BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, keberadaan dan peran auditor yang sangat strategis dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan meningkatkan kompetisi dan perubahan global, profesi auditor pada saat ini dan masa mendatang menghadapi tantangan yang semakin berat. Laporan keuangan menuntut adanya laporan keuangan audit yang dapat dipercaya dan menyediakan informasi yang lebih lengkap dan benar untuk dapat dijadikan informasi yang akurat, sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan. Dalam beberapa tahun terakhir, permasalahan hukum yang berkaitan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) seperti penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi telah menjadi perhatian masyarakat dan dianggap sebagai sesuatu yang sudah terbiasa terjadi di negara ini. Tuntutan masyarakat akan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) meminta adanya pelaksanaan fungsi pengawasan dan sistem pengendalian internal yang baik atas pelaksanaan pemerintahan dan pengelolaan keuangan negara untuk menjamin pelaksanaan kegiatan yang telah sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan.
1
2
Sistem pengendalian internal pemerintah, pelaksanaan pengendalian internal dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jendral, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kota yang di atur dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dan berwenang melakukan pengawasan internal terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi kegiatan yang bersifat lintas sektoral, kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dan kegiatan lain berdasarkan penugasaan dari presiden. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai salah satu pelaksana tugas pengendalian internal pemerintah yang mempunyai tugas untuk
melakukan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
keuangan
dan
pembangunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menjadi lembaga pengawasan keuangan dan pembangunan yang proaktif dan terpercaya dalam mentransformasikan manajemen pemerintahan menuju pemerintahan yang baik dan bersih merupakan visi dari BPKP.
3
Dalam pelaksanaannya, BPKP memiliki dasar hukum yaitu pasal 52, 53, dan 54 tentang keputusan presiden Replubik Indonesia No.103/2001 yang mengatur tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan PERMENPAN No: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern pemerintah dinyatakan dalam standar umum audit kinerja dan audit investigasi meliputi standar-standar yang terkait dengan karakteristik organisasi dan individu-individu yang melakukan kegiatan audit harus independen, obyektif, memiliki keahlian (latar belakang pendidikan, kompetensi teknis dan sertifikasi jabatan dan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan), kecermatan profesional dan kepatuhan terhadap kode etik. Fungsi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam melakukan audit adalah melakukan audit eksternal diantaranya pemeriksaan terhadap proyek-proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk pelaksanaan dekonsentrasi, tugas pembantuan, desentralisasi, dan pemeriksaan khusus (audit investigasi) untuk mengungkapkan adanya indikasi praktik Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan penyimpangan
lain
yang
membutuhkan
keahlian
dibidangnya
serta
pemeriksaan terhadap pemanfaatan peminjaman dan hibah luar negeri (Wati, dkk 2010).
4
Dalam hal ini, keberadaan BPKP sebagai auditor internal pemerintah adalah untuk membantu presiden mengendalikan seluruh pemerintahan dan pembangunan. Kegiatan yang dilaksanakan BPKP merupakan implementasi dari tugas pokok dan fungsinya sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Pengawasan internal suatu organisasi pemerintah pemerintah merupakan fungsi manajemen yang sangat diperlukan dalam penyelenggaraan kegiatan organisasi pemerintah. Pengawasan diperlukan untuk
mendorong
terwujudnya
Good
Governance
dan
mendukung
penyelenggaraan pemerintah yang efisien, efektif, akuntabel, transparan, bersih dan bebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada Era globalisasi saat ini banyak sekali kasus-kasus hukum yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Semakin banyaknya peristiwa skandal korupsi yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang negatif terhadap kepercayaan publik, misalnya kasus PLTU Paiton I Probolinggo yang ditangani oleh BPKP. Dalam kasus pidana Paiton I tersedia bukti permulaan yang kuat yakni hasil audit investigasi BPKP. Kasus dugaan korupsi pengadaan listrik swasta Paiton I di Probolinggo telah merugikan negara yang bermula dari mark up terhadap capital cost sejumlah 48 persen dari seluruh nilai proyek yang sebesar Rp 7,015 triliun.
