai. Hal serupa dirasakan di Indonesia, iklim usaha telah banyak mengalami perubahan mendasar dalam sistem dan tatanan perekonomian nasional. Banyak organisasi domestik maupun asing di berbagai sektor usaha telah mencoba menjalankan berbagai program rekayasa engineering. Saat ini konsumen memiliki banyak pilihan produk dan jasa dengan berbagai tingkat mutu dan pelayanan. Hanya produk yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen serta memberikan kepuasan yang dapat bertahan dalam persaingan. Selanjutnya, hanya perusahaan yang berwawasan pada pelanggan yang akan tetap hidup karena dapat menciptakan nilai yang lebih unggul dibanding pesaing-pesaingnya. Perusahaan dituntut untuk mampu menawarkan barang atau jasa dengan kualitas pelayanan yang diberikan pada konsumen dari waktu ke waktu. Konsumen yang semakin pandai dan terdidik menyebabkan keinginan dan kebutuhannya berubah sangat cepat. Perusahaan sudah semestinya lebih terfokus pada konsumen agar dapat memenangkan persaingan. Dengan memberikan kepuasan pada konsumen maka akan dapat membangun kepercayaan konsumen dan akhirnya tercipta
3
hubungan yang erat antara konsumen dan perusahaan. Kotler & Keller (2009:45) menyatakan menurut konsep pemasaran, perusahaan yang bisa bertahan dan memenangkan persaingan di pasar global adalah perusahaan yang mampu menawarkan nilai lebih dan sesuai dengan keinginan pelanggan. Selanjutnya dikatakan bahwa tugas pemasar adalah memformulasikan kegiatan pemasaran dan implementasi program pemasaran yang sepenuhnya terpadu untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai unggul (superior value) bagi konsumen. Lingkungan eksternal yang tidak langsung mempengaruhi organisasi (remote societal environment forces) adalah economic forces, technological forces, sociocultural forces dan political forces, dan lingkungan eksternal yang langsung mempengaruhi organisasi (actors task environment/industry) yaitu shareholder; supplier, competitors, employees, trade association, creditor, customer; community, special interest group, dan government. Mengingat pentingnya lingkungan eksternal bagi sebuah organisasi maka perlu melakukan penyelarasan antara kapabilitas organisasi yang merupakan sumber keunggulan bersaing organisasi dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus. Untuk mengantisipasi ketidakpastian lingkungan tersebut, orientasi strategik memegang peranan yang sangat penting karena dapat diimplementasikan pada berbagai aspek dan fungsi dalam organisasi sebagai alat untuk menghasilkan kinerja. Teori kontigensi menyatakan bahwa antara strategi dan lingkungan eksternal menentukan kelangsungan hidup dan kinerja perusahaan. Menurut para pakar dan peneliti, bahwa pada umumnya perusahaan yang menyelaraskan strategi
4
atau menunjukkan tingkat adaptif dan fleksibilitas yang tinggi dengan lingkungan eksternal memperlihatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang kurang berhasil menyelaraskan strategi dengan lingkungan eksternalnya (Covin dan Slevin, 2001). Sementara Pulendran, Speed & Widing (2000) menyatakan melalui orientasi pasar atau menjadi market driven, perusahaan akan memperoleh informasi pasar yang cepat, aktual, akurat, dan berorientasi tindakan sebagai upaya untuk menghasilkan keunggulan berdaya saing berkelanjutan (Superior competitive advantage-SCA) melalui penyajian nilai unggul bagi pelanggan (Superior customer value-SCV). Hal ini menunjukkan bahwa pada persaingan bebas sekarang ini, sudah semestinya perusahaan merancang aktivitas organisasi yang berorientasi pasar. Proses penyusunan strategi pemasaran diawali dengan analisis situasi yaitu mengidentifikasi peluang pasar, menetapkan segmen, mengevaluasi persaingan, serta memeriksa kekuatan dan kelemahan organisasi. Dengan melakukan scanning lingkungan
yang
sistematis,
pengambil
keputusan
dapat
merevisi
dan
menyesuaikan strategi pemasarannya guna tantangan dan peluang yang ada (Kotler and Armstrong, 2006:88). Sedangkan secara teoritis upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk adalah dengan memperkecil kesenjangan (gap) antara penawaran jasa yang diberikan dengan harapan pelanggan (Zeithaml, Berry & Parasuraman 1988). Narver & Slater (1990) menjelaskan orientasi pasar diarahkan untuk menciptakan superior value bagi pelanggan dan superior performance bagi perusahaan, yang pada gilirannya akan
5
memberikan kemampuan pada perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan jangka panjang. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Best bahwa :
Gambar 1.1 Customer Focus, Customer Satisfaction, and profitability, Sumber: Best (2009:38).
Saat ini potensi bisnis di Indonesia luar biasa untuk dikembangkan dan menarik untuk dibenahi serta dikelola dengan baik dimana jika melihat geografi Indonesia yang terdiri dari kepulauan, dan letaknya yang berada di garis khatulistiwa di antara dua benua, menjadikan Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat strategis umumnya dalam usaha jasa transportasi, hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang luas bagi dunia bisnis. Pertumbuhan usaha jasa transportasi darat yang tampak sangat pesat, merupakan suatu hal yang sangat menggembirakan. Terbuka kesempatan usaha dan kesempatan kerja, bukan saja bagi sumber daya manusia di bidang transportasi, tentu menjadi mata rantai kegiatan ekonomi yang merupakan dampak ganda dari kegiatan lalu lintas manusia, barang dan jasa yang diciptakannya. Namun demikian, masih banyak komplain yang diutarakan masyarakat pengguna
6
jasa angkutan darat (travel) dalam berbagai berita baik melalui media cetak koran di surat pembaca maupun tv, berkaitan buruknya pelayanan beberapa operator penyedia layanan jasa travel. Diantaranya seringkali terjadi penundaan keberangkatan, atau bahkan keberangkatan mengalami pembatalan, bagasi hilang, atau pelayanan yang tidak memuaskan sehingga menyebabkan penumpang melakukan komplain ke pihak perusahaan. Komplain pelanggan merupakan hal yang wajar dan seharusnya disambut dengan baik. Penanganan komplain yang efektif justru akan dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan tersebut. Namun penanganan komplain yang buruk justru akan mengakibatkan pelanggan berpindah ke perusahaan lainnya, mengingat saat ini tingkat kompetisi bisnis angkutan darat (travel) sangat tinggi dengan banyaknya perusahaan baru yang berdiri, dengan berbagai macam tawaran pelayanan yang banyak memberikan janji terhadap para pelanggan atau para calon penumpang yang akan melakukan perjalanan darat. Berdasarkan hasil pra survei menunjukkan bahwa kinerja bauran pemasaran jasa berada pada kategori cukup setuju, ini mengindikasikan pelanggan merasa belum optimal pelayanan yang telah diterimanya dari perusahaan angkutan darat (travel) sehingga kecenderungan penilaian para pelanggan (penumpang) lebih besar pada kategori cukup setuju dibandingkan dengan kategori lainnya. Hasil pra survei memperlihatkan bahwa respon pelanggan terhadap kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan transportasi darat (travel), yang setuju bahwa kinerja bauran pemasaran jasa dinyatakan baik yaitu sebesar 38.5%, dan cukup sebesar 45,5%. Hasil ini akibat dari berbagai komplain berkaitan dengan terjadinya
7
kehilangan barang bawaan, koefisien pengaruh waktu pemberangkatan, tingkat kenyamanan, serta kualitas pelayanan yang kurang memadai yang dirasakan oleh pelanggan. Penumpang yang telah kecewa terhadap pelayanan kemudian tidak melakukan komplain seharusnya perlu diwaspadai karena umumnya penumpang tidak akan pernah kembali menggunakan jasa travel tersebut. Selain itu akan menimbulkan terjadinya dampak domino yang lebih hebat, dimana penumpang tersebut cenderung akan membicarakan kejelekan travel itu kepada orang lain dan bahkan menyarankan agar orang lain tidak mencoba-coba menggunakan travel tersebut. Hasil pra-survei terhadap keunggulan posisi perusahaan angkutan darat (travel) memperlihatkan bahwa respon pelanggan terhadap keunggulan posisional perusahaan angkutan darat (travel), menyatakan bahwa keunggulan posisi baik sebesar 34 %, dan cukup baik sebesar 48%. Masih dirasakan cukup baik disebabkan karena adanya variasi biaya dalam perjalanan dimana biaya yang terkadang naik pada saat menghadapi hari-hari besar perayaan keagamaan, kesesuaian kualitas layanan dengan tarif yang diterapkan, kemudian jenis dan umur kendaraan yang digunakan dalam perjalanan, serta pelayanan yang dirasakan oleh setiap pelanggan setelah menggunakan jasa perusahaan angkutan darat (travel) tersebut. Cravens & Piercy (2009:86) menyatakan segmentasi pasar merupakan proses penempatan para pembeli didalam sebuah pasar produk menjadi beberapa kelompok sehingga para anggota dari setiap segmen akan memberikan tanggapan yang sama terhadap setiap strategi positioning yang dilakukan:
8
Gambar 1.2, Segmentation in the Market Driven Strategy Process, Sumber: Cravens & Piercy (2009:86)
Hasil pra survei citra terhadap perusahaan angkutan darat (travel) memperlihatkan bahwa respon konsumen terhadap nilai citra sebesar 49,2% (sedang). Citra berada pada interval sedang karena pelanggan dalam hal ini penumpang masih dicekam oleh berbagai kejadian kecelakaan transportasi darat saat perjalanan, sehingga mengakibatkan tingkat kepercayaan penumpangpun menurun. Tingkat kecelakaan lalu lintas darat dari berbagai perusahaan transportasi darat di Indonesia menunjukkan lemahnya pengelolaan sistem keamanan transportasi darat di tanah air, yang berdampak pada keputusankeputusan yang merugikan penumpang implikasinya penumpang tidak percaya begitu saja bahwa perusahaan angkutan darat (travel) dapat menjamin keamanan dan keselamatan saat perjalanan. Tingginya tingkat kecelakaan transportasi darat di Indonesia, berdampak pada masalah image/citra buruk yang melekat pada perusahaan transportasi darat. Image yang muncul akan menimbulkan persepsi
9
nasional/internasional bahwa tingkat keselamatan dalam layanan kita setara dengan sebagian besar negara-negara berkembang di Afrika. Hal ini sesuai penelitian Ball dan Pedro (2006:391) yang menyatakan bahwa image akan memberikan pengaruh positif terhadap kepercayaan pelanggan. Kepercayaan (trust), menjadi sangat penting peranannya dalam membina hubungan, terutama pada usaha jasa yang penuh ketidakpastian, risiko dan kurangnya informasi diantara pihak-pihak yang saling berhubungan. Hal ini yang menyebabkan kosumen menginginkan kepercayaan penuh terhadap penyedia jasa. Menurut Jasfar F (2005:164). Wisatawan domestik merupakan salah satu segmen yang dilayani. Wisatawan domestik di Indonesia sebagian besar bergerak dengan menggunakan moda transportasi darat. Berdasarkan semua kategori yang diberlakukan oleh pemerintah dalam mencatat statistik jumlah wisatawan mancanegara, jumlahnya per September 2009 mencapai lebih dari 493.799 orang, sehingga nilai rupiah yang dibelanjakan dalam kerangka kegiatan wisata diklaim mencapai milyaran. Gambaran situasi itu mengindikasikan, betapa bisnis transportasi di Indonesia mempunyai prospek yang demikian cerah, bersamaan dengan harapan akan perannya yang penting dalam pengembangan kegiatan masyarakat. Berkaitan dengan pariwisata, perannya juga dominan untuk kegiatan internasional, walau harus berbagi dengan moda transportasi lain, yaitu angkutan udara dan laut. Belakangan ini memang timbul gejala paradoks antarmoda angkutan. Travel dalam negeri yang tumbuh pesat, sejalan dengan persaingan bisnis dalam merebut pasar penumpang, berkembang sedemikian rupa sehingga terjadi pergeseran
10
pasar, dimana calon penumpang bertambah dan memiliki berbagai pilihan moda angkutan darat, udara dan laut untuk melakukan perjalanan. Dengan melihat kondisi pasar tersebut maka perusahaan-perusahaan transportasi terus bergerak secara dinamis. Perkembangan yang terjadi saat ini mengarah pada pergeseran paradigma bisnis, dari semula berciri tradisional menuju pola bisnis yang lebih modern. Dimana kompetisi usaha semakin tajam sehingga perusahaan mulai membenahi diri dengan konsep dan model bisnis yang mampu bersaing, unggul pada produk dan jasa serta memberikan manfaat yang besar bagi perusahaannya. Bisnis dan usaha yang mampu berkembang dengan cepat memiliki orientasi pasar yang kuat. Mereka terus menerus selaras dengan kebutuhan
pelanggan,
strategi
para
pesaing,
mengubah
kondisi-kondisi
lingkungan dan perkembangan teknologi, dan mereka mencari cara untuk mengembangkan secara berkelanjutan solusi-solusi yang mereka berikan terhadap target pelanggan (Best 2009:36). Proses ini memungkinkan mereka selalu bergerak, sering kali memimpin perubahan, dan berkinerja tinggi. Buchari Alma (2005b:372) menyatakan untuk membentuk citra baik terhadap organisasi, dalam rangka menarik minat sejumlah calon konsumen, maka perusahaan akan melaksanakan berbagai upaya strategi yang dikenal dengan strategi pemasaran. Kelangsungan organisasi tergantung pada sumber daya yang dimiliki dan strategi apa yang dipilih dalam memberdayakan sumber daya internal itu untuk merespons ancaman dan peluang eksternal (Barney dalam Campbell, 1997:26; Hit, Ireland dan Hoskisson, 1999:81). Pendapat ini didukung Urban dan Star (1991:79) yang menyatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi dalam
11
mencapai kinerja pemasaran tergantung sejauh mana organisasi tersebut mampu menerapkan strategi pemasaran yang tepat pada konsumen sasarannya. Song & Parry (2001) menyatakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan pimpinan adalah membuat ukuran atau patokan dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi seperti peningkatan kinerja pemasaran, dan reputasi perusahaan, yang dapat mendorong laju perusahaan melakukan penetrasi pasar. Era transformasi dari perjalanan sains dan teknologi secara global melahirkan tantangan adaptasi dan tingkat penyesuaian dari berbagai sektor dan bidang serta tantangan persaingan semakin ketat dibutuhkan pelaksanaan strategi bauran
pemasaran
masa
depan
untuk
menghadapi
tantangan
yang
berkesinambungan dalam persaingan bisnis serta mampu menguasai dan memperoleh informasi tentang pasar, persaingan, dan kinerja pemasaran. Dengan informasi
yang
diperoleh
dianalisis
serta
mengambil
tindakan
untuk
merealisasikan peluang dan menghindari ancaman. Penerapan bauran pemasaran yang tepat dalam dunia usaha yang terstruktur baik akan menciptakan keunggulan bersaing yang kuat. Sektor usaha yang dirasakan semakin berkembang akibat dari adanya globalisasi ini adalah sektor jasa. Hal ini antara lain ditandai oleh adanya perubahan dalam kontribusi sektoral terhadap output nasional sebagai akibat terjadinya pergeseran tenaga kerja nasional dari sektor pertanian ke sektor industri untuk kemudian menuju ke sektor jasa. Sektor jasa sendiri dianggap sebagai tahapan tertinggi dalam proses perkembangan ekonomi (Lovelock; 2002: 7). Perspektif pemasaran strategik menempatkan nilai pelanggan sebagai dimensi inti dalam menciptakan posisi dan kinerja suatu organisasi (Day, 1999
12
dan Sucherly, 2003:6). Oleh karena itu penerapan strategi bauran pemasaran yang tepat merupakan sumberdaya yang sangat bernilai bagi suatu perusahaan. Kinerja bauran pemasaran sangat penting untuk menciptakan keunggulan bersaing dalam lingkungan bisnis yang cepat. Pada hakikatnya memiliki keunggulan bersaing yang berkelanjutan serta mampu memuaskan konsumen baik dalam bisnis barang maupun jasa, merupakan unsur utama dalam mencapai kinerja perusahaan terbaik. Serta melalui terpeliharanya citra baik perusahaan, diharapkan perusahaan travel angkutan darat akan dapat meningkatkan profitability usahanya dimasa yang akan datang. Tujuan utama dari pemasaran adalah untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu tantangan pertama dalam pemasaran adalah untuk melakukan pergeseran dan identifikasi kebutuhan pelanggan akan produk dan jasa yang dapat dikembangkan oleh perusahaan (Dalrymple dan Parson, 1995). Kasper (1999) mengutarakan bahwa untuk bisnis jasa, pelanggan sering menginginkan untuk mempunyai partner yang dia percayai (trust) dan memperhatikannya. Hal ini akan memberikan hubungan yang lebih personal dan dalam situasi ekstrim dikatakan One-on-One personal contact . Peningkatan permintaan akan jasa angkutan darat perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius agar dapat memfasilitasi dengan baik kebutuhan pelanggan (penumpang) moda transportasi angkutan darat, sehingga diperlukan peningkatan program kinerja bauran pemasaran jasa, keunggulan posisional dan citra yang memadai dalam menciptakan keunggulan bersaing perusahan jasa angkutan darat (travel).
13
Berdasarkan uraian di atas maka dirasakan perlu melakukan penelitian tentang Analisa Bauran Pemasaran Jasa dan Keunggulan Posisional sebagai Strategi Keunggulan Bersaing dampaknya terhadap Citra Perusahaan Angkutan Darat (Travel).
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Terciptanya
fenomena
ketidakpuasan
dan
kekurang-percayaan
penumpang terhadap perusahaan angkutan darat (travel) menyebabkan terciptanya zona gap sehingga dibutuhkan usaha untuk menjembatani kegiatan masyarakat pengguna transportasi angkutan darat dimana perusahan tidak hanya harus mampu memberikan fasilitas akan tetapi faktor paling penting adalah bagaimana
memberikan
pelayanan
dengan
sebaik-baiknya.
Keterkaitan
sekelompok orang atau individu tertentu sebagai pengguna jasa yang lebih bersifat banyak menuntut, agresif, dan mudah kecewa akan memberikan suatu permasalahan jika pelayanan yang kita berikan dirasakan kurang memadai, hal ini yang perlu diantisipasi sedemikian rupa sehingga dapat diminimalisasi serta tidak terjadi kesenjangan antara penumpang dengan penyedia jasa (travel) khususnya masalah kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa sewaktu menggunakan transportasi angkutan darat. Hal-hal yang dilakukan travel bagi pelanggan pada dasarnya adalah berupaya memuaskan pelanggan, mempertahankan pelanggan, membangun loyalitas, dan menciptakan customer relationship pada tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi. Jika hal tersebut sudah dapat dicapai oleh perusahaan maka keunggulan bersaing dan citra baik
14
perusahaan
angkutan
darat
(travel)
dalam
benak
konsumen
akan
tertanam/diperoleh. Terciptanya peluang pasar membuat perusahaan-perusahaan mulai bersaing serta membenahi-diri dengan memberikan pelayanan superior baik melalui penerapan kinerja bauran pemasaran jasa, keunggulan posisional maupun citra kepada para pelanggan sehingga memiliki reputasi dan kinerja baik yang secara tidak langsung mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan. Melalui strategi kinerja bauran pemasaran jasa yang terdiri dari 7P, yaitu produk, harga, tempat atau saluran distribusi, promosi, orang atau sumberdaya manusia, tampilan fisik, dan proses yang dikembangkan perusahaan saat ini diharapkan mampu menjawab tingkat kebutuhan akan nilai kepuasan dan dapat memberikan pelayanan yang superior kepada pelanggan perusahaan angkutan darat (travel) di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan kajian evaluasi dan analisa terhadap permasalahan menyangkut kinerja bauran pemasaran jasa, keunggulan posisi dan citra, sehingga kebutuhan pelanggan (penumpang) terakomodasi dibarengi dengan adanya perbaikan kualitas pengelolaan oleh pihak manajemen travel dalam menciptakan strategi keunggulan bersaing untuk mencapai target pasar. Untuk dapat melaksanakan penelitian dengan baik dibutuhkan sebuah dasar filosofi bagi peneliti dalam berfikir ilmiah,
15
Sumber : Umi Narimawati (2010) Lebih lanjut, Umi Narimawati menyatakan bahwa masalah yang baik :
Mempunyai nilai dan kelayakan penelitian dari segi manfaat/kontribusi.
Fisibel/dapat dipecahkan (konkrit) dimana ada data dan metode pemecahannya.
Menarik bagi peneliti yang didukung kemampuan keilmuan.
Spesifik mengenai bidang tertentu (jelas ruang lingkup pembahasannya).
Berguna untuk mengembangkan suatu teori.
16
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi dan kinerja dari bauran pemasaran jasa di perusahaan angkutan darat (travel). 2. Bagaimana implementasi dan kinerja keunggulan posisional sebagai strategi keunggulan bersaing pada perusahaan angkutan darat (travel). 3. Bagaimana kinerja dari nilai citra yang dimiliki oleh perusahaan angkutan darat (travel). 4. Sejauhmana pengaruh dari kinerja bauran pemasaran jasa dan keunggulan posisional sebagai strategi keunggulan bersaing serta dampaknya terhadap citra perusahaan angkutan darat (travel), baik secara parsial maupun simultan.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka maksud dari penelitian ini adalah untuk menemukan fakta, data, dan semua hal yang berkaitan dengan permasalahan serta hubungan antar variabel penelitian, dengan tujuan penelitian adalah untuk memperoleh bukti empiris dan analisa fenomena mengenai pengaruh bauran pemasaran dan keunggulan posisional sebagai strategi keunggulan bersaing dampaknya terhadap citra perusahaan angkutan darat (travel). Penetapan tujuan dalam penulisan tesis ini dilakukan berdasarkan masalah yang dikaji, adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
17
1. Untuk memperoleh hasil analisis kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan angkutan darat (travel). 2. Untuk
memperoleh
hasil
analisis
kinerja
keunggulan
posisional
perusahaan angkutan darat (travel). 3. Untuk memperoleh gambaran terhadap citra/image yang dimiliki suatu moda perusahaan angkutan darat (travel) dari konsumen dan masyarakat pengguna jasa. 4. Untuk memperoleh hasil analisis besarnya pengaruh kinerja bauran pemasaran jasa, dan keunggulan posisional terhadap citra angkutan darat (travel).
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Operasional : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi para manajer perusahaan angkutan darat (travel) dalam meningkatkan pelaksanaan kinerja bauran pemasaran jasa. 2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu manajemen perusahaan angkutan darat (travel) dalam menentukan kebijakan terkait dengan pelaksanaan program peningkatan keunggulan posisional sebagai strategi keungulan bersaing perusahaan. 3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat membantu manajemen perusahaan angkutan darat (travel) di Indonesia dalam upaya memperbaiki citra/imagenya dalam benak/pandangan konsumen pengguna jasa angkutan darat .
18
4. Besarnya pengaruh serta kinerja dari bauran pemasaran jasa dan strategi keunggulan posisional dapat menjadi dasar dan membantu manajemen dalam memperbaiki citra perusahaan angkutan darat (travel).
1.4.2 Manfaat Pengembangan Ilmu : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan ekonomi dalam bidang manajemen pemasaran, khususnya sumbangan pengetahuan bagi para akademisi, dalam mengukur pelaksanaan kinerja bauran pemasaran jasa, keunggulan posisional, dan citra. 2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan yang bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan, terutama dalam merancang orientasi pemasaran strategik. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para praktisi dan pakar dalam upaya mengembangkan variabel penelitian bauran pemasaran, keunggulan posisional dan citra. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pendukung dan acuan bagi penelitian lebih lanjut.
1.5 Pembatasan Masalah dan Asumsi 1.5.1 Pembatasan Masalah Penelitian ini menganalisa kinerja bauran pemasaran (jasa), penerapan strategi keunggulan posisional dan citra dari perusahaan angkutan darat (travel), terbatas pada kebenaran dan kejujuran
19
pengisian data quesioner oleh para responden, dan permasalahan lainnya yang teridentifikasi tapi tidak berada dalam kerangka penelitian.
1.5.2 Asumsi Pengetahuan ilmiah dapat menggambarkan semua yang terjadi secara nyata dan bersifat empirik (berdasar fakta). Metode ilmiah penelitian tesis ini mengikuti daur logico-hypothetico-verifikatif yaitu cara mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu struktur logis yang terdiri atas tahapan kerja : kebutuhan yang obyektif, perumusan pengumpulan
masalah,
pengumpulan
data/informasi/fakta,
teori, analisis
perumusan
hipotesis,
data,
penarikan
dan
kesimpulan. Perusahaan angkutan darat (travel) dapat memperbaiki citra dan mengoptimalkan peroleh profitnya apabila didukung oleh pelaksanaan bauran pemasaran jasa dan keunggulan posisional yang sangat baik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid, menggunakan modelmodel matematik, statistik, komputer dan berhubungan dengan data numerik yang bersifat obyektif. Variabel-variabel penelitiannya dapat diidentifikasi dan dapat diukur. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara mengumpulkan, mencatat & menganalisa data yang dikerjakan secara sistematis berdasarkan suatu metode yang sifatnya ilmiah.
20
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika (outline) dari Tesis ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian dan manfaat dilaksanakanya penelitian ini disertai dengan pembatasan masalah dan asumsi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang kajian pustaka yang menjadi landasan teoritis penelitian ini, beserta kerangka pemikiran dan hipotesis.
BAB III METODE PENELITIAN Penjelasan tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini yang dilengkapi dengan operasionalisasi variabel, sumber dan cara penentuan data, teknik didalam pengumpulan data penelitian, serta rancangan analisis terhadap data dan pengujian hipotesisnya.
BABIV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan tentang pembahasan atas hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan hasil dari penelitian yang dilengkapi dengan sejumlah saran dari peneliti
Tesis ini juga dilegkapi dengan daftar lampiran yang berisi tentang data-data penelitian.
22
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka Umi Narimawati (Research Methodolgy & Research Design 2010), menjelaskan tujuan studi pustaka atau telaah teori sebagai berikut : Tujuan :
Untuk mencari teori/konsep/generalisasi yang dapat digunakan sebagai landasan teori/kerangka bagi penelitian yang akan dilakukan,
Untuk mencari metodologi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Untuk membandingkan antara fakta di lapangan dengan teori yang ada.
Dilaksanakan dengan membaca sumber-sumber pustaka/bacaan sebagai berikut :
Sumber acuan umum : buku teks, ensiklopedi, monograph dll (sumber teori-teori dan konsep-konsep),
Sumber acuan khusus : jurnal, buletin, tesis, disertasi, majalah ilmiah, laporan penelitian, makalah seminar, internet dll (sumber generalisasi).
2.1.1
Jasa Dalam berbagai literatur, para ahli pemasaran telah merumuskan berbagai
definisi jasa. Beberapa definisi tentang jasa atau pelayanan adalah sebagai berikut. Kotler dan Keller (2009: 386), mendefinisikan jasa sebagai: “A service is any act or performance that one party can offer to another that is essentially
23
intangibles and does not result in the ownership of anything, its production may or may be tied to a physical product.”, menurut Kotler, jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud (intangibles) dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Berry dalam Zeithaml dan Bitner (2003:2) menyatakan, bahwa: “Service are deeds, process and performances include all economic activities whose output is not a physical or construction is generally consumed at the time is produced, and provide added value in forms (such as convinience, amusement, timeliness, comfort or health) that are essentially intangibles concerns or first purchaser.” Definisi tersebut menyatakan bahwa jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang outputnya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kemudahan, kecepatan, dan keramahan) yang secara prinsip tidak berwujud (intangibles) bagi pembeli pertamanya. Definisi lain diberikan Lovelock (2002:60) sebagai berikut: “Service is a process and a system (jasa merupakan suatu proses dan suatu sistem).” Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa jasa sebagai suatu proses adalah jasa yang dihasilkan dari tiga proses input, yaitu: orang (pelanggan), material, dan informasi. Sebagai suatu sistem, jasa adalah kombinasi antara service operations system dan service delivery system. Service operations system merupakan komponen-komponen yang terlihat pada operasi jasa yang dibagi menjadi
24
komponen yang berhubungan dengan service personal dan komponen yang berhubungan dengan fasilitas fisik, perlengkapan, dan aspek berwujud lainnya. Sedangkan service delivery system berkaitan dengan dimana, kapan, dan bagaimana jasa disampaikan kepada pelanggan. Untuk lebih jelasnya, kombinasi antara service operations system dan service delivery system dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini,
Physical Support Technical Core
Customer
Other Customers
Contact Personnel Backstage (Invisible)
Front Stage (Visible to Customer)
Gambar 2.1 The Service Business as a System Sumber: Langeard, et. al dalam Lovelock, 2001: 59. Payne (1993:6) mengatakan bahwa jasa adalah suatu aktivitas yang mempunyai elemen intangibilitas yang terkait dengan yang melibatkan interaksi dengan pelanggan atau dengan benda disisi pelanggan dan tidak memindahkan status kepemilikan. Selanjutnya Kotler and Keller (2006:372) menyatakan bahwa jasa tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud (intangible) dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya dapat berbentuk secara fisik ataupun non-fisik. Dari beberapa definisi di atas, dapat terlihat bahwa jasa pada dasarnya dapat berupa tindakan apa saja yang bersifat tidak berwujud (intangibles) dan
25
tidak menghasilkan hak kepemilikan bagi penggunanya, serta dirancang untuk memuaskannya. Selain itu, jasa mempunyai dua pengertian yaitu sebagai sebuah proses dari orang, material dan informasi, serta sebagai sebuah sistem yang merupakan kombinasi dari service delivery operating system dan service delivery system. Dalrymple (1995:405) mendefinisikan produk sebagai berikut: “Product can be defined goods and servicer that fill customer’need” lebih luas lagi kotler (2000:399) menjelaskan pengertian produk:“A Product as anything that can be offered to market to satisfy a want or need. Product that are marketed include physical goods, services, experiences, events, persons, places, properties, organizations, information, and ideas”. Pelanggan sesungguhnya tidak membeli barang atau jasa, tetapi membeli manfaat dari sesuatu yang ditawarkan. Apa yang ditawarkan menunjukkan sejumlah manfaat yang bisa didapat oleh pelanggan dari pembelian suatu barang atau jasa. Hal senada juga ditegaskan oleh Keegean (1995:477) bahwa : “We shall define a Product, then , as a collection of physical, service, and symbolic attributes which yield satisfaction, or benefits, to user or buyer. Product management is concerned with the decition that affect the cutomer’s perception of the firm product offering Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa produk adalah merupakan seluruh penawaran dari perusahaan baik berupa fisik (barang) maupun tidak berfisik (jasa), dimana dapat memberikan nilai tambah dan manfaat bagi konsumen yang akan mengkonsumsi produk tersebut.
26
2.1.1.1 Karakteristik Jasa Perusahaan angkutan darat (travel) yang bergerak dalam sektor jasa dalam menyusun
kebijakan
pemasarannya
harus
mempertimbangkan
berbagai
karakteristik (ciri-ciri) yang dimiliki oleh jasa. Secara umum menurut Kotler dan Keller (2009:389) jasa memiliki ciri utama yang sangat mempengaruhi rancangan kebijakan pemasaran yaitu intangibility, insparability, variability, perishability. Demikian pula halnya karakteristik dalam jasa angkutan darat (travel) yang meliputi: Intangibility (tidak terwujud), Inseparability (tidak dapat dipisahkan), Variability (bervariasi), Perishability (tidak tahan lama).
1. Intangibility (tidak terwujud) Produk travel mempunyai sifat tidak terwujud karena tidak dapat dilihat, disentuh atau diraba sebelum dilakukan transaksi pembelian. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli atau calon pembeli akan mencari tahu tentang kualitas produk travel tersebut sebelum dilakukan transaksi pembelian. Bila pelanggan membeli produk travel, maka hasil dari produk tersebut adalah digunakan, memanfaatkan sesuai dengan kegunaannya. Dalrymple dan Parsons (1995:470) mengemukakan bahwa, To over the lact of physical product, marketer need to develop a tangible representation of the service. Seorang pembeli akan menarik kesimpulan mengenai mutu jasa selain dari pelayaan juga menilai tempat (place), manusia (people), peralatan
27
(equipment), alat komunikasi (comunication material), simbol-simbol (symbol), dan harga (price) yang mereka lihat. Permasalahan lain dari produk travel yang bersifat abstrak adalah konsumen mengalami kesulitan dalam mengingat akan konsep jasa yang bersifat tidak berwujud Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan simbol fisik dalam advertising untuk memudahkan konsumen untuk mengerti akan jasa yang ditawarkan. Dalam jasa komponen produk tidak nyata adalah semua yang hanya dapat dirasakan dan dialami sebagai suatu pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan dan citra suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Faktor-faktor tidak nyata lain adalah hal-hal yang dapat memberikan rasa kenyamanan bagi penumpang sebagai manusia dan kesediaan untuk menyenangkan hati masyarakat pengguna lainnya.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan) Produk yang termasuk kelompok travel umumnya diproduksi secara khusus dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan. Jika jasa travel yang disampaikan kepada seseorang, maka orang yang menerima jasa tersebut merupakan bagian, karena pembeli hadir pada saat disampaikan jasa sehingga interaksi penyedia merupakan ciri khusus dari pemasaran travel. Lain halnya dengan barang yang biasanya di produksi dan kemudian dijual kepada pedagang besar dan selanjutnya dijual lagi kepada pengecer serta selanjutnya kepada konsumen akhir yang membutuhkannya.
28
Dalam hal ini perusahaan travel perlu memperhatikan adanya saling pengertian antara penumpang dengan karyawan, tentang sistem pelayanan yang disediakan. Karena kontak pribadi antara karyawan travel dengan penumpang merupakan bagian dari produk travel. 3. Variability (bervariasi) Kualitas produk travel sangat bervariasi karena merupakan nonstandardized output, artinya memiliki variasi bentuk, kualitas, jenis dan tergantung pada siapa, kapan serta dimana jasa tersebut dihasilkan. Seringkali pembeli jasa menyadari akan keanekaragaman ini dan membicarakan atau mencari informasi kepada orang lain, utamanya pada orang yang pernah menggunakan jasa tersebut sebelum mengambil keputusan untuk menggunakan jasa tersebut. Pada hari tertentu, penumpang travel mungkin menerima service excellence, tetapi karena ada karyawan baru, pelayanan untuk orang yang sama bisa lebih buruk, jauh dibawah pelayanan karyawan yang sebelumnya. Menurut Bovee, et al (Fandy Tjiptono; 2001:17), menyatakan, ada tiga faktor terbentuknya variability dalam kualitas jasa, yaitu: 1).Kerja sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, 2).Moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, 3).Beban kerja perusahaan. 4. Perishability (tidak tahan lama) Jasa tidak dapat disimpan. Keadaan tidak tahan lama dari jasa bukanlah masalah bila permintaan stabil, karena mudah dilakukan persiapan dalam pelayanannya. Jika permintaan tidak stabil dalam artian berfluktuasi, maka perusahaan jasa akan mengalami kesulitan.
29
Dalam industri travel produknya sangat tergantung pada waktu karena: Pertama produk angkutan darat (travel) hanya dapat dinikmati oleh penumpang pada saat dilakukan produksi yaitu pada saat keberangkatan kendaraan sampai tiba ditempat tujuan. Kedua apabila sampai pada saat keberangkatan kendaraan, produk tersebut tidak habis terjual maka sisa produknya tidak dapat disimpan untuk dijual pada kesempatan lain. 2.1.1.2 Sistem Manajemen Pemasaran Produk Jasa
Gambar 2.2 Faktor yang mempengaruhi strategi pemasaran perusahan, sumber : Kotler Keller (2006;27) Setiap bisnis jasa dapat dimasukkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari operasi jasa, dimana input proses dan elemen-elemen dari produk jasa diciptakan dan disampaikan. Lovelock (2001:59), mengemukakan bahwa setiap produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan berkaitan dengan proses operasi dan
30
penyerahan kepada konsumen, sehingga kinerja jasa (service performance) sangat ditentukan oleh dua kegiatan pokok yaitu sistem operasi jasa (service operating system) dan sistem penyampaian jasa (service delivery system). Lebih lanjut Lovelock (2001:38-39), menjelaskan bahwa ada empat komponen input yang dapat mempengaruhi proses pemasaran jasa pada perusahaan angkutan darat (travel) yaitu:
People processing involves tangible actions to people’s bodies. People processing menekankan pada tindakan nyata yang diarahkan kepada konsumen, artinya tindakan ini dapat diarahkan kepada badan manusia yang merupakan interaksi antara karyawan yang ada pada perusahaan dengan penumpang, karena pada umumnya penumpang hadir pada saat proses jasa berlangsung sehingga puas atau tidaknya penumpang/calon penumpang bergantung pada interaksi personel karyawan
Possession processing includes tangible actions to goods and other physical possessions belonging to the customer. Prossession processing, merupakan fasilitas yang ditawarkan oleh perusahaan kepada penumpang yang dipengaruhi oleh lokasi, jadwal pelayanan yang nyaman (convenience) dan teknologi informasi yang digunakan misalnya memesan tiket melalui telepon dan internet.
Mental stimulus processing refers to intangible actions directed at people’s minds Mental stimulus processing, merupakan proses interaksi dari setiap rangsangan
pemikiran
yang
berasal
dari
penumpang
travel
yang
31
mempengaruhi sikap dan perilakunya, baik berupa penyajian entertainment melalui media radio, televisi maupun sebagai sponsor kegiatan olah raga dan hiburan dengan mendatangkan artis penyanyi yang terkenal.
Information processing describes intangible actions directed at customer. Information procession, merupakan proses interpretasi setiap respons yang berasal
dari
pelanggan/penumpang
travel
terhadap
informasi
yang
disampaikan oleh karyawan lini depan (front office). Misalkan, perangkat pendukung sistem informasi memberikan
informasi
travel
kepada
pada bagian resepsionis
penumpang
mengenai
tiket
dalam sangat
mempengaruhi interprestasi konsumen terhadap kualitas informasi yang diberikan. Pada saat ini penumpang travel tidak saja membutuhkan informasi mengenai pemesanan tiket, namun tiket kendaraan, penyewaan mobil, daerah wisata serta informasi lainnya. Pada bagian inilah perusahaan harus mampu mengakomodasi kebutuhan informasi bagi penumpang, sehingga dapat memuaskan konsumen. Sebagai suatu sistem bisnis, jasa travel merupakan kombinasi antara service operating system dan service delivery system, Lovelock (2001:52 ). 1.
Sistem Operasi Jasa (Service operating system) Merupakan satu-satunya sistem yang tampak di mata konsumen. Sebagai
komponen yang tampak, sistem ini dibagi ke dalam dua subsistem, yaitu subsitem yang berhubungan dengan aktor/pelakunya dan subsistem yang berhubungan dengan penataan panggung/ruang (fasilitas fisik dan pelengkap).
32
Apa yang terjadi di belakang panggung (back stage) hanya menarik sedikit perhatian pelanggan. Pelanggan hanya menilai produksi yang mereka alami dalam penyajian jasa dan penerimaan hasil jasa. Bila di bagian ini gagal menyajikan tugas-tugas pendukung secara tepat, dampaknya akan muncul ke pelanggan. Proporsi dari keseluruhan operasi jasa yang visibel bermacam-macam, tergantung pada sifat pemrosesan jasa tersebut, apakah people-processing service, possession-procesing service atau information proccessing service. 2. Sistem Penyampaian Jasa (service delivery system) Sistem ini menekankan pada where, when and how produk jasa disampaikan pada konsumen. seperti terlihat pada gambar 2.1, sistem mencakup elemen-elemen sistem pengoperasian yang terlihat dan juga pelanggan lainnya. Tanggung jawab untuk mendisain dan mengatur sistem penyampaian jasa tadinya ada ditangan manajer operasi, tatapi manajer pemasaran perlu untuk dilibatkan karena pemahaman manajer operasi yang baik akan kebutuhan konsumen serta perhatian adalah penting jika ingin sistem tersebut dapat berjalan dengan baik. Tantangan kunci bagi desainer jasa adalah mempertemukan sifat dari sistem penyampaian dengan kebutuhan pilihan target kelompok konsumen. Elemenelemen pada sistem penyampaian jasa ini, bila digabungkan dengan elemenelemen lain seperti iklan, survei penelitian pemasaran dan lain-lain akan membentuk sistem yaitu sistem pemasaran jasa. Sistem pemasaran jasa di sini adalah gabungan dari komponen-komponen yang dapat menyumbangkan pandangan konsumen terhadap organisasi jasa secara keseluruhan, seperti usaha komunikasi dari bagian penjualan dan periklanan,
33
telepon, cerita-cerita dan editor dalam media massa, komunikasi dari mulut ke mulut dari pelanggan sekarang atau yang lalu, bahkan partisipasi dalam penelitian pemasaran. Lovelock (2007:53) menggambarkan sistem pemasaran jasa seperti pada Gambar 2.3:
Other Contact Point Service Delivery System Advertising
Service Operating System Sales Calls
Interior & Exterior Facilities Techinical Core
Equipment
Other Customer
Market Research Surveys Billing/Statements
The Customer
Miscellaneous Mail Phone Call, Faxes, etc Random Exposure to Facilities/Vehicles
Service People
Other Customer Chance Encounters with Service Personel Word of Mouth
Gambar 2.3 Sistem Pemasaran Jasa Sumber : Lovelock. (2007:53)
34
Pada Gambar 2.3 tersebut misalkan seorang calon mengunjungi sebuah travel untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan travel. Calon penumpang tersebut selain melihat penumpang lainnya juga melihat lingkungan fisiknya yang terdiri dari gedung, interior, peralatan, perabotan dan sebagainya. Penumpang juga melihat customer service dan melakukan konfirmasi dengan karyawan lain seperti porter, dan pengemudi. Semua ini dapat dilihat oleh calon penumpang, yang tidak terlihat adalah proses produksi dan sistem organisasi yang mendukung usaha-usaha jasa yang terlihat tersebut. Jadi hasil jasa sangat dipengaruhi oleh sekumpulan besar elemen-elemen yang sangat beragam.
2.1.2. Bauran Pemasaran Jasa Jasa merupakan aktivitas atau manfaat yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lainnya dan tidak mengakibatkan perpindahan kepemilikan. Jasa tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, berubah-ubah dan tidak tahan lama. Setiap karakteristik mempunyai masalah dan memerlukan strategi. Pada pemasaran jasa, pendekatan strategis diarahkan pada kemampuan pemasar menemukan cara untuk "mewujudkan" yang tidak berwujud, meningkatkan produktivitas penyedia yang tidak terpisahkan dari produk itu, membuat standar kualitas sehubungan dengan adanya variabilitas, dan mempengaruhi gerakan permintaan dan pemasok kapasitas mengingat jasa tidak tahan lama. Secara umum strategi pemasaran jasa diterapkan dalam konteks perusahaan secara keseluruhan, tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal, tapi juga
35
pemasaran internal untuk memotivasi karyawan dan pemasaran interaktif untuk menciptakan keahlian penyedia jasa. Pemasaran dalam suatu perusahaan menghasilkan kepuasan pelanggan serta kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang sebagai kunci untuk memperoleh profit. Hal ini berlaku bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri jasa maupun industri non jasa. Walaupun terdapat kesamaan tujuan pada kedua jenis industri tersebut, diperlukan strategi pemasaran yang berbeda untuk masing masing jenis industri. Perbedaan strategi tersebut dipengaruhi oleh ciri-ciri dasar yang berbeda dari jenis produk yang dihasilkan. Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:25) menyatakan bauran pemasaran sebagai elemen-elemen yang dapat dikendalikan oleh organisasi dapat digunakan untuk memuaskan maupun berkomunikasi dengan pelanggan. Elemen-elemen tersebut akan menjadi variabel keputusan utama dalam setiap rencana pemasaran. Sedangkan strategi bauran pemasaran terdiri dari strategi produk, strategi harga, strategi distribusi dan strategi promosi (Kotler dan Armstrong, 2006:45). Kotler dan Keller (2006: 48) mengemukakan definisi bauran pemasaran (marketing mix) sebagai berikut: "Marketing Mix the set of controllable tactical marketing tools product, price, place, and promotion that the firm blends to produce the response it wants in the target market". Bauran pemasaran adalah sekumpulan alat pemasaran taktis berupa produk, harga, tempat, dan promosi yang dapat dikontrol oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran.
36
Zeithaml and Bitner (2001: 18) mengemukakan definisi bauran pemasaran sebagai berikut: "Marketing mix defined as the elements an organizations controls that can be used to satisfy or communicate with customer. These elements appear as core decisions variables in any marketing text or marketing plan ". Dalam hal ini berarti bauran pemasaran jasa merupakan elemen-elemen organisasi perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan konsumen dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen. Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa marketing mix merupakan unsur-unsur pemasaran yang saling terkait, dibaurkan, diorganisir dan digunakan dengan tepat, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan pemasaran dengan efektif, sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Selanjutnya Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:25-26) mengemukakan bauran pemasaran jasa yang diperluas (expanded marketing mix for services) dengan penambahan unsur non traditional marketing mix, yaitu people (orang), physical evidence (fasilitas fisik) dan process (proses), sehingga menjadi tujuh unsur (7P). Masing-masing dari tujuh unsur bauran pemasaran tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain dan mempunyai suatu bauran yang optimal sesuai dengan karakteristik segmennya. (Zeithaml, 2000: 18-21). Penambahan unsur bauran pemasaran jasa dilakukan antara lain karena jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk, yaitu tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, beraneka ragam dan mudah lenyap. Seperti yang dikemukakan oleh Zeithaml dan Bitner (2000:19) bauran pemasaran jasa
37
terdiri dari 7P yaitu product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan process. Ratih Hurriyati, (2005:49) menyatakan bahwa, untuk menjangkau pasar sasaran yang telah ditetapkan, maka setiap perusahaan perlu mengelola kegiatan pemasarannya dengan baik. Perusahaan harus dapat menyusun serta menggunakan controllable
marketing
variables,
untuk
mengantisipasi
perubahan
dari
uncontrollable marketing variables, serta untuk mempengaruhi permintaan produk perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengkombinasikan unsur-unsur tersebut dalam proporsi yang tepat sehingga bauran pemasarannya sesuai dengan lingkungan perusahaan, dapat memuaskan pasar sasaran dan tetap sejalan dengan sasaran perusahaan dalam bidang pemasaran secara keseluruhan. Bauran pemasaran yang telah ditetapkan perusahaan sebaiknya selalu disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dihadapai perusahaan, jadi harus bersifat dinamis. PRODUCT Physical good features Quality level Accessories Packaging Warranties Product Line Branding
PRICE
PLACE
Channel type Exposure Intermediaris Outlet Location Transportation Storage PHYSICAL Managing Channels EVIDENCE Employees Facility Design Recruiting, Training, Equipment Motivation, Rewards, Signage Teamwork Employee drees Customers Other Tangible Education Training Reports PROCESS Business Cards, Statements, Guarantees Flow of activities Standardized Customized Number of steps Simple Complex Customer involment Flexibility Price Level Terms Differentiation Discounts Allowances PEOPLE
PROMOTION Promotion blend Sales People Number Selection Training, Incentives Advertising Target, Media types, Types of ads, Copy thrust, Sales Promotion, Publicity
Gambar : 2.4. Unsur Unsur Bauran Pemasaran Jasa (7P), sumber: Zeithaml Valerie & Bitner Mary Jo (2006:26)
38
2.1.2.1 Produk Jasa (The ServiceProduct) Produk jasa menurut Kotler (2000:428) merupakan "segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan". Produk yang ditawarkan meliputi barang fisik, jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi, dan ide. Jadi produk dapat berupa manfaat tangible maupun intangible yang dapat memuaskan pelanggan. Produk jasa merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan dari pada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpatisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Sesungguhnya pelanggan tidak membeli barang atau jasa, tetapi membeli manfaat dan nilai dari sesuatu yang ditawarkan. 'Apa yang ditawarkan' menunjukan sejumlah manfaat yang dapat pelanggan dapatkan dari pembelian suatu barang atau jasa, sedangkan sesuatu yang ditawarkan itu sendiri dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu: a.
barang nyata,
b.
barang nyata yang disertai dengan jasa,
c.
jasa utama yang disertai dengan barang dan jasa tambahan,
d.
murni jasa. Untuk merencanakan penawaran atau produk, pemasar perlu memahami
tingkatan produk, yaitu sebagai berikut : a. Produk utama/inti (core benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk.
39
b. Produk generik, (generic product) yaitu produk dasar yang mampu memenuhi fungsi produk yang paling dasar (rancangan produk minimal agar dapat berfungsi). c. Produk harapan (expected product), yaitu produk formal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisinya secara normal (layak) diharapkan dan disepakati untuk dibeli. d. Produk pelengkap (augmented product), yaitu berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahi berbagai manfaat dan layanan, sehingga dapat memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk pesaing. e. Produk potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk di masa mendatang. Jadi pada dasarnya produk adalah sekumpulan nilai kepuasan yang kompleks. Nilai sebuah produk ditetapkan oleh pembeli berdasarkan manfaat yang akan mereka terima dari produk tersebut.
2.1.2.2. Tarif Jasa (Price) Penentuan harga merupakan titik kritis dalam bauran pemasaran jasa karena harga menentukan pendapatan dari suatu usaha/bisnis. Keputusan penentuan harga juga sangat signifikan di dalam penentuan nilai/manfaat yang dapat diberikan kepada pelanggan dan memainkan peranan penting dalam gambaran kualitas jasa. Strategi penentuan tarif dalam perusahaan jasa dapat
40
menggunakan penentuan tarif premium pada saat permintaan tinggi dan tarif diskon pada saat permintaan menurun. Keputusan penentuan tarif dari sebuah produk jasa baru harus memperhatikan beberapa hal. Hal yang paling utama adalah bahwa keputusan penentuan tarif harus sesuai dengan strategi pemasaran secara keseluruhan. Perubahan berbagai tarif di berbagai pasar juga harus dipertimbangkan. Lebih jauh lagi, tarif spesifik yang akan ditetapkan akan bergantung pada tipe pelanggan yang menjadi tujuan pasar jasa tersebut. Nilai jasa ditentukan oleh manfaat dari jasa tersebut. Secara singkat, prinsip-prinsip penetapan harga, seperti yang diusulkan oleh Kotler (1996) dikutip dari Zeithalm dan Bitner (2000:436) sebagai berikut: a. Perusahaan harus mempertimbangkan sejumlah faktor dalam menetapkan harga, mencakup: pemilihan tujuan penetapan harga, menentukan tingkat permintaan, prakiraan biaya, menganalisis harga yang ditetapkan dan produk yang ditawarkan pesaing, pemilihan metode penetapan harga, serta menentukan harga akhir. b. Perusahaan tidak harus selalu berupaya mencari profit maksimum melalui penetapan harga maksimum, tetapi dapat pula dicapai dengan cara memaksimumkan penerimaan sekarang, memaksimumkan penguasaan pasar atau kemungkinan lainnya. c. Para pemasar hendaknya memahami seberapa responsif permintaan terhadap perubahan harga.
