I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Industri pengolahan karet saat ini telah berkembang pesat di Indonesia.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah yang dihasilkan pabrik karet tersebut berupa limbah cair, padat, maupun gas, menimbulkan keresahan bagi masyarakat sekitarnya. Sehingga untuk itu diperlukan pengolahan lebih lanjut terhadap limbah tersebut agar tidak berdampak buruk bagi masyarakat sekitar pabrik karet tersebut. Limbah cair industri karet mengandung senyawa organik antara lain dalam bentuk senyawa karbon dan nitrogen, juga biasanya mengandung air cucian dari lateks yang tidak terkoagulasi, protein, lipid, karoten, dan lain-lain. Selain itu limbah cair industri karet juga mengandung bahan-bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengolahan seperti amonia. Sehingga bila air limbah itu dibiarkan beberapa hari saja, maka akan mengeluarkan bau yang busuk yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pengolahan terhadap limbah tersebut. Air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air limbah. Air limbah ini bersifat sebagai media pembawa penyakit seperti penyakit kolera, radang usus, hepatitis infektiosa, serta skhistosomiasis. Selain itu air limbah juga dapat berdampak buruk terhadap kehidupan biotik. Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air limbah. Dengan demikian menyebabkan
1
terganggunya kehidupan di dalam air seperti matinya ikan-ikan dan bakteri– bakteri di dalam air, juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman atau tumbuhan air. Sebagai akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan sendiri yang seharusnya bisa terjadi pada air limbah bisa terhambat. Sebagai akibat selanjutnya adalah air limbah akan sulit untuk diuraikan. Pengendalian pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah karet perlu mendapat perhatian yang serius untuk dipelajari dan diteliti agar tingkat pencemaran limbah yang dibuang keperairan berada dibawah Baku Mutu Lingkungan (BML) yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014. Hal ini memerlukan penanganan yang terpadu antara pihak pemerintah, industri dan masyarakat, juga diperlukan teknologi pengolahan limbah karet yang murah dan mudah dalam penanganannya, seperti melalui proses aerasi dan koagulasi.
1.2. Tujuan Tujuan yang akan dicapai dari Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) adalah sebagai berikut: a. Menentukan kadar BOD, COD, Amonia, N-Total dan pH dari limbah cair pabrik pengolahan karet. b. Membandingkan hasil pengujian parameter limbah cair pabrik karet yang ada dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014.
2
1.3. Manfaat Adapun manfaat pembuatan Laporan Tugas Akhir antara lain sebagai berikut: a. Menambah ilmu pengetahuan tentang analisa limbah cair. b. Sebagai bukti untuk perusahaan bahwa telah melakukan pengolahan terhadap limbah yang di hasilkan perusahan tersebut. c. Sebagai bahan masukan untuk pemerintah agar lebih memperhatikan serta memberikan sangsi yang tegas terhadap perusahaan agar melakukan pengolahan terhadap limbah yang dihasilkan agar tidak mencemari lingkungan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat.
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelolaan Lingkungan
Menurut Sugiharto (2008), untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan berupa masyarakat yang adil dan makmur baik moril maupun materil, maka berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini. Salah satu usaha yang sedang digalakkan sesuai dengan garis-garis besar haluan negara adalah ditingkatkannya sektor industri baik yang berupa industri berat maupun yang berupa industri ringan. Ditingkatkannya sektor industri maupun sektor pertanian diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan lagi. Akan tetapi, disamping tujuantujuan tersebut di atas maka dengan munculnya industri perlu difikirkan juga efek sampingannya yang berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid waste), limbah cair (liquid waste), maupun limbah gas (gaseous waste). Ke tiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatuan sesuai dengan proses yang ada di perusahaannya (Sugiharto, 2008) Selanjutnya Sugiharto (2008) menambahkan, efek samping dari limbah tersebut dapat berupa: a. Membahayakan kesehatan manusia karena dapat merupakan pembawa suatu penyakit (sebagai vehicle) b. Merugikan dari segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda / bangunan maupun tanam-tanaman dan peternakan.
4
c. Dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya. d. Dapat merusak keindahan (aestetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap di pandang terutama di daerah hilir yang merupakan tempat rekreasi. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan apakah industri tersebut menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak, sehingga segera dapat ditetapkan perlu tidaknya
disediakan bangunan
pengolahan air limbah serta teknik yang di
pergunakan dalam pengolahan.
2.2. Limbah Menurut Tjokrokusumo (1998), air limbah atau air buangan dapat diartikan sebagai kejadian masuknya atau dimasukkannya benda padat, cair dan gas ke air yang besifat endapan atau padatan, padat tersuspensi, terlarut koloid dan emulsi yang menyebabkan air tersebut harus dibuang atau dipisahkan. Sedangkan Fakultas Kesehatan Masyarakat-Universitas Indonesia (FKM-UI) mendefinisikan limbah atau sampah ialah benda bahan padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tak disenangi dan dibuang dengan cara saniter kecuali buangan dari tubuh manusia (Kusnoputranto, 1986). Air limbah banyak mengandung nutrien yang dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme dengan komposisi air limbah pada umumnya 99,9% air dan 0,1% padatan. Padatan yang terdapat dalam limbah cair terdiri dari 70% padatan organik dan 30% padatan non-organik. Padatan organik dari limbah cair dapat berupa protein (65%), karbohidrat (25%) dan lemak (10%), sedangkan padatan anorganik berupa butiran garam dan logam (Sugiharto, 1987).
5
Limbah industri bersumber dari kegiatan industri, baik karena proses secara langsung maupun proses secara tidak langsung. Limbah yang bersumber langsung dari kegiatan industri yaitu limbah yang terproduksi bersamaan dengan proses produksi sedang berlangsung, dimana produk dan limbah hadir pada saat yang sama, sedangkan limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses produksi. Contohnya proses pencucian bahan mentah suatu produk (Suligundi, 2013) Limbah industri karet mengandung komponen bukan karet dalam lateks, lateks yang tidak terkoagulasi dan bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengolahan. Komponen bukan karet tersebut antara lain: protein, lipid, karotenoid, dan garam organik (Suwardin, 1989).
2.3. Sumber Limbah Industri Karet
Apabila dilihat dari tahapan poduksi baik dari bahan baku berasal dari lateks dan bahan olahan karet rakyat (bokar), maka limbah yang terbentuk pada industri karet dapat berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Prastiwi, 2010). Limbah cair merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan. Limbah cair bersumber dari aktivitas manusia (human sources) dan aktivitas alam (natural sources) (Sihaloho, 2009).
