BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada prinsipnya manusia merupakan produsen sekaligus konsumen dari setiap produk yang diciptakannya. Karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas, maka manusia tidak pernah berhenti melakukan produksi suatu barang dan menggunakan produk yang dibutuhkannya. Salah satu cara yang dilakukan untuk memproduksi suatu produk adalah dengan membangun sarana dalam bentuk perusahaan (Kharismawaty, 2005). Perusahaan merupakan kesatuan teknis
yang bertujuan
menghasilkan
barang
atau
jasa
dan
tempat
berlangsungnya proses produksi yang menggabungkan faktor – faktor produksi untuk menghasilkan barang atau jasa (Robbins, 1996). Salah satu contoh perusahaan adalah perusahaan industri. Perusahaan industri merupakan perusahaan yang mengubah dan mengolah bahan baku menjadi bahan jadi (Nitisemito, 1989). PT X merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi kemasan kotak karton dan sudah berdiri sejak tahun 1972. PT X dikenal sebagai perusahaan produsen kotak karton yang pertama di Sumatera Utara dan yang ketiga di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan oleh PT X berupa folding carton (contohnya kotak kue, kotak kardus minuman mineral, kotak mie instan) dan corrugated carton, yaitu kardus berukuran besar. PT X tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
berfokus pada volume penjualan, namun mampu menerima pembelian dengan berbagai bentuk dan desain kotak yang telah ditetapkan oleh konsumennya. PT X memiliki 2 pabrik yang berlokasi di tempat yang berbeda. Pabrik pertama berlokasi di Mabar berfokus pada penjualan folding carton, yaitu karton berukuran kecil seperti kotak kue. Pabrik kedua berlokasi di KIM dan berfokus pada penjualan corrugated carton, yaitu kotak karton kemasan besar seperti kotak minuman, kotak sirup, kotak alat-alat elektronik. Sebagai perusahaan yang sudah berdiri selama 40 tahun, PT X diakui sebagai produsen terkemuka produk kemasan di Indonesia. Usia 40 tahun bukan waktu yang singkat bagi PT X dalam mengarungi pahit manisnya kehidupan produksi. Spring (dalam Robbins, 1996) menyatakan bahwa hanya 2% dari total perusahaan yang ada di Amerika yang mampu bertahan di usia ke 40 tahun sejak didirikan. PT X yang masih bertahan sampai saat ini menunjukkan bahwa pada dasarnya ia cukup kuat dalam bersaing di dunia bisnis. Namun, perusahaan juga harus menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak terus berkembang, kadangkala perusahaan harus berhenti tumbuh atau bahkan mengalami penurunan (Robbins, 1996). Kemunduran organisasi merupakan tahap siklus kehidupan dimana organisasi memasuki tahap kapan akan gagal untuk diantisipasi, diakui, dihindari, atau disesuaikan dengan tekanan internal maupun eksternal yang mengancam keberlangsungan hidup perusahaan jangka panjang. Proses penurunan organisasi ditandai dengan ketidakmampuan organisasi dalam menangani berbagai masalah yang dihadapinya (Adizes, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Sebagai perusahaan yang dapat dikatakan matang (mature), saat ini PT X berada pada tahap The Aging Stage yang artinya organisasi mengalami masa penurunan akan komitmen dan pengertian tujuan organisasi, harapan untuk tumbuh sangat rendah, pemimpin menjadi stress dan frustasi sehingga kecenderungan individu dan kelompok kurang bergairah, oleh karena itu dibutuhkan kepemimpinan yang mampu memberikan pengarahan dan terobosan agar tidak mengalami kemunduran (dibutuhkan semangat dan kreatifitas) (Adizes, 1989). Berdasarkan teori kemunduran perusahaan yang dikemukakan oleh Weitzel & Jonsson (1998), PT X memasuki tahap kelambanan (slowness). Pada tahap ini terjadinya penurunan kinerja, penurunan laba penjualan, top manajemen mengambil sedikit tindakan yang benar, serta manajer tidak bisa mengintepretasikan informasi. Ciri-ciri ini terlihat di PT X. Hasil wawancara dengan Manager HRD PT X terjadinya kemunduran perusahaan. Manager HRD menyatakan bahwa tingkat turnover di PT X sangat tinggi, terutama di bagian operasional pabrik, tingkat penjualan menurun yang disebabkan menurunnya tingkat pembelian dan repeated order yang dilakukan konsumen (P4.S1.13/10/2012). Hal senada juga diungkapkan oleh Manager Produksi bahwa tingkat komplain meningkat, tidak tercapainya target penjualan yang telah ditetapkan perusahaan serta performa kerja karyawan khususnya di bagian operasional pabrik semakin menurun (P1/S1/M.Prod/16052013). Kegiatan produksi merupakan basis utama PT X. Oleh karena itu, para pekerja produksi harus lebih mendapat pengendalian ekstra sehingga