41
Prinsip-prinsip penetapan harga tersebut dapat digunakan secara bersamaan, baik untuk barang maupun jasa. Selanjutnya Zeithalm dan Bitner (2000:437), menjelaskan tiga dasar penetapan harga yang biasa digunakan dalam menetukan harga, yaitu (1) penetapan harga berdasarkan biaya (cost-based pricing), (2) penentuan harga berdasarkan persaingan (competition-based pricing) dan (3) penetapan harga berdasarkan permintaan (demand-based). Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4., dimana pelaksanaannya dapat digunakan secara bersamaan baik untuk penentuan barang dan harga, namun penyesuaiannya harus dibuat dalam jasa. Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:513) menyatakan perusahaan jasa harus memahami bagaimana penetapan harga bekerja, tetapi pertama mereka harus memahami
bagaimana
pelanggan
mempersepsikan
harga-harga
dan
perubahannya. Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:26) menyatakan dalam bauran pemasaran jasa yang diperluas harga (price) meliputi: flexibility, price level, terms, differentiation, discounts, allowances. Strategi penentuan tarif dalam perusahaan jasa biasanya akan menggunakan penentuan tarif premium pada saat permintaan sedang tinggi dan tarif diskon pada saat permintaan sedang turun. Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:514) menyatakan untuk melihat bagaimana akuratnya referensi harga dari pelayanan jasa, anda dapat membandingkan mereka dengan harga aktual jasa dari para penyedia jasa di kota anda. 2.1.2.3. Tempat/Lokasi Pelayanan (Place/Service Location) Untuk produk industri manufaktur place diartikan sebagai saluran distribusi (zero channel, two level channels, dan multilevel channels), sedangkan untuk
42
produk industri jasa, place diartikan sebagai tempat pelayanan jasa. Lokasi pelayanan jasa yang digunakan dalam memasok jasa kepada pelanggan yang dituju merupakan keputusan kunci. Keputusan mengenai lokasi pelayanan yang akan digunakan melibatkan pertimbangan bagaimana penyerahan jasa kepada pelanggan dan dimana itu akan berlangsung. Tempat juga penting sebagai lingkungan dimana dan bagaimana jasa akan diserahkan, sebagai bagian dari nilai dan manfaat dari jasa. Menurut Lovelock et all (2005:216), tempat/distribusi dapat berhubungan dengan jasa/pelayanan inti seperti juga pada jasa-jasa pengganti. Hal ini merupakan satu pembedaan penting, seperti banyak jasa-jasa inti memerlukan sebuah lokasi fisik yang terkadang membatasi penyebarannya. Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:26) menyatakan dalam bauran pemasaran jasa tempat (place) meliputi: channel type, exposure, intermediaries, outlet locations, transportation, storage, managing channels. pelayanan
yang
akan
digunakan
melibatkan
Keputusan mengenai lokasi pertimbangan
bagaimana
penyerahan jasa kepada pelanggan dan bagaimana hal tersebut dapat berlangsung. Keanekaragaman jasa membuat penyeragaman strategi tempat menjadi sulit. Masalah ini melibatkan pertimbangan bagaimana interaksi antara organisasi penyedia jasa dan pelanggan serta keputusan tentang apakah organisasi tersebut memerlukan satu lokasi atau beberapa lokasi. Seseorang pemasar produk jasa seharusnya mencari cara untuk membangun pendekatan penyerahan jasa yang tepat serta menghasilkan keuntungan untuk perusahaannya. Lokasi berhubungan dengan keputusan yang dibuat oleh perusahaan mengenai di mana operasi dan stafnya akan
43
ditempatkan, yang paling penting dari lokasi adalah tipe dan tingkat interaksi yang terlibat. Terdapat tiga macam tipe interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan yang berhubungan dengan pemilihan lokasi, yaitu sebagai berikut: a.
Pelanggan mendatangi penyedia jasa,
b.
Penyedia jasa mendatangi pelanggan, atau
c.
Penyedia jasa dan pelanggan melakukan interaksi melalui perantara. Untuk tipe interaksi dimana pelanggan mendatangi penyedia jasa, letak
lokasi menjadi sangat penting. Didalam interaksi ini penyedia jasa yang menginginkan pertumbuhan dapat mempertimbangkan menawarkan jasa mereka di beberapa lokasi. Jika penyedia jasa mendatangi pelanggan, maka letak lokasi menjadi tidak begitu penting meskipun perlu dipertimbangkan pula jarak terhadap pelanggan untuk menjaga kualitas jasa yang akan diterima. Sementara itu dalam kasus penyedia jasa dan pelanggan mengunakan media perantara dalam berinteraksi, maka letak lokasi dapat diabaikan meskipun beberapa media perantara memerlukan interaksi fisik antara mereka dengan pelanggan. Penting tidaknya sebuah lokasi akan sangat tergantung pada jenis jasa yang ditawarkan. Cowell (1991:87) telah berhasil meringkas beberapa kunci yang harus dipertimbangkan oleh seorang manajer jasa sebagai berikut: a. Apa yang diperlukan pasar, bila jasa tidak tersedia di suatu lokasi yang nyaman pembelian jasa akan terhambat atau tertunda, selain itu menyebabkan pelanggan merubah pikiran atau merubah pilihan mereka. b. Kecenderungan apa yang ada di dalam sektor aktivitas jasa dimana organisasi jasa beroperasi, apakah persaingan dapat memasuki pasar.
44
c. Sejauh mana kefleksibelan jasa, apakah jasa itu berorientasi teknologi atau orang dan sejauh mana keflesibelannya terpengaruh oleh lokasi. d. Apakah organisasi mempunyai kewajiban untuk menempatkan jasa di suatu lokasi yang nyaman. e. Apakah sistem prosedur dan teknologi baru dapat dipakai untuk mengatasi kelemahan keputusan lokasi yang lama. f. Sejauh mana kepentingan jasa pelengkap terhadap keputusan lokasi. g. Apakah lokasi organisasi sejenis mempengaruhi keputusan lokasi. Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat digunakan oleh pemasaran jasa untuk membuat keputusan mengenai lokasi. Selain hal itu, pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap beberapa faktor berikut: a. Akses, misalnya lokasi yang mudah dijangkau sarana transportasi umum. b. Visibilitas, misalnya lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan. c. Lalu lintas (traffic), di mana ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu (1) banyaknya orang yang lalulalang dapat memberikan peluang besar terjadinya impulse buying, (2) kepadatan dan kemacetan lalu lintas dapat pula menjadi hambatan. d. Tempat parkir yang luas dan aman. e. Ekspansi, tersedia tempat yang cukup untuk perluasan usaha di kemudian hari. f. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan.
45
g. Persaingan, yaitu lokasi pesaing. f. Peraturan pemerintah.
2.1.2.4. Promosi (Promotion) Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Zeithaml, Bitner dan Gremler (2006:26) menyatakan promosi meliputi: promotion blend, sales people (selection, training & incentives), advertising (media types, types of ads), sales promotion, publicity and internet web strategy. Betapapun berkualitasnya suatu produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan pernah membelinya. Pada hakikatnya menurut Buchari Alma (2004: 179): Promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran, yang merupakan aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi membujuk dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Tujuan
utama
dari
promosi
adalah
menginformasikan,
mempengaruhi dan membujuk serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Secara rinci ketiga tujuan promosi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Menginformasikan (informing), dapat berupa: menginformasikan pasar mengenai keberadaan suatu produk baru, memperkenalkan cara pemakaian yang baru dari suatu produk, menyampaikan perubahan harga kepada pasar, menjelaskan cara kerja
46
suatu produk, menginformasikan jasa-jasa yang disediakan oleh perusahaan, meluruskan kesan yang keliru, mengurangi ketakutan atau kekhawatiran pembeli, dan membangun citra. b. Membujuk pelanggan sasaran (persuading) untuk membentuk pilihan merek, mengalihkan pilihan ke merek tertentu, mengubah persepsi pelanggan terhadap atribut produk, mendorong pembeli untuk belanja saat itu juga, dan mendorong pembeli untuk menerima kunjungan wiraniaga (salesmen). c. Mengingatkan (reminding), dapat terdiri atas: mengingatkan pembeli bahwa produk yang bersangkutan dibutuhkan dalam waktu dekat, mengingatkan pembeli akan tempat-tempat yang menjual produk perusahaan, membuat pembeli tetap ingat walaupun tidak ada kampanye iklan, dan menjaga agar ingatan pertama pembeli jatuh pada produk perusahaan. Meskipun secara umum bentuk-bentuk promosi memiliki fungsi yang sama, tetapi bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan berdasarkan tugas-tugas khususnya. Beberapa tugas khusus itu sering disebut bauran promosi (promotion mix), yaitu mencakup: (1) Personal Selling, (2) Mass Selling, (3) Sales Promotion, (4) Public Relation, dan (5) Direct Marketing. Personal selling adalah komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon pelanggan dan membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk sehingga mereka kemudian akan mencoba dan membelinya.
47
Mass selling merupakan pendekatan yang menggunakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada khalayak ramai dalam satu waktu. Ada dua bentuk utama mass selling, yaitu periklanan dan publisitas. Periklanan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling banyak digunakan perusahaan dalam mempromosikan produknya. Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasarkan pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang
untuk
melakukan
pembelian.
AMA
(American
Marketing
Association) dalam Buchari Alma (2004:194) mendefinisikan iklan sebagai semua bentuk pembayaran untuk mempresentasikan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara non personal oleh sponsor yang jelas. Sedangkan yang dimaksud dengan periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan iklan. Publisitas adalah bentuk penyajian dan penyebaran ide, barang dan jasa secara non personal, yang mana orang atau organisasi yang diuntungkan tidak membayar untuk itu. Publisitas merupakan pemanfaatan nilai-nilai berita yang terkandung dalam suatu produk untuk membentuk citra produk yang bersangkutan. Dibandingkan dengan iklan, publisitas mempunyai kredibilitas yang lebih baik, karena pembenaran (baik langsung maupun tidak langsung) dilakukan oleh pihak lain selain pemilik iklan. Promosi Penjualan (sales promotion) adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan atau meningkatkan jumlah barang yang
48
dibeli pelanggan. Tujuan dari promosi penjualan sangat beraneka ragam. Melalui promosi penjualan, perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk pesaing, mendorong pelanggan membeli lebih banyak, menyerang aktivitas
promosi pesaing, meningkatkan impulse
buying (pembelian tanpa rencana sebelumnya), atau mengupayakan kerjasama yang lebih erat dengan pengecer. Hubungan Masyarakat (Public relations) merupakan upaya komunikasi menyeluruh dari suatu perusahaan untuk mempengaruhi persepsi, opini, keyakinan, dan sikap berbagai kelompok terhadap perusahaan tersebut. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kelompok itu adalah mereka yang terlibat, mempunyai kepentingan, dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Kelompok-kelompok tersebut dapat terdiri atas karyawan dan keluarganya, pemegang saham, pelanggan, khalayak/orang-orang yang tinggal di sekitar organisasi, pemasok, perantara, pemerintah, serta media massa. Kegiatankegiatan public relations meliputi hal-hal berikut: (1) Press relations (2) Product publicity, (3) Corporate communication, (4) Lobbying, dan (5) Counselling. Direct marketing adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif, yang memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon yang terukur dan atau transaksi di sembarang lokasi. Dalam direct marketing, komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen individual, dan tujuan agar pesan-pesan tersebut ditanggapi konsumen yang bersangkutan, baik melalui telepon, pos atau dengan datang langsung ke tempat pemasar. Teknik ini berkembang sebagai respon terhadap demasifikasi (pengecilan) pasar, dimana
49
semakin banyak ceruk pasar (market niche) dengan kebutuhan serta pilihan yang sangat individual. Word of Mouth pentingnya penyerahan (greater importance of referral) dan komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) merupakan salah satu ciri khusus dari promosi dalam bisnis jasa. Pelanggan sering kali memperhatikan dengan teliti penyerahan jasa dan kemudian menceritakan pengalamannya pada pelanggan potensial lainnya. Mereka yang senang dapat memberikan masukan pada penyedia jasa dan pada kenyataannya beberapa bisnis khususnya didirikan untuk menawarkan jasa seperti itu. Penelitian atas rekomendasi perseorangan melalui word of mouth menjadi salah satu sumber yang penting, di mana orang yang menyampaikan rekomendasi secara perorangan seringkali lebih disukai sebagai sumber informasi. Pelanggan memiliki harapan yang nyata. Pertama kali mereka memutuskan untuk membeli, pelanggan memulai interaksi dengan penyedia jasa dan menemukan kualitas teknik dan fungsional dari jasa yang ditawarkan. Sebagai hasil dari pengalaman dari interaksi dan menilai kualitas jasa tadi, pelanggan dapat menjadi tertarik atau dapat pula tidak kembali lagi. Positif atau negatifnya komunikasi word of mouth akan berpengaruh pada luasnya pengguna lain jasa.
2.1.2.5. Orang/Partisipan (People) Menurut Zeithaml, Bitner and Gremler (2006; 26) "People is all human actors who play in service delivery and thus influence the buyer's perceptions:
50
namely, the firm's personnel, the customer, and other customers in the service environment" Orang (people) adalah semua pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen-elemen dari 'people' adalah pegawai perusahaan, konsumen, dan konsumen lain dalam lingkungan jasa. Semua sikap dan tindakan karyawan, bahkan cara berpakaian karyawan dan penampilan karyawan mempunyai pengaruh terhadap persepsi konsumen atau keberhasilan penyampaian jasa (service encounter). Semua karyawan yang berhubungan dengan konsumen dapat disebut sebagai tenaga penjual. Dengan kata lain, dalam pengertian yang lebih luas, pemasaran merupakan pekerjaan semua personel organisasi jasa. Oleh karena itu penting kiranya semua perilaku karyawan jasa harus diorientasikan kepada konsumen. Itu berarti organisasi jasa harus merekrut dan mempertahankan karyawan yang mempunyai keahlian, sikap, komitmen, dan kemampuan dalam membina hubungan baik dengan konsumen. People dalam jasa ini adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam menjalankan segala aktivitas perusahaan, dan merupakan faktor yang memegang peranan penting bagi semua organisasi. Oleh perusahaan jasa unsur people ini bukan hanya memegang peranan penting dalam bidang produksi atau operasional saja, tetapi juga dalam melakukan hubungan kontak langsung dengan konsumen. Perilaku orang-orang yang terlibat langsung ini sangat penting dalam mempengaruhi mutu jasa yang ditawarkan dan citra perusahaan yang bersangkutan. Elemen people ini memiliki 2 aspek, yaitu:
51
a. Service People Untuk organisasi jasa, service people biasanya memegang jabatan ganda, yaitu mengadakan jasa dan menjual jasa tersebut. Melalui pelayanan yang baik, cepat, ramah, teliti, dan akurat dapat menciptakan kepuasan dan kesetiaan
pelanggan
terhadap
perusahaan
yang
akhirnya
akan
meningkatkan nama baik dan citra perusahaan. b. Customer Faktor lain yang mempengaruhi adalah hubungan yang ada diantara para pelanggan. Pelanggan dapat memberikan persepsi kepada konsumen lain, tentang kualitas jasa yang pernah dirasakannya dari perusahaan. Keberhasilan dari perusahaan jasa berkaitan erat dengan seleksi, pelatihan, motivasi, dan manajemen dari sumber daya manusia. Pentingnya sumber daya manusia dalam pemasaran jasa telah mengarah perhatian yang besar pada pemasaran internal. Pemasaran internal semakin diakui perusahaan jasa dalam menentukan suksesnya pemasaran ke pelanggan ekstemal.
2.1.2.6. Sarana Fisik (Physical Evidence) Sarana fisik menurut Zeithaml, Bitner and Gremler (2006: 27) "The environment in which the service is delivered and where firm and customer interact and any tangible component that facilitate performance or communication of the service" Sarana fisik ini merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk
52
jasa yang ditawarkan. Unsur-unsur yang termasuk di dalam sarana fisik antara lain lingkungan fisik, dalam hal ini bangunan fisik, peralatan, perlengkapan, logo, warna dan barang-barang lainnya yang disatukan dengan service yang diberikan seperti tiket, sampul, label, dan lain sebagainya. Lovelock (2002: 248) mengemukakan bahwa perusahaan melalui tenaga pemasarnya menggunakan tiga cara dalam mengelola bukti fisik yang strategis, yaitu sebagai berikut: a. An attention-Creating Medium. Perusahaan jasa melakukan diferensiansi dengan pesaing dan membuat sarana fisik semenarik mungkin untuk menjaring pelanggan dari target pasarnya. b. As a message-creating medium. Menggunakan simbol atau isyarat untuk mengkomunikasikan
secara
intensif
kepada
audiens
mengenai
kekhususan kualitas dari produk jasa. c. An effect-creating medium. Baju seragam yang berwarna, bercorak, suara dan desain untuk menciptakan sesuatu yang lain dari produk jasa yang ditawarkan.
2.1.2.7. Proses (Process) Proses menurut Zeithaml, Bitner and Gremler (2006: 27) adalah "The actual procedures, mechanism, and flow of activities by which the service is delivered the service delivery and operating system" Proses adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Elemen proses ini mempunyai arti suatu upaya perusahaan dalam menjalankan dan melaksanakan aktifitasnya
53
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumennya. Untuk perusahaan jasa, kerja sama antara pemasaran dan operasional sangat penting dalam elemen proses ini, terutama dalam melayani segala kebutuhan dan keinginan konsumen. Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, maka kualitas jasa diantaranya dilihat dari bagaimana jasa menghasilkan fungsinya. Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa seperti pelanggan jasa akan sering merasakan sistem penyerahan jasa sebagai bagian dari jasa itu sendiri. Selain itu keputusan dalam manajemen operasi adalah sangat penting untuk suksesnya pemasaran jasa. Seluruh aktifitas kerja adalah proses, proses melibatkan prosedurprosedur, tugas-tugas, jadwal-jadwal, mekanis-mekanisme, aktifitas-aktifitas dan rutinitas-rutinitas dengan apa produk (barang atau jasa) disalurkan ke pelanggan. Identifikasi manajemen proses sebagai aktifitas terpisah adalah prasyarat bagi perbaikan jasa. Pentingnya elemen proses ini khususnya dalam bisnis jasa disebabkan oleh persediaan jasa yang tidak dapat disimpan (Ratih Hurriyati, 2005:47-65).
2.1.3
Keunggulan Posisional Cravens (2003:210) mengemukakan konsep penentuan posisi adalah
manajemen memilih produk yang berarti, yang diperoleh dari kebutuhan pembeli dalam pasar sasaran. Konsep penentuan posisi menggambarkan persepsi atau asosiasi yang diinginkan manajemen dari pembeli pasar sasaran terhadap perusahaan atau produknya. Pemilihan konsep penentuan posisi memerlukan
54
informasi tentang keinginan, kebutuhan dan persepsi konsumen terhadap produk pesaing.
Gambar 2.5 Steps in Market Segmentation, Targeting, and Positioning, Sumber: Kotler dan Armstrong (2006:183)
Day George S (1999:131), mengemukakan bahwa keunggulan ini meliputi nilai pelanggan unggul (superior customer value) dan biaya relatif lebih rendah (lower relative cost). Superior customer value dapat diperoleh dengan menciptakan sesuatu yang berbeda dengan pesaing (differentiated positions). What we see in the market-from the advantage point of customers or competitors-is the positional superiority of a business. This can be achieved by providing superior customer value or reaching the lowest delivered cost. To succeed with a value strategy the price premium the customer is willing to pay must exceed the costs of providing the extra value. Similarly, a cost strategy must offer acceptable value to customers so prices are close to the average of the competitors. When the low-cost position is achieved by sacrificing too much quality or eliminating worthwhile features, the price discount demanded by customers will more than offset the cost advantage. Day (1999:128) menyatakan sumber-sumber yang dapat menciptakan kinerja yang superior, seperti terlihat pada gambar berikut :
55
Gambar 2.6 The Elements of Competitive Advantage, Sumber: Day(1999:128) Gambar 2.6 menunjukkan elemen yang dapat menciptakan kinerja superior terdiri dari segitiga faktor yang saling mempengaruhi yaitu: 1) sumber keunggulan (source of advantage) yaitu superior skills, superior resources, dan superior controls dan disebut sebagai faktor kunci sukses yang membangun keunggulan posisional (positions of advantage); 2) faktor keunggulan posisional terdiri dari superior customer value dan lower relative cost yang disebut sebagai faktor tujuan untuk pertumbuhan dan kemampulabaan dan dapat menciptakan prestasi akhir (performance outcomes); 3) performace outcomes terdiri dari satisfaction, loyalty, market share, dan profitability yang akan menjadi faktor investigasi yaitu sustain advantages (kelangsungan keunggulan). Superior customer value didefinisikan oleh Cravens, Piercy (2003:8) sebagai berikut : “Customer value is the trade-off of benefits against the cost involved in acquiring a product. The bundle of benefits includes the product, the supporting services, the personnel involved in the purchase and use experience,
56
and the perceived image of product. The costs include the price of purchase, the time and energy involved, and the psychic cost (e.g., perceived risk).” Strategi ini meliputi produk fisik, jasa pendukung, distribusi, harga dan kegiatan promosi. Efektifitas penentuan posisi keunggulan bersaing melihat pada bagaimana manajemen mencapai tujuan penentuan posisi keunggulan bersaing dalam pasar sasaran, yang dapat tercermin antara lain melalui penjualan, pangsa pasar, tingkat pertumbuhan, kepuasan konsumen, dan keunggulan
bersaing
lainnya. Kotler & Armstrong (2006:206) menyatakan : “To build profitable relationships with target customers, marketers must understand customer needs better than competitors do and deliver more value. To the extent that a company can position it self as providing superior value, it gains competitive advantage. But solid positions cannot be built on empty promises. If a company positions its product as offering the best quality and service, it must then deliver the promised quality and service. Thus, positioning begins with actually differentiating the company’s marketing offer so that it will give consumers superior value.” Perusahaan dapat menempatkan produknya dalam benak konsumen dalam pasar sasaran sedemikian rupa sehingga memperoleh posisi yang unik dan unggul dibandingkan dengan produk pesaing. Bagaimanapun kekuatan dan kelemahan para pesaing, perusahaan harus mampu memberikan nilai superior kepada pasar sasaran. Untuk itu suatu perusahaan harus mencoba mendiferensiasikan produknya untuk mencapai keunggulan kompetitif. Pengertian differensiasi dikemukakan oleh Kotler & Keller (2006:297) sebagai berikut: "Differentiation is the act of designing a set of meaningful differences to distinguish the company's offering from competitor's offerings." Diferensiasi adalah tindakan merancang
57
satu set perbedaan yang berarti untuk membedakan penawaran perusahaan dengan penawaran pesaing. Lebih lanjut Kotler & Keller (2006:298) mengemukakan bahwa : “A company can differentiate its market offering along five dimensions : product, services, personnel, channel, and image.” Dengan demikian suatu perusahaan dapat mendiferensiasikan penawaran pasarnya menurut lima dimensi yaitu : produk, servis, personal, distribusi, dan citra. Upaya diferensiasi dapat dilakukan di semua jenis pasar dan produk, tidak terkecuali bagi produk komoditas. Hal ini dikemukakan oleh Kotler & Keller (2006:298) yang menyatakan : “Even in the case of commodity product, the company must see its task as that of coverting an differentiated product into a differentiated offering.” Keunggulan biaya rendah dapat diperoleh dengan melakukan aktivitasaktivitas perusahaan dengan keefektifan biaya yang lebih tinggi dibanding pesaing. Keunggulan biaya melalui penyediaan barang atau
jasa dengan
karakteristik yang dapat diterima pelanggan pada harga bersaing yang serendah mungkin. Lovelock, wirtz, Hean, dan Xiongwen (2005:189) menyatakan bahwa, jasa berbiaya rendah akan mengurangi beban keuangan bagi pelanggan dan akan sangat mungkin menarik bagi pelanggan korporat maupun perorangan yang memiliki anggaran keuangan yang sangat ketat. Mereka juga mungkin akan menggiring untuk membeli dalam jumlah yang lebih besar. Salah satu tantangan untuk pemberian harga yang rendah adalah meyakinkan pelanggan bahwa mereka tidak boleh menyamakan. harga dengan kualitas. Tantangan
58
kedua adalah memastikan bahwa biaya ekonomi dipertahankan cukup rendah untuk memungkinkan perusahaan tersebut meraih keuntungan. Beberapa bisnis jasa telah membangun seluruh strateginya dengan menjadi pemimpin yang berbiaya rendah. Lovelock dan Wirtz (2004:57) menyatakan pada lingkungan kompetisi yang sangat ketat, terdapat sebuah risiko bahwa para pelanggan akan mempersepsikan sedikit perbedaan nyata diantara alternatif-alternatif persaingan dan juga membuat pilihan mereka didasarkan pada harga. Oleh karena itu, perusahaan harus secara rutin memantau posisi keunggulan bersaingnya dan bilamana
perlu
melakukan
repositioning
agar
perusahaan
dapat
mempertahankan persepsi unik dan superior di benak konsumen. Best R.J (2009:211) menyatakan bahwa, keunggulan diferensiasi berkaitan dengan produk, layanan, image/citra adalah sumber potensial dari keunggulan bersaing. Penempatan posisi keunggulan bersaing biaya rendah, dengan menciptakan harga yang lebih rendah untuk mencapai margin keuntungan yang dinginkan. Hansen dan Mowen (2005:12) mengemukakan strategi kepemimpinan biaya adalah untuk memberikan nilai yang sama atau lebih baik bagi pelanggan, dengan biaya yang lebih rendah dari pesaing. Jadi, strategi biaya rendah memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan menurunkan pengorbanan. Strategi diferensiasi berusaha untuk meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan meningkatkan realisasi. Menyediakan sesuatu untuk pelanggan yang tidak disediakan oleh pesaing, akan menciptakan keunggulan kompetitif. Strategi
59
diferensiasi dapat berjalan, nilai yang ditambahkan bagi pelanggan dengan diferensiasi ini, harus melebihi biaya perusahaan untuk melakukan diferensiasi. Butz dan Goodstein dalam Ellitan L dan Anatan L (2007:230) Berkembangnya konsep nilai pelanggan merupakan usaha pertama untuk secara serius memahami pikiran, kebutuhan, harapan, dan perilaku pelanggan dalam mendefinisikan nilai tambah (value added). Konsumen hanya akan bersedia membeli produk perusahaan yang menawarkan customer delivered value tertinggi, dimana customer delivered value merupakan selisih antara total customer value dan total customer cost. Total customer value mencakup nilai produk, nilai pelayanan, nilai personal dan nilai citra, sedangkan total customer cost terdiri dari harga moneter, biaya waktu, biaya atas effort yang dilakukan, dan phsychal cost. Customer value merupakan emotional bond yang ada antara konsumen dan produsen setelah konsumen menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan produsen dan memperoleh nilai tambah atas produk atau jasa tersebut. Keterikatan (bonding) terjadi apabila barang atau jasa dapat memenuhi atau bahkan melebihi apa yang menjadi harapan pelanggan. Keterikatan ini terus berkembang ketika pelanggan percaya bahwa barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan produsen memberikan lebih banyak benefit bagi customer dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain memberikan net customer value yang lebih besar. Customer bonding bukan merupakan hal yang mudah dicapai atau dipertahankan. Oleh karena itu untuk menciptakan customer bonding membutuhkan suatu strategi fokus dan usaha
60
yang keras. Keterikatan antara perusahaan selaku produsen dengan customer memberikan keuntungan strategik yang penting (signifikan) terutama bagi produsen, karena hal ini akan menyebabkan terjadinya penjualan berulang, yang akhirnya dapat mempertahankan pelanggan. Ellitan L dan Anatan L (2007:230). Net customer value bukan suatu konsep yang sederhana meskipun dapat dengan mudah didefinisikan. Nilai tersebut selalu dipertahankan secara intuitif oleh pelanggan berdasarkan keyakinan-keyakinan dan nilai pelanggan (customer value). Perusahaan produsen jarang sekali mengetahui pelanggan mana yang menerima net customer value yang memadai sehingga pelanggan bersedia membeli produk-produk mereka. Untuk bisa memahami net customer value sepenuhnya perlu meningkatkan pendekatan kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Kepuasan pelanggan lebih berkenaan dengan sikap pelanggan, sedangkan nilai pelanggan (customer value) lebih menekankan pada perilaku pelanggan. Perusahaan harus berusaha menghindari tindakan-tindakan yang menyebabkan penurunan net customer value. Usaha meningkatkan nilai pelanggan membutuhkan analisis yang berfokus pada pelanggan dan kebutuhankebutuhannya. Selanjutnya, customer value sebagai suatu persepsi pelanggan atas pemenuhan kebutuhan spesifik dan merupakan outcome dari sesuatu yang dicari dan diinginkan pelanggan. Ellitan L dan Anatan L (2007:231). Peran keunggulan posisional terhadap pencapaian kinerja superior adalah sebagai berikut :
61
Gambar 2.7 Rantai nilai keunggulan perusahaan, sumber :Grunert,2000:107 Istitusi yang memiliki keunggulan posisional memiliki keunggulan, keunikan, dan keahlian sumberdaya yang dapat menciptakan keunggulan posisional dibanding para pesaing dengan cara menyampaikan nilai pelayanan kepada pelanggan yang unggul (superior customer value) dengan harga yang relatif rendah (lower relative cost) dibanding pesaing untuk mencapai kinerja yang unggul. Butz dan Goodstein dalam Ellitan L dan Anatan L (2007:232) membedakan customer value menjadi tiga tingkatan: 1. Expected value adalah nilai yang diharapkan pelanggan. Pada tingkatan ini perusahaan memberikan barang atau jasa tanpa sesuatu yang dapat diingat oleh konsumen dan tidak ada hal-hal istimewa yang membedakannya dengan perusahaan-perusahaan pesaing. Jika masing-masing perusahaan yang berada pada level ini berusaha untuk meningkatkan customer value
62
maka hal ini akan dengan cepat ditiru oleh pesaingnya, sehingga keterikatan antara pelanggan dan perusahaan produsen sangat kecil. 2. Desired value, merupakan suatu usaha meningkatkan value added bagi pelanggan, tetapi pada dasarnya hal ini tidak diinginkan oleh pelanggan. Customer value pada level ini tidak membutuhkan riset pemasaran yang canggih untuk mendeteksi desired value. Misalnya, pelanggan kantor pos yang menginginkan kebersihan, penampilan, dan performance yang baik, pelayanan yang ramah, dan waktu pengiriman yang tepat. Pada level ini organisasi dapat menentukan cara meningkatkan nilai pelanggan (customer value) yang memungkinkan perubahan perusahaan ke arah yang lebih baik, dan akhirnya membangun customer bonding. 3. Unanticipated value merupakan tingkatan customer value yang terakhir. Pada level ini perusahaan produsen menemukan cara menambah nilai di luar harapan-harapan pelanggan, bahkan di luar yang diinginkan pelanggan.
63
2.1.4. Citra 2.1.4.1 Pengertian Citra Citra (image) dari suatu perusahaan berawal dari perasaan pelanggan dan para pelaku bisnis tentang organisasi yang telah mereka rasakan manfaat dari produk dan jasanya sebagai produsen produk tersebut dan sebagai hasil evaluasi individual tentang produk dan jasa tersebut. Selanjutnya masih menurut Clow & Baack, bahwa efektifitas komunikasi pemasaran dimulai dari jelasnya keberadaan tentang citra perusahaan (firm image). Clow & Baack, (2002:108). Menurut Kotler & Keller (2006:338) citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Selanjutnya menurut Dowling, (1993) dalam Boyle, (1996:56), mendefinisikan citra sebagai "the total impression an entity makes on the mind of people". Demikian juga Paul R. Smith (1995:332): "Corporate image is the sum of peoples perceptions of an organization image and perceptions are created through all serce: sight, sound, smell, touch, taste and feeling experienced through product usage, customer service, the commercial environment and corporate communication, it is straightly a result of everything a company does or does not do ". "Citra perusahaan adalah persepsi seseorang mengenai suatu citra organisasi dan persepsi-persepsi ini diciptakan melalui seluruh indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, cita rasa dan perasaan yang dialami melalui penggunaan produk, pelayanan konsumen, lingkungan komersil dan komunikasi perusahaan, itu merupakan hasil dari setiap perusahaan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan".
64
2.1.4.2. Jenis-Jenis Citra (Image) Ketika hal tersebut diimplementasikan maka terdapat 3 (tiga) jenis citra yang dapat diidentifikasi yaitu : l. Citra Perusahaan (corporate image), yaitu suatu pandangan masyarakat terhadap keseluruhan perusahaan. 2. Citra Produk (product image), yaitu suatu pandangan masyarakat terhadap suatu produk atau kategori suatu produk, dan 3. Citra Merek (brand image) adalah suatu pandangan masyarakat terhadap merek suatu produk. Citra Perusahaan (corporate image), ditentukan oleh berbagai kriteria sumber yang dapat menciptakan citra tersebut yang dapat dikendalikan oleh perusahaan bukan oleh yang lain. Pengendali citra perusahaan terdiri atas etika dan budaya perusahaan, etika para pegawainya, etika bisnis, etika produk yang dihasilkan, komunikasi, tenaga penjual, harga pemasok, pelayanan dan saluran distribusinya (Barich and Kotler, 1991 dalam Boyle, 1996:57). Sementara itu Gray and Smelzer (1985:75-76) dalam Boyle, (1996:57), menyatakan bahwa ada 5 (lima) hal yang dapat diadopsi oleh perusahaan dalam rangka membangun citra perusahaan dan atau citra produknya yaitu :
1. Kesatuan (single entity), dimana produk dan perusahaan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, 2. Dominasi merek (brand dominance), tidak ada upaya untuk membuat hubungan antara produk dengan perusahaan,
65
3. Dominansi yang sama/adil (equal dominance), dimana keduanya produk dan perusahaan sama sama diketahui oleh pelangan dengan baik, 4. Dominansi yang digabungkan (mixed dominance), dimana citra perusahaan dan citra. produk sama sama di munculkan secara bergantian agar keduanya menjadi
suatu bauran
yang saling
melengkapi. 5. Dominansi Perusahaan (corporate dominance), dimana citra perusahaan selalu dikomunikasikan agar tetap terjaga. Barich and Kotler, (1991) dalam Boyle (1996:59), menyatakan bahwa pada akhirnya citra suatu perusahaan harus meliputi identitas dan faktor-faktor atribut yang dapat melibatkan dalam keputusan pembelian oleh pelanggan. Lebih jauh Barich and Kotler (1991:100) dalam Boyle, (1996:59) menyatakan bahwa agar pembangunan citra perusahaan tersebut efektif, maka diperlukan usaha yang kuat untuk meningkatkannya melalui atribut-atribut yang terlibat dalam keputusan pembelian yang selalu di komunikasikan kepada pasar sasaran. Jika perusahaan tidak dapat menunjukkan kinerjanya lebih baik sesuai atribut-atribut tersebut, maka mereka akan kehilangan pangsa pasarnya. Dalam waktu yang bersamaan perusahaan telah menganggap bahwa pelanggan menjadi tidak penting atau diabaikan. Sesuai dengan pendapat Barich and Kotler tersebut diatas, Christensen and Askegaard, (2001:305), menyatakan bahwa citra perusahaan adalah serangkaian tanda atau notasi yang dapat dibagikan untuk diinterpretasikan secara berlebihan atau mungkin sangat kurang oleh pasar sasaran.
66
2.1.4.3.
Faktor-Faktor Pembentuk Citra
LeBlanc and Nguyen, (2001:311), menyatakan bahwa citra organisasi dibentuk didalam benak pelanggan melalui suatu cara dengan memproses informasi yang diterima tentang budaya, ideologi, reputasi, bisnis yang dijalankan, pelayanan, dan komunikasi serta interaksi antara perusahaan dengan pasar sasaran. Citra memilki 2 (dua) komponen yaitu sebagai fungsi dan emosi. Komponen yang berkaitan dengan fungsi meliputi sarana dan prasarana (tangible) yang dapat diukur, sementara komponen emosional berkaitan dengan dimensi psikologi yang dapat diwujudkan dalam bentuk perasaan dan sikap terhadap perusahaan. Perasaan yang diperoleh dari pengalaman individu dengan perusahaan, selama mereka berinteraksi. Jadi citra perusahaan merupakan agregasi proses oleh pelanggan dengan membandingkan setiap atribut perusahaan. Citra organisasi adalah dinamis dan komplek. Didalam bisnis jasa seperti bisnis travel, terdapat 5 (lima) hal yang potensial dapat mempengaruhi persepsi pelanggan tentang citra perusahaan jasa, yaitu: 1). Identitas perusahaan, 2). Reputasi, 3). Jasa yang dilakukan, 4). Lingkungan fisik, 5). Kontak person.
67
Identitas perusahaan meliputi nama perusahaan, logo, harga, promosi dan sebagainya
yang mudah
dimengerti
oleh pelanggan.
Reputasi
adalah
kekonsistenan perusahaan terhadap perilaku organisasi, seperti jaminan dan kehandalan jasa yang disampaikan. Proses jasa yang dilakukan oleh menajemen sangat mempengaruhi persepsi pelanggan tentang citra perusahaan, lingkungan fisik yang digunakan dalam rangka membantu proses operasi dan penyampaian jasa juga sangat berpengaruh terhadap citra perusahaan karena hal ini akan mendorong para pegawai untuk meningkatkan kualitas jasa yang disamakan, sedangkan kontak person, kinerjanya sangat mempengarulti pelanggan dalam menilai citra perusahaan karena interaksinya dengan para pelanggan dapat langsung dinilai oleh para pelanggan.
Gambar 2.8 - Factors Influence Corporate Image Formation in Service Sumber : Le Blanc, Gaston & Nguyen, Nha, (2001 ), Image and Reputation of Higher Education Institutions in Students' Retention Decisions"The International Journal of Educational Management, 15 Vol, 6: 301311”.
68
2.1.4.4. Citra Organisasi Menurut Pelanggan Seperti yang dikutip oleh Andreassen dan Lindestad (1998:15), citra perusahaan dalam literatur pemasaran jasa diidentifikasikan sebagai suatu faktor penting dalam evaluasi mengenai jasa dan perusahaan secara keseluruhan (Gronroos, 1998). Konsumen merasakan bahwa produk dan merk memiliki citra atau arti simbolik. Konsumen cenderung mempunyai pandangan mengenai citra tentang berbagai produk, dan citra tersebut dapat dipandang sebagai simbol yang dapat mengkomunikasikan arti mengenai pengguna produk tersebut. Citra perusahaan merupakan persepsi mengenai suatu organisasi yang dicerminkan dalam bentuk asosiasi yang melekat dalam ingatan konsumen. Persepsi pelanggan dapat ditentukan oleh citra atau reputasi perusahaan (Zeithaml; Berry; Parasuraman (1996:184). Unsur penting dalam pengambilan keputusan pembelian jasa suatu perusahaan adalah citra konsumen terhadap perusahaan tersebut. Citra perusahaan merupakan opini konsumen secara umum atau keseluruhan terhadap suatu perusahaan atau organisasi. Konsumen akan cenderung menggunakan jasa perusahaan yang menurut mereka memiliki citra yang baik atau citra yang dimiliki perusahaan konsisten dengan harapan mereka. Pengalaman pribadi, informasi yang diterima dari orang lain, serta promosi yang dilakukan oleh perusahaan semuanya mempunyai dampak terhadap citra konsumen terhadap suatu perusahaan (Kurtz, Clow, 1998:24). Perusahaan
jasa
harus
mempelajari
bagaimana
mengelola
citra
perusahaan mereka seperti juga aspek-aspek lain dari bauran pemasaran.
69
Apabila citra perusahaan yang sudah baik menjadi rusak, akan sulit untuk memperbaikinya. Bukan saja pelanggan yang tidak puas tidak akan mengulangi pembelian mereka, tetapi mereka juga akan menginformasikan pada orang lain mengenai pengalaman buruk mereka. Selanjutnya akan sulit mempengaruhi individu yang pernah mendengar informasi buruk mengenai suatu perusahaan (Kurtz, Clow, 1998:24). Seperti yang dikutip oleh Andreassen (1998:10), dalam literatur pemasaran mengenai barang, Aaker dan Keller (1990) menyatakan bahwa reputasi merk dapat didefinisikan sebagai suatu penilaian mengenai kualitas yang diasosiasikan dengan nama. Andreassen juga mengutip pernyataan Keller bahwa pada level perusahaan, citra dapat didefinisikan sebagai persepsi suatu organisasi yang dicerminkan berupa asosiasi dalam ingatan konsumen. Citra terhadap suatu perusahaan ditentukan oleh bagaimana interpretasi mengenai isyarat yang diproyeksikan dan identitas perusahaan, yang membentuk keseluruhan kesan atau persepsi dalam pikiran konsumen. Berkaitan dengan merk, salah satu aspek yang sangat penting dan suatu merk adalah citra dan merk tersebut. Citra direfleksikan dengan asosiasi yang dilihat konsumen terhadap suatu merk tertentu (Keller, 1998:334). LeBlanc and Nguyen (2001:303) menyatakan bahwa citra perusahaan dapat dideskripsikan sebagai gambaran keseluruhan dalam benak masyarakat mengenai suatu onganisasi. Hal ini berkaitan dengan berbagai atribut fisik maupun perilaku dan organisasi, seperti nama bisnis, arsitektur, variasi produk atau jasa, tradisi, ideologi, dan juga gambaran mengenai kualitas yang
70
dikomunikasikan oleh setiap orang yang berinteraksi dengan klien organisasi. Citra perusahaan mempunyai dua komponen dasar yaitu fungsional dan emosional. Komponen fungsional berkaitan dengan karakteristik fisik yang mudah diukur, sedangkan komponen emosional berkaitan dengan dimensidimensi psikologis yang dimanifestasikan dalam bentuk perasaan dan sikap terhadap suatu organisasi. Perasaan ini dibentuk dari pengalaman individu dengan suatu organisasi dan juga dari proses perolehan informasi mengenai atribut yang mewujudkan indikator fungsional dari citra. Oleh karena itu, citra institusi merupakan hasil proses secara menyeluruh dimana masyarakat membandingkan berbagai atribut dari organsisasi. Seperti dikutip Belanger, Mount, Wilson (2002:218), citra didefinisikan sebagai kepercayaan, sikap, prototipe/klise, gagasan, dan perilaku yang relevan yang dimiliki seseorang terhadap suatu obyek, orang, atau organisasi (Prahalad & Hamel, 1998; Andreassen, 1998). Selain itu peryataan Treadwell dan Harrison (1994) bahwa citra seringkali mengacu pada cara pihak-pihak eksternal yang berkepentingan memandang suatu organisasi dan dikomunikasikan dengan serangkaian kepercayaan mengenai suatu obyek. Mereka mengindikasikan bahwa citra organisasi merupakan hasil tanggapan pribadi seorang individu terhadap suatu organisasi. Respon tersebut muncul dari segala interaksi baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan, dipengaruhi maupun tidak dipengaruhi, melalui perantara atau interpersonal. Citra masyarakat terhadap suatu organisasi seringkali merupakan hasil interaksi publik dengan anggota organisasi.
71
2.1.5.
Penelitian Terdahulu
Kejelasan arah, originalitas dan manfaat dari suatu penelitian yang dilakukan secara empirik, memperlihatkan secara jelas tentang kemampuan seorang peneliti dalam menyelusuri secara mendalam mengenai beberapa temuan penelitian terdahulu dan terkait dengan penelitian yang dilakukan sekarang. Adapun temuan hasil penelitian yang dijadikan rujukan adalah kajian teori manajemen pemasaran sebagai grand theory (Teori Manajemen Pemasaran Kotler P & Keller K L 2009, Kotler & Armstrong 2001; Philip Kotler 2003; Cravens, 2000, Cravens and Piercy; Walker et.al., 2003; Best,2005; Lamb et al., 2001), Teori Manajemen Pemasaran Jasa, Lovelock, 2007,2001; Oliver, 2000, dan Teori Strategi Pemasaran, Zeithaml and Bitner 2000, Kotler & Armstrong 2001; Philip Kotler 2003. Midle range theory : Teori Manajemen Pemasaran JasaLovelock, 2001; Oliver, 2000 dan Teori Strategi Pemasaran-Zeithaml and Bitner 2000, Kotler & Armstrong 2001; Philip Kotler 2003. Selanjutnya peneliti mengarahkan secara khusus yang membahas mengenai applied theory: Kinerja bauran pemasaran jasa (Zeithaml and Bitner 2000, Kotler-Amstrong 2006, Cravens 2003), keunggulan posisi sebagai strategi keunggulan bersaing (Cravens 2003, Day George.S 1999, Best Roger.J 2005), dan citra perusahaan angkutan darat-travel (Clow & Baack 2002, Kotler & Keller 2006, LeBlanc & Nguyen 2001) . Beberapa temuan hasil penelitian terdahulu yang mempunyai hubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
72
Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Tesis ini :
No
Peneliti
Judul
Persamaan
Perbedaan
Hasil Penelitian
1
Keith J Mason (2000)
Marketing low cost services to business travelers
Menganalisa penumpang yang menggunakan perusahaan transportasi dengan biaya rendah, serta system pemasarannya .
Dalam penelitian ini indicator biaya rendah terdapat dalam keunggulan posisi, dimana penelitian ini juga mengukur nilai citra, terhadap perusahaan angkutan darat.
Penumpang klas bisnis menggunakan transportasi biaya rendah
Analisa sumbersumber keunggulan, Orientasi pasar, investasi merek, dan pengembanga n jasa baru berpengaruh terhadap kinerja preusan jasa.
Dalam penelitian ini analisa terhadap keunggulan dilihat dari nilai pelanggan unggul dan biaya relative rendah.
Pengembangan jasa baru dan investasi merek berperan dalam pencapaian keunggulan posisional dan kinerja perusahaan jasa.
2
Matear Brendan & Garret (2004)
Market Orientatio n,Brand Investment, New Service developme nt,Market Position and Performan ce for Service Organisati on.
Penumpang lebih memperhatikan faktor biaya, ketepatan waktu, frekuensi keberangkatan, dan fleksibilitas harga.
73
Lanjutan Tabel 2.1
No
Peneliti
Judul
Persamaan
Perbedaan
Hasil Penelitian
3
M Rizan (2005)
Hubungan kepemimpinan transaksional dan tranformasional dengan komitmen organisasional dalam menciptakan kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan gugus depan serta pengaruhnya terhadap kepuasan dan loyalitas pelanggan domestik.
Menganalisi s perusahaan jasa transportasi serta pelayananny a terhadap para penumpang.
Penelitian ini menganalisa bagaimana perusahaan angkutan darat (travel) dengan strategi pemasarannya dapat menumbuhkan citra, sehingga pelanggan percata dan menjadi customer yang loyal.
>Komitmen organisasional pada travels nasional memiliki kelemahan pada aspek continuance commitment disebabkan rendahnya tingkat gaji yang diterima dibandingkan dengan cost of living yang dikeluarkan.
Customer perceived value
Persamaan adalah analisa terhadap nilai pelanggan
Dalam penelitian ini nilai pelanggan yang superior terdapat dalam keunggulan posisioning.
Nilai pelanggan berpengaruh positif terhadap citra
4
Eggert Andreas & Ulaga (2002)
Kualitas pelayanan mengalami peningkatan dan loyalitas pelanggan domestik memberikan pengaruh positif.
74
Lanjutan Tabel 2.1 No
5
Peneliti
Judul
Persamaan
Perbedaan
Hasil Penelitian
Melewar, Saunders (2000)
The Corporate Visual Identity System (CVIS) is the basis of the corporate differentiatio n and the core of the company’s visual identity.
Menganalisa CVIS sebagai dasar dari pembedaan perusahaan dan inti dari identitas perusahaan secara visual
Dalam penelitian ini, pembedaan dianalisis dalam dua sub variable yaitu pembedaan produk dan biaya relatif rendah
Corporate Visual Identity System (CVIS) sebagai dasar dari pembedaan perusahaan dan inti dari identitas perusahaan secara visual
Dari Tabel 2.1 diatas, menunjukkan variabel-variabel yang diteliti terdapat beberapa penelitian yang variabelnya sama namun menggunakan dimensi dan pengukuran indikator yang berbeda dengan penelitian ini, yang disesuaikan dengan aplikasi di lapangan. Berdasarkan hal tersebut maka terdapat beberapa perbedaan antara penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dituangkan dalam penelitian tesis ini. Perbedaan itu dapat dilihat dari beberapa aspek berikut: 1. Dilihat dari dimensi masing-masing variabel penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu pada hubungan variabel yang sama dengan penelitian, demikian pula dengan indikator pengukuran yang berbeda dengan peneliti sebelumnya.
75
2. Belum ada penelitian yang mengkaji hubungan secara menyeluruh antara kinerja bauran pemasaran, keunggulan posisional sebagai strategi keunggulan bersaing, dan dampaknya terhadap citra. 3. Unit pengamatannya atau analisis adalah pelanggan (penumpang) kendaraan perusahaan angkutan darat (travel). Beberapa peneliti yang juga mengkaji pada beberapa hubungan variabel yang sama dengan peneliti menggunakan unit analisis yang berbeda dengan penelitian ini.
2.2.
Kerangka Pemikiran Melihat fenomena yang terjadi saat ini, persaingan bisnis dalam berbagai
industri berlangsung secara dinamis sejalan dengan perubahan-perubahan lingkungan yang dramatis. Tingkat persaingan yang semakin ketat, perubahan selera konsumen, kemajuan teknologi, serta perubahan sosial ekonomi memunculkan berbagai tantangan di era modern saat ini. Pergeseran selera konsumen dan tuntutan kebijakan pemerintah akan pelayanan prima, memaksa perusahaan angkutan darat (travel) meningkatkan pelayanannya sebaik mungkin. Citra yang buruk atas sejumlah perusahaan angkutan darat di Indonesia menambah daftar panjang akan ketidakmampuan pengelolaan dan menunjukkan kelemahan dalam mengelola dan membenahi system transportasi di Indonesia. Dimana perusahaan angkutan darat relatif sulit untuk bersaing dan mencapai target pasar, jika terus dibiarkan maka sejumlah perusahaan tidak akan mampu beroperasi secara efisien dan efektif, terjadinya kesenjangan antara layanan
76
dengan harapan, perusahaan tidak dapat menjamin kepuasan penumpang selama perjalanan yang akhirnya berakibat kepercayaan penumpang terhadap citra perusahaan angkutan darat (travel) menjadi minim. Dari kajian pustaka yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memiliki kerangka pemikiran yang disusun dan diorganisasikan dalam 3 variabel utama, yaitu : (1). Bauran Pemasaran Jasa, (2). Keunggulan Posisional, (3). Citra. Ketiga variabel tersebut sesuai dengan beberapa pendapat yang dikemukakan dibawah ini.
2.2.1 Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keunggulan Posisional Menurut Kotler dan Armstrong (2006:199) bahwa strategi penempatan berkaitan dengan rencana menempatkan sesuatu di benak konsumen yang menjadi pasar sasaran. Misalnya: posisi produk merupakan cara produk didefinisikan oleh konsumen pada atribut penting. Penempatan produk berarti menempatkan produk pada benak konsumen relatif dengan produk pesaing. Dalam hal ini, penempatan melibatkan penanaman manfaat dan merk pada benak konsumen yang berbeda dengan yang lain. Kotler dan Armstrong (2006:183) menyatakan bahwa, Market Positioning adalah dengan mengembangkan penempatan untuk segmen sasaran dan mengembangkan bauran pemasaran untuk segmen sasaran. Menurut Cravens (2003:212-213) bahwa, strategi penentuan posisi merupakan
kombinasi tindakan bauran pemasaran yang digunakan untuk
menggambarkan konsep penentuan posisi perusahaan kepada pembeli yang dituju.
77
Strategi ini meliputi produk fisik, jasa pendukung, distribusi, harga dan kegiatan promosi. Menurut pendapat, Payne Adrian (1993:147) Unsur unsur bauran pemasaran seperti produk jasa, harga, tempat, promosi, orang, dan proses-proses layanan pelanggan, mewakili hampir seluruh peluang yang tidak terbatas untuk positioning. Positioning yang berhasil membuat pelanggan lebih mudah melihat layanan sebuah perusahaan sebagai „berbeda‟ dari yang lain dan tahu dengan pasti apa yang diinginkan. Porter (1991:16) mengemukakan bahwa, strategi bersaing merupakan suatu kombinasi antara tujuan yang diperjuangkan oleh perusahaan dalam hal ini perusahaan dengan alat (kebijakan) yang digunakan yaitu pelaksanaan program bauran pemasaran jasa untuk mencapai tujuan tersebut atau pencarian posisi yang menguntungkan dalam suatu industri tempat persaingan. Lovelock (Widyantoro A 1999:21), Mengemukakan bahwa, manajer perlu memperhatikan untuk memberi nilai yang baik kepada pelanggan dan memperlakukan mereka dengan wajar dalam keputusan-keputusan yang melibatkan kedelapan komponen dari bauran pemasaran. Menurut Stanton, et al (1993:32) bahwa transaksi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia merupakan inti pemasaran. Oleh karena itu, perusahaan harus memaksimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki agar produk/jasa yang ditawarkan memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan pesaing.
78
Oleh karena itu maka pelaksanaan bauran pemasaran jasa perperusahaan diarahkan untuk memenangkan persaingan disuatu pasar sasaran. Bauran pemasaran jasa adalah serangkaian alat-alat pemasaran jasa yang dapat dikendalikan perusahaan untuk melayani segmen pasar sasaran, dimana dalam perkembangannya, 4P bauran pemasaran, telah bertambah lagi dengan 3P, yaitu orang (people), proses (process) dan sarana/bukti fisik (physical evidence) yang banyak digunakan untuk industri jasa, menurut (Rust et. al. 1996 : 10-11) dan dikenal sebagai bauran pemasaran jasa (service marketing mix). Suatu persaingan akan dimenangkan dengan syarat mampu menciptakan strategi bersaing (competitive strategy) yang mempunyai keunggulan bersaing (competitive advantage). Porter (1991:16) menyatakan bahwa, strategi bersaing merupakan suatu kombinasi antara tujuan yang diperjuangkan oleh perusahaan dalam hal ini perusahaan dengan alat (kebijakan) yang digunakan yaitu pelaksanaan program bauran pemasaran jasa simpanan untuk mencapai tujuan tersebut atau pencarian posisi yang menguntungkan dalam suatu industri tempat persaingan. Porter (1997:17) mengemukakan bahwa, keberhasilan dalam menjalankan strategi pada unit bisnis harus melakukan satu dari strategi bersaing generik. Kalau tidak, ia akan terjepit ditengah-tengah pasar yang kompetitif dan tidak memiliki keunggulan kopetitif apapun dan selanjutnya berada di bawah kinerja rata-rata perusahaan industri sejenis, karena pencapaian jenis keunggulan bersaing yang berbeda biasanya memerlukan tindakan yang berbeda pula.
79
Menurut Urban dan Star (1991:5) bahwa, strategi pemasaran berkaitan dengan keputusan tentang di mana akan bersaing, serta bagaimana manfaat dan nilai diciptakan untuk konsumen melalui penawaran produk dan jasa. Menurut Fandy Tjiptono (1998 : 6), bahwa, strategi pemasaran merupakan pernyataan baik secara implisit maupun eksplisit mengenai bagaimana suatu produk mencapai tujuannya. Sedangkan Tull dan Kahle (1990 : 69) menyatakan bahwa strategi pemasaran ada tiga langkah yaitu segmentasi, penentuan pasar sasaran dan penentuan posisi. Penerapan strategi keunggulan bersaing yang sesuai akan menghasilkan superior customer value baik berupa lower relative cost ataupun unique benefits. Selanjutnya superior customer value akan meningkatkan kepuasan pasar sasarannya yang pada gilirannya akan memberi respon positif dalam membentuk kepercayaan penumpang. Dalam memenangkan persaingan dipasar jasa angkutan darat yang bergerak dalam jasa transportasi, dituntut dapat menerapkan strategi bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, saluran distribusi, promosi, sumber daya manusia, sarana fisik, dan proses penyampaian yang tepat sehingga akan menciptakan keunggulan bersaing dan membentuk kepuasan serta kepercayaan penumpang. Perusahaan jasa angkutan darat (tarvel) sebaiknya memberikan nilai pada produk/ jasa yang diberikan yang mengandung unsur kepercayaan kepada penumpang. Bagi penumpang yang sudah merasa percaya, akan menjadikan konsumen komit kepada perusahaan tersebut.
80
2.2.2 Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Citra Pemasaran tidak hanya berbicara tentang menjual barang/jasa saja, melainkan di sana terkait juga masalah produk development, brand image, product inovation, personal branding, pemahaman terhadap konsumen dan sampai pada proses-proses yang sifatnya relasional. Ekuitas merek adalah nilai tambah (incremental utility) suatu produk yang diberikan melalui nama mereknya seperti misalnya Coke, Kodak, Levi‟s dan Nike (Farquhar, Han, dan Ijiri, 1991 dalam Yoo et al., 2000; Kamakura dan Russel, 1993; Park dan Srinivasan, 1994; Rangaswarmy, Burke dan Oliva, 1993). Para peneliti menduga bahwa ekuitas merek bisa diukur dengan mengurangi utilitas atribut fisik produk dari total utilitas suatu merek. Sebagai aset yang penting bagi perusahaan, ekuitas merek bisa meningkatkan cash flow bagi bisnis (Simon dan Sullivan, 1993). Dari sisi perilaku, ekuitas merek penting untuk memberikan diferensiasi yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif
berdasarkan
persaingan non harga (Aaker, 1991). Pengembangan konsep atau riset empiris yang menghubungkan antara aktivitas pemasaran dengan pembentukan ekuitas merek tergolong masih sedikit meskipun banyak hal yang menarik (Barwise, 1993). Shocker, Srivastava dan Ruekert (1994) mengatakan bahwa : believe more attention is needed in the development of more of a system view of brands and products to include how intangibles created by the pricing, promotional, service, and distribution decisions of the brand manager combine with the product itself to create brand equity and affect buyer decision making.(P.157)
81
Harga, adalah biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan suatu produk, diukur secara subyektif berdasarkan apa yang dirasakan di dalam benak konsumen. Pengeluaran Periklanan, adalah besarnya pengeluaran iklan yang dikeluarkan oleh produsen yang diukur berdasarkan persepsi subyektif konsumen untuk produk yang bermerek. Promosi Harga, adalah promosi penjualan terutama promosi harga yaitu pengurangan harga jangka pendek seperti potongan harga, obral, cuci gudang dan usaha promosi harga lain yang sejenis. Promosi harga diukur dari frekuensi relatif price deals (kesepakatan harga) yang dilakukan produk bermerek dan dirasakan oleh konsumen. Citra merupakan kesan yang diterima konsumen dari produsen yang menjual produk, yang biasanya diukur berdasarkan kualitas yang dirasakan. Persepsi kualitas adalah penilaian subyektif konsumen mengenai superioritas sebuah produk, pengalaman pribadi terhadap produk/jasa, kebutuhan yang unik, dan situasi konsumsi yang bisa mempengaruhi penilaian subyektif konsumen terhadap produsen. Dimensi ini diukur dari penilaian subyektif konsumen tentang kualitas merek produk yang lebih pada kualitas secara keseluruhan dari merek produk/jasa dibandingkan unsur kualitas secara individu. Loyalitas Merek merupakan komitmen yang mendalam untuk membeli kembali atau berlangganan produk atau jasa yang lebih disukai secara konsisten di masa yang akan datang. Kesadaran/asosiasi merek adalah segala sesuatu yang dihubungkan dengan daya ingatan konsumen terhadap suatu merek produk. Konstruk ini merupakan bentuk mix dari kesadaran akan asosiasi merek. Asosiasi merek akan menjadi lebih kuat ketika konsumen banyak mendapatkan
82
pengalaman dari produk atau dari komunikasi periklanan yang sering diterima dibandingkan produk lain yang lebih sedikit. Best Roger J (2009:37) Menyatakan bahwa, marketing strategies in these businesses are centered on customer needs and other sources of customer satisfaction. Lovelock (2001:64) menjelaskan bahwa, bisnis jasa sebagai suatu sistem, dimana pemasaran jasa merupakan penggabungan dari sistem operasi dan sistem penyajian jasa dengan media yang dipakai untuk mengkomunikasikan jasa kepada konsumen. Konsumen hanya mengetahui secara aktual tentang jasa yang diterima. Kotler (2000:435) menyatakan bahwa kesulitan yang dihadapi bisnis jasa dipengaruhi oleh elemen-elemen jasa misalnya lingkungan fisik, petugas yang merupakan kontak langsung dan di lihat, serta dirasakan oleh pelanggan. Oliver (Tjiptono F 2005:196) menyatakan bahwa, kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan merupakan suatu reaksi kognitif atau afektif yang muncul sebagai respons atas suatu atau sekelompok jasa pelayanan. Menurut Stanton, et al (1993:32) bahwa transaksi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia merupakan inti pemasaran. Oleh karena itu, perusahaan angkutan darat (travel) harus memaksimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki agar produk yang ditawarkan memiliki nilai yang tinggi dan citra yang baik dibandingkan dengan pesaing. Untuk memenangkan persaingan, suatu perusahaan dapat menciptakan dua dasar keunggulan bersaing yaitu; kepemimpinan menyeluruh (overall cost
83
leadership) dan diferensiasi (diferentiation). Kedua dasar keunggulan tersebut jika dihubungkan dengan cakupan pasar dapat menghasilkan tiga strategi, dimana strategi tersebut sebagai strategi generik untuk mencapai keunggulan bersaing. Porter (1991 ;16) menyatakan bahwa, keunggulan bersaing perusahaan dapat bersumber dari biaya rendah, yaitu perusahaan dapat melaksanakan seluruh aktivitas usaha secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan harga yang relatif lebih rendah dari pesaingnya, atau dari diferensiasi, dimana unit usaha berkonsentrasi untuk mencapai kinerja terbaik dalam memberikan manfaat bagi pelanggan. Sebagaimana diketahui strategi diferensiasi akan menempatkan perusahaan secara unik untuk memenuhi kebutuhan khusus konsumen. Secara umum perusahaan akan memberikan nilai penting bagi konsumen sehingga konsumen bersedia membayar harga premi (premium price). Untuk mendapatkan citra perusahaan yang baik dalam pandangan/benak konsumen maka komponen bauran pemasaran jasa harus berkualitas dan sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat pengguna jasa angkutan darat (travel).
2.2.3 Pengaruh Keunggulan Posisional Terhadap Citra Desired service ialah jenis jasa yang diharapkan pelanggan akan mereka terima. Itu adalah tingkat jasa yang diidam-idamkan, gabungan antara apa yang dapat dipercayai pelanggan dan apa yang seharusnya diberikan untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka, menurut Lovelock dan Wright (1999:94) Ekuitas merek memberikan keunggulan kompetitif yang sustainable karena mampu menciptakan suatu hambatan bersaing yang bermakna. Ekuitas
84
merek bisa dikembangkan dengan meningkatkan persepsi kualitas, loyalitas merek, dan kesadaran/ asosiasi merek dimana nilai ini tidak bisa dibangun ataukah dirusak dalam jangka pendek, tetapi hanya bisa diciptakan dalam jangka panjang melalui suatu desain investasi pemasaran secara hati-hati. Kotler & Keller (2006:288) mengemukakan pengertian positioning sebagai berikut : "Positioning is the act of designing the company's offering and image to occupy a distictive place in the mind of the target market." Positioning adalah tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan sehingga menempati posisi yang khas (dibandingkan pesaing) dalam benak pelanggan sasarannya. Tujuannya adalah untuk menempatkan merek dalam benak konsumen untuk memaksimalkan potensi dan nilai perusahaan. Hasil dari penetapan posisi adalah keberhasilan penciptaan nilai yang berfokus pada pelanggan dengan meyakinkan pasar sasaran untuk membeli produk jasa tersebut.
Benefit(Manfaat) Cost(biaya) manfaat fungsional, manfaat emosional biaya "time", biaya "energy", biaya "psychologis"
Customer value =
Sumber : Iman Santoso (International Bussiness Management 2010)
Secara keseluruhan landasan teori di atas, merupakan urutan konseptual yang dimulai dari teori umum manajemen pemasaran. Model paradigma penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
85
Bauran Pemasaran Jasa (X1) Produk Harga Saluran distribusi Promosi SDM Tampilan fisik Proses
Citra (Y) Citra perusahaan Citra produk Citra merek
Keunggulan Posisional (X2)
Nilai konsumen superior Biaya relatif rendah
Gambar 2.9 Paradigma Penelitian
86
2.3. HIPOTESIS
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran sebagaimana yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan jawaban sementara atas permasalahan yang dirumuskan menjadi hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
Hipotesis 1 Secara umum kinerja Bauran Pemasaran Jasa perusahaan angkutan darat (travel) dinilai sangat baik.
Hipotesis 2 Kinerja variabel Keunggulan Posisional perusahaan angkutan darat (travel) dinilai sangat baik.
Hipotesis 3 Nilai Citra perusahaan angkutan darat (travel) dinilai sangat baik.
Hipotesis 4 Bauran Pemasaran dan Keunggulan Posisional berpengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap Citra.
87
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode yang Digunakan Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu ekonomi sebagai acuan dasar pengembangan teori dan pemecahan masalah, khususnya pendekatan manajemen yang memfokuskan pada manajemen pemasaran jasa. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang analisa bauran pemasaran dan keunggulan posisional sebagai strategi keunggulan bersaing dampaknya terhadap citra perusahaan angkutan darat (travel). Sesuai dengan maksud tersebut maka jenis penelitian yang digunakan adalah descriptive dan verificative, karena penelitian ini bertujuan menguji jawaban masalah yang kebenarannya bersifat sementara (hipotesis) berdasarkan teori tertentu atau data empiris. Untuk itu metode penelitian yang digunakan adalah descriptive survey dan explanatory survey. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran ciri suatu variabel. Penelitian verifikatif bertujuan untuk menguji hipotesis melalui pengumpulan data di lapangan. Descriptive survey merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang objek penelitian dan explanatory survey adalah metode penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik, dan menjelaskan hubungan antar variabel yang diteliti dengan menggunakan sejumlah sampel (Cooper & Schindler, 2008:20). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kausalitas dengan menggunakan populasi/sampel yang bertujuan menjelaskan hubungan
88
antar variabel, time horizon datanya adalah cross sectional yang mencerminkan gambaran dari suatu keadaan pada suatu saat/waktu tertentu dan untuk unit penelitiannya pada perusahaan angkutan darat (travel) serta unit analisis adalah para pelanggan (penumpang) travel. Pengamatan dalam penelitian menggunakan cakupan waktu “one shoot” cross sectional. Informasi dari sampel responden dikumpulkan secara empirik, dengan tujuan untuk mengetahui pendapat dari responden terhadap objek yang diteliti. Tipe investigasi dalam penelitian ini kausalitas, dimana akan diuji pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya. Dilihat dari time horizon-nya, penelitian ini bersifat cross section, dimana informasi dari sampel responden dikumpulkan secara empirik, dengan tujuan untuk mengetahui pendapat dari responden terhadap objek yang diteliti, seperti dikemukakan (Sekaran, 2003: 161).
3.2. Operasionalisasi Variabel Dalam penelitian ini yang menjadi variabel eksogen adalah analisa bauran pemasaran dan keunggulan posisional, sedangkan variabel endogennya yaitu, citra perusahaan angkutan darat (travel). Variabel-variabel tersebut akan diukur dengan instrumen pengukuran dalam bentuk kuesioner yang bersifat tertutup yang memenuhi Skala Likert. Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, dan skor yang diperoleh mempunyai tingkat pengukuran ordinal. Variabel kinerja bauran pemasaran jasa meliputi 7 dimensi yaitu: kinerja produk, harga, lokasi, promosi, orang, tampilan fisik, dan proses. Variabel Keunggulan Positioning yang terdiri dari 2 dimensi meliputi nilai pelanggan superior dan biaya relatif rendah. Variabel citra terdiri dari 3 dimensi yaitu citra
89
perusahaan, citra produk dan citra merek. Secara operasional untuk keperluan pengukuran, maka disajikan dalam Tabel 3.1. berikut ini: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Konsep Variabel [1] Kinerja Bauran Pemasaran Jasa (Kombinasi seluruh unsur bauran pemasaran jasa angkutan darat yang terdiri atas produk/jasa, harga/tarif, saluran distribusi, promosi, people, tampilan fisik dan proses yang ditawarkan kepada penumpang (X1)) Zeithaml Valerie & Bitner Mary Jo (2006:26)
Sub Variabel/ Dimensi [2] Produk/Jasa
Indikator [3]
Ukuran [4]
Nomor Kuesioner [5]
Skala [6]
Variasi jadwal perjalanan
Tkt.variasi jadwal pemberangkatan n
1
Ordinal
Pemesanan dan Pembayaran Tiket
Tkt.kemudahan pemesanan & pembayaran tiket
2
Ordinal
Pemberangkat an
Tkt.ketepatan waktu pemberangkatan
3
Ordinal
Ruangan kendaraan
Tkt.kebersihan ruang mobil
4
Ordinal
Toilet
Kebersihan
5
Ordinal
Tempat bagasi
Tkt.keleluasaan ruang bagasi
6
Ordinal
Keamanan
Tkt. Jaminan keamanan
7
Ordinal
Kenyamanan
Tkt. kenyamanan
8
Ordinal
Pengambilan bagasi
Tkt.kecepatan dan keamanan pengambilan barang di bagasi
9
Ordinal
Ketersediaan bacaan
Tkt.ketersediaan bacaan
10
Ordinal
90
Lanjutan Tabel 3.1 Konsep Variabel [1]
Sub Variabel/ Dimensi [2]
Indikator [3]
Harga/Tarif
Tarif yang ditawarkan
Nomor Kuesioner [5]
Skala [6]
Tkt.tarif yang ditawarkan
11
Ordinal
Kejelasan komponen biaya
Tarif biaya
12
Ordinal
Biaya kelebihan barang bawaan
Tarif biaya kelebihan barang
13
Ordinal
Tkt.kesesuaian tarif dengan fasilitas yang diberikan
14
Ordinal
Kemudahan akses kelokasi penjualan tiket
Tkt.kemudahan mencapai lokasi penjualan tiket
15
Ordinal
Suasana lingkungan travel
Tkt.kemudahan dan kenyamanan travel
16
Ordinal
Lokasi travel
Tkt.kemudahan mencapai lokasi travel
17
Ordinal
Daya tarik bauran promosi
Tingkat daya tarik promosi perusahaan
18
Ordinal
Tkt.kemudahan memahami isi promosi
19
Ordinal
Tingkat kesederhanaan
20
Ordinal
Tingkat daya tarik pemberian discount
21
Ordinal
Tingkat daya tarik personality
22
Ordinal
Kesesuaian tarif dengan fasilitas yang diberikan
Saluran Distribusi/ Lokasi
Promosi
Kemudahan memahami isi promosi Kesederhanaan pesan promosi
Daya tarik discount
Daya tarik orang (personality)
Ukuran [4]
91
Lanjutan Tabel 3.1 Konsep Variabel [1]
Sub Variabel/ Dimensi [2] Sumber Manusia
Daya
Indikator [3]
Ukuran [4]
Nomor Skala [6] Kuesioner [5]
Kemampuan petugas di area loket dan checkin
Tkt.Kemampuan petugas di area loket dan check in
23
Ordinal
Keramahan petugas
Tkt.keramahan petugas di area loket
24
Ordinal
Kecakapan petugas dalam merespon kebutuhan penumpang
Tkt.kecakapan petugas di area check in dalam merespon kebutuhan penumpang
25
Ordinal
26
Ordinal
27
Ordinal
28
Ordinal
29
Ordinal
Penampilan driver
30
Ordinal
Tkt.keramahan & kesopanan petugas di tempat tujuan
31
Ordinal
32
Ordinal
Penampilan petugas Kemampuan Pengemudi Keramahan pengemudi Kecakapan pengemudi Penampilan pengemudi Keramahan & kesopanan petugas di tempat tujuan Kesediaan petugas memberikan pelayanan di tempat tujuan
Tkt. Penampilan petugas Tkt. kemampuan driver Tkt. keramahan driver Tkt.kecakapan driver
Tkt.kesediaan petugas memberikan pelayanan di tempat tujuan
92
Lanjutan Tabel 3.1 Konsep Variabel [1]
Sub Variabel/ Dimensi [2] Tampilan Fisik
Proses
Indikator [3]
Ukuran [4]
Nomor Kuesioner [5]
Skala [6]
Kapasitas kendaraan
Tkt.kesesuaian kapasitas kendaraan
33
Ordinal
Ruang tunggu
Tkt.kenyamanan ruang tunggu
34
Ordinal
Tempat duduk
Tkt kenyamanan tempat duduk
35
Ordinal
Bagasi
Tkt.keamanan ruang bagasi
36
Ordinal
Ruang bagasi
Tkt.keamanan ruang bagasi
37
Ordinal
Kesederhanaan prosedur pengecekan barang
Tkt.kesederhanaan prosedur pengecekan barang
38
Ordinal
Ketertiban proses pelayanan
Tkt. ketertiban proses pelayanan
39
Ordinal
Prosedur penanganan bagasi
Tkt. kecepatan prosedur pelayanan bagasi
40
Ordinal
Kemudahan mendapatkan tempat duduk di kendaraan
Tkt.kemudahan pencarian tempat duduk di kendaraan
41
Ordinal
Penggunaan alat bantu keselamatan
Tkt.kejelasan penggunaan alat penyelamatan
42
Ordinal
Makanan/Snack
Layanan Snack
43
Ordinal
Kedisiplinan petugas
Tkt.kedisiplinan petugas travel
44
Ordinal
Pengaduan masalah
Tkt.kemudahan pengaduan masalah
45
Ordinal
93
Lanjutan Tabel 3.1 Konsep Variabel [1]
Subvariabel/ Dimensi [2]
Keunggulan Posisional (Kapabilitas perusahaan yang berkaitan dengan nilai pelanggan (penumpang) yang superior, serta biaya yang relatif rendah unggul dibandingkan dengan pesaing. (X2)) Day George (1999:131)
S
Citra (Perasaan seseorang yang dihasilkan dengan membandingkan kinerja suatu produk/jasa dengan produk/jasa pesaing menurut pelanggan. (Y)) Kotler dan Keller (2009:164); Lovelock (2001:57)
Pembedaan pemosisian (Differentiat ed positions)
Biaya relatif rendah (lower relative cost)
Citra perusahaan
Indikator [3]
Ukuran [4]
Nomor Kuesioner [5]
Skala [6]
Umur dan jenis kendaraan
Tkt.kemampuan dalam pelayanan
46
Ordinal
Layanan dengan teknologi Informasi
Tkt.ketersediaan dan kelengkapan layanan
47
Ordinal
Keahlian karyawan dan pengalaman supir
Tkt.keahlian dan pengalaman
48
Ordinal
Image
Tkt.kesesuaian reputasi
49
Ordinal
Kesesuaian kualitas layanan dengan biaya yang dikeluarkan
Tkt. perbandingan kualitas layanan yang diberikan dengan biaya yang dikeluarkan
50
Ordinal
Variasi biaya dalam perjalanan
Adanya variasi biaya tambahan dalam perjalanan
51
Ordinal
Kelas ekonomi dalam perjalanan
Tkt.keterjangkau an biaya untuk kelas ekonomi
52
Ordinal
Profesionalisme perusahaan memberikan pelayanan
Tkt. profesionalisme pelayanan
53
Ordinal
Tkt. Integritas perusahaan
54
Ordinal
Tkt. Reputasi perusahaan
55
Ordinal
Tkt.keadilan
56
Ordinal
Kesungguhan perusahaan
Kesungguhan
57
Ordinal
Kepedulian perusahaan
Keperdulian
58
Ordinal
Integritas perusahaan Reputasi perusahaan Keadilan dalam melayani setiap penumpang
94
Citra Produk
Citra Merek
Jenis kendaraan
jenis kendaraan
59
Ordinal
Kemudahan alat P3K
Alat kesehatan
60
Ordinal
Ketersedian tv dan headphone untuk musik (Internet, MP3, Radio)
Hiburan
61
Ordinal
Internet
62
Ordinal
Pendukung fisik
Tkt. pendukung fisik Papan Informasi
63
Ordinal
64
Ordinal
Pengaturan terhadap suhu udara yang baik
Pengaturan suhu udara
65
Ordinal
Pengaturan/penguk uran intensitas cahaya
Cahaya ruang kendaraan
66
Ordinal
Peralatan lainnya
peralatan pendukung
67
Ordinal
Kesesuian janji yang diberikan
Tkt.kesesuain janji perusahaan travel
68
Ordinal
Memperhatikan dan memahami kebutuhan penumpang selama perjalanan
Tkt.Kepedulian
69
Ordinal
Komunikasi
70
Kecepatan dan kesigapan petugas
Tkt.kecepatan layanan
71
Ordinal
Penanganan komplain
72
Ordinal
Kesigapan
73
Ordinal
mutu layanan
74
Ordinal
mutu produk
75
Ordinal
Asuransi
76
Ordinal
Konsistensi mutu
Asuransi
Ordinal
3.3 Sumber dan Cara Penentuan Data 3.3.1 Sumber Data Sumber data/informasi dalam penelitian ini berdasarkan kepada jenis data yang diperlukan. Data yang diolah (dianalisis) dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa jawaban responden, yang dikuantifikasikan dalam bentuk skor. Adapun data dalam penelitian ini data yang digunakan terdiri atas dua jenis :
95
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak perusahaan angkutan darat (travel) dengan cara survei, menyebarkan kuesioner, dan wawancara dengan respondennya penumpang travel, dengan menggunakan teknik pengumpulan data tertentu yang dibuat secara khusus untuk itu (Sekaran Uma, (2000:221); Mudrajad Kuncoro (2006:127); Zikmund (2000:124). 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak kedua merupakan data penunjang yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini berupa data penelitian empirik dilapangan yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi perusahaan angkutan darat nasional.
3.3.2 Cara Penentuan Data Umi Narimawati (2010) menjelaskan bahwa : Populasi target merupakan kumpulan dari satuan/unit yang ingin kita buat inferensi/generalisasinya, populasi studi merupakan kumpulan dari satuan di mana kita mengambil sampel, percontoh/sampel merupakan kumpulan dari unit yang kita ambil dari populasi studi di mana pengukuran dilakukan. Populasi tidak lain adalah himpunan, sedangkan himpunan yang dimaksud dalam penelitian dapat berupa benda, manusia, gejala, peristiwa, atau hal-hal lain yang memiliki karakteristik tertentu untuk memperjelas masalah penelitian (Winarno, 1990; Kerlinger, 1995; dan Suharsimi, 1996). Sedangkan menurut Uma Sekaran (2000:266) populasi menunjukkan keseluruhan grup dan orang-orang, peristiwa atau barang-barang yang diminati dan ingin dikaji oleh peneliti untuk
96
diselidiki. Dengan demikian populasi dalam penelitian ini meliputi keseluruhan pihak yang dijadikan sumber informasi bagi indikator-indikator yang mengukur setiap variabel, kinerja bauran pemasaran, keunggulan posisional, dan citra perusahaan angkutan darat (travel). Untuk memperoleh sampel yang representatif, ada beberapa langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Pertama, menginventarisasi rata-rata jumlah penumpang beberapa perusahaan angkutan darat (travel). Kedua, menentukan ukuran sampel dari besarnya populasi yang berupa jumlah penumpang. Dalam penelitian ini proses penarikan sampel minimal dapat dilakukan dengan teknik stratified random sampling melalui dua tahap (two stage cluster sampling), yaitu melakukan random tahap pertama untuk menentukan jumlah perusahaan angkutan darat (travel) yang menjadi sampel wilayah penelitian dan kemudian melakukan random tahap kedua dengan cara Purposive sampling untuk menentukan jumlah penumpang yang menjadi responden pada perusahaan travel yang telah dipilih. Menurut Moh. Nazir (1988: 369) penarikan sampel secara random dari SPU dilakukan dengan menggunakan rumus: f
m M
Dimana: f = sampel fraction m = besar unit sampel M = jumlah SPU
97
Menurut Gay (dalam Husein Umar, 1998: 108) mengatakan bahwa ukuran sampel fraction untuk penelitian yang menggunakan metode diskriptif– korelasional minimal 20% dari populasi. Dalam penelitian ini ukuran sampel untuk memperoleh data primer ditentukan dalam bentuk uji statistika yang akan digunakan yaitu model persamaan struktural atau Structural Equation Modeling (SEM). Secara umum ukuran sampel untuk model persamaan struktural paling sedikit 200 pengamatan (Kelloway, 1998; Marsh et.al), atau 100 perusahaan (Ibu Umi Narimawati). Jőreskog dan Sőrbom (1988:32) dalam Achmad Bachrudin dan Harapan L. Tobing;2003:68), menyatakan bahwa hubungan antara banyaknya variabel dan ukuran sampel minimal dalam model persamaan struktural :
Tabel 3.2 Ukuran Sampel Minimal dengan Banyaknya Variabel Banyaknya variabel Ukuran sampel minimal 3 200 5 200 10 200 15 360 20 630 25 975 30 1395 Sumber: Bachrudin Achmad dan Harapan L, Tobing. (2003:68)
Hair (1998:605) menyatakan tidak ada kriteria tunggal untuk menentukan ukuran sample dalam SEM, namun perlu diperhatikan rasio sample terhadap parameter (indikator) agar mencapai rasio 15 yang berarti tidak hanya memperhitungkan banyak variabel. Metode yang digunakan adalah survei, yaitu mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
98
pengumpul data utama (Masri Singarimbun, 1995:3). Cara penentuan sampel yang dilakukan dengan teknik stratified random sampling untuk memperoleh sampel minimal yang representative digunakan rumus berikut ini:
n
N N (d ) 2 1
(Yamane, dalam Rakhmat, 1999:82)
Dimana : n = ukuran sampel minimal N = ukuran populasi d = presisi yang digunakan
Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Menurut Uma Sekaran (2000:283) bahwa, sampel ditarik dengan memisahkan elemen-elemen populasi dalam kelompok kelompok yang memiliki strata. Sampel diambil dari populasi yang pernah menggunakan jasa angkutan darat (travel). Selanjutnya dari ukuran sampel penumpang, dilakukan secara proporsional dengan tidak memberikan peluang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, dengan rumus Al-Rasyid (1993) sebagai berikut: ni
Ni n N
Dimana : ni = Ukuran sampel penumpang Ni = Ukuran populasi pada setiap perusahaan travel terpilih N = Ukuran populasi secara keseluruhan n = Ukuran sampel keseluruhan dari populasi
99
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi sasaran adalah perusahaan angkutan darat (travel), sedangkan unit analisis adalah pelanggan (penumpang) travel. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Melakukan observasi, yaitu pengumpulan data dengan mengamati kegiatan penumpang secara langsung yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 2. Menyebarkan kuesioner, kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang disampaikan langsung kepada responden, menyangkut kinerja bauran pemasaran, keunggulan positioning dan citra 3. Melakukan wawancara dengan semua pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, agar dapat mengungkap fakta yang terjadi dilapangan. 4. Dokumentasi, dilakukan dengan menelaah dan mengkaji catatan/laporan dan dokumen-dokumen lain dari berbagai lembaga yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Data primer yang diperoleh dari kuesioner disusun dengan skala ordinal berpedoman pada Likert Summated Rating. Sebelum kuesioner dipakai untuk mengumpulkan data primer, maka dilakukan uji coba kuesioner terlebih dahulu untuk menguji validitas dan reliabilitasnya.
100
3.4.1 Uji Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur, atau sejauh mana alat ukur yang digunakan mengenai sasaran. Semakin tinggi validitas suatu alat test, maka alat tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat test tersebut menjalankan fungsi pengukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya test atau penelitian tersebut. Langkah-langkah uji validitas: 1) menganggap skor butir pertanyaan sebagai nilai X dan skor total sebagai nilai Y; 2) mengkorelasikan butir-butir soal pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan teknik korelasi pearson dengan rumus: n
ryx
n
n
i 1
i 1
n X i Yi X i Yi i 1
2 n n n n 2 2 n X i X i n Yi Yi i 1 i 1 i 1 i 1 2
dimana: rxy adalah koefisien validitas item yang dicari, X adalah skor butir masing-masing pertanyaan, dan Y adalah skor total pertanyaan. Angka korelasi yang diperoleh secara statistik dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Bila rhitung > rtabel berarti data tersebut signifikan (valid) dan layak digunakan dalam pengujian hipotesis penelitian.
101
Dan sebaliknya bila rhitung < rtabel data tersebut tidak signifikan (tidak valid) dan tidak akan diikutsertakan dalam pengujian hipotesis penelitian.
3.4.2
Uji Reliabilitas Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat konsistensi hasil pengukuran
jika dilakukan pengukuran ulang terhadap gejala dan alat ukur yang sama. Yang dimaksud dengan reliabilitas adalah menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas menunjukan tingkat keterandalan tertentu. Reliabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. (Suharsimi Arikunto, 2002:154) Untuk melakukan uji reliabilitas, penulis menggunakan rumus alpha. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Membuat daftar distribusi nilai untuk setiap bulir angket dengan langkahlangkah sebagai berikut : a. Memberikan nomor pada angket yang masuk. b. Memberikan skor pada setiap bulir sesuai dengan bobot yang telah ditentukan yakni kategori 5 skala Likert. c. Menjumlahkan skor untuk setiap responden dan kemudian jumlah skor ini dikuadratkan. d. Menjumlahkan skor yang ada pada setiap bulir dari setiap jawaban yang diberikan responden.
102
e. Mengkuadratkan skor jawaban dari tiap-tiap responden untuk setiap bulir dan kemudian menjumlahkannya. 2. Menghitung koefisien r untuk uji reliabilitas dengan menggunakan rumus alpha sebagai berikut : 3.
k b2 r11 = 2 k 1 t Keterangan : r11 = Reliabilitas Instrumen k = banyaknya bulir soal 2 = jumlah varian bulir b
t2
= varian total
Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan koefisien reliabilitas instrumen, terlebih dahulu setiap bulir tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan jumlah varian bulir ( b2 ) dengan rumus sebagai berikut :
2
(X ) n n
2 X
2
2. Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan perhitungan untuk mendapatkan varian total ( t2 ) 3. Mengkonsultasikan nilai r dengan pedoman interpretasi koefisien korelasi untuk mengetahui apakah instrumen angket yang digunakan reliabel atau tidak.
103
Dalam
penelitian
ini,
penentuan
ukuran
sample
memperhatikan aturan sebagai berikut : Jenis penelitian •
Eksplorasi awal: 1 percontoh mungkin cukup
•
Generalisasi - harus representative
Skala-ukur variabel dependen •
Kategorikal/proporsional
•
Kontinyu (interval)
Derajat ketepatan perkiraan yang diinginkan •
Semakin tinggi ~ semakin besar sample
Variabel dependen : kategori •
Satu populasi :
2 z 1-/2 * p * q n= 2 d
n= Z= p= d=
Jumlah percontoh dibutuhkan Nilai Baku distribusi normal pada a tertentu proporsi sesuatu; q=1-p derajat akurasi (presisi) yang diinginkan
o
Dua populasi :
n=
( z 1-/2
2pq + z
1-
)2
p q +p q 1
1
2
2
( p - p )2 1
2
n= Jl. Percontoh dibutuhkan=n1=n2 Z= Nilai Baku distribusi normal pada a atau tertentu p1= proporsi sesuatu pd klp I; q1=1-p1 p2= proporsi sesuatu pd klp II; q2=1-p2 p= (p1+p2)/2; q=1-p
juga
dengan
104
VARIABEL DEPENDEN: KONTINYU •
SATU POPULASI : 2 2 ( z1- + z1- ) n= ( 0 - a )2
n= Z= = =
Jl. Percontoh dibutuhkan Nilai Baku distribusi normal pada a / tertentu Standar deviasi (simpang baku) Rerata
DUA POPULASI :
2 2 ( z1- + z1- )2 n= ( 1 - 2 )2 n= Jl. Percontoh dibutuhkan Z= Nilai Baku distribusi normal pada a tertentu 2=Varians Gabungan (Pooled Variance)=(S12 + S22 )/2 1= Rerata kelompok I; 2= Rerata kelompok II;
3.5.
Rancangan Analisis Data dan Uji Hipotesis
3.5.1
Rancangan Analisis Data Pada penelitian ini, digunakan dua jenis analisis yaitu (1) analisis
deskriptif khususnya bagi variabel yang bersifat kualitatif dan (2) analisis kuantitatif be rupa pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik. Analisis
105
deskriptif digunakan untuk melihat faktor penyebab sedangkan analisis kuantitatif menitikberatkan dalam pengungkapan perilaku variabel penelitian. Dengan menggunakan kombinasi metode analisis tersebut dapat diperoleh generalisasi yang bersifat komprehensif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dalam penelitian ini, sehingga akan diperoleh informasi atau gambaran tentang pelaksanaan kinerja bauran pemasaran, keunggulan positioning, citra angkutan darat (travel) Indonesia, yang merupakan penjabaran tujuan penelitian satu sampai dengan empat dalam penelitian ini. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis deskriptif adalah sebagai berikut: 1. Setiap indikator/sub variabel yang dinilai oleh responden, diklasifikasikan ke dalam lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala ordinal yang menggambarkan peringkat jawaban. Peringkat jawaban setiap indikator diberi skor antara 1 sampai dengan 5. 2. Dihitung total skor setiap variabel/sub variabel = jumlah skor dari seluruh skor indikator variabel untuk semua responden. 3. Dihitung skor setiap variabel/subvariabel = rata-rata dari total skor 4. Untuk mendeskripsikan jawaban responden juga digunakan statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi dan ditampilkan dalam bentuk tabel ataupun grafik dengan menggunakan bantuan software Excell dan SPSS 5. Untuk menjawab deskripsi tentang masing-masing variabel penelitian ini digunakan rentang kriteria penilaian:
106
RS = n(m-1)/m n = jumlah sampel (dalam penelitian ini 400) m = jumlah alternatif jawaban tiap item (5 alternatif) Selanjutnya untuk menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dapat dilihat dari perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal. Skor aktual diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh pendapat responden sesuai klasifikasi bobot yang diberikan (1, 2, 3, 4, dan 5). Sedangkan skor ideal diperoleh melalui perolehan prediksi nilai tertinggi dikalikan dengan jumlah kuesioner dikalikan jumlah responden.
Misalnya untuk variabel kinerja bauran pemasaran jasa terdiri dari 7 sub variabel dengan 15 item kuesioner dengan jumlah responden 400 orang, maka akan diperoleh kriteria berikut ini: Skor aktual
: jawaban seluruh responden (400) orang atas 45 kuesioner yang diajukan = 60.425.
Skor ideal
: bobot tertinggi yakni 5 x 400 x 45 = 90.000
% Skor aktual : skor aktual dibagi skor ideal berarti (60.425/90.000) x 100% = 67.14%. Selanjutnya hasil tersebut, dikonfirmasi dengan kriteria yang telah ditetapkan yang menunjukkan kriteria cukup. Selain dianalisis secara deskriptif untuk menjawab tujuan penelitian 1, maka selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif (verifikatif) untuk menjawab tujuan penelitian 2, 3, 4, dan 5 dengan menggunakan alat uji Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling/SEMl). SEM merupakan suatu teknik
107
statistik yang menganalisis variabel indikator, variabel laten, dan kekeliruan pengukuran (Joreskog & Sorbom, 1996). SEM digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel laten yang satu dengan variabel laten yang lain yang dikenal sebagai persamaan struktur (structural equation) yang bersama-sama melibatkan kekeliruan pengukuran. Selain itu, model persamaan structural ini dapat digunakan untuk menganalisis hubungan dua arah (reciprocal). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan program LISREL (Linier Struktural Relationship) 8.30 yang merupakan paket program statistik untuk Structural Equation Model (SEM). Pengujian model penelitian untuk mengukur faktorfaktor yang diidentifikasi dilakukan dengan Confirmatory Factor Analysis Approach. Craig (1999:43) mengutif pernyataan Marcoulides bahwa teknik Structural Equation Model yang merupakan „causal modeling’ adalah unsur dasar dari analisis multivariat terapan. Teknik Structural Equation Model dapat digunakan untuk
menginvestigasi
hubungan
yang dihipotesiskan
antara
serangkaian latent constructs. Model persamaan struktural terdiri dari dua jenis variabel yaitu variabel manifes dan variabel laten. Variabel manifes merupakan variabel observasi yang mewakili spesifik latent constructs, sedangkan variabel laten merupakan theoretical constructs. Dengan model persamaan struktural dimungkinkan untuk mengkuantifisir hubungan antara beberapa variabel manifes menjadi variabel laten dalam jumlah yang lebih sedikit.
108
Seperti dikutip Craig (1999:44), dinyatakan bahwa analisis faktor konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis) merupakan yang lebih banyak digunakan dibandingkan analisis eksploratori (Eksploratory Factor Analysis). Hal ini disebabkan karena para peneliti memanfaatkan spesifikasi teoritis dari latent constructs sebagai hipotesis yang akan diuji berdasarkan data korelasional. Data penelitian dari penyebaran kuesioner memiliki tingkat pengukuran ordinal. Untuk melakukan analisis dengan menggunakan program LISREL 8.70 memerlukan data dengan skala pengukuran sekurang-kurangnya interval. Maka untuk keperluan analisis terlebih dahulu dilakukan transformasi data dari skala ordinal ke interval dengan menggunakan metode Succesive Intervals Method, dengan langkah kerja sebagai berikut: (1) Memperhatikan setiap item pertanyaan/pernyataan. (2) Untuk setiap item pertanyaan/pernyataan, tentukan berapa banyak responden yang mendapat skor 1,2,3,4, dan 5 yang selanjutnya disebut frekuensi (f). (3) Tentukan proporsi (p) dengan cara membagi setiap frekuensi dengan banyaknya responden. (4) Menghitung proporsi kumulatif (pk). (5) Menghitung nilai Z setiap proporsi kumulatif yang diperoleh dengan menggunakan tabel normal. (6) Menghitung nilai densitas normal (fd) yang sesuai dengan nilai Z. (7) Tentukan nilai skala untuk setiap nilai Z dengan rumus sebagai berikut:
109
(Density at lower limit) - (Density at upper limit) Scale Value = (Are below upper limit) - (Area below lower limit)
Dimana, Density at lower limit
: Kepadatan Batas Bawah
Density at upper limit
: Kepadatan Batas Atas
Area Under upper limit : Daerah di bawah Batas Area Under lower limit : Daerah di bawah Batas Bawah
(8) Sesuaikan nilai skala ordinal ke interval, yaitu scale value yang nilainya terkecil (harga negative yang terbesar) diubah menjadi sama dengan satu melalui transformasi sebagai berikut: Transformed Scale Value = Scale Value + Scale ValueMinimum + 1 Alasan penulis menggunakan model persamaan struktural untuk menganalisis hipotesis penelitian ini, sesuai pendapat Kelloway Seperti dikutip Bahrudin & Tobing (2003:5), yaitu: 1.
Penelitian sosial umumnya menggunakan pengukuran-pengukuran untuk menjabarkan konstruk. Dengan SEM sekaligus dapat mengevaluasi kualitas pengukuran, yaitu reliabilitas dan validitas suatu alat ukur.
2.
Dalam penelitian ini, peneliti sangat tertarik terhadap prediksi. Dalam melakukan prediksi tidak hanya melibatkan model 2 (dua) variabel, tetapi juga dapat melibatkan model yang berupa struktur hubungan antara beberapa variabel yang diteliti.
110
3.
Dengan SEM dapat melayani sekaligus suatu analisis kualitas pengukuran dan prediksi. Khususnya dalam model-model variabel laten, model ini merupakan suatu model yang fleksibel dan sangat ampuh secara simultan memeriksa kualitas pengukuran dan hubungan prediktif antar konstruk.
Sedangkan alasan-alasan mengapa menggunakan LISREL menurut Bachrudin & Tobing (2003) adalah sebagai berikut: 1. Kualitas pengukuran dilibatkan dalam perhitungan 2. Tidak hanya variabel indikator, variabel laten juga diikutsertakan dalam analisis. 3. Dengan
menggunakan
LISREL
dimungkinkan
untuk
pengembangan
konsep-konsep atau teori.
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menggunakan Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model) menurut Hair, Anderson and Black (1998) adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama: Membangun model yang berbasis teori. SEM berdasarkan pada hubungan sebab akibat, di mana perubahan yang terjadi pada suatu variabel diasumsikan untuk menghasilkan perubahan pada variabel lain. Pada tahap ini model teoritis dikembangkan sesuai dengan model yang akan diamati yang mana hal ini sudah tercermin dalam kerangka pemikiran. 2. Langkah kedua: Membangun diagram alur hubungan sebab akibat.
111
SEM menggambarkan hubungan antar variabel pada sebuah diagram alur yang secara khusus dapat membantu dalam menggambarkan rangkaian hubungan sebab akibat antar konstruk dari model teoritis yang telah dibangun pada tahap pertama. Diagram alur menggambarkan hubungan antar konstruk dengan anak panah yang digambarkan lurus menunjukkan hubungan kausal langsung dari suatu konstruk ke konstruk lainnya. Konstruk eksogen, dikenal dengan independent variabel yang tidak diprediksi oleh variabel yang lain dalam model. Konstruk eksogen adalah konstruk yang dituju oleh garis dengan satu ujung panah. 3. Langkah ketiga: Menjabarkan diagram alur ke dalam persamaan matematis. Berdasarkan konsep model penelitian pada tahap dua di atas dapat diformulasikan dalam bentuk matematis. Persamaan yang dibangun dari diagram alur yang konversi terdiri atas: a)
Persamaan struktural (structural model), menyatakan hubungan kausalitas untuk menguji hipotesis.
b)
Model pengukuran (measurement model), menyatakan hubungan kausalitas antara indikator dengan variabel penelitian (latent).
4. Langkah keempat: Memilih tipe matriks input. Dalam pengujian, matriks input yang digunakan adalah matriks korelasi. 5. Langkah kelima: Menaksir identifikasi persamaan model. Masalah dalam identifikasi pada prinsipnya adalah pada problem mengenai ketidakmampuan model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang baik. Pada langkah ini dapat dilakukan dengan melihat:
112
a) Standar error yang lebih besar untuk satu atau lebih koefisien b) Korelasi yang tinggi (lebih besar atau sama dengan 0,9) diantara koefisien estimasi. 6. Langkah keenam: Interpretasi model atau hasil pengujian. Pada tahap ini hasil diinterpretasikan dan dikaji secara teoritis dan mendalam. Penjelasan-penjelasan logis diuraikan atas temuan.
3.5.2
Pengujian Hipotesis Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model persamaan
struktural atau Struktural Equation Modeling (SEM), yaitu salah satu teknik multivariat yang memeriksa rangkaian hubungan ketergantungan antar variabel. Biasanya digunakan jika satu variabel dependen menjadi variabel independen dalam hubungan ketergantungan yang berikutnya. Model persamaan struktural terdiri atas persamaan pengukuran dan persamaan struktural. Hubungan antara variabel indikator dengan variabel lainnya merupakan persamaan pengukuran sedangkan hubungan antara variabel laten dikenal sebagai persamaan struktural.
Berikut ini adalah model persamaan struktural :
B
113
Model persamaan pengukuran untuk y
y y Model persamaan pengukuran untuk x x x
dimana y = vektor variabel endogen yang dapat diamati berukuran px1 x
= vektor variabel eksogen yang dapat diamati berukuran px1
= vektor random dari variabel laten endogen berukuran mx1
= vektor random dari variabel laten eksogen berukuran nx1
= vektor kekeliruan pengukuran dalam y = vektor kekeliruan pengukuran dalam x
y = matriks koefisien regresi y atas berukuran pxm
x=
matriks koefisien regresi x atas
= matriks koefisien variabel
B = matriks koefisien variabel
berukuran qxn
dalam persamaan struktural berukuran m xn
dalam persamaan struktural berukuran m x n
= vektor kekeliruan persamaan dalam hubungan struktural antara dan
berukuran m x 1 Lima tahap dalam pemodelan persamaan struktural Bollen dan Long, dalam Bachrudin Achmad dan Tobing, Harapan L. (2003:55) yaitu: 1. Spesifikasi Model 2. Identifikasi 3. Estimasi 4. Uji Kecocokan 5. Spesifikasi ulang.
114
Seperti terlihat pada gambar berikut ini : Verbal Proposition Testable Theory Data Collection
Interpretation and Consequences
Correction of a Rejected
Correlations and Covariancesbetwee n Observed variables
Simplication of a Theory
Test of The Theory
Formulations of a Model
Identification
Deration of Correlations and Covarians from the Model
Estimation of The Effects
Sampling
Gambar 3.1 Proses Permodelan Persamaan Struktural Sumber: Bachrudin Achmad dan Tobing, Harapan L. (2003:56)
Spesifikasi Model. Pada tahap ini dilakukan model teoritis yang dirumuskan oleh peneliti, mengacu kepada dasar teori melalui studi literatur. Berdasarkan hipotesis konseptual yang diajukan, dimana hipotesis konseptual itu saling berkaitan/berhubungan, maka terlebih dahulu hipotesis konseptual tersebut digambarkan dalam suatu kerangka alur hubungan antara variabel dimana dalam kerangka akan terlihat hubungan tersebut merupakan model persamaan struktural (Structural Equation Modeling).
115
Diagram jalur hubungan variabel manifes (indikator) dengan variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa dan keunggulan posisional terdapat pada Gambar 3.2 berikut :
1
X1
2
X21
3
X3
4
X4
5
X5
6
X6
7
X7
8
X8
11 12 13 14
1(BP)
15 16 17
12
28
2(KP) 29
9
X9
Gambar 3.2 Path Diagram Spesifikasi Model (Hubungan) Bauran Pemasaran Jasa dan Keunggulan Posisional
116
Diagram jalur hubungan antara variabel laten/konstruk bauran pemasaran jasa, keunggulan posisional dan citra dapat disajikan pada Gambar 3.3 berikut :
1
X1
2
X21
3
X3
4
X4
5
X5
6
X6
7
X7
8
11
X8
12 13 14
1(Bp)
15
2
16
13
17
y11
(C)
12
82
12
y22
Y1
1
Y2
2
Y3
3
y33
2(Kp) 92
9
X9
Gambar 3.3. Path Diagram Model Persamaan Simultan Bauran Pemasaran Jasa dan Keunggulan Posisional dampaknya terhadap Citra
117
Keterangan notasi-notasi pada gambar : 1 (Bp) x1,..., x7
= =
11
=
12
=
13
=
14
=
15
=
16
=
17
=
13
=
1,…, 7 2 (Kp) X8,..., x9
= = =
8,…, 9
=
13
=
12
=
(C)
=
Y1.Y2. Y3
=
4,…6
=
variabel laten eksogen Bauran Pemasaran Jasa (ksi1) variabel indikator produk (x1), tarif/harga (x2), lokasi (x3), promosi (x4), people(x5), tampilan fisik(x6), dan proses (x7) koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen produk koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen tarif koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen lokasi koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen promosi koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen people (orang) koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen tampilan fisik koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa dengan indikator eksogen proses koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa terhadap variabel laten endogen citra kesalahan pengukuran masing-masing indikator eksogen variabel laten eksogen keunggulan posisional (ksi2) variabel indikator nilai pelanggan superior (X8), dan biaya relatif rendah (X9) kesalahan pengukuran masing-masing indikator eksogen KP koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen bauran pemasaran jasa terhadap variabel laten endogen citra koefisien pengaruh langsung variabel laten eksogen keunggulan posisional terhadap variabel laten endogen citra variabel laten endogen citra variabel indikator citra perusahaan (y1); variabel indikator citra produk (y2) dan variabel indikator citra merek (y3) kekeliruan pengukuran indikator citra perusahaan (1), kekeliruan pengukuran citra produk (2) dan kekeliruan pengukuran citra merek (3)
118
Uji Hipotesis 1 : Kinerja Bauran Pemasaran Perusahaan Angkutan Darat (Travel) Dirasakan Penumpang Sangat Baik Hipótesis satu diterima jika hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor total variable lebih besar dari nilai rata-rata batas median.
Uji Hipotesis 2
: Nilai Keunggulan Posisional Perusahaan Angkutan Darat (Travel) Dirasakan Penumpang Sangat Baik
Hipótesis dua diterima jika hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor total variable lebih besar dari nilai rata-rata batas median.
Uji Hipotesis 3 : Citra Perusahaan Angkutan Darat (Travel) Dirasakan Penumpang Sangat Baik Hipótesis tiga diterima jika hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa skor total variable lebih besar dari nilai rata-rata batas median.
Uji Hipotesis 4 : Bauran Pemasaran dengan Keunggulan Posisional berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Citra H0 : , = 0 Bauran Pemasaran Jasa (1) dan Keunggulan Posisional (2), tidak berpengaruh terhadap Citra () baik secara parsial maupun simultan H1 : , ≠ 0 Bauran Pemasaran Jasa (1) dan Keunggulan Posisional (2), berpengaruh terhadap Citra () baik secara parsial maupun simultan
119
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Penumpang Perusahaan Angkutan Darat (Travel) Berdasarkan hasil survey penumpang yang dilakukan pada beberapa
perusahaan angkutan darat (travel) rute Bandung - Jakarta, maka karakteristik penumpang dijelaskan sebagai berikut. Objek Analisis adalah kinerja bauran pemasaran, keunggulan posisional, dan citra. Tempat penelitian adalah perusahaan angkutan darat (travel) di Bandung. Subjek penelitian adalah para penumpang pemakai jasa angkutan darat (travel) rute Bandung-Jakarta. Responden (penumpang) yang diambil sebagai sampel penelitian berdasarkan convenience sampling yaitu penumpang yang menggunakan dan telah mengenal dengan baik perusahaan yang dinilai. Data disajikan pada table berikut ini :
Tabel 4.1 Perusahaan Angkutan Darat (Travel) Rute Bandung - Jakarta No 1 2 3 4 5 6
Perusahaan
Ukuran
Travel
Sampel
Cipaganti Cititrans Transline Baraya XTRANS Primajasatour
80 75 70 65 55 55 400
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2010, (n=400)
120
Untuk mengetahui karakteristik responden (penumpang) perusahaan travel rute Bandung-Jakarta, selanjutnya akan dilihat dari jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan jenis pekerjaan. A. Jenis Kelamin Penumpang Berdasarkan kuesioner yang telah diisi sebanyak 267 (67%) responden penumpang berjenis kelamin pria, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 133 orang (33%) berjenis kelamin wanita.
Gambar 4.1
B. Usia Responden Penumpang Dalam memberikan penilaian terhadap perusahaan angkutan darat (travel), karakteristik penumpang penilai juga dikategorikan berdasarkan usianya. Penumpang yang berkenan memberikan penilaian, dalam hal ini responden
121
terbanyak berada pada usia 18-25 tahun, yaitu sebesar 161 orang (40%), urutan kedua penumpang berusia 25-35 tahun, yaitu sebanyak 124 orang (31%), urutan ketiga penumpang berusia 35-45 tahun, yaitu sebanyak 90 orang (23%), dan yang paling sedikit adalah penumpang berusia ≥ 45 tahun yaitu sebanyak 25 orang (6%). Hal ini mengindikasikan bahwa penumpang pada usia 18-25 menunjukkan usia produktif dengan aktifitas kegiatan yang tinggi sehingga sering menggunakan jasa transportasi darat untuk kelancaran aktifitas kegiatannya. Gambar 4.2
C. Tingkat Pendidikan Responden Penumpang Karakteristik respoden dilihat dari jenjang pendidikan yang dimiliki, mengindikasikan bahwa persentasi terbesar adalah penumpang yang sedang menempuh pendidikan S1, yaitu sebesar 186 (47%), sedangkan urutan kedua adalah penumpang dengan tingkat pendidikan S1 dan SMU, yaitu sebanyak 93 (23%), sedangkan urutan ketiga adalah penumpang dengan tingkat pendidikan S2, yaitu sebanyak 76 (19%), sedangkan urutan keempat adalah penumpang dengan
122
tingkat pendidikan Akademi, yaitu sebanyak 38 (9%), dan responden yang paling sedikit adalah dengan tingkat pendidikan S3, yaitu sebesar 7 orang (2%). Gambar 4.3
D.
Jenis Pekerjaan Penumpang Berdasarkan jenis pekerjaan, penumpang yang menjadi responden dalam
penelitian ini, diklasifikasikan menjadi 5 kelas interval, yaitu: Swasta, Pelajar/Mahasiswa, BUMN, PNS, dan lainnya, responden penumpang dalam penelitian ini mayoritas memiliki pekerjaan pelajar/mahasiswa, yaitu sekitar 137 orang (34%), urutan kedua adalah responden dengan pekerjaan swasta, yaitu berjumlah 92 orang (23%), urutan ketiga adalah responden dengan pekerjaan BUMN, yaitu berjumlah 64 orang (16%), urutan keempat adalah responden dengan pekerjaan PNS, yaitu berjumlah 58 orang (15%) dan yang paling sedikit adalah responden dengan pekerjaan lainnya, yaitu sebanyak 49 orang (12%).
123
Gambar 4.4 Pekerjaan Penumpang
E.
Penghasilan Penumpang Responden terbanyak dengan penghasilan sebesar antara Rp 500.000 -
Rp
1.000.000
yaitu
180
orang
(45%),-
disusul
kemudian
responden
berpenghasilan antara Rp 1.000.000 - 5.000.000 yaitu sebesar 93 orang (23%), dan Rp 5.000.000 - Rp.10.000.000 sebesar 89 orang (22%). Gambar 4.5 Penghasilan Penumpang
124
4.2.
Kinerja Bauran Pemasaran Tujuh dimensi digunakan dalam menilai bauran pemasaran jasa
perusahaan travel, yaitu produk, biaya, lokasi, promosi, SDM, sarana fisik dan proses. Secara keseluruhan perencanaan strategi bauran pemasaran sudah cukup baik berdasarkan tanggapan responden perusahaan angkutan darat (travel). Dari tujuh dimensi yang dipertimbangkan dalam menentukan kinerja bauran pemasaran, terdapat 4 dimensi yang masih harus ditindaklanjuti untuk dicari penyebab masalah karena masih dalam kategori cukup, yaitu: tarif, promosi, tampilan fisik, dan proses yang pelaksanaannya belum terprioritaskan secara baik. Hal ini disebabkan karena penilaian yang ada hanya pada tingkat keberhasilan cukup saja. Dengan nilai yang demikian, dapat dikatakan peluang berhasil dalam penerapan strategi dan kebijakan menjadi kecil. Padahal dalam hal perencanaan, perlu adanya suatu keyakinan yang tinggi bahwa apa saja yang direncanakan akan dapat dilaksanakan dengan baik.
125
Tabel 4.2, Persepsi Penumpang Perusahaan Travel Mengenai Kinerja Bauran Pemasaran
Cipaganti %
Cititrans %
Transline %
Baraya %
XTRANS %
Primajasa tour %
Indikator Produk
0.71
0.69
0.68
0.68
0.69
0.70
Tarif
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
0.25
Distribusi
0.23
0.23
0.22
0.23
0.23
0.23
Promosi
0.33
0.33
0.32
0.33
0.33
0.34
SDM
0.70
0.70
0.69
0.70
0.70
0.70
0.33
0.32
0.32
0.33
0.32
0.33
0.55
0.55
0.53
0.55
0.53
0.55
Tampilan Fisik Proses
Ketujuh sub-variabel yang membangun kinerja bauran pemasaran : produk, distribusi, dan sumber daya manusia mendapatkan tanggapan yang paling tinggi, yang ditunjukkan dengan rata-rata skor 71% (baik), sedangkan keempat sub variable tarif, promosi, tampilan fisik, dan proses memperoleh tanggapan ratarata sebesar 65% (cukup). Masing-masing dari tujuh unsur bauran pemasaran
126
tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lainnya dan mempunyai suatu bauran yang optimal sesuai dengan karakteristik segmennya (Zeithaml, 2000 : 18-21). Dalam menilai kinerja bauran pemasaran tersebut, pada penelitian ini adalah hasil kuesioner yang disebarkan kepada para responden yang merupakan penumpang dari masing-masing perusahaan travel, oleh karena itu persepsi dari masing-masing komponen (penumpang) tentang produk, tarif, distribusi, promosi, sumber daya manusia, tampilan fisik, dan proses dapat dijelaskan sebagai berikut. A. Produk Produk, merupakan persentase tertinggi nilai yang dirasakan penumpang sebagai kinerja dari bauran pemasaran perusahaan travel adalah indikator variasi jadwal pemberangkatan dengan skor 1642 (82%), pemesanan & pembayaran tiket mendapat skor 1582 (79%), ruang kendaraan 1495 (75%), tempat bagasi 1404 (70%), keamanan 1444 (72%), dan kenyamanan 1484 (74%) termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang, variasi jadwal pemberangkatan, pemesanan & pembayaran tiket, ruang kendaraan, tempat bagasi, keamanan, dan kenyamanan kendaraan penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai baik oleh penumpang.
127
Gambar 4.6 Kategori Produk
B. Harga Tiket
Harga tiket, mendapatkan persentase cukup, seperti yang dirasakan oleh penumpang sebagai bagian dari kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, untuk indikator kesesuaian tarif dengan fasilitas yang diberikan mendapat skor 1392 (70%) dan kejelasan komponen biaya mendapat skor 1376 (69%) termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang tentang kesesuaian tarif dengan fasilitas dan kejelasan komponen biaya yang diberikan travel penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai cukup baik oleh penumpang. Disadari sepenuhnya, tanpa kesesuaian tarif dengan fasilitas yang diberikan dan kejelasan komponen biaya, penumpang tidak akan mendapatkan manfaat dengan
128
apa yang sudah dikorbankan yang pada akhirnya akan memberikan penilaian yang kurang baik terhadap kinerja perusahaan angkutan darat (travel). Gambar 4.7 Kategori Harga
Dari gambaran data diatas dapat dilihat harga tiket yang ditawarkan oleh perusahaan travel secara keseluruhan masuk kategori cukup. Sementara berdasarkan indikator lain terlihat bahwa kejelasan terhadap komponen biaya berada dalam kategori baik, dan untuk indikator kesesuaian tarif dengan fasilitas yang diberikan juga terlihat baik. Zeithalm dan Bitner (2000:437), menjelaskan tiga dasar penetapan
harga yang biasa digunakan dalam menetukan harga, yaitu (1)
penetapan harga berdasarkan biaya (cost-based pricing), (2) penentuan harga berdasarkan persaingan (competition-based pricing) dan (3) penetapan harga berdasarkan permintaan (demand-based). Dengan demikian perusahaan harus mempertimbangkan sejumlah faktor dalam menetapkan harga, mencakup: pemilihan tujuan penetapan harga, menentukan tingkat permintaan, prakiraan biaya, menganalisa harga yang ditetapkan dan produk yang ditawarkan pesaing, pemilihan metode penetapan harga, serta menentukan harga akhir agar kinerja
129
bauran pemasaran jasa bila dilihat dari indikator harga sesuai dengan prinsipprinsip penetapan harga sebagaimana dikemukakan oleh Zeithalm dan Bitner (2000:436).
C. Saluran Distribusi Saluran Distribusi, mendapatkan persentase baik sesuai yang dirasakan penumpang sebagai kinerja bauran pemasaran perusahaan angkutan darat (travel), untuk indikator loket penjualan tiket mendapat skor 1546 (77%), indikator tersebut termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang terhadap kemudahan akses loket penjualan tiket yang diberikan perusahaan travel penting bagi kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai baik oleh penumpang. Disadari sepenuhnya, tanpa kemudahan akses terhadap loket penjualan tiket maka tidak akan memberikan kemudahan bagi para penumpang dan mengurangi tingkat kenyaman konsumen. Gambar 4.8 Kategori Saluran Distribusi
130
D. Promosi Promosi, mendapatkan persentase cukup yang dirasakan penumpang sebagai kinerja bauran pemasaran perusahaan angkutan darat (travel), untuk indikator kemudahan memahami isi promosi mendapat skor 1400 (70%), kesederhanaan isi promosi mendapat skor 1390 (70%), dan daya tarik bauran promosi 1368 (68%), ketiga indikator tersebut termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang, mengenai kemudahan memahami isi promosi, kesederhanaan isi promosi, dan daya tarik bauran promosi yang diberikan perusahaan travel penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai cukup oleh penumpang. Disadari sepenuhnya, tanpa kemudahan memahami isi promosi, kesederhanaan isi promosi, dan daya tarik bauran promosi yang memadai maka para calon penumpang tidak memiliki gambaran yang jelas tentang perusahaan travel yang akan digunakan untuk perjalan hal ini akan berakibat penurunan jumlah penumpang pada perusahaan angkutan darat (travel) tersebut. Gambar 4.9 Kategori Promosi
131
Dari gambaran data diatas dapat dilihat promosi yang dilakukan oleh perusahaan angkutan darat (travel) secara keseluruhan kategorinya cukup baik. Buchari Alma (2004: 179) mengemukakan bahwa promosi merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran, yang merupakan aktivitas pemasaran yang berusaha
menyebarkan
informasi,
mempengaruhi
membujuk
dan
atau
mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Meskipun secara umum bentuk-bentuk promosi memiliki fungsi yang sama, tetapi bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan berdasarkan tugastugas khususnya. Beberapa tugas khusus itu sering disebut bauran promosi (promotion mix), yaitu mancakup : (1).Personal Selling, (2).Mass Selling, (3).Sales Promotion, (4).Public Relation, dan (5).Direct Marketing.
E. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia, mendapatkan persentase baik yang dirasakan penumpang sebagai kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, untuk indikator kemampuan petugas di area check in mendapat skor 1389 (69%), Kecakapan petugas merespon kebutuhan penumpang mendapat skor 1306 (65%), penampilan petugas mendapat skor 1466 (73%), keramahan & kesopanan petugas mendapat skor 1295 (65%) dan kesediaan petugas memberikan pelayanan di tempat tujuan mendapat skor 1410 (71%), indikator tersebut termasuk dalam kategori baik. Hal
132
ini menunjukkan bahwa indikator tersebut penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai baik oleh penumpang. Gambar 4.10 Kategori SDM
Dari gambaran data diatas dapat dilihat sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan travel secara keseluruhan sudah termasuk dalam kategori baik.
F. Tampilan Fisik Tampilan fisik, mendapatkan persentase cukup sebagaimana yang dirasakan penumpang sebagai bentuk kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, untuk indikator kapasitas kendaraan mendapat skor 1402 (70%), dan ruang tunggu mendapat skor 1429 (71%), kedua indikator tersebut termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang mengenai kapasitas kendaraan dan ruang tunggu yang berkaitan dengan sarana dari setiap perusahaan
133
travel sangat dirasakan penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai baik oleh penumpang.
Gambar 4.11 Kategori Tampilan Fisik
Dari gambaran data diatas dapat dilihat tampilan fisik yang dimiliki perusahaa travel secara keseluruhan sudah masuk kategori cukup. Sementara bila dilihat berdasarkan indikator terlihat bahwa indikator kenyamanan tempat duduk kendaraan, dan bagasi, masuk kategori cukup. Lovelock (2002: 248) mengemukakan bahwa perusahaan menggunakan cara dalam mengelola bukti fisik yang strategis, berupa An attention-Creating Medium, yaitu perusahaan jasa melakukan diferensiansi dengan pesaing dan membuat sarana fisik semenarik mungkin untuk menjaring pelanggan dari target pasarnya.
134
G. Proses Proses, mendapatkan persentase baik yang dirasakan penumpang sebagai kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, untuk indikator penggunaan alat bantu keselamatan 1513 (76%), kemudahan pencarian tempat duduk mendapat skor 1455 (73%), dan kesederhanaan prosedur pengecekan barang mendapat skor 1395 (70%), ketiga indikator tersebut termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan
bahwa
persepsi
penumpang,
mengenai
penggunaan
alat
penyelamatan, kemudahan pencarian tempat duduk, dan kesederhanaan prosedur pengecekan barang yang berkaitan dengan fasilitas dari setiap perusahaan travel sangat dirasakan penting bagi kinerja bauran pemasaran perusahaan travel, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai baik oleh penumpang. Gambar 4.12 Kategori Proses
135
Dari gambaran data diatas dapat dilihat proses yang dimiliki perusahaan travel secara keseluruhan sudah masuk kategori cukup. Sementara bila dilihat berdasarkan indikator terlihat ketertiban proses pelayanan, kecepatan pelayanan, kedisiplinan petugas, dan kemudahan melakukan komplain, kelima indikator masih termasuk pada kategori cukup.
H. Uji Hipotesis 1 : Kinerja Bauran Pemasaran Perusahaan Angkutan Darat (Travel) Dirasakan Penumpang Sangat Baik Dengan menggunakan analisis uji rata-rata terhadap variabel kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan travel rute Bandung-Jakarta maka diperolah hasil seperti pada Tabel 4.3. Berdasarkan tabel tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan travel belum memberikan kinerja bauran pemasaran kepada penumpang. Hal ini ditunjukkan lebih tingginya harapan pelanggan terhadap produk, tarif, distribusi, sdm, proses, tampilan fisik, dan proses terhadap kinerja yang dirasakan oleh penumpang.
Tabel 4.3. Hasil Uji Deskriptif Kinerja Bauran Pemasaran No
Hipotesis
Kinerja bauran pemasaran perusahaan travel rute BandungJakarta dirasakan penumpang sangat baik.
Rata-Rata Hasil
RataRata
Keputusan ditolak, kinerja bauran pemasaran perusahaan travel rute Bandung-Jakarta dirasakan penumpang cukup. Ho
0,68
1
Produk, distribusi dan sumber daya manusia merupakan sub-variabel memberikan skor lebih tinggi dibandingkan tarif, promosi, tampilan fisik, dan
136
proses oleh karena itu pengelola perusahaan angkutan darat (travel) harus dapat meningkatkan sub variabel tarif, promosi, tampilan fisik, dan proses agar para penumpang tetap menggunakan moda transportasi darat travel yang selama ini merupakan favorit dalam melakukan perjalanan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan angkutan darat (travel) rute Bandung-Jakarta yang meliputi product (produk), price (harga), place (tempat/lokasi) dan promotion (promosi), people (orang), physical evidence (fasilitas fisik) dan process (proses), berada dalam kategori sedang, rata-rata belum memiliki kinerja bauran pemasaran jasa yang tinggi. Pada pemasaran jasa, pendekatan strategis diarahkan pada kemampuan pemasar
menemukan
cara
untuk
mewujudkan
yang
tidak
berwujud,
meningkatkan produktivitas penyedia yang tidak terpisahkan dari produk itu, membuat standar kualitas sehubungan dengan adanya variabilitas, dan mempengaruhi gerakan permintaan. Untuk menjangkau pasar sasaran yang telah ditetapkan, maka setiap perusahaan perlu mengelola kegiatan pemasarannya dengan baik. Perusahaan harus dapat menyusun serta menggunakan controllable marketing variables, untuk mengantisipasi perubahan dari uncontrollable marketing variables, serta untuk mempengaruhi permintaan produk perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengkombinasikan unsur-unsur tersebut dalam proporsi yang tepat sehingga bauran pemasarannya sesuai dengan lingkungan perusahaan, dapat memuaskan pasar sasaran dan tetap sejalan dengan sasaran perusahaan dalam bidang pemasaran secara keseluruhan. Bauran pemasaran yang telah ditetapkan perusahaan
137
sebaiknya selalu disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dihadapai perusahaan, jadi harus bersifat dinamis .
4.3.
Keunggulan Posisional Sebagai Strategi Keunggulan Bersaing Untuk menciptakan sebuah keunggulan bersaing, perusahaan travel harus
memiliki keunggulan yang meliputi aset dan kapabilitas yang berbeda dibandingkan
dengan
pesaingnya.
Kapabilitas-kapabilitas
tersebut
harus
menjadikan perusahaan dapat mengantarkan nilai yang superior kepada pelanggannya atau memberikan nilai yang lebih dengan cara biaya yang efektif dibanding pesaingnya (Prahalad and Hamel, 1990). Kapabilitas yang unik atau unggul menjadi dasar bagi perusahaan menempatkan posisinya di pasar. Gambaran keunggulan posisi sebagai strategi keunggulan bersaing perusahaan travel rute Bandung-Jakarta berdasarkan nilai konsumen yang superior dan biaya yang relatif rendah dapat dilihat pada tabel :
Tabel 4.4 Persepsi Penumpang Travel Mengenai Keunggulan Posisional. Skor Aktual Indikator Nilai konsumen yang superior
Skor Ideal
% Skor Aktual Kriteria
5802
8000
73%
Baik
3416
6000
57%
Cukup
9218
14000
66%
Cukup
Biaya yang relatif rendah Keunggulan Posisional
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2010, (n=400)
138
Dari Tabel data diatas dapat dilihat bahwa keunggulan positioning pada perusahaan travel secara keseluruhan cukup. Kondisi ini tentunya memerlukan pembenahan pengelolaan perusahaan agar penumpang dan masyarakat pengguna merasa memperoleh nilai yang lebih dengan biaya yang relatif murah. Sementara bila dilihat berdasarkan nilai perusahaan travel ada sebanyak 3 (78%) perusahaan travel yang keunggulan posisionalnya sudah baik. Kemudian sebanyak 3 (65%) perusahaan travel yang keunggulan posisionalnya masuk dalam kategori cukup, sementara seluruh keunggulan posisional dari perusahaan travel masuk dalam kategori cukup (66%) dari total 6 perusahaan travel yang diteliti.
Gambar 4.13 Keunggulan Posisional
139
A. Nilai Penumpang Yang Unggul Nilai penumpang yang unggul, mendapatkan persentase tertinggi dari nilai yang dirasakan adalah indikator umur dan jenis kendaraan dengan skor 1487 (75%) termasuk dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi penumpang terhadap umur dan jenis kendaraan penting bagi keunggulan posisional perusahaan travel, oleh sebab itu harus selalu diperhatikan, dan untuk saat ini sudah dinilai baik oleh penumpang.
Gambar 4.14 Nilai Pelanggan Superior
140
Urutan berikutnya yang memperoleh persepsi baik oleh para penumpang adalah keahlian karyawan dan pengemudi dengan skor 1483 (74%). Penumpang lebih mengetahui kondisi keahlian karyawan dan pengemudi seperti yang pernah dirasakan oleh setiap penumpang. Indikator image berdasarkan persepsi penumpang memperoleh skor 1423 (71%), dimana penumpang dapat melihat dan merasakan indikator tersebut. Berikutnya mengenai indikator layanan dengan teknologi informasi, berdasarkan persepsi memperoleh skor 1399 (70%) termasuk dalam kategori baik. Hal ini mengindikasikan bahwa layanan dengan teknologi informasi oleh perusahaan travel sepenuhnya memberikan nilai yang lebih kepada para penumpang, yang merupakan bagian memperoleh kemudahan dan keunikan tersendiri dan membantu penumpang dalam melakukan transaksi melalui teknologi informasi. Untuk menciptakan keterikatan pelanggan, perusahaan membutuhkan suatu strategi fokus dan usaha yang keras. Keterikatan antara perusahaan selaku produsen dengan customer memberikan keuntungan strategik yang penting (signifikan) terutama bagi produsen, karena hal ini akan menyebabkan terjadinya penjualan berulang, yang akhirnya dapat mempertahankan pelanggan (Ellitan L dan Anatan L, 2007:230). Perusahaan dapat menempatkan produknya dalam benak konsumen dalam pasar sasaran sedemikian rupa sehingga memperoleh posisi yang unik dan unggul dibandingkan dengan produk pesaing. Bagaimanapun kekuatan dan kelemahan para pesaing, perusahaan harus mampu memberikan nilai superior kepada pasar sasaran.
141
B. Biaya Relatif Rendah Selajutnya keunggulan posisional juga dilihat dari faktor biaya yang relatif rendah (murah) yang diberikan pihak perusahaan travel, yang diukur melalui indikator: kesesuaian kualitas layanan dengan biaya yang dikeluarkan, variasi biaya dalam perjalanan, dan kelas ekonomi dalam perjalanan. Secara keseluruhan indikator biaya relatif rendah termasuk dalam kategori cukup, yaitu memperoleh skor total 57%. Dengan demikian ketiga indikator tersebut belum memperlihatkan nilai keunggulan posisional perusahaan travel. Hansen dan Mowen (2005:12) mengemukakan bahwa tujuan dari strategi kepemimpinan biaya adalah untuk memberikan nilai yang sama atau lebih baik bagi pelanggan, dengan biaya yang lebih rendah dari pesaing. Jadi, strategi biaya rendah memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan menurunkan pengorbanan. Gambar 4.15 Biaya Relatif Rendah
142
Kesesuaian kualitas layanan dengan biaya yang dikeluarkan, menurut persepsi penumpang diperoleh skor 1130 (57%) . Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penumpang telah memberikan penilaian cukup terhadap indikator kesesuaian kualitas layanan dengan biaya yang dikeluarkan, hal ini menunjukkan bahwa masih perlunya perbaikan sehingga akan lebih baik dari mutu layanan yang ada saat ini. Selanjutnya variasi biaya dalam perjalanan dan kelas ekonomi, menurut persepsi penumpang termasuk dalam kategori cukup. Hal ini berarti penumpang berpendapat bahwa perusahaan travel cukup dalam menerapkan variasi biaya dan tarif dalam perjalanan sebagai alternatif pilihan dan perbaikan kebijakan perusahaan masih harus ditingkatkan dengan alasan tingkat ekonomi dan penghasilan masyarakat yang berbeda-beda. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa bahasan tentang biaya memang sensitif. Di satu sisi keberlangsungan bisnis perusahaan travel tergantung dari keinginan masyarakat untuk menggunakan jasa transportasi darat, di sisi lain penumpang ingin memperoleh biaya yang rendah dan kelas ekonomi dengan kualitas layanan yang baik. Secara keseluruhan keunggulan posisional perusahaan travel rute Bandung-Jakarta termasuk dalam kategori cukup.