6
Proses pengolahan karet tergolong proses basah, banyaknya kebutuhan air untuk keperluan pengolahan akan menentukan banyaknya limbah cair yang dihasilkan, sekaligus menetukan rancangan ukuran sarana pengolah limbah. Jumlah air yang digunakan dalam proses produksi, hampir seluruhnya menjadi limbah, karena karet baik berupa bahan baku maupun setengah jadi tidak menyerap air. Pengaruh kebutuhan air adalah tingkat kotoran yang ada dalam bahan baku, serta efesiensi kinerja sarana pengolahan. Nilai parameter limbah pada setiap bagian proses pengolahan berbedabeda. Nilai parameter BOD atau COD yang sangat besar dari air buangan menunjukkan tingginya kadar bahan organiknya, peningkatan kadar bahan organik akan makin mengganggu ekosistem lingkungan yang menerima air buangan
karena
oksigen
banyak
digunakan
oleh
bakteri
pengurai
untuk menghancurkan bahan organik tersebut. Total padatan merupakan bahan yang berasal dari pemecahan komponen organik, sedangkan padatan tersuspensi merupakan bahan yang tidak larut di dalam air dan cenderung mengalami pembusukan jika suhu air meningkat (musim panas). Dampak negatif juga timbul jika air limbah langsung dibuang ke sungai atau perairan umum. Bagi pabrik yang berlokasi di areal perkebunan, penanganan limbah cair relatif mudah, bahkan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman karetnya. (Prastiwi, 2010) Kualitas bahan baku berpengaruh terhadap tingkat kuantitas dan kualitas limbah yang akan terjadi dengan rincian sebagai berikut : 1. Makin kotor bahan karet olahan akan mkin banyak air yang diperlukan untuk proses pembersihannya, sehingga debit limbah cair pun meningkat.
7
2. Makin kotor dan makin tinggi kadar air dari bahan baku karet olahan, akan makin mudah terjadinya pembusukan, sehingga kuantitas limbah gas/bau pun meningkat. 3. Bahan baku karet olahan yang kotor menyebabkan kuantitas lumpur, tatal dan pasir relatif tinggi. Pembersihan dilakukan melalui pengecilan ukuran, proses ini juga bertujuan untuk memperbesar luas pemukaan karet agar waktu pengeringan relatif singkat. Dengan demikian, limbah yang terbentuk dominan berbentuk limbah cair. Selanjutnya Prastiwi (2010) menambahkan, sumber limbah cair dapat dikategorikan dari proses produksi dengan rincian sebagai berikut: 1. Bahan baku olahan karet rakyat berbentuk koagulum (bongkahan) yang telah dibubuhi asam semut, dan banyak mengandung air dan unsur pengotor dari karet baik disengaja maupun tidak disegaja oleh kebun rakyat. Sumber limbahnya antara lain: a. Penyimpanan koagulum b. Sebelum
produksi
terlebih
dulu
karet
disempot
air
sehingga
menghasilkan limbah. c. Pencacahan koagulum lalu di cuci dengan air lagid. Proses peremahan dengan hammer mill juga menghasilkan limbah cair, walaupun jumlahnya relatif kecil 2. Bahan baku berasal dari lateks kebun. Dalam proses produksi untuk meghasilkan karet digunakan air lebih sedikit, tetapi mempunyai bahan kimia didalam air limbahnya. Sumber limbahnya adalah dari proses pencacahan dan peremahan.
8
2.4. Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Karet Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air mendefenisikan baku mutu limbah cair yaitu batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang dapat di tenggang keberadaannya di dalam limbah cair dari suatu jenis kegiatan tertentu yang akan di buang. Sebagaimana telah di tetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014 tentang Standar Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Pengolahan Karet sebagai berikut: Tabel 1. Standar Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Karet No Parameter Kadar maksimum Beban pencemaran (mg/l) maksimum (kg/ton) 1 COD 200 8 3 BOD 60 2,4 4 TSS 100 4 4 N-Total 10 0,4 5 NH3 5 0,2 6 pH 6,0-9,0 6,0-9,0 Sumber : PERMEN LH No. 5 tahun 2014
2.5. Parameter Kimia Limbah Cair Karet 2.5.1. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand ) BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik yang diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari, sehingga sering disebut BOD5 (APHA, 1989). Nilai BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik (Effendi, 2003). Nilai BOD5 ini juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air
9
limbah yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses biologi.
2.5.2. COD (Chemical Oxygen Demand) COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan, menjadi CO2 dan H2O (Hariyadi, 2001). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air sampel (Boyd, 1982). Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan organik yang dapat terurai secara biologis (bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter), maka COD memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang mudah urai maupun yang sulit terurai (non biodegradable) (Haryadi, 2003). Analisa COD berbeda dengan analisa BOD5, namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD5 dapat ditetapkan. Angka perbandingan yang semakin rendah menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun dan berbahaya bagi mikroorganisme (Alaerts dan Santika, 1984).
2.5.3. Amonia Amonia pada perairan dihasilkan oleh proses dekomposisi, reduksi nitrat oleh bakteri, kegiatan pemupukan dan ekskresi organisme yang ada di dalamnya (Boyd, 1982). Amonia (NH3) yang disebut juga nitrogen amonia dihasilkan dari pembusukan zat-zat organik oleh bakteri. Setiap amonia yang dibebaskan kesuatu lingkungan akan membentuk reaksi keseimbangan dengan ion amonium (NH4+). Amonium ini yang kemudian
10
mengalami proses nitrifikasi membentuk nitrit dan nitrat. Amonia dalam keadaan tidak terdisosiasi akan lebih berbahaya untuk ikan daripada dalam bentuk amonium (Pescod, 1973). Nilai amonia memiliki hubungan dengan nilai pH perairan, yaitu makin tinggi pH air maka makin besar kandungan amonia dalam bentuk tidak terdisosiasi (Wardoyo, 1975). Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).
2.5.4. N-Total N-Total kjeldahl adalah gambaran nitrogen dalam bentuk organik dan ammonia pada air limbah (Effendi, 2003). Dalam analisis limbah cair, N-Total terdiri dari campuran N-organik, N-amonia, nitrat dan nitrit. Nitrogen organik dan nitrogen amonia dapat ditentukan secara analitik menggunakan metode Kjeldahl, sehingga lebih lanjut konsentrasi total keduanya dapat dinyatakan sebagai Total Kjeldahl Nitrogen (TKN). Senyawan-senyawa N-Total adalah senyawa-senyawa yang mudah terkonversi menjadi amonium (NH4+) melalui aksi mikroorganisme dalam lingkungan air atau tanah.
2.5.5. pH Pescod (1973) mengatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2002). Selanjutnya beliau menambahkan bahwa
11
nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Pengelolaan limbah cair dalam proses produksi dimaksudkan untuk meminimalkan limbah yang terjadi, volume limbah minimal dengan konsentrasi dan toksisitas yang juga minimal. Sedangkan pengelolaan limbah cair setelah proses produksi dimaksudkan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung didalamnya sehingga limbah cair tersebut memenuhi syarat untuk dapat dibuang. Dengan demikian dalam pengolahan limbah cair untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan yang dilaksanakan secara terpadu dimulai dengan upaya minimisasi limbah (waste minimization), pengolahan limbah (waste treatment), hingga pembuangan limbah produksi (disposal).
2.6. Parameter Fisika Sifat fisik suatu limbah ditentukan berdasarkan bau, suhu, warna, dan zat padat tersuspensi. Sifat fisik ini diantaranya dapat dikenali secara visual tapi untuk mengetahui secara lebih pasti maka digunakan analisis laboratorium (Ginting, Perdana. 2007)
2.6.1. Bau Sifat bau limbah disebabkan karena zat–zat organik yang telah terurai dalam limbah mengeluarkan gas–gas seperti sulfida atau amonia yang menimbulkan bau tidak enak bagi penciuman disebabkan adanya campuran dari nitrogen, sulfur, dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah. Timbulnya bau diakibatkan limbah merupakan suatu indikator bahwa terjadi proses alamiah.
12
Dengan adanya bau ini akan lebih mudah menghindarkan tingkat bahaya yang ditimbulkannya dibandingkan dengan limbah yang tidak menghasilkan bau (Lestari, 2011).
2.6.2. Suhu Air limbah pada umumnya mempunyai suhu yang lebih tinggi dari pada suhu udara setempat. Suhu air limbah merupakan parameter penting, sebab efeknya dapat mengganggu dan meninggalkan reaksi kimia kehidupan akuatik. Limbah yang mempunyai temperatur panas akan mengganggu biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar pada suhu tinggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah (Lestari, 2011).
2.6.3. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid atau TSS) TSS adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Settleable solid adalah jumlah padatan tersuspensi yang dapat di endapkan selama periode waktu tertentu dalam wadah yang berbentuk kerucut terbalik (imhoff cone) (Effendi, 2003).
2.6.4. Padatan Terlarut Total (Total Disolve Solid atau TDS) TDS adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, 13
yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45
(Rao, 1992). TDS
biasanya di sebabkan oleh bahan organik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan.
2.6.5. Warna Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya di sebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan warna sesungguhnya bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan di pisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi (Effendi, 2003).
2.7. Parameter Biologi Pemeriksaan biologis di dalam air dan air limbah untuk memisahkan apakah ada bakteri-bakteri pathogen berada di dalam air limbah. Keterangan biologis ini di perlukan untuk mengukur kualitas air terutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum serta untuk keperluan kolam renang. Selain itu untuk menaksir tingkat ke kotoran air limbah sebelum di buang ke badan air (Effendi, 2003).
2.7.1. Bakteri Bakteri adalah organisme kecil bersel satu dimana benda-benda organik menembus sel dan di pergunakan sebagai makanan. Apabila jumlah makanan dan gizi berlebihan, maka bakteri akan cepat berkembang biak sampai sumber makanan tersebut habis. Bakteri di jumpai di air, tanah, serta udara yang 14
dipengaruhi oleh suhu, kelembapan, konsentrasi oksigen, keasaman. Mereka ini dapat berbentuk bulat, lonjong, ataupun berbentuk spiral dengan diameter sel antara 0,5-3 mikron, meskipun berbentuk spiral dapat mencapai panjang sampai 15 mikron. Alasan inilah yang di pergunakan sebagai dasar 0,45 mikron saringan diperlukan untuk menyaring benda terlarut atau bakteri (Effendi, 2003).
2.7.2. Jamur Jamur sangat penting dalam penjernihan air seperti halnya dengan bakteri mereka menggunakan partikel organik terlarut. Jamur tidak melaksanakan fotosintesis dan dapat tumbuh pada daerah lembab dengan pH yang rendah, suatu kondisi di mana bakteri tidak biasa hidup. Adapun ukuran jamur berkisar antara 510 mikron dan dapat diidentifikasikan oleh sebuah mikroskop. Jamur berbiak melalui spora sementara bakteri berbiak melalui pembelahan sel. Karena sifat jamur yang aerob, maka tidaklah penting pada proses anaerob di dalam fase pencernaan. Jeast adalah jamur yang uniseluler dengan panjang 8 mikron serta lebar 5 mikron yang berfungsi sebagai fakultatif anaerobik dengan menghasilkan alkohol dan CO2 (Effendi, 2003).
15
III.
METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan PKPM ini dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2015 sampai dengan 13 Juni 2015. Lokasi PKPM ini di Balai Riset Dan Standarisasi (BARISTAND) Industri Jalan Raya LIK No. 23 Ulu Gadut Padang.
3.2 Alat dan Bahan Dalam pelaksanaan Kegiatan PKPM di BARISTAND Industri Padang, dilakukan pengujian sampel dari limbah cair pabrik pengolahan karet yang diambil sesudah pabrik sebelum IPAL (inlet) dan sesudah IPAL (outlet). Oleh sebab itu diperlukan sarana alat dan bahan serta media bantu lainnya untuk mendukung kelancaran proses PKPM. Berikut ini daftar alat dan bahan yang digunakan :
3.2.1. Alat Alat-alat yang di gunakan dalam analisa sampel limbah cair pabrik karet seperti yang terdapat pada tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Alat-Alat Yang Diperlukan Untuk Analisa Sampel di Laboratorium Alat /Bahan Fungsi Jumlah keterangan 1 2 3 4 Botol winkler Wadah 12 buah Analisa BOD Buret mikro 2 ml Alat titrasi 1 buah Analisa BOD Pipet takar Memipet sampel / seperlunya Semua parameter reagen Labu ukur Wadah seperlunya Analisa BOD,amonia, Ntotal Erlenmeyer Wadah seperlunya Semua parameter Seperangkat alat Mengaerasi sampel 1 buah Analisa BOD aerasi limbah
16
Lanjutan Tabel 2. 1 COD reactor
Tabung Reaksi Spektrofotometer Fakum evaporator
Aluminium Foil Karet gelang
Kertas saring Autoklat pH meter Gelas ukur Kertas tissue
2 Untuk memanaskan sampel limbah yang telah di campurkan dengan reagen Wadah / tempat pengujian sampel Untuk membaca nilai COD Untuk menyuling / destilasi sampel limbah Penutup Untuk mengikat aluminium foil agar tidak mudah lepas Menyaring sampel limbah Memanaskan sampel limbah Alat pengukur nilai pH Wadah sampel Mengeringkan elektroda
3 1 buah
4 Analisa COD
5 buah
Analisa COD
1 buah 1 set
Analisa COD, amonia, N-Total Analisa amonia
seperlunya seperlunya
Analisa N-Total Analisa N-Total
2 buah
Analisa N-Total
1 buah
Analisa N-Total
1 buah
Analisa pH
3 buah seperlunya
Analisa pH Analisa pH
3.2.2. Bahan Bahan-bahan yang di butuhkan dalam analisa sampel limbah cair pabrik karet dapat di lihat pada tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Bahan Yang Diperlukan Untuk Analisa Sampel di Laboratorium Alat /Bahan Fungsi Jumlah Keterangan 1 2 3 4 Aguadest Pengenceran seperlunya Semua analisa MnSO4 Pereaksi 1 ml / sampel Analisa BOD Akali iodide azida Pereaksi 1 ml / sampel Analisa BOD Nal atau kalium Standarisasi Thio20 ml / Analisa BOD iodide sulfat sampel Amilum Indicator 1 ml / sampel Analisa BOD Asam sulfat H2SO4 Reagen 1 ml / sampel Analisa BOD pekat Sodium thiosulfat Reagen Titrasi seperlunya Analisa BOD Kalium dikromat Standarisasi Thiosulfat 0,0088 gr Analisa BOD
17
Lanjutan Tabel 3. 1 H2SO4 Ag2SO4 K2Cr2O7 Hg2SO4 Baffer borat, NaOH 0,1 N
2 Reagen low range (LR) Reagen low range (HR) Ragen high range (LR) Ragen high range (HR) Reagen amonia Larutan penangkap
4
2 ml / sampel Analisa COD 2 ml / sampel Analisa COD 1 ml /sampel
Analisa BOD, dan COD 1 ml / sampel Analisa COD Analisa amonia Analisa amonia
Reagen Larutan penyangga
8 ml /sampel 10 ml /sampel 2 ml / sampel 1 ml / sampel 10 ml / sampel 2ml / sampel Secukupnya
Larutan penyangga
Secukupnya
Analisa pH
Larutan penyangga
Secukupnya
Analisa pH
H3BO3 (asam borat) Reagen amonia Nessler Reagen amonia NaOH+K2SO5 Reagen HCL 20 % Lar. Penyangga pH 4,004(25oc) Lar. Penyangga pH 6,863 (25oc) Lar. Penyangga pH 10,014 (25oc)
3
Analisa amonia Analisa amonia Analisa N- Total Analisa N- Total Analisa pH
3.3. Pelaksanaan 3.3.1.
Analisa Sampel Limbah Cair Karet Di Laboratorium Analisa limbah cair karet di lakukan berdasarkan panduan SNI yang telah
di tetapkan oleh pemerintah, alat –alat yang di gunakan telah memenuhi standar SNI yang ada dan telah di lakukan kalibrasi terlebih dahulu. Parameter yang diuji pada limbah cair pabrik karet adalah, BOD, COD, Amonia, N-Total, dan pH sebagai parameter kimia pengujian limbah cair karet. Metode yang di gunakan untuk analisa BOD adalah metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar, dalam metode 18
Winkler digunakan larutan pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat. Kemudian dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi, dalam penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO4, H2SO4, dan alkali iodida azida. Sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat memakai indikator amilum. Sedangkan untuk pengujian parameter COD, ammonia, dan N-total di lakukan dengan metode spektofotometri. Metode spektrofotometri adalah metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisidifraksi dan detector vakum phototube
atau
tabung
foton
hampa.
Alat
yang
di
gunakan
adalah
spektrofotometer, yaitu suatu alat yang di gunakan untuk menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur trasmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi.
Gambar 1. Spekrofotometer UV-Vis (pengujian amonia dan N-Total)
19
Gambar 2. Portable datalogging spectrophotometer (pengujian COD)
3.4. Prosedur Pelaksanaan
Limbah cair pabrik karet yang akan di analisa di ambil oleh tenaga ahli dari pihak BARISTAND Industri padang. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan standar SNI 6989.59:2008 bagian 59 tentang metoda pengambilan contoh air limbah. Pelaksanaan pengujian parameter BOD, COD, Amonia, N-Total, dan pH limbah cair pabrik karet adalah sebagai berikut : 3.4.1. Pengujian BOD Sampel Limbah a. Di pipet sampel (5 ml untuk inlet dan 50 ml untuk outlet) b. Masukkan ke dalam labu ukur 500 ml, encerkan dengan menggunakan aquadest sampai tanda tera. c. Tambahkan reagen FeCl3+CaCl2 1 ml, MgSO4 1 ml dan buffer phospat 1 ml ke dalam Erlenmeyer 500 ml tadi. d. Aerasi selama 10 menit. e. Pindahkan ke dalam 3 buah botol wingkler, 2 botol untuk DO5 (duplo) dan 1 botol untuk DO0
20
Analisa DO0 :
Pada botol untuk DO0, tambahkan pereaksi MnSO4 1 ml dan alkali azida 1 ml
Lalu simpan dalam incubator selama 10 menit
Siapkan buret dan isi dengan thio-sulfat 0,01 N
Setelah 10 menit, ambil botol DO0 lalu tambahkan H2SO4 1 ml
Pindahkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
Titrasi dengan Na-thio sulfat 0,01 N sampai warna kuning muda/pucat, tambahkan indicator amilum 0,5 % sampai berwarna biru tua (kira-kira 1 ml), titik akhir sampai warna biru hilang.
Catat volume botol winkler dengan volume larutan Na-thiosulfat yang di butuhkan untuk titrasi.
Analisa DO5 :
Pada botol untuk DO5, simpan dalam incubator selama 5 hari
Setelah 5 hari, ambil botol DO5 tambahkan pereaksi MnSO4 1 ml dan alkali azida 1 ml
Siapkan buret dan isi dengan thio-sulfat 0,01 N
Lalu tambahkan H2SO4 1 ml
Pindahkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
Titrasi dengan Na-Thio sulfat 0,01 N sampai warna kuning muda/pucat, tambahkan indicator amilum 0,5 %, sampai berwarna biru tua (kira-kira 1 ml), titik akhir sampai warna biru hilang.
21
Catat volume botol winkler dan volume larutan Na-thiosulfat yang di butuhkan untuk titrasi.
Rumus : DO =
Cara perhitungan nilai BOD dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BOD5 (mgl/L) = (DO0-DO5) x faktor pengenceran
Keterangan : DO0 = Nilai DO nol hari DO5 = Nilai DO lima hari 3.4.2. Pengujian COD Sampel Limbah a. Panaskan COD reaktor sampai suhu 150º C b. Masukan 2 ml sampel pada reagen low range (LR) dan high range (HR)yang berisi 2 ml H2SO4, AgSO4 dan 1 ml K2Cr2O7 dan Hg2SO4 c. Lalu panaskan dalam COD reactor yang panasnya telah 150º C selama 2 jam d. Kemudian dinginkan lebih kurang 20 menit e. Hidupkan spektrofotometer dan masukan program yang sesuai yaitu LR 430 dan HR 430 dengan panjang gelombang LR 620 nm dan HR 430 Perhitungan nilai COD dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: COD ( mg/l )= COD spektro x fp
22
Keterangan : COD spektro = Hasil pembacaan spektrofotometer Fp = Faktor pengenceran sampel 3.4.3. Pengujian Amonia Sampel Limbah a. Pipet 100 ml sampel (jika diperlukan pengenceran, encerkan) masukkan dalam erlemeyer 500 ml. b. Tambahkan 8 ml larutan penyangga bafer borat kemudian jika pH nya < 9 maka tambahkan 2 ml NaOH 0,01 N c. Buat larutan penangkap dengan memipet 10 ml H3BO3 (asam borat) masukkan dalam erlemeyer 250 ml. d. Lakukan pengujian sampai volume e. Pindahkan hasil penyulingan ke dalam labu ukur 50 ml sebanyak 50 ml. f. Tambahkan 1 ml nessler homogenkan g. Diamkan kira-kira 10 menit kemudian baca dengan spektro fotometer UV-VIS pada
= 425 nm.
Amonia ( mg/l )= Amonia spektro x fp Keterangan : Amonia spektro = Hasil pembacaan spektrofotometer Fp = Faktor pengenceran sampel
23
3.4.4. Pengujian N-Total Sampel Limbah a. Masukkan sampel (10 ml untuk inlet dan 25 ml untuk outlet) ke dalam erlenmeyer 100 ml, encerkansampai 50 ml dengan aquadest. b. Tambahkan 10 ml larutan NaOH+K2SO8, kemudian tutup dengan aluminium foil dan homogenkan. c. Masukkan ke dalam Autoklat 120o C ± 30 menit, kemudian dinginkan. d. Tambahkan 2 ml HCL 20 % atur pH 1-2. Paskan ke labu ukur 100 ml, paskan dengan aquadest. e. Saring dengan kertas saring, filtrat awal ± 5 ml gunakan untuk membilas erlenmeyer, buang lanjutkan penyaringan sampai selesai. f. Setelah itu baca pada spektrofotometer dengan λ 220 nm. Perhitungan nilai di lakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : N-Total (mg/l) = N-total spektro x fp
Keterangan : N-Total spektro = Hasil pembacaan spektrofotometer Fp = Faktor pengenceran sampel 3.4.5. Pengujian pH Sampel Limbah a. Alat di kalibrasi terlebih dahulu b. Pilih metode pH pada alat c. Bilas elektroda dengan air suling d. Celupkan elektroda dalam buffer pH 7 dan sesuaikan temperature control dengan buffer
24
e. Atur “std control” sehingga harg pH menunjukkan 7 f. Bilas elektroda dengan air suling kemudian dengan sampel yang akan di ukur pH g. Celupkan elektroda dalam sampel kemudian catat nilai pH yang di tampilkan h. Setelah selesai di gunakan, bilas kembali elektroda dengan air suling i. Bersihkan dan rapikan kembali peralatan.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Balai Riset Dan Standarisasi Industri (BARISTAND) Industri Padang 4.1.1. Letak Geografis BARISTAND Industri Padang Balai Riset Dan Standarisasi (BARISTAND) Industri Padang berada di jalan LIK No. 23 Ulu Gadut Padang. Secara geografis BARISTAND terletak pada 0056’26” S dan 100028’04” E
4.1.2. Sejarah Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi yang terletak di pesisir barat pulau Sumatera yang perekonomiannya ditopang oleh agro yang menuju ke industri. Petumbuhan industri tersebut membutuhkan pengawasan dan pembinaan terkait kualitas produk dan dampaknya bagi masyarakat. Untuk itu didirikan suatu lembaga sebagai Unit Pelaksana Teknis Perindustrian dengan status Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian yang berada di bawah Kanwil Perindustrian Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Barat pada tahun 1981.
Pada tahun 1991 unit ini diresmikan oleh Gubernur Sumatera Barat menjadi UPT Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (Balai Industri) Padang langsung dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian.
Perkembangan perekonomian dan sistem pemerintahan Indonesia serta seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah menyebabkan adanya perubahan
26
struktur Departemen yang mengakibatkan perlunya penataan dan penyesuaian perangkat termasuk Balai Industri Padang. Berdasarkan SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 784/MPP/kep/11/2002 nama Balai serta tugas pokok dan fungsinya berubah menjadi Balai Riset dan Standarisasi Industri dan Perdagangan (Baristand Indag) Padang.
Pada tahun 2006 seiring pemisahan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, maka melalui Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 49/MIND/PER/6/2006 nama instansi ini berubah menjadi Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristand Industri) Padang yang berada dalam nauangan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian. Dalam perkembangannya Pada Tahun 2010, Baristand Industri Padang berada di bawah Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian.
4.1.3. Visi dan misi BARISTAND Industri Padang VISI “Menjadi Lembaga Riset, Standarisasi, Pengujian, dan Pengembangan Kompetensi Industri yang Terkemuka dan Profesional, terutama Bidang Industri Pangan pada Tahun 2020”
MISI Untuk merealisasikan visinya BARISTAND Industri Padang merumuskan langkah-langkah sebagai berikut: a. Melakukan kegiatan riset, terutama dibidang industri pangan
27
b. Melaksanakan dan meningkatkan kerjasama riset industri c. Meningkatkan penerapan hasil riset di dunia industri d. Meningkatkan kemampuan dan kompetensi bidang standardisasi e. Meningkatkan kemapuan dan kompetensi layanan pengujian f. Meningkatkan pelayanan pengembangan kompetensi dunia industri g. Meningkatkan sarana dan prasarana riset, standardisasi, pengujian, dan pelayanan pengembangan kompetensi h. Meningkatkan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia organisasi i. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
4.1.4. Tugas Dan Fungsi BARISTAND Industri Padang
a. Tugas Pokok Melaksanakan Riset dan Standarisasi serta sertifikasi di Bidang Industri b. Fungsi 1. Melakukan penelitian dan pengembangan teknologi industri bidang bahan baku, bahan penolong, proses, peralatan/mesin dan hasil produk, serta penanggulangan pencemaran industri 2. Penyusunan Program dan Pengembangan Kompetensi di Bidang Jasa Riset/Litbang 3. Merumuskan dan Penerapan Standar, Pengujian dan Sertifikasi dalam Bidang Bahan Baku, Bahan Penolong, Proses, Peralatan / Mesin, dan Hasil Produk. 4. Pemasaran, Kerjasama, Promosi, Pelayanan Informasi, Penyebarluasan dan Pendayagunaan Hasil Riset/ Litbang
28
5. Pelaksanaan
Urusan
Kepegawaian,
Keuangan,
Tata
Persuratan,
Perlengkapan, Kearsipan, Rumah Tangga, Koordinasi Penyusunan Bahan Rencana dan Program, Penyiapan Bahan Evaluasi dan Pelaporan Baristand
4.1.5
Struktur Organisasi
Untuk melaksanakan TUPOKSI, Baristand Industri Padang dipimpin oleh 1 orang Pejabat Eselon III yaitu Kepala Balai dan dibantu oleh 5 orang Eselon IV yaitu Kasubbag Tata Usaha (TU), Seksi Teknologi Industri (TI), Seksi Program dan Pengembangan Kompetensi (PPK), Seksi Standardisasi dan Sertifikasi (SS), Seksi Pengembangan Jasa Teknik (PJT).