5
Berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan bahwa adanya mark up dan rekayasa yang berlebihan pada sisi proses penyiapan listrik swasta dan proses investasinya. Dalam laporannya, BPKP membuka secara jelas proses Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang sedang terjadi. BPKP mulai menelusuri dari perencanaan, proses mendapatkan Surat Izin Prinsip, pembiayaan, pelaksanaan, produksi, distribusi, konsumsi, pembayaran dan berbagai previlege yang didapat dengan merugikan keuangan negara. Kasus ini juga ditangani oleh Kejaksaan Agung. Mantan Direktur Utama PLN Zuhal dan Djiteng Marsudi diduga terlibat dalam kasus Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) pada proyek pengadaan listrik swasta Paiton I yang telah diperiksa oleh tim penyidik Kejaksaan Agung di Jakarta. Menurut hasil penyelidikan Kejaksaan Agung proyek Paiton I dinilai melanggar keputusan presiden mengenai prosedur pengadaan listrik dilingkungan departemen yang harus melalui prosedur lelang. Indikasi kolusi terlihat dalam proses negoisasi melalui bukti surat Menteri Pertambangan dan Energi yang tertanggal pada 13 Febuari 1993. Dalam surat tersebut dinyatakan adanya persetujuan kesepakatan dan nilai prematur yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Persetujuaan kesepakatan didalam surat tersebut menyangkut adanya soal harga jual listrik.
6
Pada tahun 2001 penyelidikan kasus Paiton I dihentikan oleh Kejaksaan Agung, namun pada akhir 2002 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan Kejaksaan Agung untuk melanjutkan proses penyidikan kasus PLTU Paiton I tersebut, tetapi Kejaksaan Agung tidak bertindak. Setelah itu pada akhir Tahun 2004 sebuah organisasi non pemerintah telah melaporkan kasus Paiton I kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, namun pada akhirnya kasus ini tidak ada hasilnya sampai sekarang Selain kasus Poiton I, BPKP juga menangani kasus korupsi pengadaan lahan Karangsari dengan total kerugian negara sebesar Rp 5,14 miliar. Lembaga Advokasi Masalah Publik (LAMP) melaporkan kasus korupsi pengadaan lahan karangsari tersebut ke Komisi Pemberantasan korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Banten dan Kepolisian Daerah (Polda) Banten. Dari hasil audit, Kejaksaan Tinggi telah menetapkan tersangka yakni Pemimpin Proyek pengadaan lahan karangsari Tjep Tantan Rustandip. Menurut Kepala Kejaksaan Tinggi Banten dalam kasus korupsi pengadaan lahan karangsari sempat tersendat. Penyebab tersendatnya adalah terdapat perbedaan antara hasil perhitungan kerugian negara oleh auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan Kejati Banten. Versi BPKP menyebutkan angka Rp 5,14 miliar sesuai dengan nomenklaktur di APBD. Sedangkan versi Kejati Banten berpegang teguh pada Rp 3,5 miliar.
7
Hasil dari pemeriksaan BPKP memang menyebutkan angka sebesar Rp5,14 miliar, sesuai dengan besaran anggaran yang tercantum dalam APBD tahun 2002. Hasil anggaran tersebut yang sebesar Rp 5,14 miliar diantaranya untuk pembebasan lahan Karangsari sebesar Rp 3,5 miliar, namun sisanya Rp 1,64 miliar menjadi temuan BPKP karena tidak ada pelaksanaan proyek pelebaran jalan tersebut. Dengan adanya temuan dan hasil perhitungan dari BPKP, bahwa Kejaksaan Tinggi (kejati) mendapatkan dua perkara yaitu diantaranya yang pertama perkara dugaan korupsi pengadaan lahan karangsari Rp 3,5 miliar dan perkara yang kedua dugaan korupsi pelaksanaan pelebaran jalan raya Serang- Pandegalang yang dinilai tidak dilaksanakan. Dapat disimpulkan dari kasus tersebut bahwa profesi auditor sangat berperan penting dalam melaksanakan tugasnya dan harus memiliki kompetensi, agar kualitas audit yang dihasilkan tidak terjadi lolosnya salah saji material yang kemudian akan menyesatkan para pemakai laporan keuangan auditan ataupun akan menciptakan dampak ketidakpercayaan publik terhadap jasa audit yang kompeten. Selain itu fungsi audit sangat penting untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dalam suatu organisasi. Hasil audit akan memberikan umpan balik bagi semua pihak yang terkait dengan organisasi internal pemerintah. Oleh karena itu agar diperoleh hasil audit yang berkualitas tinggi, proses audit harus dilakukan secara hati – hati dan konsisten dengan standar profesi dan kode etik yang mengaturnya, tujuannya untuk menemukan dan melaporkan adanya suatu penyelewengan atau kecurangan dalam suatu organisasi yang dapat tercapai dengan baik.
8
Mengingat pentingnya peran BPKP dalam kelangsungan pemerintah di Indonesia, maka dilakukan penelitian mengenai kualitas audit didalamnya. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Asih (2006) mengatakan bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi tingkah laku yang baik dari pendidikan formal maupun non formal dan bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Pengalaman seorang auditor juga sangat berperan penting dalam meningkatkan kualitas auditor sebagai perluasan dari pendidikan formal yang telah diperoleh auditor. Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui proses yang bertahap, seperti pelaksanaan tugas-tugas pemeriksaan, pelatihan ataupun kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan keahlian auditor. Selain faktor pengalaman yang mempunyai peran penting bagi kualitas audit, pengalaman juga mempunyai arti penting dalam upaya perkembangan etika, tingkah laku dan sikap seorang auditor. Selain itu pengalaman dapat membentuk seorang auditor menjadi terbiasa dengan situasi dan keadaan dalam setiap penugasan yang diukur dengan lamanya berkerja. Dengan pengalaman auditor dapat mengukur seberapa mampu seorang auditor bisa mengatasi setiap masalah dalam mengaudit, maka seorang auditor harus memiliki pengalaman yang cukup dalam mengaudit agar kesalahan yang terjadi menjadi kecil dan dapat menghasilkan hasil yang diharapkan.
9
Audit harus dilaksanakan oleh auditor yang memiliki sikap independensi. Keberanian auditor melaporkan adanya kesalahan pada laporan keuangan tergantung pada independensi auditor. Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktek akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi harus menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan independensinya diragukan masyarakat. Independensi dapat diukur dari sejauh mana auditor dapat bersikap independen dalam melaksanakan proses audit tersebut. Kompetensi auditor adalah kualifikasi auditor untuk melaksanakan audit dengan benar. Trotter (1986) dalam Saifudin (2006) mendefinisikan bahwa orang yang berkompeten adalah orang dengan keterampilan mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Untuk dapat memiliki keterampilan, seorang auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Integritas juga merupakan kompenen profesionalisme auditor. Integritas adalah kepatuhan tanpa kompromi untuk kode nilai-nilai moral, dan menghindari penipuan, kemanfaatan, kepalsuan, atau kedangkalan apapun. Integritas diperlukan agar auditor dapat bertindak jujur dan tegas dalam melaksanakan audit serta kompetensi auditor didukung oleh pengetahuan, dan kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas (Sukriah, dkk 2009).
10
Kualitas audit merupakan suatu isu yang komplek, karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas audit, yang tergantung dari sudut pandang masing-masing
pihak.
Hal
tersebut
menjadikan
kualitas
audit
sulit
pengukurannya, sehingga menjadi suatu hal yang sensitif bagi perilaku individual yang melakukan audit. Secara teoritis kualitas pekerjaan auditor biasanya dihubungkan dengan kualifikasi keahlian,
kecukupan
bukti
pemeriksaan yang kompeten, sikap independensinya dengan klien, serta sikap auditor yang bertindak jujur dan tegas dalam melaknanakan audit. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahas lebih lanjut dalam skripsi yang berjudul ‘‘Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Kompetensi, dan Integritas Terhadap Kualitas Audit (Studi Kasus pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Banten)’’.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1.
Apakah pengalaman kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit?
2.
Apakah independensi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit?
3.
Apakah kompetensi berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit?
4.
Apakah integritas berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit?
11
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah: 1.
Untuk mengetahui pengaruh pengalaman kerja terhadap kualitas audit secara signifikan.
2.
Untuk mengetahui pengaruh independensi terhadap kualitas audit secara signifikan
3.
Untuk mengetahui pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit secara signifikan
4.
Untuk mengetahui pengaruh integritas terhadap kualitas audit secara signifikan
5.
Untuk mengetahui pengaruh pengalaman kerja, independensi, kompetensi, dan integritas terhadap kualitas audit?
D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian yang dilakukan, penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: 1.
Penelitian ini mencoba untuk memberikan bukti mengenai pengaruh pengalaman kerja, independensi, kompetensi dan integritas terhadap kualitas audit.
2.
Bagi auditor, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai salah satu bahan evaluasi sehingga dapat meningkatkan kualitas audit.
12
3.
Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi konseptual dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu auditing.
4.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan pada bidang auditing tentang pengaruh pengalaman kerja, independensi, kompetensi dan integritas terhadap kualitas audit selain sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi.