BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anestesi diberikan untuk memberikan fasilitas pembedahan yang adekuat dengan mengusahakan keamanan dan kenyamanan pasien perioperatif. Resiko ringan hingga berat bisa terjadi. Untuk itu, prediksi resiko dan keamanan mutlak diperlukan. Hal ini mensyaratkan penilaian perioperatif yang seksama. Suatu penilaian preoperatif yang seksama akan memudahkan perkiraan resiko perioperatif dan dapat diidentifikasi pasien-pasien yang memerlukan pemeriksaan tambahan serta intervensi medis sehingga memberikan kesempatan kepada anestesiolog untuk merencanakan perawatan perioperatif yang baik (Boom CE, 2013). Dalam hal ini, pemeriksaan penunjang dapat membantu memberikan landasan penilaian preoperatif secara lebih seksama. Pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan penunjang harus didasarkan pada asas kemanfaatan sekaligus efisiensi. Permintaan pemeriksaan penunjang harus berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan hasil yang ingin diperoleh (indikasi) dari pemeriksaan penunjang tersebut. (Henper, 2009) Pemeriksaan penunjang tanpa kelainan harus dikonfirmasi dan dihindari karena sangat mungkin menghasilkan hasil yang tidak dibutuhkan, tidak bermakna secara klinis untuk operasi dan anestesi, menimbulkan kecemasan yang tidak perlu pada pasien dan penundaan menuju kamar operasi. (Roizen, 2000). Oleh karena itu,
1
2
sebelum melakukan pemeriksaan penunjang, dokter harus memiliki alasan yang kuat, sesuai panduan dan hasilnya bermanfaat. (Henper, 2009).
Evaluasi preoperatif dapat menjadi bermanfaat dan hemat biaya jika berkorelasi dengan riwayat penyakit pasien dan pemeriksaan fisik. Evaluasi preoperatif pada pasien dengan gejala membantu klinisi dalam konfirmasi diagnosis, menilai beratnya penyakit dan progresifitasnya, serta menilai prognosis. (Bryson GL, 2005) Sebaliknya, melakukan tes preoperatif pada pasien asimptomatik atau pasien sehat kurang membawa manfaat. Pertama, kemampuan tes preoperatif untuk memprediksi hal-hal yang tidak diinginkan paska operasi sangat lemah. Kedua, tes tersebut kurang berpengaruh terhadap manajemen klinis dan menjadi beban biaya yang cukup besar dan kurang penting. (Benarroch-Gampel J, et al, 2012) Pemeriksaan yang tidak indikatif dan tidak bermanfaat mengakibatkan pemborosan. Pemeriksaan penunjang yang tidak perlu dinilai mahal. Dalam Do No Harm Projectnya, Universitas Colorado menerbitkan sebuah leaflet tentang pemeriksaan Foto Thorax yang menyebutkan bahwa di Amerika pada tahun 1993, dengan total biaya sekitar $23,000,- hanya mendapatkan satu Foto Thorax yang berpengaruh pada menejemen preoperatif. Sebelumnya, pada tahun 1987, biaya yang dikeluarkan untuk Foto Thorax yang tidak perlu mencapai $1 miliar dollar (tidak disebutkan apakah angka ini hanya pemeriksaan preoperatif atau perhitungan secara total-pen) (University of Colorado, tt). Usaha penghematan juga dilakukan terkait pemeriksaan penunjang. Beberapa
peneliti
di
Stanford
University
Hospital
secara
retrospektif
3
membandingkan pemeriksaan penunjang pre-operasi selama 6 bulan sebelum dan setahun setelah diadakannya klinik eveluasi preoperatif. Mereka menemukan penurunan permintaan pemeriksaan penunjang sebanyak 55%, dan hal ini menurunkan beban biaya yang ditanggung rumah sakit sebanyak 59% untuk pemeriksaan penunjang preoperatif, dimana penghematan dapat mencapai $112 per pasien. Penghematan ini tidak menyebabkan pembatalan operasi, penundaan, atau terjadinya hal-hal yang merugikan pasien. (Fischer, 2006; Finegan, 2005) Foto Thorax merupakan pemeriksaan yang wajar dilakukan bila terdapat indikasi secara klinis untuk mengkonfirmasi keberadaan penyakit atau kelainan, atau evaluasi radiologis setelah dilakukan tatalaksana. Namun kadang juga dilakukan sebagai hal yang rutin preoperatif, dalam arti bukan untuk menunjang pemeriksaan anamnestik dan fisik, namun untuk menyaring dan menemukan kelainan yang tak terduga atau terdeteksi dengan pemeriksaan riwayat dan fisik, selain untuk baseline pemeriksaan Foto Thorax yang mungkin dilakukan kemudian, yang disebut sebagai pemeriksaan rutin (Conseil d'évaluation des technologies de la santé, 1992). Pemeriksaan rutin tersebut kontras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Charpak et al. yang meneliti secara retrospektif pada 2765 pasien yang tidak menjalani pemeriksaan Foto Thorax sebelum operasi. Para peneliti tersebut menyimpulkan penghentian Foto Thorax rutin tidak membahayakan pasien (Charpak et al, 1988) Di Indonesia efisiensi menjadi unsur penting, terutama dalam kebijakan JKN-SJSN, sesuai asas ekuitas dalam pelaksanaan kebijakan JKN-SJSN (Kemenkes RI, tt) dimana pemeriksaan yang tidak indikatif dan tidak bermanfaat
4
akan menjadi beban anggaran. Berkenaan dengan hal tersebut, di RSUP DR.Sardjito terdapat operasi elektif sejumlah 7.836 pada tahun 2012, dan memiliki potensi adanya pemeriksaan yang tidak indikatif dan tidak bermanfaat. Hingga saat ini peneliti belum menemukan studi yang mengevaluasi pemeriksaan Foto Thorax preoperatif yang di lakukan di Indonesia, khususnya di RSUP DR.Sardjito. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap pemeriksaan Foto Thorax preoperatif pada pasien yang menjalani operasi elektif di RSUP Dr. Sardjito. Evaluasi tersebut meliputi (1) kesesuaian antara pemeriksaan Foto Thorax yang dilakukan dengan Panduan Pelayanan Medis Anestesiologi RSUP DR.Sardjito Yogyakarta, (2) kemanfaatan pemeriksaan Foto Thorax dalam menunjang penilaian preoperatif dilihat dari hubungan hasil pemeriksaan Foto Thorax dan komplikasi paru-paru postoperatif.
B. Perumusan Masalah Masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah: 1. Pemeriksaan fisik paru preoperatif dilakukan secara rutin oleh dokter anestesi untuk mendapatkan gambaran resiko pembedahan dan anestesi, dengan tujuan keamanan pasien. 2. Pemeriksaan Foto Thorax rutin dilakukan pada pasien perioperatif, dan sering tanpa didasari temuan kelainan pada anamnesis ataupun pemeriksaan fisik.
5
3. Foto Thorax menggunakan Sinar X yang memiliki resiko bahaya radiasi pada tubuh pasien. Bahaya Sinar X pada tubuh bergantung pada intensitas dan durasi paparan sinar. Di antara resikonya adalah perubahan struktur DNA yang merupakan rangkaian dari carcinogenesis dan mutasi gen. a. Dose dependent b. Non Dose Dependent
C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka dapat dibuat pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Berapa jumlah pemeriksaan Foto Thorax preoperatif yang tidak indikatif (tidak sesuai panduan) pada pasien yang menjalani operasi elektif di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta? 2. Berapa jumlah pemeriksaan Foto Thorax preoperatif tidak bermanfaat (tidak ada kesesuaian dengan kelainan fisik paru) pada pasien yang menjalani operasi elektif di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta?
D. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk melakukan evaluasi terhadap pemeriksaan Foto Thorax preoperatif pada pasien yang menjalani operasi elektif di RSUP Dr. Sardjito.
2.
Tujuan Khusus
6
Untuk mendapatkan data tentang: (1) Kesesuaian antara pemeriksaan Foto thorax yang dilakukan dengan Panduan Pelayanan Medis Anestesiologi
dalam pemeriksaan preoperatif
RSUP DR.Sardjito Yogyakarta (2) Kesesuaian antara kelainan paru yang tampak pada pemeriksaan Foto Thorax dengan pemeriksaan fisik
E. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui kesesuaian antara pemeriksaan Foto thorax yang dilakukan dengan Panduan Pelayanan Medis Anestesiologi
dalam pemeriksaan
preoperatif RSUP DR.Sardjito Yogyakarta 2. Mengetahui Kesesuaian antara kelainan paru yang tampak pada pemeriksaan Foto Thorax dengan pemeriksaan fisik 3. Memberi masukan kepada pemegang kebijakan di RSUP DR.Sardjito dalam penyusunan dan perbaikan Panduan Pelayanan Medis Anestesiologi terkait pemeriksaan penunjang.
F. Keaslian Penelitian Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang mengevaluasi pemeriksaan Foto Thorax preoperatif di RSUP Dr. Sardjito. Tabel.1 memuat beberapa penelitian serupa di beberapa tempat
7
Tabel 1. Daftar Penelitian Tentang Foto Thorax Preoperatif Peneliti Mishra et al
Tahun 2005
Desain P
Tempat India
N 1000
Cherak et al
1988
P
Perancis
3866
Bouillot et al
1992
P
Multicenter
3959
Karakteristik Seluruh pasien elektif Seluruh pasien dalam 1 tahun
Hasil 65% pemeriksaan Ro Thorax tanpa indikasi 28% dilakukan pemeriksaan Ro Thorax 52%nya abnormal
Seluruh pasien, diklasifikasi berdasar jumlah factor resiko yg dimiliki
2092 pasien tanpa resiko dilakukan Ro Thorax 23% Ro Thorax abnormal