BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara formal, program au pair cenderung didefinisikan atau digambarkan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan pengalaman pertukaran budaya. Definisi „penempatan au pair‟ dalam The Council of Europe‟s 1969 `European Agreement on „au pair‟ Placement‟, "Au pair" placement is the temporary reception by families, in exchange for certain services, of young foreigners who come to improve their linguistic and possibly professional knowledge as well as their general culture by acquiring a better knowledge of the country where they are received...Such young foreigners are hereinafter called persons placed "au pair". Kebutuhan keluarga angkat akan bantuan untuk mengasuh anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga ringan tidak diperhitungkan dalam pengaturan tentang au pair. Hal ini kemudian seringkali menimbulkan kesan yang salah tentang kehidupan menjadi au pair. Kenyataan yang ada adalah pertukaran budaya dianggap sebagai keuntungan tambahan semata, dan bukanlah sebagai tujuan utama keluarga angkat mendatangkan au pair ke dalam lingkungan keluarga.
3
Logikanya, tidak akan ada au pair jika mereka tidak membutuhkan bantuan untuk mengasuh anak dan melakukan pekerjaan domestik rumah tangga. Sehingga program au pair dianggap sebagai bentuk pekerjaan dan au pair
3
Lihat “Family Expectations and Job Duties Au pair” di situs http://www.thebestaupair.com/en/view-family.aspx?id=11906
4
diperlakukan sebagai pekerja oleh keluarga angkat. Selain itu, meningkatnya fenomena au pair di Eropa dari tahun ke tahun, membuat au pair tidak hanya dipandang sebagai sebuah misi pertukaran budaya, melainkan sebagai ladang bisnis atau mencari keuntungan „au pair industry‟.
5 6
Pada tahun 2014, Radio Netherlands Worldwide Indonesia melaporkan bahwa tawaran menjadi au pair di beberapa negara di Eropa semakin diminati oleh Warga Negara Indonesia dari tahun ke tahun. Ada banyak alasan Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi au pair, yaitu mencari pengalaman kerja, belajar bahasa Inggris atau bahasa asing, keluar negeri dengan biaya yang minim, batu loncatan meneruskan kuliah keluar negeri, dan mencari jodoh. Negara-negara favorit tujuan au pair Indonesia di Eropa adalah Belanda, Perancis, 7
Jerman, Norwegia, Denmark, dan Inggris. Namun, dalam menyikapi fenomena au pair, pemerintah Indonesia harus lebih cermat dan teliti untuk tidak sekedar memandang program au pair sebagai sebuah program pertukaran budaya semata. Skema program au pair telah mengalami banyak perubahan sejak tahun 1960-an. Fenomena au pair dalam beberapa tahun terakhir dinilai mulai mendapatkan perhatian serius dari media dan organisasi masyarakat sipil (civil society) atas kasus pelecehan seksual, eksploitasi yang menimpa au pair. Pemaparan beberapa kasus negatif yang menimpa au pair tersebut kemudian
4 5 6 7
Cecilie Oien, 2009, On equal terms? An evalution of the Norwegian au pair scheme, Fafo Report, Norway, hlm. 15. Mariya Bikova, 2008, A Family Member or A Family Servant?, Masteroppgave, Sosiologisk institutt, Universitetet i Bergen, hlm. 3. Nasib Au pair di Belanda Mirip TKI, di situs http://archief.rnw.nl/bahasaindonesia/article/nasib-au-pair-di-belanda-mirip-tki, diakses pada 9 Februari 2014 Hasil wawancara dengan Santi Dame Sidabutar (agen penyalur au pair Indonesia di Norwegia)
memunculkan keraguan atas keuntungan-keuntungan yang ditawarkan dari 8
program au pair.
Meskipun belum ada data resmi tentang jumlah au pair Indonesia yang mengalami eksploitasi ataupun pelecehan seksual, dalam fenomena program au pair, Indonesia harus lebih belajar dari tingginya kasus eksploitasi, kekerasan, diskriminasi, prostitusi au pair Filipina di beberapa negara Eropa (Belanda dan 9
negara-negara Skandinavia)
sehingga akhirnya Filipina bersikeras membuat
perjanjian bilateral, „Pedoman Perekrutan dan Penyebaran au pairs Filipina di Swiss‟ tentang status hukum au pair di negara penerima sebagai orang asing yang dianggap sebagai bagian dari keluarga, serta pengaturan lebih lanjut tentang host fam, dan agen penyalur au pair yang diizinkan oleh pemerintah Filipina. Pasca adanya kerjasama bilateral tentang au pair Filipina di beberapa negara penerima seperti Swiss, Norwegia, dan Denmark, serta tingginya tuntutan untuk merevisi ulang skema au pair di Eropa oleh berbagai pihak, pemerintah Filipina akhirnya mencabut larangan migrasi au pair Filipina ke Eropa pada tahun 2012. Pembahasan isu au pair di beberapa negara Eropa
11
10
telah menjadi agenda
penting untuk didiskusikan yang mana selalu dikaitkan dengan hak-hak pekerja migran dan perdagangan manusia. Dalam tulisan Vermeulen, penyalahgunaan program au pair selalu dihubungkan dengan fenomena perbudakan domestik yang
8
____, 2013, Au pair, Challenge to Safe Migration and Decent Work, Global Alliance Against Traffic in Women (GAATW), Thailand, hlm.7. 9 ___, 2011, Abused Domestic Workers in Europe: The case of au pairs, Directorate General For Internal Policies, Policy Department C: Citizens' Rights and Constitutional Affaires, European Parliament, hlm. 35-36. 10 Au pair: Challenges to Safe Migration and Decent Work, loc.cit. 11 Baca Helle Stenum, dkk. (Author), 2011, Abused Domestic Workers in Europe: The case of au pairs, Directorat General For Internal Policies, European Parliament.
juga menimpa para pekerja migran. Selain itu, au pair sering disebutkan sebagai salah satu korban dalam kasus eksploitasi ekonomi dan seksual yang menimpa para pekerja migran yang bekerja di ranah domestik.
12
Perlu diperhatikannya isu au pair oleh pemerintah Indonesia diperkuat oleh tulisan Amin Mudzakir dengan judul Pekerja Indonesia di Belanda: Studi Kasus Pekerja Tidak Terampil dan Tidak Terdokumentasi, yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan para pekerja Indonesia menjadi undocumented workers di Belanda adalah mereka yang berangkat ke Belanda 13
melalui undangan keluarga, program pertukaran budaya (au pair).
Kemudian,
Global Alliance Against Traffic in Women (GAATW) tahun 2013 dalam working paper dengan tema Au pair, Challenge to Safe Migration and Decent Work menyatakan bahwa:
14
“...Domestic work, for instance, has received attention as a sector prone to the occurrence of trafficking due to its unregulated and often isolated character. Au pair migration shares these characteristics with domestic work. However, the issue of au pair work has received far less attention.” Kurangnya perhatian terhadap isu au pair membuat posisi au pair sangat rentan menjadi korban kejahatan perdagangan manusia. Seiring perkembangan teknologi, informasi, komunikasi, dan transportasi, maka modus, pelaku, serta korban trafficking juga makin berkembang dan bervariasi dengan cepat. Dalam 12
Gert Vermeulen, 2007, EU Quality Standards in Support of the Fight against Trafficking in HumanBeings and Sexual Exploitation of Children. Exploratory Study of the Potential and Feasibility of Self-regulation or Public-Private Co-operation. Antwerp: Maklu., hlm. 125-126. 13 Amin Mudzakir, 2012, Pekerja Indonesia di Belanda: Studi Kasus Pekerja Tidak Terampil dan Tidak Terdokumentasi, Jurnal Kajian Wilayah, Vol.3, No.1, 2012, hlm.47-71. 14 Au pair, loc.cit.
Booklet 3, Preventing Discrimination, Exploitation and Abuse of Women Migrant Workers;
“...They paint a rosy picture of good earnings and relatively easy working and living conditions. The women are lured by these job offers. Many are already seeking a chance to migrate when they are enticed with false promises of well-paid jobs in foreign countries as au pairs, models, 15 dancers, waitresses, hotel maids, domestic workers, etc Dengan semakin meningkatnya minat anak muda Indonesia akan program 16
au pair,
terutama ke negara-negara Eropa, pemerintah Indonesia diharapkan
tidak hanya menyediakan akses kerja sama, namun juga harus diiringi dengan aspek perlindungan hukumnya dalam skema pengiriman au pair ke Eropa. Ketiadaan entitas au pair dalam ruang sistem hukum Indonesia tidak dapat dijadikan alasan pemerintah untuk lepas tangan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti pelecehan seksual, eksploitasi, atau pelanggaran hukum lainnya terhadap au pair Indonesia. Pemberian perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia (dalam penelitian ini adalah au pair) di luar negeri merupakan salah satu tugas pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh Alinea IV Pembukaan Undang-
15
Preventing Discrimination, Exploitation and Abuse of Women Migrant Workers,An Information Guide, Booklet 3, Gender Promotion Programme International Labour Office, Geneva. 16 Baca Nasib Au pair di Belanda Mirip TKI, atau bisa diketahui melalui beberapa informasi di personal blog agen au pair, para au pair Indonesia atau para mantan au pair Indonesia. Pada tahun 2013, Kedutaan besar Jerman untuk Indonesia mengabulkan 135 permohonan visa untuk WNI dengan izin au pair ke Jerman (konfirmasi melalui email pada tanggal 3 April 2014). Kedutaan Besar Denmark untuk Indonesia mengkonfirmasi, walaupun tidak dalam jumlah yang banyak, namun ada beberapa WNI yang apply visa untuk masuk ke Denmark sebagai au pair (konfirmasi melalui email pada tanggal 30 Juni 2014).