143
C. Uji Hipotesis 2 : Keunggulan Posisional Perusahaan Travel Dirasakan Penumpang Sangat Baik
Dengan menggunakan analisis uji rata-rata terhadap variabel keunggulan posisional perusahaan travel rute Bandung-Jakarta maka diperolah hasil seperti pada tabel. Berdasarkan tabel tersebut mengindikasikan bahwa bahwa perusahaan travel belum memberikan keunggulan posisional kepada penumpang. Hal ini ditunjukkan lebih tingginya harapan pelanggan terhadap nilai konsumen yang unggul dan biaya relative rendah dibandingkan kinerja yang dirasakan oleh penumpang. Tabel 4.5. Hasil Uji Deskriptif Keunggulan Posisional No
Hipotesis
Keunggulan Posisional perusahaan travel rute Bandung-Jakarta dirasakan penumpang sangat baik.
Rata-Rata Hasil
RataRata
Keputusan Ho
0,66
1
ditolak,
Keunggulan Posisional perusahaan travel rute BandungJakarta dirasakan penumpang cukup.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum keunggulan posisional perusahaan jasa angkutan darat (travel) rute Bandung-Jakarta yang meliputi Superior Customer Value dan Lower Relative Cost berada dalam kategori sedang, rata-rata belum memiliki keunggulan posisional yang tinggi. Cravens (2003:210) mengemukakan konsep penentuan posisi adalah manajemen memilih produk yang berarti, yang diperoleh dari kebutuhan pembeli dalam pasar sasaran. Konsep penentuan posisi menggambarkan persepsi atau asosiasi yang diinginkan manajemen dari pembeli pasar sasaran terhadap perusahaan atau produknya.
144
Pemilihan konsep penentuan posisi memerlukan informasi tentang keinginan, kebutuhan dan persepsi konsumen terhadap produk pesaing. Effektifitas penentuan posisi melihat pada bagaimana manajemen mencapai tujuan penentuan posisi dalam pasar sasaran, yang dapat tercermin antara lain melalui penjualan, pangsa pasar, tingkat pertumbuhan, kepuasan konsumen, dan keunggulan bersaing lainnya. Perusahaan dapat menempatkan produknya dalam benak konsumen dalam pasar sasaran sedemikian rupa sehingga memperoleh posisi yang unik dan unggul dibandingkan dengan produk pesaing. Bagaimanapun kekuatan dan kelemahan para pesaing, perusahaan harus mampu memberikan nilai superior kepada pasar sasaran. Untuk itu suatu perusahaan harus mencoba mendiferensiasikan produknya untuk mencapai keunggulan kompetitif.
4.4.
Citra Dalam penelitian ini variabel citra diukur oleh indikator citra perusahaan,
citra produk dan citra merk. Hasil tanggapan responden terhadap citra travel untuk setiap item pertanyaan dalam setiap sub variabel dapat di deskripsikan berikut ini. Berdasarkan jumlah skor tanggapan responden terhadap variabel citra travel yang menyediakan pelayanan penumpang prioritas rute Bandung-Jakarta dapat diketahui bahwa persepsi penumpang terhadap perusahaan travel cukup baik yang ditunjukkan dengan rata-rata skor 83%, secara detail dapat dilihat pada tabel berikut ini:
145
Tabel 4.6 Tingkat Citra
Indikator Citra perusahaan Citra produk Citra merek Total
Skor Aktual 7105 8148 4230 19483
Skor Ideal 8236 9785 5321 23342
% Skor Aktual 86% 83% 79% 83%
Kriteria Sangat Puas Puas Puas Puas
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2010, (n : 400)
Ketiga sub-variabel yang membangun citra, yaitu citra perusahaan mendapatkan tanggapan yang paling tinggi, yang ditunjukkan dengan rata-rata skor 86% (puas), sedangkan sub variabel yang memperoleh tanggapan terendah dari ketiga sub-variabel tersebut adalah citra merek walau berada pada kriteria puas.
146
A.
Citra perusahaan Citra perusahaan adalah persepsi seseorang mengenai suatu citra
organisasi melalui seluruh indera dan perasaan. Peranan citra perusahaan sangat penting dalam menentukan kualitas jasa, setiap perusahaan memerlukan service excellent. Service excellent atau pelayanan yang unggul, yakni suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Persentase tertinggi nilai lebih yang dirasakan penumpang sebagai citra perusahaan adalah pada indikator integritas perusahaan dalam memberikan pelayanan terhadap para pelanggan dengan nilai 96% termasuk dalam kategori puas.
Urutan berikutnya yang memperoleh persepsi sangat puas oleh para penumpang adalah professionalisme layanan dengan tingkat kepuasan (92%). Indikator reputasi perusahaan berdasarkan persepsi penumpang memperoleh tingkat kepuasan (83%).
147
B.
Citra produk Citra Produk adalah pandangan konsumen dan masyarakat terhadap suatu
produk.
Tanggapan penumpang prioritas terhadap jenis kendaraan yang digunakan telah dinilai baik. Sementara sarana pendukung fisik dan peralatan masing-masing perusahaan travel juga menunjukkan urutan tinggi/baik. Kredibilitas citra produk berhubungan dengan reputasi yang dicapai perusahaan di pasar dan merupakan landasan untuk hubungan yang kuat. Untuk memperoleh kepercayaan konsumen perusahaan harus berbuat sedemikian rupa yang menunjukkan pada konsumen bahwa perusahaan mempunyai nilai jika dijadikan partner (Griffin,2002 : 78).
148
C.
Citra Merek Citra Merk pada perusahaan travel diharapkan baik dan memiliki tingkat
kehandalan yang tinggi. Pihak yang dipercaya harus memenuhi janjinya dalam rangka mempertahankan hubungan (Butler, 1991), keyakinan terhadap pihak lainnya merupakan hasil dari konsistensi pelayanan (Moorman et al., 1992). Dengan meningkatnya citra terhadap merk produk jasa perusahaan travel yang sesuai dengan harapan penumpang maka akan meningkatkan nilai kepercayaan penumpang terhadap nama baik perusahaan travel tersebut.
Tanggapan penumpang prioritas terhadap kesesuain janji pelayanan perusahaan travel dinilai cukup. Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat kesesuaian janji pelayanan pihak perusahaan travel terhadap penumpang prioritas
149
harus terus ditingkatkan. Sementara tingkat konsistensi mutu pelayanan, dan jaminan asuransi menurut penumpang travel mendapatkan penilaian baik. Zeithaml, A. Parasuraman (2005:132), mengemukakan kehandalan mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Ini berarti perusahaan harus memberikan jasanya secara tepat sejak awal (right the first time).
D. Uji Hipotesis 3 : Citra Dengan menggunakan analisis uji rata-rata terhadap citra perusahaan travel rute Bandung-Jakarta maka diperolah hasil seperti pada tabel Berdasarkan tabel tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan belum dapat memenuhi citra. Hal ini ditunjukkan lebih tingginya harapan pelanggan terhadap kesesuaian janji, dan konsistensi mutu dibandingkan kinerja yang dirasakan oleh pelanggan. Tabel 4.7. Hasil Uji Deskriptif Nilai Citra No
Hipotesis
Citra perusahaan travel rute Bandung-Jakarta sangat baik/puas.
Rata-Rata Hasil
RataRata
Keputusan
Citra perusahaan travel rute Bandung-Jakarta, baik/puas. Ho
0,83
1
ditolak,
Etzel, et. al. (1997:579) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan hasil dari proses evaluasi pembelian. Pelayanan atau jasa menjadi tidak excellence bila ada komponen yang kurang. Untuk mencapai excellence setiap karyawan harus memiliki keterampilan tertentu. Upaya mencapai excellence bukanlah pekerjaan yang mudah. Akan tetapi bila hal tersebut dapat dilakukan, maka perusahaan yang bersangkutan akan dapat meraih manfaat yang
150
sangat besar, terutama berupa reputasi terhadap citra dan nama baik perusahaan juga loyalitas pelanggan. 4.5
Hasil Analisis Data (Structural Equation Modeling)
Model persamaan struktural merupakan suatu teknik statistik yang menganalisis variable indikator, variable laten, dan kekeliruan pengukurannya. Dengan SEM kita dapat menganalisis bagaimana hubungan antar variabel indikator dengan variabel latennya yang dikenal dengan persamaan pengukuran (measurement equation), hubungan antar variable laten yang satu dengan yang lainnya yang dikenal dengan persamaan struktural (structural equation), yang secara bersama sama melibatkan kekeliruan pengukuran. Selain itu model persamaan struktural dapat menganalisis hubungan dua arah (reciprocal) yang sering terjadi dalam pengukuran. Dalam SEM juga dikenal variable latent eksogen (independent latent variable) dan variable laten endogen (dependent latent variabel). Istilah lain untuk SEM sering disebut juga sebagai analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analisys), model struktur kovarians (covariance structure models) dan model variabel laten (latent variable modeling). Beberapa program komputer (tools) yang dapat digunakan untuk pengolahan data dengan SEM diantaranya adalah : LISREL/linear structural relationships (Joreskog & Sorbom), SEPATH (Steiger), AMOS (Arbuckle), CALIS (SAS Institute), LISCOMP (Muthen), MPLUS (Muthen&Muthen), RAMONA (Browne&Mels) MX: Statistical Modeling (Neale).
151
Dalam structural equation modeling ada dua jenis model yang terbentuk, yaitu model pengukuran dan model struktural. Model pengukuran menjelaskan proporsi varians masing-masing variabel manifes (indikator) yang dapat dijelaskan di dalam variabel laten. Setelah model pengukuran masing-masing variabel laten diuraikan selanjutnya dijabarkan model struktural yang akan mengkaji pengaruh masing-masing variabel laten independen (exogenous latent variable) terhadap variabel laten dependen (endogenous latent variable). 4.5.1
Model Pengukuran Masing-Masing Variabel Latent
A. Model Pengukuran Variabel Bauran Pemasaran Jasa Variabel laten bauran pemasaran jasa diukur menggunakan tujuh butir indikator, loading faktor masing-masing indikator dalam membentuk variabel laten dapat dilihat pada gambar berikut : Keterangan: X1 :
Produk/jasa
X2 :
Harga/tarif
X3 :
Saluran distribusi
X4 :
Promosi
X5 :
Sumber daya manusia
X6 :
Tampilan fisik
X7 :
Proses
1 :
Variabel laten bauran pemasaran jasa
Gambar Model Pengukuran Variabel Latent Bauran Pemasaran Jasa
Dari ketujuh butir indikator model pengukuran variabel konstruk (unobserved) bauran pemasaran jasa, indikator place lebih dominan dalam
152
pembentukan variabel latent bauran pemasaran dibanding enam indikator lainnya. Hal ini tercermin dari loading faktor indikator place (0,88), lebih besar dibanding loading faktor enam butir indikator (manifes) lainnya. Tabel 4.8 Ringkasan Hasil Komputasi Model Pengukuran Variabel Laten Bauran Pemasaran Jasa Indikator
Standardized Loading
(Standardized Loading)2
Nilai t*
Error Variance
R2
X1
0,75
0.57
17.28
0.43
0.57
X2
0,80
0.64
18.89
0.36
0.64
X3
0,88
0.77
21.78
0.23
0.77
X4
0,80
0.65
19.02
0.35
0.65
X5
0,85
0.73
20.87
0.27
0.73
X6
0,56
0.31
11.77
0.69
0.31
X7
0,32
0.10
6.33
0.90
0.10
Berdasarkan tabel tersebut diatas, menunjukkan bahwa produk jasa berpengaruh positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.57, angka tersebut menunjukkan bahwa kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan angkutan darat (travel) dapat diprediksi atau dijelaskan oleh komponen produk jasa. Variasi perubahan produk akan mempengaruhi variasi perubahan kinerja bauran pemasaran jasa sebesar 0.57, bermakna bahwa semakin tinggi produk jasa, maka akan menyebabkan kinerja bauran pemasaran semakin baik. Variabel tarif menunjukkan bahwa, tarif berpengaruh positif terhadap bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.64, angka tersebut
153
menunjukkan bahwa bauran pemasaran jasa perusahaan travel dapat diprediksi atau dijelaskan oleh tarif, dimana perubahan tarif akan mempengaruhi variasi perubahan bauran pemasaran jasa sebesar 0.64. Variabel distribusi menunjukkan bahwa distribusi berpengaruh positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.77. Dapat dikatakan bahwa variasi perubahan distribusi akan mempengaruhi variasi perubahan kinerja bauran pemasaran jasa sebesar 0.77, artinya semakin tinggi distribusi, maka akan menyebabkan kinerja bauran pemasaran semakin baik Variabel promosi menunjukkan bahwa promosi berpengaruh positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.65, Dapat dikatakan bahwa variasi perubahan promosi akan mempengaruhi kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan travel sebesar 0.65. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi promosi, maka akan menyebabkan kinerja bauran pemasaran semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah promosi, akan menyebabkan kurang baiknya kinerja bauran pemasaran jasa. Variabel sumberdaya manusia menunjukkan bahwa sumberdaya manusia berpengaruh positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.73. Hal ini dapat dikatakan variasi perubahan sumberdaya manusia akan mempengaruhi variasi perubahan kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan travel sebesar 0.73. Bermakna bahwa semakin tinggi sumberdaya manusia, maka akan menyebabkan kinerja bauran pemasaran semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah sumberdaya manusia, akan menyebabkan kurang baiknya kinerja bauran pemasaran jasa.
154
Variabel tampilan fisik menunjukkan bahwa tampilan fisik berpengaruh positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.31. Variasi perubahan tampilan fisik akan mempengaruhi variasi perubahan kinerja bauran pemasaran jasa perusahaan travel sebesar 0.31. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi tampilan fisik, maka akan menyebabkan kinerja bauran pemasaran semakin baik. Variabel proses menunjukkan bahwa proses berpengaruh positif terhadap kinerja bauran pemasaran jasa yang ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.10. Dapat dikatakan variasi perubahan proses akan mempengaruhi variasi perubahan kinerja bauran pemasaran jasa sebesar 0.10. Hal ini bermakna bahwa semakin
tinggi proses, maka akan menyebabkan kinerja
bauran pemasaran semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah proses, akan menyebabkan kurang baiknya kinerja bauran pemasaran jasa. B. Model Pengukuran Variabel Keunggulan Posisional Loading faktor variabel laten keunggulan posisional (positioning advantage) diukur menggunakan dua butir indikator : Keterangan: X8 :
Superior customer value
X9 :
Lower relative cost
2 : Variabel laten Keunggulan Posisional
Gambar Model Pengukuran Variabel Laten Keunggulan Posisional
155
Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Komputasi Model Pengukuran Variabel Laten Keunggulan Posisional Indikator Standardized (Standardized Loading Loading)2
Nilai t*
Error Variance
X8
0,80
0,64
17.42
0.35
X9
0,88
0,7744
19.31
0.23
R2 0.65 0.77
Variabel superior customer value berpengaruh positif terhadap keunggulan posisional yang ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.65 atau 65%. Hal ini dapat dikatakan variasi perubahan superior customer value akan mempengaruhi variasi perubahan keunggulan posisional perusahan travel sebesar 65%. Bermakna bahwa semakin tinggi superior customer value, maka akan menyebabkan keunggulan posisional semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah superior customer value, akan menyebabkan kurang baiknya keunggulan posisional. Variabel lower relative cost berpengaruh positif terhadap keunggulan posisional yang ditunjukkan dengan nilai R2 = 0.77 atau 77%, dapat dikatakan variasi perubahan lower relative cost akan mempengaruhi variasi perubahan keunggulan posisional sebesar 77%. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi lower relative cost, maka akan menyebabkan keunggulan posisional perusahaan travel semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah lower relative cost, mengindikasikan kurang baiknya keunggulan posisional yang dimiliki oleh perusahaan travel.
156
C. Model Pengukuran Variabel Citra Variabel laten Citra diukur menggunakan tiga butir indikator, loading faktor masing-masing indikator dalam membentuk variabel laten citra dapat dilihat pada gambar berikut : Keterangan: Y1 :
Citra perusahaan
Y2 :
Citra produk
Y3 :
Citra merek
:
Variabel laten citra
Gambar Model Pengukuran Variabel Laten Citra
Dari ketiga butir indikator pengukuran variabel citra, indikator citra perusahaan lebih dominan dalam pembentukan variabel laten citra. Hal ini tercermin dari loading faktor indikator citra perusahaan (0.85) yang lebih besar dibanding loading faktor kedua indikator lainnya. Tabel 4.10 Ringkasan Hasil Komputasi Model Pengukuran Variabel Laten CITRA Indikator Standardized (Standardized Loading Loading)2 Y1 Y2 Y3
Nilai t*
Error Variance
R2
0.28
0.72
0,85
0.72
0,82
0.67
15.08
0.33
0,57
0.32
10.92
0.68
0.67 0.32
157
Variabel manifes citra perusahaan berpengaruh positif terhadap Citra sebesar nilai R2 = 0.72 atau 72%, dapat dikatakan variasi perubahan citra perusahaan akan mempengaruhi variasi perubahan citra/image sebesar 72%. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi kinerja indikator citra perusahaan, maka akan menyebabkan citra/image perusahaan travel akan semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah citra perusahan akan menyebabkan kurang baiknya citra/image yang dimiliki oleh perusahaan travel. Variabel manifes citra produk berpengaruh positif terhadap Citra sebesar nilai R2 = 0.67 atau 67%, dapat dikatakan variasi perubahan citra produk jasa akan mempengaruhi variasi perubahan citra/image sebesar 67%. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi citra produk jasa, maka akan menyebabkan citra/image perusahaan travel akan semakin baik. Variabel manifes citra merek (brand image) berpengaruh positif terhadap Citra sebesar nilai R2 = 0.32 atau 32%, dapat dikatakan bahwa variasi perubahan kinerja indikator citra merek persahaan travel akan mempengaruhi variasi perubahan citra/imagenya sebesar 32%. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi citra merek, maka akan menyebabkan citra/image perusahaan travel semakin baik, dan juga sebaliknya semakin rendah citra merek akan menyebabkan kurang baiknya citra/image yang dimiliki oleh perusahaan angkutan darat (travel).
158
4.5.2
Model Struktural
Setelah dijabarkan model pengukuran masing-masing variabel laten endogen dan variabel laten eksogen, selanjutnya akan diuraikan model struktural antar variabel laten yang terbentuk dari model pengukuran. Berdasarkan kerangka pengujian model struktural, maka secara garis besar struktur yang akan diuji pada penelitian ini, yaitu: “Bauran Pemasaran Jasa (1), Keunggulan Posisional (2) dan Citra ()”
Tabel 4.11 Model Persamaan Struktural Antar Variabel Laten
Endegenous Constructs
1
Exogenous Constructs 1
2
1
γ111
γ122
-
Error + ζ1
Keterangan: 1 : Bauran Pemasaran Jasa 2 : Keunggulan Posisional 1 : Citra ζ1 : Pengaruh faktor lain terhadap citra γ : Koefisien jalur laten eksogen terhadap laten endogen
Persamaan struktural yang menunjukkan hubungan kausatif antar variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :
159
η= 0.45* ξ1 + 0.21* ξ2
CITRA = 0.45*BP + 0.21*KP, Errorvar.= 0.62 , R² = 0.38 (0.078) (0.079) (0.074) 5.74 2.72 8.39
Keterangan : 0.38 = R², menunjukkan besarnya koefisien determinasi atau besarnya pengaruh bersama variabel Bauran Pemasaran dan Keunggulan Posisional terhadap Citra dan sisanya sebesar 0.62 dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti/variabel lain diluar penelitian ini.
160
Gambar Diagram Jalur (Path Diagram) :
0.43
X1
0.36
X21
0.75
0.23
X3
0.80 0.88
0.35
X4
0.27
X5
0.69
X6
0.90
X7
0.35
X8
1(BP)
0.80 0.85 0.56
0.62 0.45
0.32
(C)
0.70
0.80
0.21
Y1
0.28
Y2
0.33
Y3
0.68
0.85
0.82
0.57
2(KP) 0.88
0.23
X9
Nilai korelasi/kovarian = 0.70, (dalam ukuran statistik) adalah tingkat keeratan hubungan antara variabel bebas bauran pemasaran dengan variabel bebas keunggulan posisional (simetris). Nilai regresi/tingkat ketergantungan = 0.45 adalah besarnya pengaruh variabel bebas bauran pemasaran terhadap variabel tergantung citra dan 0.21 adalah besarnya pengaruh variabel bebas keunggulan posisional terhadap variabel tergantung citra (asimetris/kausal).
161
4.5.3
Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji adalah pengaruh bauran pemasaran jasa dan keunggulan posisional terhadap citra.
Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Citra
Hipotesis: Ho. 11 = 0
: Secara parsial bauran pemasaran jasa tidak berpengaruh terhadap citra.
Ha. 11 0
: Secara parsial bauran pemasaran jasa berpengaruh terhadap citra.
Tabel 4.12 Uji signifikansi pengaruh Bauran Pemasaran Jasa terhadap Citra Koefisien Jalur
t-hitung
t-kritis
0,45
5,74
1,96
Kesimpulan Terdapat pengaruh yang signifikan
Koefisien jalur kinerja bauran pemasaran jasa terhadap citra sebesar 0,45 dengan arah positif. Koefisien jalur bertanda positif memiliki makna bahwa kinerja bauran pemasaran jasa yang makin baik cenderung meningkatkan citra.
162
Pengaruh Keunggulan Posisional terhadap Citra.
Hipotesis: Ho. 12 = 0
:Secara parsial keunggulan posisional tidak berpengaruh terhadap citra.
Ha. 12 0
:Secara parsial keunggulan posisional berpengaruh terhadap citra.
Tabel 4.13 Uji signifikansi pengaruh Keunggulan Posisional terhadap Citra Koefisien Jalur
t-hitung
t-kritis
0,21
2,72
1,96
Kesimpulan Terdapat pengaruh yang signifikan
Koefisien jalur keunggulan posisional terhadap citra sebesar 0,21 dengan arah positif. Koefisien jalur yang bertanda positif memiliki makna bahwa keunggulan posisional yang makin tinggi cenderung meningkatkan citra.
163
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kinerja bauran pemasaran perusahaan jasa angkutan darat (travel) rute Bandung-Jakarta yang dilihat dari nilai produk, tarif, distribusi, promosi, sumber daya manusia, tampilan fisik, dan proses secara rata-rata berada pada kategori cukup (sedang) dan kategori baik (tinggi). Strategi keunggulan besaing yang dinilai berdasarkan keunggulan posisional diukur dari superior customer value, dan lower relative cost juga berada dalam kategori cukup (sedang) sampai kategori baik (tinggi). Dalam upaya mendapatkan Citra yang unggul, baik dengan memperhatikan citra perusahaan, citra produk dan citra merek secara rata-rata juga berada pada kategori sedang sampai tinggi. Kondisi ini menggambarkan bahwa perusahaan angkutan darat (travel) rute Bandung-Jakarta telah memiliki kinerja Bauran Pemasaran, dan Keunggulan Posisional serta Citra yang cukup. 2. Kinerja bauran pemasaran, dan keunggulan posisional berpengaruh terhadap Citra. Perubahan positif dalam kinerja bauran pemasaran, dan keunggulan posisional dapat meningkatkan nilai Citra atas pelayanan yang diterima pelanggan. Kinerja bauran pemasaran, dan keunggulan posisional berperan dominan dalam meningkatkan Citra. 3. Kinerja bauran pemasaran, keunggulan posisional dan Citra sangat menentukan masa depan dan kelangsungan perusahan. Kinerja bauran
164
pemasaran, dan keunggulan posisional yang tinggi akan mendorong terciptanya citra yang baik dalam benak pelanggan (penumpang) dan selanjutnya berimplikasi terhadap loyalitas pelanggan (nilai pelanggan unggul) terhadap produk jasa dari perusahaan angkutan darat (travel).
5.2 Saran
Mengacu pada kesimpulan hasil penelitian, maka penulis menyampaikan beberapa saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
5.2.1
Saran Akademik Unit analisis penelitian ini adalah penumpang perusahaan angkutan darat
(travel) dimana akan lebih baik bila peneliti lain dapat melakukan survei yang sama terhadap perusahaan angkutan darat lainnya yang belum termasuk dalam survei penelitian ini, agar hasil penelitian dapat lebih mendalam. Dalam penelitian ini citra dipengaruhi oleh bauran pemasaran dan keunggulan posisional. Dari hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa masih ada faktor lain yang mempengaruhi citra. Oleh karena itu disarankan melakukan penelitian selain variabel yang diungkap yang mempengaruhi citra, misalnya tingkat kepuasan konsumen, ikatan emosional, history, sarana prasarana, sistem operasi perusahaan dan lain sebagainya.
165
5.2.2
Saran Praktis
a. Perlunya pembenahan dan perbaikan untuk kualitas kinerja bauran pemasaran hal ini disebabkan masih adanya beberapa indikator kinerja bauran pemasaran dari setiap pengelola perusahaan travel yang dirasakan lemah oleh penumpang. b. Perlunya adanya perbaikan terhadap kebijakan yang berkaitan dengan strategi keunggulan bersaing dimensi keunggulan posisional, disebabkan masih kurangnya indikator kinerja dari setiap pengelola perusahaan travel yang dirasakan oleh penumpang. Hal ini berkaitan erat dengan kepentingan para penumpang akan nilai pelanggan unggul serta biaya yang relatif rendah dimana kedua atribut tersebut merupakan nilai layanan perusahaan travel serta atribut manfaat yang seharusnya dapat dinikmati oleh semua konsumen (penumpang). c. Perlunya pengawasan dan perbaikan citra secara terus-menerus terutama terhadap nilai citra perusahaan, citra produk dan citra merek dimana masih ada indikator citra dari setiap pengelola masing-masing perusahaan travel yang dirasakan lemah/kurang oleh penumpang.
166