BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah
satunya di Indonesia. Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai Global Wheat Importers pada tahun 2014 hingga 2016, dapat diketahui bahwa Indonesia merupakan peringkat ke 2 dari top ten importers dengan persentase yang sama yakni 5%. Begitu pun pada survey oleh APTINDO dalam Anonim B (2014), menunjukkan terjadi peningkatan konsumsi terigu yakni dari tahun 2008 sebanyak 3.800.000 metrik ton hingga pada tahun 2014 sebanyak 5.893.607 metrik ton. Ketergantungan Indonesia pada terigu dengan bahan baku gandum dapat mengakibatkan pemborosan devisa, sekaligus mematikan kehidupan petani penghasil pangan pokok dalam negeri. Indonesia memiliki iklim tropis sehingga berpotensi besar dalam pengembangan pangan pokok selain beras, seperti ubi kayu dan berbagai jenis umbi-umbian yang dapat dimanfaatkan sebagai diversifikasi dan substitusi pangan pokok yang sebagaimana telah ditetapkan juga sebagai kebijakan oleh pemerintah. Untuk mendukung kebijakan pemerintah tersebut, dalam pembuatan mie yang pada umumnya menggunakan terigu dengan kadar protein sedang hingga tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan terigu tersebut dapat memanfaatkan
1
2
beberapa bahan baku tepung lokal, diantaranya dengan mocaf (modified cassava flour). Mocaf merupakan tepung singkong yang telah dimodifikasi dengan prinsip fermentasi oleh Bakteri Asam Laktat (BAL). BAL tersebut mampu menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal tersebut menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Selain itu cita rasa mocaf menjadi netral karena menutupi cita rasa singkong hingga 70% (Subagio et al., 2008). Perbedaan yang mendasar pada mocaf dan terigu adalah tidak adanya gluten pada mocaf. Jika dilihat dari segi kesehatan, mocaf aman untuk dikonsumsi penderita autis dan juga celiac disease (Anonim C, 2013). Namun, dari segi fungsional tidak adanya gluten pada mocaf dapat mempengaruhi karakteristik fisik beberapa produk makanan, salah satunya mie basah. Mocaf dapat mensubstitusi terigu hingga tingkat substitusi 15% pada produk mie bermutu tinggi dan hingga 25% pada produk mie bermutu rendah dari segi sifat fisik mie yang dihasilkan, dimana mie dengan substitusi mocaf sebanyak 25% akan menurunkan elastisitasnya selain itu mie juga akan lebih lengket (Husniati, 2013). Semakin banyak mocaf yang ditambahkan maka kandungan gluten akan semakin rendah yang menghasilkan karakteristik mie menjadi lebih mudah putus atau rusak. Mie dengan kandungan gluten yang rendah juga akan meningkatkan nilai cooking loss mie yang dihasilkan.
3
Kualitas mie yang disubstitusi dengan mocaf dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahan tambahan pangan (Carini et al. 2009), salah satunya CMC sebagai hidrokoloid. Hal ini juga didukung oleh Setiavani (2014) yang menunjukkan bahwa dalam pembuatan mie basah dengan substitusi mocaf terdapat penggunaan bahan baku terigu protein tinggi, mocaf, garam, CMC, STPP, air, telur ayam, dan minyak goreng. Adanya penggunaan terigu protein tinggi karena semakin tinggi protein pada terigu maka kandungan gluten menjadi lebih tinggi yang membantu memperkuat struktur pada adonan mie dengan substitusi mocaf dan adanya penambahan CMC berperan untuk menghasilkan mie dengan tingkat kekenyalan dan keliatan yang lebih tinggi, menjadi tidak lengket dan licin, serta menjadi lebih elastis dan tidak mudah menjadi bubur apabila mie dimasak. Menurut Merdiyanti (2008), penambahan CMC sebagai hidrokoloid juga terbukti lebih baik dalam mengurangi cooking loss mie, meningkatkan daya serap air proses rehidrasi mie, serta menurunkan kekerasan dan kelengketan mie. Selain itu, penelitian yang telah dilakukan oleh Lala dkk. (2013) menunjukkan bahwa substitusi mocaf 25% dengan perbandingan terigu: mocaf: CMC = 75 : 25 : 1 menjadi perlakuan yang disukai panelis pada uji organoleptik mie instan dengan substitusi mocaf. Namun, berdasarkan penelitian oleh Jarnsuwan (2012), penambahan CMC sebagai hidrokoloid dengan konsentrasi berlebih dimana berat molekul hidrokoloid yang tinggi dapat mempengaruhi formasi jaringan gluten dan menyebabkan penurunan kekerasan dan elastisitas (Linlaud, 2011 dalam Jarnsuwan, 2012), hal ini dikarenakan struktur menjadi tidak homogen dan
4
berpori. Begitu juga dalam Merdiyanti (2008), penggunaan CMC masih kurang mampu meningkatkan elastisitas. Pada umumnya, konsumen mengandalkan penilaian visual mereka untuk menentukan keputusan membeli mie, sementara penilaian terhadap tekstur mie menghasilkan keputusan membeli ulang mie atau tidak, untuk menyatakan “kesetiaan pada merek” tertentu. Atribut tekstural yang menjadi parameter kesukaan konsumen adalah kekerasan (hardness). elastisitas (springiness), dan kekenyalan (gumminess). Namun, atribut kelengketan adalah karakteristik yang tidak disukai oleh konsumen (Dunnewind et al. dalam Hou, 2010). Upaya lain yang dapat dilakukan untuk menggantikan CMC dalam pembuatan mie yakni dengan pemanfaatan glukomanan dari umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) yang melimpah ketersediannya di Indonesia karena hanya dapat tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Umbi porang kaya akan kandungan glukomanan sehingga dapat diolah menjadi tepung glukomanan porang murni yang dapat dimanfaatkan sifat-sifatnya sebagai bahan tambahan pangan berupa hidrokoloid, sebagai pengental, pengikat, gelling agent, dan pembentuk suspensi. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Zhou dkk. (2013), selama proses pemanasan terjadi diskontinyuitas jaringan gluten protein atau kompleks pati-protein yang menjadi lemah sehingga menghasilkan banyak komponen yang larut air, khususnya amilosa, menjadi terlarut dalam air rebusan mie. Dengan adanya penambahan tepung glukomanan porang dapat meningkatkan kapasitas pengikatan air dari matriks protein-pati dan melindungi granula pati
5
yang mengalami pembengkakan yang cepat kemudian pecah dan terpisah dari jaringan gluten sehingga dapat mengurangi kehilangan padatan akibat pemasakan pada mie. Berdasarkan penelitian Retnaningsih dan Laksmi (2005), yakni pengaplikasian tepung iles-iles (Amorphophallus konjac) sebagai pengganti bahan kimia pengenyal pada mie basah, didapatkan hasil bahwa tepung konjac dapat meningkatkan kekenyalan pada mie basah dikarenakan sifat dari tepung konjak yang dapat bertindak sebagai gelling agent. Oleh karena itu, berdasarkan sifat fisiko-kimiawi yang terkandung dalam glukomanan porang dan juga mocaf maka penelitian ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut terhadap adanya pengaruh substitusi mocaf sebanyak 25%, jenis hidrokoloid yang berupa glukomanan porang dan CMC, serta variasi konsentrasi penambahan hidrokoloid glukomanan porang maupun CMC yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan produk akhir mie basah yang memiliki karakteristik fisik dan sensoris yang dapat diterima oleh konsumen. 1.2.
Rumusan Masalah
1. Apakah glukomanan porang dapat menggantikan peran CMC dalam pengolahan mie basah yang disubstitusi mocaf ? 2. Bagaimana perbedaan sifat fisik tekstural dan sifat pemasakan terhadap penambahan variasi konsentrasi glukomanan porang dan CMC pada mie basah dari 100% terigu dan mie basah dengan substitusi mocaf ? 3. Berapakah konsentrasi terbaik terhadap penambahan glukomanan porang pada mie basah dari terigu dengan substitusi mocaf berdasarkan pengujian
6
sifat fisik tekstural, sifat pemasakan, dan evaluasi sensoris ? 4. Bagaimana tingkat kesukaan panelis berdasarkan evaluasi sensoris terhadap mie basah dari terigu dengan substitusi mocaf dan penambahan glukomanan porang ? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum 1. Mengetahui pengaruh penambahan glukomanan porang terhadap sifat fisik
dan sensoris mie basah dari terigu dengan substitusi mocaf. 1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh penambahan glukomanan porang dan CMC terhadap karakteristik sifat fisik tekstural (kekerasan (hardness), kelengketan (adhesiveness), dan kekenyalan (gumminess)), warna, serta sifat pemasakan (kehilangan padatan akibat pemasakan dan daya serap air) pada mie basah dari terigu dengan substitusi mocaf dan mie basah dari 100% terigu. 2. Mengetahui pengaruh penambahan glukomanan porang dan CMC
terhadap tingkat kesukaan secara sensoris terhadap atribut keseluruhan, hardness
(kekerasan),
adhesiveness
(kelengketan),
gumminess
(kekenyalan), springiness (elastisitas) pada mie basah mocaf. 3.
Menentukan konsentrasi terbaik penambahan glukomanan porang pada mie basah dengan substitusi mocaf.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat :
7
1. Memberikan informasi pemanfaatan tepung glukomanan porang pada pembuatan mie basah dengan substitusi mocaf 2. Memberi informasi kepada industri lokal dan masyarakat umum mengenai tepung glukomanan porang dapat digunakan sebagai bahan alternatif pada pembuatan mie basah.