Undang Dasar 1945.
17
Tanggung jawab negara dalam melindungi warga
negaranya di luar negeri juga diakui dan diatur di dalam ketentuan hukum internasional, khususnya Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler.
18
Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperjelas dalam isu penyusunan kerja sama internasional terkait au pair, yaitu pendataan jumlah au pair Indonesia, status hukum au pair, mekanisme kontrol agen penyalur au pair, serta perlindungan hukum au pair. Mempertimbangkan bahwa, (1) pengaturan au pair di Eropa lebih kepada berdasarkan hukum imigrasi masing-masing negara 19
penerima,
(2) kemudahan akses informasi tentang hukum setempat negara
favorit tujuan para au pair Indonesia, dan (3) informasi keberadaan atau jumlah au pair Indonesia, maka penelitian ini penting untuk menguraikan disparitas pengaturan au pair di beberapa negara penerima program au pair, yaitu di Belanda, Jerman, dan Denmark.
17
Lihat juga Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), 28D ayat (2), Pasal 28F, Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 yang memberikan perlindungan hukum atas hak untuk mencari nafkah, atas kesehatan, atas informasi dan atas jaminan sosial. 18 Lihat Pasal 5(a) Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler yang mengatur tentang salah satu fungsi konsuler adalah melaksanakan tanggung jawab negara untuk memberikan perlindungan kepada warga negaranya yang berada di luar negeri atau diluar teritorialnya. 19 Catharina Calleman, 2010, Cultural exchange or cheap domestic labour? Constructions of „au pair‟ in four Nordic countries, Global Care Work, Gender and Migration in Nordic Societies, Lise Widding Isaksen (Ed.), Nordic Academic Press, Sweden, hlm. 70: “...the sources of law that determine the status of au-pair work may be said to have a private character, as they do not usually consist of (public) legislation but of internal guidelines drawn up by migration authorities...”
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana disparitas pengaturan au pair di Belanda, Jerman, dan Denmark? 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadi disparitas dalam pengaturan au pair di Belanda, Jerman, dan Denmark? 3. Bagaimana formulasi pengaturan au pair dalam perspektif hukum nasional Indonesia?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengkaji disparitas pengaturan au pair di Belanda, Jerman, dan Denmark. 2. Untuk mengkaji faktor-faktor penyebab disparitas pengaturan au pair di Belanda, Jerman, dan Denmark. 3. Untuk mengkaji formula hukum yang tepat untuk pengaturan au pair dalam perspektif hukum nasional Indonesia.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademik Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya tentang perkembangan hukum migrasi nasional maupun internasional tentang au pair.
2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat, pemerintah, pengusaha untuk menemukan formulasi kebijakan yang tepat dalam upaya memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin ikut serta dalam program au pair.
E. Keaslian Penelitian Peneliti menemukan beberapa hasil penelitian yang dianggap memiliki substansi yang memiliki kemiripan dengan permasalahan yang dirumuskan peneliti tetapi berbeda dalam pengkajian masalahnya. Beberapa karya ilmiah tersebut adalah: 1. Penelitian Anna Kuroczycka Schultes, yang berjudul “I‟m Not a Maid!” – A Critical Look at Au pairs vis-à -vis Migrant Domestic Workers, pada tahun 2010 dalam Journal of Research on Women and Gender,
Universitas
Wisconsin,
Milwaukee,
Amerika Serikat.
Persamaannya adalah subjek dari penelitian, yaitu
au pair.
Perbedaanya, penelitian Anna mengkaji fenonema globalisasi dan migrasi tenaga kerja transnasional dengan memfokuskan pada isu status hukum au pair dari perspektif sejarah dan hukum imigrasi nasional di Amerika Serikat. Sedangkan, penelitian ini mengkaji au pair dari disparitas pengaturan au pair di beberapa negara Eropa. 2. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Bridget Anderson dengan judul Who Needs Them? Care Work, Migration and Public Policy,
pada tahun 2012, dalam sebuah jurnal ilmiah terbitan Centre on Migration, Policy and Society (COMPAS), Universitas Oxford, Inggris. Persamaannya, kedua penelitian sama-sama mengkaji tentang pekerja migran dalam perspektif kebijakan hukum. Perbedaannya, penelitian yang dilakukan oleh Bridget tidak hanya fokus pada au pair, melainkan pekerja domestik dan au pair dalam satu rangkaian analisis. Kemudian, penelitian Bridget membahas mengenai kebijakan imigrasi di Inggris dikaitkan dengan pemberian visa terhadap para pekerja domestik dan au pair dikaitkan dengan isu nasional soal kesetaraan gender, ketenagakerjaan, perbudakan modern, serta relasi keluarga dan pekerjaan. Sedangkan penelitian ini, fenonema au pair berusaha dikaji dalam perspektif hukum migrasi pekerja migran Indonesia. Dengan demikian
orisinalitas
dipertanggungjawabkan.
penelitian
yang
peneliti
ajukan
dapat