BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional
yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan berlandaskan pada Undang- Undang dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Hal demikian ditentukan dalam pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menentukan bahwa : Perekonomian Nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan dalam kegiatan usaha besar, menengah dan kecil dalam pola kemitraan. Pembangunan ekonomi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan hukum, sehinggakebijakan pembangunan hukum diselenggarakan dengan pembangunan ekonomi yaitu dengan menyeimbangkan peraturan perundang – undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebastanpa merugikan kepentingan nasional.1 Perseroan Terbatas merupkan salah satu perusahaan yang diharapkan dapat menjadi sarana dalam rangka meningkatkan pembangunan ekonomi.Perseroan Terbatas adalah bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham – saham, dalam mana para pemegang saham ( perseroan) ikut serta mengambil satu 1
Tehker Sihombing, 2010, Peran dan Aspek Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, Alumni, Bandung, hal.74.
2 sahamatau lebih dan melakukan perbuatan – perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan – persetujuan perseroan itu.2 Menurut pasal 1 angka 1 Undang –Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUTP), yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang diterapkan dalam Undang – Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dipilihnya Perseroan Terbatas sebagai bentuk perusahaan dibandingkan bentuk yang lain dikarenakan oleh dua hal yaitu: pertama, perseroan terbatas merupakan asosiasi modal dan kedua, perseroan terbatas merupakan badan hukum yang mandiri.Sebagai asosiasi modal maka ada kemudahan bagi pemegang saham perseroan terbatas untuk mengalihkan sahamnya kepada orang lain, sedangkan sebagai badan hukum yang mandiri berdasarkan UUPT maka pertanggung jwaban pemegang saham bersifat terbatas.Sebagai badan hukum perseroan terbatas memiliki karakteristik antara lain : adanya harta kekayaaan yang terpisah, mempunyai tujuantertentu mempunyai kepentingan sendiri dan adanya organisasi yang teratur.3 Status badan hukum Perseroan Terbatas diperoleh dalam proses pendiriannya untuk dapat mewujudkannya aktivitasnya sebagai badan usaha yang 2
CST. Kansil, 2005, Hukum Perusahaan Indonesia Bagian I, Cet VII, Pradnya Paramita, Bandung,hal.91. 3 Ali Ridho, 1986, Hukum Dagang tentang Aspek-Aspek Hukum dalam Asuransi Usaha, Asuransi Jiwa dan Perkembangan Perkembangan Perseroan Terbatas, Pradnya Paramita, Bandung, hal.303.
3
mandiri. Menurut pasal 7 ayat (1) UUPT, ditentukan bahwa perseroan terbatas didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Akta pendirian dan akta notarispendirian perseroan terbatas harus mendapat pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Akta pendirian perseroan terbatas sebagai akta otentik, dimana pada saat pembuatannya dihindari oleh para pihak yang telah sepakat untuk mengikat diri dalam pendirian perseroan terbatas belum dapat dikatakan sebagai badan hukum yang sah sebelum akta pendirian tersebut mendapat pengesahan oleh Menteri Hukum dan Ham. Perseroan Terbatas yang telah bersama badan hukum akan menjadi lembaga yang mandiri dan sebagai pendukung hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum baik dalam maupun diluar pengadilan serta memiliki harta yang terpisah dari para pengurusnya maupun para pendirinya. Dapat pula dikatakan sebagai subyek hukum seperti halnya manusia sehingga para pendiri yang juga merupakan pemegang saham tidak dapat diminta pertanggung jawabannya melebihi nilai nominal saham yang dimilikinya. Dalam
praktek
dunia
usaha
seringkali
terjadi
penyimpangan
–
pemnyimpangan yang dilakukan oleh para pendiri perseroan terbatas seperti tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang – undangan tentang tata cara maupun prosedur pendirianperseroan terbatas dimana perseroan terbatas telah menjalankan aktivitasnya padahal belum memperoleh pengesahan sebagai badan hukum hal demikian pada dasarnya dapat menimbulkan kerugian bagi perseroan terbatas itu
4
sendiri tetapi juga dapat merugikan pihak ketiga diluar perseroan terbatas yang bersangkutan.4 Mengingat seringnya terjadi permasalahan – permasalahan yang dalam pendirian perseroan terbatas dan aktivitas perseroan terbatas yang belum berstatus badan hukum disamping pula fenomena –fenomena yang timbul dalam pengelolaan perseroan terbatas maka penting untuk dikaji lebih lanjut dalam kegiatan penelitian tentang “Tanggung Jawab Direksi Terhadap Perseroan Terbatas yang Belum Berstatus Badan Hukum”. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat
dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah akibat hukum bagi perseroan terbatas yang belum berbadan hukum namun telah menjalankan aktivitas? 2. Bagaiamanakah tanggung jawab direksi terhadap pengelolaan perseroan terbatas yang belum berstatus badan hukum? 1.3
Ruang Lingkup Masalah Adapun ruang lingkup permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini
untuk dapat mengarahkan dan mengkhususkan pembahasan agar lebih rinci dan sistematis, makaakan dibatasi pada akibat hukum terhadap perseroan terbatas yang belum memperoleh pengesahan oleh menteri sehingga belum berstatus badan hukum namun telah beraktivitas melakukan kegiatan usaha dan dapat
4
Ibid, hal.51.
5
dibatasi pula pada tanggung jawab direksi sebagai pengelola perseroan terbatas yang belum berstatus badan hukum. 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terdiri dari dua yaitu :
1.4.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui tanggung jawab Direksi perseroan terbatas sebagai pengelola aktivitas perseroan.
1.4.2
Tujuan Khusus a. Untuk
mengetahui
pengaturan
tentang
pendirian
perseroan
terbatasuntuk dapatmemiliki status badan hukum b. Mengetahui dan menganalisis akibat hukum dan tanggung jawab direksi yang mengelola perseroan terbatas yang belum berstatus badan hukum. 1.5
Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1.5.1
Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum berkaitan dengan perseroan terbatas.
1.5.2
Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan tambahan pengetahuan bagi pihak – pihak yang beraktivitas terkait dengan
6
perusahaan khusunya perseroan terbatas, akademisi maupun praktisi lainnya.
1.6
Landasan Teoritis Perseroan Terbatas merupakan salah satu bentuk perusahaan yang tumbuh
dan berkembang di Indonesia disamping bentuk-bentuk badan usaha lainnya seperti : koperasi, perusahaan negara dan lain-lain. Perseroan terbatas dalam menjalankan aktivitasnya harus sesuai dengan maksud dan tujuannya yang telah ditentukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas pada saat pendirian. Secara normative perseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), dimana dalam pasal 1 angka 1 UUPT tersebut ditentukan bahwa perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian melakukan kegiatanusaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Perseroan terbatas menurut Sri Redjeki Hartono5, adalah sebuah persekutuan untuk menjalankan perusahaan tertentu dengan menggunakan suatu modal dasar yang dibagi dalam sejumlah saham atau persero tertentu, masingmasing berisikan jumlah uang tertentu yaitu jumlah nominal sebagaimana ditetapkan dalam akta notaris pendiriannya.
5
Sri Rejeki Hartono, 1980, Bentuk-Bentuk Kerjasama dalam Dunia Niaga, FH Univ. 17 Agustuts 1945, Semarang, hal.47.
7 Steven H.Gifis sebagaimana yang dikutip oleh Munir Fuady 6 memberikan arti perseroan terbatas sebagai suatu asosiasi pemegang saham, jika dimungkinkan hukum di negara tertentu, yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum, karenanya sama sekali terpisah dengan orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus menerus. Sebagai suatu badan hukum perseroan terbatas berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat dan melaksanakan kewenangan-kewenangan lainnya yang diberikan oleh hukum yang berlaku. Secara ekonomis pemanfaatan bentuk perseroan terbatas sebagai badan usaha adalah karena : 1. Adanya tanggung jawab yang terbatas dan terdiri dari pemegang saham sehingga para persero secara pribadi tidak ikut bertanggung jawab. 2. Bentuk
hukum
dari
perseroan
terbatas
ini
adalah
fleksibel
dari
keanggotaannya karena terdapat sistem peralihan yang mudah, kemudahan dalam mengadakan perluasan usaha dan dapat memberikan keuntungan fiskal. 7
Sebagai badan hukum perseroan terbatas memiliki unsur-unsur terdiri dari :8 1. Adanya harta kekayaan yang terpisah 2. Mempunyai tujuan tertentu
6
Munif Fuady, 2003, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.2. 7 Sri Redjeki Hartono, Op.Cit, hal.49. 8 Ali Ridho, Loc.Cit
8
3. Mempunyai organisasi yang teratur Unsur-unsur tersebut terkait dengan badan hukum sebagai subyek hukum yaitu subyek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi.9 Terdapat beberapa teori mengenai badan hukum untuk mencari dasar hukumnya yaitu :10 1. Teori Fiktif dari Von Savigny, berpendapat badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subyek hukum, badan hukum itu hanya suatu fiksi saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) sebagai subyek hukum diperlakukan sama dengan manusia. 2. Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz, menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi subyek hukum. Namun, juga tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita amankan hak-hak dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan suatu tujuan. 3. Teori Organ dari Otto Von Gierke, menurutnya badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di
9
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.29 10 Ali Ridho, 2004, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan Terbatas, Perkumpulan, Yayasan Wakaf, Alumni, Bandung, hal.9.
9
dalam pergaulan hukum. Disini tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum itu juga mempunyai kehendak atau kemanuan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggotaanggotanya). Apa yang mereka putuskan, adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia. 4. Teori Propriete Collective dari Planiol, menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersamasama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk keseluruhan, sehingga mereka secara pribadi tidak bersama-sama semuanya menjadi pemilik. Bahwa, orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan satu kesatuan dan membentuk suatu pribadi, yang dinamakan badan hukum. Dengan demikian badan hukum merupakan suatu konstruksi yuridis Dari keempat teori diatas pada dasarnya berpendapat bahwa badan hukum merupakan subyek hukum yang dapat disamakan dengan manusia sebagai subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban.Badan hukum juga terdiri dari organorgan yang diduduki oleh manusia yang secara bersama-sama menjadi pengurus dari badan hukum tersebut. Badan hukum tersebut memiliki tujuan tertentu disertai hak-hak dan kewajiban-kewajibannya.
10
Perseroan Terbatas sebagai badan hukum mempunyai ciri-cirinya. Adapun cirri-cirinya adalah sebagai berikut :11 a. Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, apabila PT belum ada pengesahan maka statusnya belum sebagai badan hukum dan segala tanggung jawab dan kewajibannya sama halnya dengan persekutuan firma ; b. PT merupakan bentuk organisasi yang teratur, ada RUPS, Direksi dan Komisaris ; c. Memiliki harta kekayaan sendiri, berarti mengenal adanya pemisah harta kekayaan pribadi dengan harta kekayaan perusahaan ; d. Dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, atas nama perseroan ; e. Mempunyai tujuan tersendiri, yaitu mencari keuntungan. Pengesahan Perseroan Terbatas menurut Pasal 9 Ayat (1) UUPT adalah untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan. Pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya : a. Nama dan tempat kedudukan perseroan ; b. Jangka waktu berdirinya perseroan ; c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan ; d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor ; e. Alamat lengkap perseroan.
11
Abdul R. Saliman, Hermansyah dan Ahmad Jalis, 2006, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Cet II, Prenada Media Group, Jakarta, hal.111.
11
Untuk memperoleh status badan hukum tersebut juga terdapat jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan dokumen sebagai pendukungnya.Hal ini diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) dan (2)Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ayat (1) yang menyatakan permohonan untuk memperoleh keputusan menteri sebagimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Lalu ayat (2) menyatakan : ketentun mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pengesahan oleh pemerintah disini berfungsi untuk sebagai pembenar bahwa anggaran dsar badan hukum yang bersangkutan tidak dilarang oleh Undang-Undang serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Sejak mendapat pengesahan tersebut makadengan demikian memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya. Mengenai tanggung jawab direksi dalam pengelolaan perseroan terbatas maka prinsi-prinsip tanggung jawab menurut hukum perdata dalam penelitian ini hanya yang berkaitan dnegan ruang lingkup hukum perusahaan. Adapun diantaranya adalah : a. Prinsip tanggung jawab berdasarkanunsur kesalahan. Dalam hukum perdata tanggung jawab dikaitkan dengan unsur adanya kesalahan (fault liability atau liability based on fault), unsur ini merupakan
12
prinsip yang umum berlaku dalam hukum perdata. Hal ini tercermin dalam Pasal 1365 dan 1366 KUHPer menyatakan : “tiap perbuatan melanggar huum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Lalu Pasal 1366 KUHPer menyatakan : “setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kekurangan hati-hatinya”. Prinsip ini menyatakan seorang baru dapat dimintakan pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHPer yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu : 1) Adanya perbuatan ; 2) Adanya unsur kesalahan ; 3) Adanya kerugian yang diderita ; 4) Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.12 Unsur kesalahan yang dimaksud adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Hukum dalam hal ini tidak hanya berkaitan dengan peraturan perundang-undangan tetapi juga kepaturan dan kesusilaan. Berkaitan dengan hal tersebut, tanggung jawab dapat diterima karena bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak yang dirugikan. Lalu sebaliknya, tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain.
12
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Cet. II, PT. Grasido, Jakarta, hal.73.
13
Berdasarkan Pasal 1365 BW, salah satu syarat untuk membebani tergugat dengan tanggung gugat berdasarkan perbuatan melawan hukum adalah adanya kesalahan. Kesalahan ini memiliki tiga unsur, yaitu : 1) Perbuatan yang dilakukan dapat disesalkan ; 2) Perbuatan tersebut dapat diduga akibatnya ; a) Dalam arti obyektif, manusia normal dapat menduga akibatnya ; b) Dalam arti subyektif, sebagai seorang ahli dapat menduga akibatnya ; 3) Dapat di pertanggungjawabkan : debitur dalam keadaan cakap.13 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan pada dasarnya adalah tanggung jawab yang didasarkan kepada adanya suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan baik yang disengaja maupun tidak, dimana perbuatan tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain. 1) Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab. Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle) sampai ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Beban pembuktian dalam hal ini ada pada si tergugat.Dasar pemikiran dari prinsip ini berasal dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian, yaitu seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya.
13
Ahmadi Miru dan Sutraman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta hal.141.
14
2) Prinsip tanggung jawab mutlak Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) lebih sering dikaitkan dengan prinsip tanggung jawab absolute (absolute liability).Namun diantara keduanya itu sebenarnya masih terdapat perbedaan, dimana strict liability merupakan prinsip tanggung jawab yang menetapkam kesalahan, tidak sebagai faktor yang menentukan, namun terdapat pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab seperti misalnya keadaan force majeur.Sebaliknya absolute liability merupakan prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Dilihat dari kamus hukum terdapat pengertian mengenai tanggung jawab mutlak : Tanggung jawab mutlak adalah suatu tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada pelaku perbuatan melawan hukum tanpa melihat apakah yang bersangkutan dalam melaksanakan perbuatan itu mempunyai unsur kesalahan ataupun tidak, dalam hal ini pelakunya dapat dimintakan tanggung jawab secara hukum meskipun dalam melakukan perbuatannya itu dia tidak melakukannya dengan sengaja dan tidak pula mengandung unsur kelalaian, kekurang hati-hati atau ketidakpatutan.14
14
Anonim, Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung, hal. 476
15
1.7
Metode Penelitian
1.7.1
Jenis Penelitian Penelitian skripsi ini merupakan jenis penelitian hukum normative yaitu
penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan untuk mengkaji norma hukum pengaturan prinsip-prinsip tanggung jawab perseroan terbatas sebagai bentuk badan usaha yang berbadan hukum, sesuai dengan isi hukum yang diteliti. 1.7.2
Jenis Pendekatan Dengan penelitian ini menggunakan dua jenis pendekatan yaitu pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach)15 karena meneliti peraturan perundang-undangan dan regulasi yang mengatur tentang perseroan terbatas sebagai esensitas bisnis yang masih banyak mengandung kelemahan utamanya mengenai pertanggung jawaban direksi dalam pengaturan dan penegakannya. 1.7.3
Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder yaitu sebagai berikut : a. Bahan hukum primer Bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan dan regulasi yang berkaitan dengan pengaturan perseroan terbatas antara lain : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) ; 3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbats (UUPT)
15
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cet. IV, Prenada Media Group, Jakarta, hal. 138
16
4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal). b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain : literatur atau buku-buku, artikel jurnal ilmiah, ensiklopedia, bahan dari internet dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban direksi pada perseroan terbatas. 1.7.4
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang diterapkan dalam penelitianini
antara lain, melalui studi dokumentasi yaitu dilakukan dengan mengumpulkan dan mencatat bahan-bahan hukum berdasarkan kualitas data dengan sistem kartu (card system) berdasarkan isi hukum yang dikaji untuk selanjutnya di inventarisir dan diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan penelitian. 1.7.5
Teknis Analisa Bahan Hukum Untuk menganalisa bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan maka
dipergunakan teknik-teknik analisis deskripsi, interpretasi dan sistematisasi dengan cara yaitu : a. Teknik deskripsi dipergunakan sebagai teknik dasar dalam menguraikan hasil analis terhadap permasalahan berdasarkan kualitas bahan hukum ; b. Teknik interpretasi dilakukan dengan menggunakan penafsiran-penafsiran dalam ilmu hukum sepertipenafsiran gramatikal dan sistematis ; c. Teknik sistematisasi mengupayakan keterkaitan rumusan suatu konsep atau proposisi hukum dengan peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun tidak sederajat dalam penamfaatan perseroan terbatas sebagai badan usaha