BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini, pertumbuhan ekonomi terasa semakin meningkat dan kompleks, termasuk pula didalamnya mengenai bentuk kerjasama bisnis internasional. Bentuk kerjasama bisnis ini ditandai dengan semakin meningkatnya usaha-usaha asing di Indonesia sebagai dampak era globalisasi tersebut. Dalam bidang perdagangan dan jasa, salah satu usaha yang berkembang saat ini adalah usaha waralaba (franchise). Waralaba adalah suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri mengenai bisnis di bidang perdagangan atau jasa, berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merek, bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional. 1 Waralaba didasarkan pada suatu perjanjian yang disebut perjanjian waralaba. Bentuk perjanjian waralaba ini paling tidak melibatkan dua pihak. Pihak pertama disebut Pemberi Waralaba yaitu sebagai pemilik produk, jasa, atau sistem operasi yang khas dengan merek tertentu yang biasanya telah dipatenkan. Pihak kedua, Penerima Waralaba sebagai perorangan dan/atau pengusaha yang menjalankan usaha dengan menggunakan nama dagang, logo, desain, merek milik Pemberi Waralaba dengan memberi royalti kepada Pemberi Waralaba. Perjanjian waralaba meliputi kiat-kiat bisnis berupa metode-metode dan prosedur pembuatan, penjualan, dan pelayanan yang dilakukan oleh Pemberi
1
Rooseno Hardjowidigdo, Perspektif Pengaturan Perjanjian Franchise, Makalah Pertemuan Ilmiah Tentang Usaha Franchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, Jakarta : BPHN, 14-16 Des 1993, hal 5.
Universitas Sumatera Utara
Waralaba dan juga memberikan bantuan dalam periklanan dan promosi serta pelayanan konsultasi. 2 Hubungan hukum antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba juga diatur dalam kontrak yang berwujud kedalam hak dan kewajiban para pihak. Hal ini berarti, adanya keterkaitan antara para pihak untuk mematuhi isi dari perjanjian yang apabila dilanggar dapat menimbulkan akibat hukum sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian waralaba. Hubungan antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba merupakan suatu hubungan timbal balik. Di satu sisi, Penerima Waralaba memberi bantuan kepada Pemberi Waralaba dan di sisi lain Penerima Waralaba memberi keuntungan/royalti kepada Pemberi Waralaba sehingga keduanya saling bekerjasama dalam meningkatkan pemasaran produknya di tengah masyarakat melalui tata cara yang telah ditentukan oleh Pemberi Waralaba. ”Dengan bantuan modal dari Penerima Waralaba yang juga ikut menanggung resiko, dan mempunyai dedikasi tinggi, maka pertumbuhan perusahaan dapat berjalan dengan lancar dan ringan.” 3 Jadi, keseimbangan hak dan kewajiban antara pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba harus diwujudkan di dalam perjanjian waralaba guna memberikan kepastian ataupun perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Pada dasarnya, perjanjian waralaba merupakan pemberian izin dari Pemberi Waralaba untuk memakai Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) kepada Penerima Waralaba dengan membayar royalti atas pemakaian HaKI tersebut atau dapat
2
H. Moch. Basarah & H.M. Faiz Mufidin, Bisnis Franchise dan Aspek-Aspek Hukumnya, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008 hal. 34. 3 Joseph Mancuso & Donald Boroian, Pedoman Membeli & Mengelola Franchise, Jakarta: PT.Delapratasa, 1995. hal.17.
Universitas Sumatera Utara
dikatakan sebagai pemberian lisensi yang meliputi berbagai HaKI Pemberi Waralaba misalnya, nama dagang, logo, desain ataupun paten. Disamping itu, perjanjian waralaba berkaitan pula dengan perjanjian-perjanjian lainnya, misalnya perjanjian hutang-piutang, perjanjian sewa menyewa dan perjanjian jual beli. Di Indonesia, waralaba bukanlah suatu hal yang baru. Waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an dan semakin berkembang pada tahun 1980-an ketika masuknya waralaba asing ke Indonesia, seperti Kentucky Fried Chicken (KFC), Mc Donald’s, Burger King dan Wendy’s. Waralaba lokal pun mulai berkembang pada masa itu dan tumbuh hingga kini mengalami kejayaan yang berawal dari sebuah pemikiran bahwa bisnis waralaba terbukti sukses memacu perekonomian di berbagai negara maju seperti Amerika, Inggris dan Perancis. Tidak hanya itu, bisnis waralaba juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup banyak bagi tenaga kerja. Pada saat terjadinya krisis moneter pada tahun 1997, bisnis waralaba mengalami kemerosotan dikarenakan terpuruknya nilai rupiah sehingga banyak waralaba asing yang terpaksa menutup usahanya. Setelah krisis moneter mulai mereda, bisnis waralaba mulai tumbuh kembali dan pada saat itu bisnis waralaba lokal mengalami perkembangan yang sangat pesat. Waralaba dapat berkembang dengan
pesat
karena
metode
pemasaran dan
juga
merupakan
sarana
pengembangan usaha ini digunakan oleh pelbagai jenis bidang usaha, mulai restoran, bisnis retail, salon rambut, photo, hotel, dealer mobil, dan sebagainya. 4 Salah satu contoh usaha waralaba yang berkembang di Indonesia adalah Kentucky 4
Peni Rinda Listyawati, Perjanjian Franchise sebagai Perjanjian Innomenaat dalam Pandangan Hukum Perdata, Jurnal Hukum Vol. XVII No.2, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, 2006 hal. 186.
Universitas Sumatera Utara
Fried Chicken (KFC) yang berada di berbagai tempat, dan contoh usaha waralaba lokal yang sedang berkembang di Indonesia adalah Indomaret yang dapat dilihat dengan menyebarnya outlet-outletnya di berbagai tempat. Bisnis waralaba telah berkembang pesat di Indonesia, walaupun demikian sebelum tahun 1997 belum ada dasar hukum yang khusus mengatur mengenai waralaba. Sebelum adanya peraturan tersebut perjanjian waralaba yang dibuat oleh para pihak merupakan perjanjian tidak bernama sehingga perjanjian tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis saja yang mengacu pada asas kebebasan berkontrak yang tertuang dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa ”semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang dinyatakan oleh undang-undang. Persetujuan tersebut haruslah dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, perjanjian waralaba yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata ini dapat berkembang dalam kegiatan perdagangan, karena sistem yang dianut dalam KUH Perdata adalah sistem terbuka dan mengandung suatu asas kebebasan berkontrak. Seperti yang telah diuraikan di atas, perjanjian waralaba berkaitan dengan HaKI, sehingga, landasan perjanjian yang digunakan adalah perjanjian lisensi karena perjanjian lisensi berhubungan erat dengan HaKI. Selain perjanjian lisensi, diberlakukan tiga undang-undang yang menjadi dasar pemberian perlindungan hukum kepada HaKI perusahaan, yakni Undang-Undang Paten, Undang-Undang Hak Cipta, dan Undang-Undang Merek. Dengan adanya Undang-Undang Paten
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan
waralaba
memperoleh
perlindungan
hukum
terhadap
kemungkinan adanya usaha peniruan. Yang dapat dipatenkan mencakup antara lain di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Undang-Undang Merek menjadi dasar hukum bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum kepada perusahaan yang mendaftarkan mereknya terhadap kemungkinan peniruan, pemalsuan, ataupun penggunaan secara ilegal atas merek dagangnya. Sementara itu, Undang-Undang Hak Cipta untuk melindungi hasil ciptaan seseorang yang berasal dari kemampuan, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Kehadiran bisnis waralaba sebagai suatu sistem bisnis mempunyai karakteristik tersendiri di dalam kehidupan ekonomi, dapat juga menimbulkan permasalahan di bidang hukum dikarenakan bisnis waralaba ini didasarkan pada suatu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban para pihak, sehingga diperlukan adanya perlindungan hukum yang saling menguntungkan bagi masingmasing pihak. Pada tahun 1997 disahkan suatu peraturan yang mengatur mengenai waralaba yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba, yang kemudian diganti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Peraturan Pemerintah tersebut diperkuat dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba yang diganti dengan Peraturan
Menteri
Perdagangan
Nomor
31/M-Dag/Per/8/2008
tentang
Universitas Sumatera Utara
Penyelenggaraan Waralaba. Menurut Adrian Sutendi, ”adanya peraturan tersebut memberikan kepastian usaha dan kepastian hukum bagi dunia usaha yang menjalankan waralaba”. 5 Tertarik terhadap masalah-masalah tersebut di atas, maka penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut dan menuangkannya dalam penulisan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Waralaba (Franchise) sebagai Perjanjian Innominat Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (Riset di Kentucky Fried Chicken di Kota Medan).”