Universitas Sumatera Utara
diperlukan first-line manager atau sering disebut dengan supervisor. Supervisor merupakan orang yang memiliki kelebihan atau mempunyai keistimewaan, yang tugasnya melihat dan mengawasi pekerjaan orang lain (Mulianto, Cahyadi & Widjayakusuma, 2006). Tiap-tiap supervisor memiliki bawahan dan bertanggungjawab atas bawahan yang disupervisinya. Supervisi merupakan
usaha
mencapai
hasil
yang
diinginkan
dengan
cara
mendayagunakan bakat/kemampuan alami manusia dan sumber-sumber yang memfasilitasi, yang ditekankan pada pemberian tantangan dan perhatian yang sebesar-besarnya terhadap bakat/kemampuan alami manusia (Mulianto, Cahyadi & Widjayakusuma, 2006). Supervisor merupakan jabatan yang unik dan strategis karena mereka langsung mengelola para karyawan (Dharma, 2003). Supervisor juga memiliki peran ganda. Ia mewakili perusahaan menyampaikan intruksi kerja, perintah atau informasi lain kepada bawahannya serta juga harus menjaga kepentingan perusahaan. Di saat lain, ia harus menyampaikan keluhan karyawan kepada atasan, memperjuangkan kebutuhan karyawan dan membela nasib karyawan sesuai dengan norma, peraturan, dan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menyebabkan peran sebagai supervisor tidaklah mudah (Bittel, 1985). Seorang supervisor bertanggungjawab atas perencanaan kerja, pengarahan, pengkoordinasian dan pengendalian kegiatan-kegiatan sekelompok karyawan dan memberikan bimbingan kepada mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama (Bittel, 1985). Supervisor bertanggungjawab mencapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sistem kerja pada unit
Universitas Sumatera Utara
kerjanya secara efektif. Di samping itu, supervisor juga harus mampu menciptakan iklim yang dapat membuat karyawan bekerja dengan tenang dan bersemangat sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja (Mulianto, Cahyadi & Widjayakusuma, 2006). Salah satu tugas pokok seorang supervisor adalah mencapai target (penjualan, produksi dan lainnya) yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan mutu standar sesuai permintaan. Untuk itu supervisor tidak dapat bekerja seorang diri, ia dibantu bawahannya. Supervisor mendeligasikan tugas apa yang menjadi tugas bawahannya sehingga diperlukan keterampilan supervisor dalam berkomunikasi (Black, 1975). Aktivitas sehari-hari supervisor berhubungan erat dengan komunikasi. Komunikasi yang efektif hanya terjadi jika tercipta pemahaman yang sama antara pengirim dan penerima pesan (Kreps, 1986). Terciptanya komunikasi yang efektif di antara supervisor dan karyawan banyak dipakai sebagai alasan oleh karyawan untuk menyukai pekerjaannya (Dharma, 2003). Kesediaan pihak supervisor untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja. Agar dapat memimpin dengan efektif, seorang supervisor harus mampu berkomunikasi dengan jelas, mengharapkan yang terbaik dari bawahannya, berpegang pada tujuan dan berusaha memperoleh komitmen (Kossen, 1981). Efektivitas kepemimpinan seorang supervisor dapat diukur oleh 2 (dua) faktor utama, yaitu (1) faktor keluaran yang mencakup produktivitas, kualitas dan efisiensi, (2) faktor manusia yang mencakup motivasi, komitmen, konflik
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi. Jika supervisor tidak mampu menangani faktor manusia, kemungkinan besar akan merusak komunikasi dan timbul berbagai bentuk pertikaian. Hal ini menyebabkan gairah kerja menurun, pegawai mangkir dan berhenti kerja meningkat. Jika ini terjadi, maka perusahaan mengalami masalah besar, dan pada gilirannya masalah-masalah seperti itu akan mempengaruhi faktor keluaran seperti target tidak tercapai, biaya lebih tinggi dan kualitas produk tidak bagus (Dharma, 2003). Kenyataan yang terjadi di PT X adalah tingginya tingkat turnover dan absensi terutama pada bagian karyawan harian lepas (P4.S1.13/10/2012). Hal ini juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan Manager HRD PT X pada bulan Oktober tahun 2012 yang menyatakan bahwa tingkat absensi karyawan di PT X sangat tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil kegiatan Sambung Rasa di bulan Oktober 2012 bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal mangkir kerja, sakit, izin maupun terlambat, yaitu sebesar 158% dari perhitungan 3 bulan sebelumnya (Juli-September 2012) (Sumber: Kegiatan Sambung Rasa Perusahaan, