BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Skripsi ini akan mengupas tentang upaya masyarakat internasional dalam mencegah kelompok terorisme yang mungkin akan mengakses senjata berbahan nuklir. Masyarakat internasional telah melakukan beberapa upaya dalam mencegah terorisme nuklir dengan cara melakukan kerjasama dalam menjaga keamanan internasional dengan mengadakan KTT Keamanan Nuklir. Pada tahun 1990, Perang Dingin berakhir yang ditandai dengan adanya peruntuhan tembok Berlin yang berada di antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Walaupun Perang Dingin berakhir, isu internasional yang sedang berkembang pun berubah, dimana isu internasional mengenai keamanan bergeser mengarah ke isu ancaman terorisme. Menurut kaum realis, dominasi aktor negara pada awal perkembangan HI tidak hanya di dominasi oleh negara saja tetapi juga dilakukan oleh MNC, individu, NGO, serta kelompok teroris. Sementara pendekatan strukturalisme lebih memandang interaksi hubungan internasional sebagai
1
ketergantungan negara kecil terhadap negara besar dan didominasi oleh negara kuat terhadap negara lemah.1 Terorisme merupakan salah satu realitas sosial politik yang telah berlangsung sejak lama. Terorisme bisa didefinisikan sebagai kegiatan negara atau non negara yang mempergunakan teknik kekerasan dalam usahanya menggapai tujuan politik.2 Terorisme dilakukan dengan aksi kekerasan yang secara psikologis dapat menimbulkan rasa takut pada pihak lain dengan motif politik atau tujuan tertentu. Terorisme dapat dipahami sebagai ancaman atau penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan-tujuan politik, agama, atau lainnya dengan cara intimidasi, menimbulkan ketakutan dan sebagainya yang diarahkan terhadap target mereka.3 Sejak tahun 1988 kelompok terorisme mulai meluncurkan serangan. Serangan terorisme pertama terjadi di kota Pan Am 103, dalam tragedi tersebut
270
jiwa
tewas.
Semenjak
itu
kelompok
teroris
berkembang.Berikut data serangan terorisme dunia mulai dari 1988 hingga 2013. Tahun
Tempat
Korban
1988
Pan Am 103
270 meninggal
1992
Bom mobil di Buenos Aires
242 meninggal
1
Suwardi Wiraatmaja, (1996), Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: Rafika Adikarya, h. 13. 2 Jack C. Plano & Roy Olton, (1999),Kamus Hubungan Internasional. Terjemahan Wawan Juanda. Bandung: CV Abardin, h. 169. 3 Chomsky Noam, (1991), Maling Teriak Maling: Amerika Sang Teroris? Pengantar: Jalaluddin Rakhmat, Bandung: Mizan Pustaka, h. 49.
2
1993
Bom truk di World Trade
6 meninggal
Center
1.042 terluka
1995
Bom truk di kota Oklahoma
1996
Bom truk di Sri Lanka
1996
Bom truk di Saudi Arabia
1998 1999 2001
168 meninggal 500 terluka 90 meninggal 1.400 terluka 19 meninggal 515 terluka
Bom truk di Kedutaan Besar
212 meninggal
AS di Negara-negara Kenya
4.022 terluka
Bom di Moskow
200 meninggal
WTC, Pentagon dan Pennysylvania
2002
Bali, Indonesia
2004
Madrid
2005
London, Inggris
2005
Jimbaran, Kuta, Bali, Indonesia
2008
Mumbai, India
2009
Jakarta, Indonesia
2013
Boston, AS
2013
Volgograd, Rusia
3.062 meninggal 190 meninggal 300 terluka 191 meninggal 1.800 terluka korban 56 jiwa 29 tewas 129 terluka 188 tewas 370 terluka 9 tewas 41 terluka 3 tewas 176 terluka 10 tewas 19 terluka
*Dirangkum dari berbagai sumber
3
Jika dilihat dari data tersebut terlihat bahwa puncak dari serangan terorisme yang terbesar ialah pada tahun 2001 di WTC, Pentagon dan Pennsylvania yang telah menewaskan 3.062 jiwa. Peristiwa tersebut menyerang beberapa fasilitas penting yang dianggap sebagai lambang superioritas Amerika Serikat sebagai negara superpower dengan segala kehebatannya di bidang ekonomi, intelijen, pertahanan dan kekuatan militer.4 Pada saat abad ke dua puluh hingga memasuki abad ke dua puluh satu, tindakan organisasi terorisme meningkat dan berkembang dengan mengadopsi kemajuan teknologi komunikasi, elektronik, transportasi, perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kimiawi dan juga persenjataan. Dengan adanya perkembangan organisasi teroris dalam hal persenjataan menjadikan para teroris tertarik menggunakan senjata nuklir yang sangat berbahaya. Selama beberapa tahun terakhir, prospek kelompok terorisme yang bersenjata nuklir menjadi ancaman yang nyata dan utama bagi keamanan internasional.5 Pada awalnya, terdapat lima negara yang memiliki senjata nuklir (Nuclear Weapon States / NWS). Kelima negara tersebut ialah China, Perancis, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat. Kelima negara tersebut telah menandatangani NPT. Namun sejak tahun 1998, muncul India dan 4
Charles D. Ferguson dan William C. Potter, (2004), The Four Faces of Nuclear Terrorism, California, USA: Monterery Institute of International Studies, h. 15. 5 Evan Braden Montgomery, (2009), Nuclear Terrorism: Assessing the Threat, Developing A Response Strategy For The Long Haul, Washington DC: CSBA (Center for Strategic and Budgetary Assessments), h. 9.