Gambar 3. Struktur Organisasi BARISTAND Industri Padang
29
4.2. Hasil Analisa Sampel Limbah Karet Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan diperoleh data analisa ke lima parameter limbah karet tersebut sebagai berikut : Tabel 4. Hasil Analisa Limbah Cair Pabrik Karet Berdasarkan Standar Baku Mutu Parameter Satuan KEPMEN LH Hasil analisa No. 5 tahun 2014 Inlet ket Outlet ket BOD Mg/l 60 325,9933 X 3,5008 COD Mg/l 200 668 X 17 Amonia Mg/l 5 16,796 X 0,5770 N-Total Mg/l 10 23,0085 X 1,3658 pH 6,0-9,0 5,83 X 6,73 Sumber : Analisa Laboratorium BARISTAND Industri Padang
Keterangan : X = Tidak memenuhi standar baku mutu Memenuhi standar baku mutu
4.3. Pembahasan Analisa
limbah
cair
karet
dilakukan
di
laboratorium
lingkungan
BARISTAND Industri Padang. Proses analisa dilakukan secara bertahap sesuai dengan prosedur yang ada. Limbah cair diambil lansung oleh tenaga ahli dari pihak BARISTAND Industri Padang. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga keakuratan hasil analisa limbah tersebut sehingga sampel yang di ambil benar-benar mewakili keseluruhan karakteristik air limbah tersebut. Pengambilan sampel tersebut dilakukan berdasarkan panduan SNI 6989.59:2008 tentang metoda pengambilan contoh air limbah. Setelah itu limbah cair tersebut di angkut dari tempat pengambilan sampel ke BARISTAND untuk di lakukan pengujian dengan segera karena ada beberapa
30
pengujian parameter lapangan yang dapat berubah dengan cepat, parameter tersebut antara lain adalah pH, alkalinitas, suhu, daya hantar listrik, asiditas dan oksigen terlarut. Agar sampel dapat bertahan lama sampel tersebut terlebih dahulu di beri pengawet. Bahan kimia yang digunakan untuk pengawet harus memenuhi persyaratan bahan kimia untuk analisis dan tidak mengganggu atau mengubah kadar zat yang akan di uji. Pengujian limbah cair karet di laboratorium di lakukan berdasarkan standar SNI yang ada, dan menggunakan alat yang telah di kalibrasi terlebih dahulu.
4.3.1. Analisa BOD Berdasarkan hasil pengujian BOD yang telah di lakukan di ketahui bahwa nilai BOD untuk sampel inlet jauh melebihi standar baku mutu yang ada yaitu sebesar 325,9933 mg/l, sedangkan standar baku mutu maksimal yang di perbolehkan hanya 60 mg/l. Hal tersebut berarti jumlah oksigen yang di perlukan oleh mikro organisme untuk menguraikan bahan organik sangat besar sehingga kadar amonia yang ada pada limbah tersebut menjadi tinggi. Hal tersebut dapat berdampak buruk terhadap biota air seperti ikan apabila limbah tersebut di buang begitu saja ke lingkungan tanpa di lakukan pengolahan terlebih dahulu. Hasil analisa sampel outlet menunjukkan penurunan nilai BOD menjadi 3,5008 mg/l yang telah memenuhi standar baku mutu yang ada. Berdasarkan hasil tersebut limbah cair outlet telah di perbolehkan untuk di buang ke lingkungan.
4.3.2. Analisa COD Hasil analisa COD menunjukkan perbedaan yang cukup besar antara sampel inlet dan sampel outlet yaitu inlet sebanyak 668 mg/l dan outlet 17 mg/l
31
berdasarkan perbandingan dengan standar baku mutu yang ada nilai COD maksimal yang di perbolehkan untuk limbah cair pengolahan karet adalah 200 mg/l. Oleh sebab itu sampel inlet tidak memenuhi standar baku mutu limbah cair tersebut sehingga sampel inlet tersebut tidak di perbolehkan di buang begitu saja ke lingkungan. Sebaliknya, sampel outlet memiliki nilai COD yang cukup rendah dan memenuhi standar baku mutu yang di tetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut di akibatkan oleh sampel outlet tersebut telah melewati pengolahan atau proses IPAL terlebih dahulu. Sehingga sampel outlet tersebut telah di perbolehkan untuk di buang ke lingkungan karena tidak berdampak buruk lagi bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
4.3.3. Amonia Dari hasil perhitungan di atas terdapat perbedaan yang cukup besar antara nilai amonia sampel inlet dan sampel outlet limbah cair pabrik karet tersebut. Sampel inlet yaitu sebesar 16,796 mg/l. Hal tersebut di sebabkan oleh pada proses pembuatan lateks di lakukan penambahan gas amonia yang bertujuan agar latek pekat tahan di simpan dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan sampel outlet lebih kecil dari satandar baku mutu yang ada yaitu 0,577 mg/l karena sampel outlet tersebut telah melewati pengolahan terlebih dahulu dan di perbolehkan untuk di buang ke lingkungan. Nilai amonia juga di pengaruhi oleh nilai BOD dan COD, sehingga dari hasil pengujian dapat di lihat bahwa apabila nilai BOD dan COD nya besar, maka nilai amonia nya akan besar pula. Begitu juga sebaliknya, apabila nilai BOD dan COD nya kecil maka nilai amonia nya akan kecil pula.
32
4.3.4. N-Total Hasil pengujian N-total menunjukkan perbedaan antara sampel limbah cair inlet dan outlet yaitu 23,0085 mg/l dan 1,3658 mg/l. Hal tersebut berarti sampel inlet tersebut belum memenuhi standar baku mutu yaitu 10 mg/l, sedangkan sampel outlet telah memenuhi standar baku mutu yang ada. Hal tersebut disebabkan oleh sampel inlet tersebut belum melewati proses pangolahan sedangkan sampel outlet telah melewati proses pengolahan terlebih dahulu.
4.3.5. pH Berdasarkan hasil pengujian di peroleh nilai pH sampel limbah cair inlet 5,83, sedangkan sampel outlet 6,73. Sampel inlet belum memenuhi standar baku mutu. Sedangkan sampel outlet telah memenuhi standar baku mutu yang di tetapakan oleh pemerintah. Keasaman air atau nilai pH sangat mempengaruhi apakah jumlah amonia yang ada akan bersifat racun atau tidak. Pengaruh pH terhadap toksisitas amonia ditunjukkan dengan keadaan pada kondisi pH rendah akan bersifat racun bila jumlah amonia banyak, sedangkan pada pH tinggi, hanya dengan jumlah amonia yang rendahpun sudah akan bersifat racun. Toksisitas amonia juga tergantung dari jumlah amonia yang masuk dalam sel tumbuhan atau hewan (Mulyanto, 2007). Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa sampel inlet dengan pH 5.83 kurang dari standar baku mutu limbah cair yang di tetapkan yaitu sebesar 6.0-9.0 di bandingkan dengan nilai amonia yang tinggi yaitu sebesar 16.796 mg/l yang melebihi standar baku mutu yaitu sebesar 10 mg/l, berarti sampel inlet limbah cair tersebut bersifat racun apabila di buang begitu saja ke lingkungan tanpa di lakukan pengolahan terlebih dahulu.
33
Hasil pengujian sampel outlet menunjukkan pH yang sudah memenuhi standar baku mutu yang ada yaitu sebesar 6.73 sehingga dapat dibuang ke lingkungan dan tidak bersifat racun lagi. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan dapat dilihat bahwa nilai hasil analisa sampel limbah karet inlet semuanya melebihi standar yang telah di tetapkan dalam Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri yang berarti limbah tersebut masih mengandung senyawa yang berbahaya apabila dibuang ke lingkungan. Hal tersebut disebabkan oleh dalam proses pengolahan karet banyak sekali menggunakan bahan-bahan kimia. Oleh sebab itu diperlukan penanganan terlebih dahulu terhadap limbah tersebut. Hasil analisa limbah karet outlet menunjukkan angka yang lebih rendah dari yang di tetapkan oleh standar baku mutu limbah cair yang di tetapkan oleh Mentri Lingkungan Hidup. Hal tersebut disebabkan oleh limbah cair tersebut telah melewati pengolahan secara bertahap sehingga kadar pencemar yang ada didalam limbah tersebut telah berkurang yang berarti bahwa limbah tersebut telah layak untuk di buang ke lingkungan karena tidak berdampak buruk lagi terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar pabrik. .