B. Perumusan Masalah Atas dasar latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik yuridis dari perjanjian waralaba? 2. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba? 3. Bagaimana penyelesaian perselisihan apabila terjadi wanprestasi salah satu pihak? 4. Bagaimana berakhirnya suatu perjanjian waralaba?
5
Adrian Sutendi, Hukum Waralaba , Bogor: Ghalia Indonesia, 2008, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Dengan menelaah judul skripsi di atas, maka dapat diketahui apa yang menjadi tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui karakteristik yuridis dari perjanjian waralaba. 2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. 3. Untuk mengetahui cara dalam menyelesaikan perselisihan apabila terjadi wanprestasi salah satu pihak. 4. Untuk mengetahui berakhirnya suatu perjanjian waralaba.
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara teoretis maupun secara praktis, yaitu: 1. Secara teoretis hasil penelitian ini akan memberikan saran dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai waralaba sebagai suatu perjanjian innominat. 2. Secara praktis: a. Bermanfaat kepada masyarakat umum khususnya kepada pihak yang terkait dalam usaha waralaba; b. Bermanfaat kepada mahasiswa yang ingin lebih mengetahui mengenai perjanjian waralaba.
Universitas Sumatera Utara
D. Keaslian Penelitian Skripsi ini berjudul “Tinjuan Yuridis Waralaba (Franchise) sebagai Perjanjian Innominat Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (Riset di Kentucky Fried Chicken di Kota Medan)”. Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan waralaba sebagai suatu perjanjian innominat, baik melalui literatur yang diperoleh di perpustakaan maupun media cetak dan elektronik. Di samping itu juga diadakan penelitian dan sehubungan keaslian judul skripsi ini penulis melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pendapat atau kutipan baik dari buku ataupun bahan yang berkenaan, semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan demi menyempurnakan tulisan ini.
E. Tinjauan Kepustakaan Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan suatu perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengertian tersebut mirip dengan apa yang dikemukakan oleh R. Subekti, yaitu “suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
Universitas Sumatera Utara
kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. 6 Menurut Abdulkadir Muhammad, Perjanjian adalah “suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.” 7 Di dalam Pasal 1319 KUH Perdata menyatakan “semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu”. Suatu perjanjian yang mempunyai nama khusus atau yang sering disebut dengan perjanjian bernama (nominaat) maksudnya adalah suatu perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam pakai, tukar menukar. Sementara perjanjian yang berada di luar KUH Perdata yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat seperti waralaba, leasing, joint venture, kontrak karya biasanya disebut dengan perjanjian tidak bernama (innominat). Secara bebas dan sederhana, waralaba didefinisikan sebagai “hak istimewa (privilege) yang terjalin atau diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atau pembayaran.” 8 Dalam format bisnis, pengertian waralaba adalah “pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan (Pemberi Waralaba) memberi hak pada pihak independen atau Penerima Waralaba untuk menjual produk atau jasa perusahaan tersebut dengan 6
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987, hal. 1. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1990, hal. 78 (Selanjutnya disebut dengan Abdulkadir II) 8 Heri Lumoindong, Waralaba dan Perkembangannya, http://www.parokiteresa.tripod.com/Tonikum_WARALABA, 5 Februari 2009. 7
Universitas Sumatera Utara
peraturan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba.” 9 Dari pengertian tersebut, maka terlihat bahwa perjanjian waralaba termasuk dalam perjanjian yang berada di luar KUH Perdata atau yang sering disebut dengan perjanjian innominat. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997, waralaba (franchise) dirumuskan sebagai berikut : Franchise adalah perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekaayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Pengertian waralaba menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, menyebutkan bahwa: Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Waralaba terbukti sukses memacu perekonomian di berbagai negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Perancis. Tidak hanya itu adanya usaha waralaba ini juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi cukup banyak tenaga kerja karena pengusaha kecil tidak perlu mengeluarkan dana yang besar untuk membuka usaha waralabanya. Perdagangan dengan menggunakan konsep waralaba dibangun atas dasar perjanjian, yaitu antara Pemberi Waralaba sebagai pemberi hak dan Penerima Waralaba sebagai penerima hak. Perjanjian waralaba selain berkaitan dengan Pasal 1319 KUH Perdata, dan berkaitan pula dalam Pasal 1320 KUH Perdata
9
www.galeriukm.web.id/peluang-usaha, 11 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
mengenai syarat sahnya perjanjian dan Pasal 1338 KUH Perdata mengenai asas kebebasan berkontrak yang menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk membuat perjanjian dan bebas menentukan isi suatu perjanjian asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini berarti, KUH Perdata memberikan kebebasan kepada para pihak yang mengadakan perjanjian untuk menentukan isi perjanjian dengan syarat tidak bertentangan dengan undangundang kesusilaan dan ketertiban umum. Di dalam suatu perjanjian terdapat hubungan-hubungan yang terjalin antara para pihak. “Hubungan ini tidak timbul dengan sendirinya. Hubungan hukum itu tercipta dari tindakan hukum yang menimbulkan hubungan hukum dan melahirkan hak dan kewajiban para pihak. Satu pihak berhak memperoleh prestasi sedangkan pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi.” 10 Hal ini menuntut perhatian keterlibatan hukum dalam upaya memberikan kerangka jaminan perlindungan masing-masing pihak. Di dalam pelaksanaan suatu perjanjian, dapat terjadi suatu perselisihan antara para pihak yang disebabkan oleh adanya pihak yang tidak memenuhi prestasi. Prestasi adalah ”sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan.” 11 Menurut Pasal 1234 KUH Perdata adalah memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu maka, apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi maka ia dinyatakan wanprestasi. Seperti yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad, wanprestasi ialah ”tidak memenuhi sesuatu yang
10
M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: PT.Alumni, 1986, hal. 7. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990, hal.201. (Selanjutnya disebut Abdulkadir III) 11
Universitas Sumatera Utara
diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan.” 12 Jika terjadi wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat memberikan sommatie (teguran) kepada pihak yang telah wanprestasi. ”Sommasi berarti peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya sesuai dengan teguran/pernyataan kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya.” 13 Penyelesaian perselisihan di Indonesia biasanya, dilakukan dengan musyawarah/mufakat sebagai kultur ”orang Timur”. 14 Bila suatu perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah/mufakat, maka para pihak menyerahkan perkaranya kepada lembaga peradilan, dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama. Selain penyelesaian melalui lembaga peradilan, dapat juga diselesaikan di luar pengadilan melalui Alternative Dispute Resolution dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli yang dilakukan secara damai atau dapat pula diselesaikan melalui badan arbitrase. Kata yuridis yang diidentikkan dengan hukum dapat diartikan secara umum berkaitan dengan kaidah, peraturan-peraturan, tata aturan baik tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur hubungan anggota masyarakat. Secara yuridis, usaha waralaba diatur dalam PP No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba yang telah dicabut dan digantikan dengan PP No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba dan
12
Ibid, hal. 203. M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 62. 14 H.R. Daeng Naja, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hal.105. 13
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba yang telah diganti dengan keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31/MDAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba pada tanggal 21 Agustus 2008.
F. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah gabungan antara metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penulisan skripsi ini memakai metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Dalam hal ini penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini. Sedangkan penelitian hukum empiris dilakukan untuk memperoleh data primer dengan melakukan wawancara. 2. Data Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini dilakukan melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer adalah melakukan wawancara terhadap pihak yang berkaitan dalam perjanjian waralaba, sedangkan metode pengumpulan data sekunder terbagi atas 3 bagian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Bahan Hukum Primer yaitu norma atau kaedah dasar seperti Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Perundang-undangan dan lain sebagainya; b. Bahan Hukum Sekunder yaitu buku-buku yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer seperti hasil karya dari kalangan hukum; c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, bahan dari internet dan lain sebagainya.
1.
Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan 2 (dua) teknik
pengumpulan data yaitu: a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini adalah penelitian dengan mengumpulkan data dan meneliti melalui sumber bacaan, menganalisa peraturan perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah, surat kabar, internet dan sumber lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini. b. Penelitian Lapangan (Field Research) Kegiatan ini penulis lakukan dengan cara turun langsung ke lapangan. Pengumpulan bahan-bahan di lapangan untuk memperoleh data yang akurat,
dilakukan
dengan
mencari
informasi
langsung
dengan
menggunakan wawancara (interview) terhadap instansi ataupun lembaga yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
2.
Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif
yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh yang diperoleh dari bahan bacaan atau buku-buku, peraturan perundang-undangan dan hasil wawancara langsung mengenai perjanjian waralaba. 3.
Lokasi Penelitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian penulis adalah di Kentucky Fried
Chicken di Kota Medan (PT.Fastfood Indonesia Tbk.).
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi sistematika penulisan ke dalam lima bab, dan setiap bab terbagi dalam beberapa sub bab yang lebih kecil. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan keseluruhan ke dalam garis besarnya yang dituangkan ke dalam tujuh sub bab yaitu latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan keseluruhan ke dalam garis besarnya yang dituangkan ke dalam enam sub bab yaitu pengertian perjanjian,
Universitas Sumatera Utara
jenis-jenis perjanjian, syarat-syarat sahnya perjanjian, sistem terbuka dan asas konsensualitas dalam hukum perjanjian, wanprestasi dalam perjanjian dan hapusnya perjanjian.
BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI WARALABA Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan keseluruhan ke dalam garis besarnya yang dituangkan ke dalam lima sub bab yaitu pengertian waralaba, perjanjian waralaba sebagai perjanjian innominat, bentuk-bentuk waralaba, unsurunsur perjanjian waralaba dan mengenai pengaturan yuridis terhadap perjanjian waralaba.
BAB IV
TINJAUAN YURIDIS WARALABA (FRANCHISE) SEBAGAI
PERJANJIAN
INNOMINAT
MENURUT
KITAB
UNDANG-UNDANG
HUKUM PERDATA INDONESIA Dalam bab ini penulis mencoba menguraikan keseluruhan ke dalam garis besarnya yang dituangkan ke dalam empat sub bab yaitu karakteristik yuridis dalam perjanjian waralaba, hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba, penyelesaian perselisihan yang timbul dalam perjanjian waralaba, berakhirnya perjanjian waralaba.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan yang sekaligus sebagai jawaban permasalahan yang dikemukakan dalam penulisan ini. Selanjutnya penulis akan memberikan saran sebagai jalan keluar terhadap permasalahan yang ditimbulkan.
Universitas Sumatera Utara