4
Pakistan yang mengklaim memiliki senjata nuklir. Setelah itu, mulai banyak negara yang mencoba mengembangkan teknologi nuklir baik untuk tujuan damai maupun mengarah pada perkembangan dan pembuatan senjata nuklir. Kelima negara yang telah menandatangani perjanjian NPT ditetapkan sebagai negara yang diperbolehkan untuk memiliki senjata nuklir. Namun pada kenyataannya, Israel, India, Pakistan dan Korea Utara telah memiliki senjata nuklir secara terbuka, serta Iran yang diduga memiliki senjata nuklir. Permasalahan mulai berkembang dimana adanya kekhawatiran aktor non-state, yang merujuk pada kelompok teroris yang akan mendapatkan material nuklir yang nantinya akan membahayakan keamanan internasional. Selain itu adanya indikasi bahwa ancaman terorisme nuklir muncul setelah perang dingin berakhir. Selama perang dingin berlangsug, kubu Barat dan kubu Timur saling memperkuat senjata mereka salah satunya mengembangkan senjata nuklir. Setelah perang dingin berakhir yang ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin justru menimbulkan ancaman baru yaitu terorisme. Masih banyak bekas tempat penyimpanan senjata maupun bahan nuklir dan sumber radioaktif yang dulunya digunakan selama perang dingin berlangsung. Tempat-tempat tersebut masih menyimpan
bahan
nuklir
dan
sumber
radioaktif
namun
sistem
keamanannya sangat rendah. Bahan maupun senjata nuklir tersebut masih berada di negara bekas Uni Soviet seperti Ukraina, Belarus dan Kazakhstn. Dengan adanya bahan nuklir maupun persenjataan nuklir yang masih
5
tersebar di tempat bekas penyimpanan senjata di masa perang Dingin, membuat para terorisme menarik perhatian ke tempat-tempat tersebut di tambah sistem keamanannya terbilang masih rendah sehingga memberikan kemudahan bagi para terorisme untuk mendapatkan senjata maupun bahan nuklir. Dengan adanya prospek terorisme nuklir yang meningkat, membuat negara-negara di dunia mulai mencari strategi pencegahan terorisme nuklir. Terorisme nuklir dapat diartikan sebagai sebuah ancaman ataupun tindakan yang memiliki unsur kekerasan dan bertujuan untuk menyebarkan terror sehingga menyebabkan ketakutan di tengah masyarakat dengan menggunakan senjata nuklir, dimana senjata nuklir tersebut merupakan alat peledak yang mendapatkan hasil reaksi nuklir, baik fisi atau kombinasi dari fisi dan fusi. Keduanya melepaskan sejumlah besar energi dari sejumlah kecil massa, bahkan kecil alat peledak nuklir untuk menghancurkan sebuah kota dengan sebuah ledakan, kebakaran dan radiasi.6 Maka dari itu, diperlukan kesadaran dan kerjasama dari semua negara untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan dimana bahan-bahan nuklir dan senjata nuklir tidak jatuh ke tangan terorisme. Diawali dengan pidato Presiden Amerika Serikat Obama, pada tahun 2009 menyampaikan pidato di Praha di mana ia menyebut bahwa terorisme nuklir salah satu ancaman terbesar bagi keamanan internasional. Dengan adanya ancaman yang berasal dari terorisme nuklir tersebut, membuat kekhawatiran di 6
Info Nuklir, (2004), Sejarah Perkembangan Nuklir di http://www.infonuklir.com/read/detail/198/sejarah-perkembangan-nuklir-di-dunia.
Dunia-
6
seluruh negara yang ada di dunia. Dengan adanya kekahawatiran tersebut, maka pada tahun 2010, Amerika Serikat memulai dengan mengadakan sebuah Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Nuklir. Tujuan utama dari konferensi tersebut untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mengamankan senjata nuklir dari pihak yang tidak bertanggung jawab.7 KTT keamanan nuklir pertama diadakan di Washington DC pada tanggal 12-13 April 2010, dilanjutkan KTT kedua diadakan di Seoul, Korea Selatan pada tanggal 26-27 Maret 2012 dan yang KTT ketiga diadakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 24-25 Maret 2014. Empat puluh tujuh negara dan tiga organisasi internasional (PBB, UE, IAEA) berpartisipasi dalam pertama KTT Keamanan Nuklir yang diadakan di Washington pada tahun 2010 atas prakarsa Presiden Obama. Tujuan dari KTT ini adalah untuk meningkatkan keamanan nuklir di seluruh dunia dengan meningkatkan kerjasama dan membuat kesepakatan konkret yang ditujukan untuk bahan nuklir yang lebih baik mengamankan dan fasilitas. Setelah KTT di Washington pada tahun 2010, enam negara baru (Azerbaijan, Denmark, Gabon, Hongaria, Lithuania dan Rumania) dan satu organisasi internasional yang baru bergabung (Interpol) diundang oleh Korea Selatan untuk bergabung dengan KTT Keamanan Nuklir 2012.
7
Nuclear Security Summit, (2014), NSS 2014- https://www.nss2014.com/en/nss-2014/about-thenss
7
Lima puluh tiga negara menghadiri KTT kedua di Seoul pada tahun 2012, yang dibangun di atas tujuan yang telah diidentifikasi di Washington.8 Pada tanggal 24-25 Maret 2014, 58 negara dan lembaga dunia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Nuklir (Nuclear Security Summit) di Den Haag. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dibuka oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di Den Haag merupakan yang ketiga. Dalam konferensi tingkat tinggi tersebut dihadiri oleh 58 pemimpin dari berbagai negara dan organisasi internasional yang ikut berpartisipasi dalam keamanan nuklir. Fokusutama KTT keamanan nuklir yang ketiga tersebut yang berlangsung selama dua hari yakni mengenai upaya pengantisipasi ancamanterorisme nuklir.9
B. Pokok Permasalahan Dengan menelaah latar belakang permasalahan di atas dapat dirumuskan sebuah pertanyaan pokok, yaitu: Bagaimana upaya peserta KTT Keamanan Nuklir dalam mengantisipasiancaman terorisme nuklir?
8
Nuclear Security Summit, (2014), About The NSS- https://www.nss2014.com/en/nss-2014/aboutthe-nss 9 Antara News, (2014), Indonesia dan 57 negara hadiri KTT Nuklirhttp://www.antaranews.com/berita/425822/indonesia-dan-57-negara-hadiri-ktt-nuklir
8
C. Kerangka Dasar Pemikiran Teori merupakan penjelasan yang paling umum untuk menjelaskan kepada kita mengapa sesuatu bisa terjadi. Selain digunakan untuk eksplanasi,
teori
dapat
menjadi
dasar
untuk
prediksi.
Teori
menggabungkan konsep-konsep untuk menjadi suatu penjelasan yang menunjukkan suatu penjelasan yang memperlihatkan konsep-konsep tersebut secara logis saling berhubungan.10
1.
Teori Kerjasama Internasional Dalam
skripsi
ini,
penulis
menggunakan
teori
kerjasama
internasional, karena semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu adanya kerjasama dengan negara lain karena adanya saling ketergantungan sesuai dengan kebutuhan negara masingmasing. Kerjasama di bidang ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan juga keamanan dapat dijalin oleh suatu negara dengan satu atau lebih negara lainnya. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama secara bersama-sama. Hubungan kerjasama antar negara dapat mempercepat dalam mencapai tujuan maupun kepentingannya. Menurut K.J Holsti, proses kerjasama dapat terbentuk dari perpaduan keanekaragaman masalah nasional, regional maupun global yang muncul dan memerlukan perhatian dari lebih satu negara. Masingmasing pemerintah saling melakukan pendekatan yang membawa usul Mohtar Mas’oed, (1988), Teori dan Yogyakarta:Universitas Gajah Mada Press, h. 221. 10
Metodologi
Hubungan
Internasional,
9
penanggulangan masalah, mengumpulkan bukti-bukti tertulis untuk membenarkan suatu usul atau lainnya dan mengakhiri perundingan dengan suatu perjanjian atau pengertian yang memuaskan semua pihak. Menurut K.J Holsti, kerjasama internasional dapat didefinisikan sebagai berikut:11 a. Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai, maupun tujuan yang
saling
bertemu
dan
dapat
menghasilkan
sesuatu,
dipromosikan atau dipenuhi oleh semua pihak sekaligus. b. Pandangan atau harapan dari suatu negara bahwa kebijakan yang diputuskan oleh negara lainnya akan membantu negara tersebut untuk mencapai kepentingan dan nilai-nilainya. c. Persetujuan atau masalah-masalah tertentu antara dua negara maupun lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan dalam kepentingan maupun perbedaan dalam kepentingan. d. Aturan resmi maupun tidak mengenai transaksi di masa depan yang dilakukan untuk melaksanakan persetujuan. e. Transaksi antar negara untuk memenuhi persetujuan mereka.
Kerjasama internasional bukan saja dilakukan antar negara secara individual, namun juga dilakukan antar negara yang bergabung dalam organisasi
atau
lembaga
internasional.
Menurut
Koesnadi
Kartasasmita, kerjasama internasional merupakan keharusan sebagai 11
K.J Holsti, (1988), Politik Internasional, Kerangka Untuk Analisis, Jilid II. Terjemahan M. Tahrir Azhari, Jakarta: Erlangga Press, hh. 652-653.
10
akibat adanya hubungan interdependensi dan bertambah kompleksitas kehidupan manusia dalam masyarakat internasional.12 Pada dasarnya tujuan dari adanya kerjasama antar negara yang dilakukan oleh dua negara atau lebih ialah memenuhi kebutuhan masing-masing dan mencapai kepentingan mereka yang terlibat. Kerjasama merupakan bentuk interaksi yang paling utama karena pada dasarnya kerjasama merupakan suatu bentuk interaksi yang timbul apabila ada dua pihak yang saling bersama dalam mencapai satu maupun lebih tujuan tertentu. Sehingga kerjasama internasional dapat diartikan sebagai upaya suatu negara untuk memanfaatkan suatu pihak maupun pihak lainnya dalam proses pemenuhan kebutuhan. Dan suatu negara sangat memerlukan kerjasama dengan beberapa negara lainnya untuk meningkatkan keamanan domestik maupun internasional dalam pencegahan terorisme nuklir.
2.
Rezim Internasional (International Rejim) Rezim internasional didefinisikan sebagai seperangkat prinsip, norma, aturan, dan tata cara pengambilan keputusan yang digunakan oleh negara-negara dalam menyikapi berbagai macam fenomena dalam hubungan internasional. Rezim merupakan salah satu alat yang dianggap cukup efektif dalam menangani fenomena-fenomena tertentu yang terjadi dalam hubungan internasional. Keohane mendefinisikan
12
Koesnadi Kartasasmita, (1997), Administrasi Internasional, Bandung: Lembaga Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi, h. 19.
11
rezim sebagai sebuah institusi dengan aturan-aturan yang sifatnya eksplisit, dan memuat sebuah persoalan spesifik terkait hubungan internasional. Aturan-aturan yang ada pada rezim terkait juga merupakan aturan-aturan yang telah disepakati bersama oleh negaranegara anggota, sehingga sesungguhnya aturan-aturan tersebut tidak bisa dikatakan sifatnya memaksa karena aturan-aturan tersebut merupakan aturan yang telah disepakati bersama. Rezim
internasional
seringkali
disamakan
dengan
institusi
internasional, yang mana sebenarnya terdapat perbedaan mendasar antara rezim internasional dan institusi internasional. Pembeda paling mendasar yang membedakan antara rezim dan institusi ialah bahwa rezim tidak lebih dari seperangkat prinsip, norma, aturan dan prosedur pengambilan keputusan, sementara institusi internasional mengatur hingga kepada kapasitas dan perilaku anggota-anggotanya.13 Dalam mengkaji rezim internasional, terdapat 3 schools of thought yang menurut penulis bekerja saling melengkapi dalam menyempurnakan teori rezim internasional itu sendiri. Perspektif pertama dari 3 schools of thought tersebut adalah rezim internasional menurut
pandangan
kaum
realis.Kaum
realis
berfokus
pada
kekuasaan, dimana kaum realis beranggapan bahwa distribusi sumber kekuasaan diantara para aktor hubungan internasional berperan sangat besar dalam menentukan efektivitas rezim internasional tersebut. 13
Andreas Hasenclever, Peter Mayer, Volker Rittberger, (1996), Interests, Power, Knowledge: The Study of International Regimes, Mershon International Studies Review, Vol. 40, No. 2http://www.jstor.org/stable/222775, hh. 177-228.
12
Secara otomatis, kaum realis seakan mengatakan bahwa negara hegemoni berperan sangat besar dalam menentukan efektivitas suatu rezim internasional. Perspektif kedua dipaparkan oleh kaum neoliberalis. Kaum neoliberalis meletakkan kepentingan nasional negara-negara anggota rezim sebagai fokus. Bagi kaum neoliberalis, rezim internasional merupakan sebuah alat yang berperan sangat besar dalam membantu negara-negara anggota menyadari akan adanya kepentingan dan kebaikan bersama. Kaum neoliberalis percaya bahwa kebutuhan negara-negara anggota untuk menekan biaya transaksi dan informasi, merupakan salah satu faktor utama untuk negara-negara tersebut kemudian bersedia menjadi anggota suatu rezim internasional tertentu. Hal ini berarti bahwa kepentingan nasional suatu negara tetaplah merupakan fokus utama suatu negara. Perspektif terakhir yang juga memaparkan pandangannya terhadap rezim internasional adalah kognitivisme. Kaum kognitivis muncul merespon dan mengkritik pandangan kaum neoliberalis dan interes-based theorynya.Kaum kognitivis hadir dengan knowledge-based theory yang mengungkapkan bahwa institusi merupakan suatu bagian penting dalam rezim internasional.14
14
Ibid.
13
D. Hipotesa Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dikemukakan hipotesa mengenai upaya yang dilakukan oleh anggota KTT nuklir dalam mencegah terorisme nuklir adalah dengan cara memperkuat rejim nuklir yang terdiri dari pengurangan jumlah bahan nuklir yang berbahaya di dunia, peningkatkan system keamanan bahan nuklir, dan sumber radioaktif, serta peningkatkan kerjasama internasionaldengan organisasi internasional dan negara lain secara bilateral maupun multilateral.
E. Jangkauan Penelitian Jangkauan penelitian ditujukan untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis permasalahan yang dirumuskan. Peneliti menggunakan aspek kajian hubungan internasional dan aspek keamanan internasional. Penelitian ini di awali berdasarkan data mengenai munculnya kelompok terorisme sebagai suatu ancaman keamanan dunia yang dimulai pada tahun 1988.Kedua, adanya isu baru yakni ancaman adanya terorisme nuklir sehingga diadakannya KTT di tahun 2010, 2012 dan 2014.
F. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian diperoleh dari beberapa sumber yaitu studi dokumen yang dilakukan dengan cara menghimpun data sekunder dalam hal ini diwakili oleh informasi-informasi dari literatur-literatur yang relevan
14
seperti buku, surat kabar, jurnal dan data elektronik (internet) yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan skripsi ini dimulai dengan Bab I yang berisi tentang pendahuluan. Pada bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka pemikiran, hipotesa, jangkauan penelitian, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. Bab II membahas tentang pergeseran isu keamanan internasional paska perang dingin yaitu terorisme sebagai salah satu ancaman keamanan dunia dan kemungkinan ancaman teroris nuklir. Dimulai dengan penjelasan mengenai terorisme secara umum yang tersiri dari definisi, tujuan dan aksi dari terorisme. Kemudian adanya penjelesan lebih rinci terkait ancaman terorisme nuklir yang terdiri dari pengertian terorisme nuklir, sumber lahirnya terorisme nuklir dan yang terakhir mengenai penjelasan jenis kelompok yang mungkin menggunakan menjadi terorisme nuklir. Bab III membahas tentang penjelasan mengenai rejim nuklir internasional (NPT), kemudian penjelasan mengenai KTT Keamanan Nuklir pada tahun 2010, 2012, dan 2014 yang terdiri dari latar belakang diselenggarakannya KTT Keamanan Nuklir, tujuan dari KTT tersebut, negara peserta yang mengikuti KTT dan rangkuman dari hasil KTT Keamanan Nuklir yang telah disepakati oleh peserta KTT.
15
Bab IV membahas mengenai upaya yang dilakukan oleh peserta KTT Keamanan Nuklir dalam mencegah terorisme nuklir. Terdapat tiga upaya utama dalam mencegah terorisme nuklir yaitu mengurangi jumlah bahan nuklir; meningkatkan sistem keamanan bahan nuklir dan sumber radioaktif yang terdiri dari penerapan hukum tentang keamanan nuklir, mencegah penyelundupan bahan nuklir dan meningkatkan SDM dalam keamanan nuklir dan upaya yang terakhir adalah kerjasama internasional dalam keamanan nuklir. Bab V berisi kesimpulan, yang menguraikan poin-poin penting terkait atas upaya yang dilakukan oleh peserta KTT Nuklir dalam pencegahan ancaman terorisme nuklir di dunia.
16