34
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap sampel limbah cair pabrik pengolahan karet di BARISTAND Industri Padang dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil pengujian sampel limbah cair pabrik pengolahan karet didapat nilai BOD sampel inlet 325,9933 mg/l dan outlet 3,5008 mg/l, COD sampel inlet 668 mg/l dan outlet 17 mg/l, Amonia sampel inlet 16,796 mg/l dan outlet 0,5770 mg/l, N-Total sampel inlet 23,0085 mg/l dan outlet 1,3658 mg/l, dan pH sampel inlet 5,83 dan outlet 6,73. 2. Hasil pengujian sampel limbah cair inlet semua parameter yang diuji tidak memenuhi standar baku mutu, yaitu BOD 325,9933 mg/l, COD 668 mg/l, Amonia 16,796 mg/l, N-Total 23,0085 mg/l, pH 5,83, Berdasarkan perbandingan antara hasil pengujian sampel limbah cair pabrik pengolahan karet dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri. 3. Hasil pengujian terhadap sampel outlet limbah cair pabrik karet menunjukkan hasil yang telah memenuhi standar baku mutu, yaitu BOD 3,5008 mg/l, COD 17 mg/l, Amonia 0,5770 mg/l, N-Total 1,3658 mg/l, 6,73.
35
5.2. Saran a. Kepada pihak perusahaan pabrik karet supaya mempertahankan proses pengolahan limbah cair yang telah memperoleh hasil pengujian yang memenuhi standar baku mutu lingkungan, sehingga limbah yang dibuang tidak mencemari lingkungan sekitar. b. Kepada pihak pemerintah sebaiknya memberikan penghargaan terhadap perusahaan yang telah melakukan proses pengolahan limbah dengan baik. Sedangkan bagi pihak perusahaan yang melanggar atau membuang limbahnya secara sembarangan tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu di berikan sangsi yang tegas sehingga lingkungan kita bisa terjaga dan terbebas dari pencemaran lingkungan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts,
G. dan Santika, Nasional.Surabaya.
S.S.
1984.Metode
Penelitian
Air.
Usaha
Anonim, 2014, Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, www.djpp.kemenkumham.go.id, (2 juli 2015). APHA. 1989. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. 17th ed. APHA. AWWA. WPCF. Washington D.C. 1527 p Barus, T.A., 2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi. FMIPA. USU. Medan. 164 hal. Boyd, C.E.1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. International Center of Agriculture Experiment Center. Auburn. University Alabama. Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 254 hal. Ginting, Ir. Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan Dan Limbah Industri. Cetakan pertama. Bandung: Yrama Widya. Hal 37-200. Haryadi, S., 2003.Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Didalam Manajemen Bioregional Jabodetabek: Tantangan Dan Harapan Work Shop Pengembangan Konsep Bioregional Sebagai Dasar Pengelolaan Kawasan Secara Berkelanjutan. Bogor, 4-5 November 2002. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor.PP.165-172. Kusnoputranto, H., 1986. Kesehatan Lingkungan. Penerbit FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta Lestari, D.S. 2011. Preparasi Nanokomposit Zno/Tio2 Dengan Metode Sonokimia Serta Uji Aktivitasnya Untuk Fotodegradasi Fenol. Tugas Akhir 2. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Pescod, M.B., 1973, Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries, Enironmental Engineering Division, Asian Institute Technology, Bangkok, 59 p. Prastiwi,
N., 2010, Pengelolaan Limbah Industri Karet, https://www.scribd.com/doc/48564500/Pengelolaan-Limbah-IndustriKaret, (8 juli 2015).
37
Rao, CS. 1992. Environmental Pollution Control Engineering. Wiley Eastern Limited. New Delhi Sihaloho, W.S., 2009. Analisa Kandungan Amonia Dari Limbah Cair Inlet Dan Outlet Dari Beberapa Industri Kelapa Sawit. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Medan. Sugiharto. 1987. Dasar – dasar Pengelolaan Air Limbah. Cetakan Pertama. UI Press. Jakarta. Sugiharto, 2008, Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Suligundi, B.T., 2013. Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada Limbah Cair Karet Dengan Menggunakan Reaktor Biosand Filter Yang Dilanjutkan Dengan Reaktor Activated Carbon. Jurnal Teknik Sipil Universitas Tanjungpura. Tanjungpura. Volume 13 nomor 1 Suwardin, D. 1989. Teknik pengendalian limbah industri karet. Jurnal Karet 4 (2): 28-34. Tatyalfiah., 2008, SNI 6989.59:2008 Metoda Pengambilan Contoh Air Limbah, https://tatyalfiah.files.wordpress.com/2009/09/sni-6989-59-2008metoda-pengambilan-contoh-air-limbah.pdf (13 juni 2015). Tjokrokusumo, KRT. 1998. Pengantar Enjiniring Lingkungan. Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan YLH. Yogyakarta. Wardoyo, S.T. H., 1975. Pengelolaan Kualitas Air. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tingg., IPB. Bogor.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Analisa Sampel 1. Perhitungan Nilai BOD Sampel Limbah Cair Karet Perhitungan nilai BOD limbah cair karet dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Normalitas thiosulfat :
Tabel Standarisasi thiosulfat Keterangan Berat K2CrO7 V thio N thio
X1 0.0088 16.8 0.0107
X2 0.0088 16.6 0.0108
Rata-rata
0.0108
Sumber : analisa laboratorium BARISTAND Industri Padang
Ket : X1 = standarisasi 1; X2 = standarisasi 2 N thio X1 =
= 0.0107
N thio X2 =
= 0.0108
Rata-rata N thio =
= 0.0108 mg/l
Tabel hasil titrasi DO0 hari Sampel V botol Skala Inlet 142.69 11.9 - 24.2 Inlet 149.28 0 - 11.9 Outlet 148.03 24.2 -36.5 Outlet 147.04 0 – 12
V thio 11.9 12.3 12.3 12
DO0 hari 7.2771 7.1852 7.2467 7.1182
Rata-rata 7.2311 7.1824
Sumber : analisa laboratorium BARISTAND Industri Padang
Ket : V botol = volume botol; V thio = volume thio; Skala = skala pembacaan volume thio pada saat titrasi
39
Rumus : DO 0 =
(
)
Pengujian 1 sampel Inlet =
Pengujian 2 sampel Inlet =
(
)
(
)
Rata-rata =
= 7.2771 mg/l
= 7.1852 mg/l
= 7.2311 mg/l
Pengujian 1 sampel Outlet =
Pengujian 2 sampel Outlet =
Rata-rata =
(
)
(
)
= 7.2467 mg/l
= 7.1182 mg/l
= 7.1824 mg/l
Tabel Hasil titrasi DO5 hari
Sampel Inlet Inlet Inlet Inlet Outlet Outlet Outlet Outlet
v botol 145.79 136.71 143.51 145.48 151.19 139.5 160.08 161.88
Skala 0 - 6.4 6.4 - 12.7 12.7 - 19.5 19.5 – 26 26 - 33.6 0 - 4.5 4.5 - 12.3 12.3 - 18.4
v thio 6.4 6.3 6.8 6.5 7.6 4.5 7.8 6.1
DO 5 hari 3.8294 4.0236 4.1343 3.8976 4.3828 2.8157 4.2452 3.2826
Rata-rata 3.9712
3.6815
Sumber : analisa laboratorium BARISTAND Industri Padang
Pengujian 1 sampel Inlet =
Pengujian 2 sampel Inlet =
Pengujian 3 sampel Inlet =
(
)
(
)
(
)
= 3.8294 mg/l
= 4.0236 mg/l
= 4.1343 mg/l
40
Pengujian 4 sampel Inlet =
(
)
= 3.8976 mg/l
Rata-rata =
= 3.9712 mg/l
Pengujian 1 sampel Outlet =
Pengujian 2 sampel Outlet =
Pengujian 3 sampel Outlet =
Pengujian 4 sampel Outlet =
(
)
(
)
(
)
(
)
= 4.3828 mg/l
= 2.8157 mg/l
= 4.2452 mg/l
= 3.2826 mg/l
Rata-rata =
= 3.6815 mg/l
Tabel Hasil Pengujian BOD Sampel Inlet Outlet
DO 0 7.2311 7.1824
DO 5 3.9712 3.6815
Vs 5 500
Vp 500 500
BOD 325.99332 3.5008841
Sumber : analisa laboratorium BARISTAND Industri Padang
Ket : Vs = volume sampel; Vp = volume pengenceran sampel. BOD = (DO0-DO5)
(
Inlet = (7.2311-3.9712)
Outlet = (7.1824-3.6815)
) (
) = 325.99332 mg/l (
) = 3.5008841 mg/l
Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa nilai BOD sampel limbah cair pabrik karet yaitu, inlet sebanyak 325.99332 mg/l. sedangkan hasil pengujian sampel outlet menjadi 3.5008841 mg/l. 41
2. Pengukuran Nilai COD Sampel Limbah Karet Tabel Hasil pengujian COD Kode sampel X1 Inlet 0.276 Outlet -0.52
X2 0.306 -0.052
X 668 17
Sumber : analisa laboratorium BARISTAND Industri Padang
Ket : X1 dan X2 = Absorban 1 dan 2 ; X = hasil
Hasil pengujian COD sampel limbah cair pabrik karet di peroleh hasil sampel inlet jauh lebih tinggi di bandingkan dengan hasil pengujian sampel outlet, yaitu inlet sebanyak 668 mg/l sedangkan sampel outlet sebanyak 17 mg/l.
3. Pengukuran Nilai Amonia Sampel Limbah Karet Hasil analisa limbah cair di laboratorium BARISTAND Industri Padang di peroleh data pengukuran sebagai berikut : Tabel Hasil Pengujian Amonia Ket. Sampel Abs Ppm Rata-rata Pengenceran 0.0289 BL 0.0213 0.0315 0.0205 0.0274 0.0206 0.0279 Inlet 0.6264 3.3967 3.3980 0.6268 3.3989 5 0.6268 3.3983 Inlet 0.6228 3.3767 3.3783 0.6233 3.3795 5 0.6232 3.3787 Outlet 0.0625 0.261 0.2605 0.0624 0.2603 2.5 0.0624 0.2601 Outlet 0.0622 0.259 0.2589 0.0621 0.2589 2.5 0.0621 0.2589
Rata-rata dikurangi blanko
Hasil 0.0289
3.3690 16.796 3.3494
0.2315 0.577 0.2300
Sumber : analisa laboratorium BARISTAND Industri Padang
Data tersebut di peroleh dari pembacaan spektrofotometer yang kemudian di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
42
Amonia (mg/l) = amonia spektro
faktor pengenceran
Apabila blankonya bernilai positif maka hasil pembacaan spektro di kurangi terlebih dahulu dengan blanko. Pengujian 1 sampel Inlet = (3.3980-0.0289) x 5 = 3.3690 x 5 = 16.845 mg/l Pengujian 2 sampel Inlet = (3.3783-0.0289) x 5 = 3.3494 x 5 = 16.747 mg/l
Rata-rata sampel inlet =
= 16.796 mg/l
Pengujian 1 sampel Outlet = (0.2605-0.0289) x 2.5 = 0.2316 x 2.5 = 0.579 mg/l Pengujian 2 sampel Outlet = (0.2589-0.0289) x 2.5 = 0.23 x 2.5 = 0.575 mg/l Rata-rata sampel outlet =
= 0.577 mg/l
Berdasarkan hasil perhitungan di atas di peroleh hasil nilai pengujian sampel inlet sebanyak 16.796 mg/l, sedangkan sampel outlet sebanyak 0.577 mg/l. 4. Pengukuran Nilai N-Total Sampel Limbah Cair Karet Hasil pembacaan spektrofotometer pada pengukuran nilai N-Total limbah cair karet sebagai berikut :
43
Tabel Hasil Pengujian N-Total Kode sampel abs 1 abs 2 Rata-rata V Sampel Inlet 2.2999 2.3018 2.30085 10 ml Outlet 0.2726 0.2737 0.27315 20 ml
Pengenceran Hasil 10 23.0085 5 1.36575
Sumber : analisa laboratorium BARISTAND Industri Padang
Nilai N-Total di hitung dengan menggunakan rumus : N-Total (mg/l) = N-Total spektro x factor pengenceran Inlet = 2.30085 x 10 = 23.0085 mg/l Outlet = 0.27315 x 5 = 1.36575 mg/l Berdasarkan perhitungan di atas di peroleh N-total sampel inlet sebanyak 23.0085 mg/l, sedangkan sampel outlet berkurang menjadi 1.36575 mg/l.
5. Pengukuran Nilai pH Limbah Cair Karet Pengukuran nilai pH di ukur lansung di lapangan berdasarkan (SNI 066989.11-2004), pH termasuk ke dalam pengujian parameter lapang di karenakan dapat berubah dengan cepat. Dari hasil pengujian di lapangan di peroleh nilai pH sebagai berikut : Inlet = 5.83 Outlet = 6.73
44
Lampiran 2 : Dokumentasi
Analisa BOD
Analisa BOD
Alat untuk analisa COD
Alat untuk analisa COD
Proses penyulingan amonia
Proses penyulingan amonia
45
Analisa N-Total
Autoklat
Analisa pH
pH meter
Sampel limbah inlet dan outlet
Proses aerasi sampel limbah BOD
46
Air pengenceran BOD
Ruangan asam
Tempat sampel limbah
Penyaringan sampel limbah
Spektofotometer UV-VIS
Spectroquant
47
Incubator BOD
Kulkas tempat penyimpanan reagen
48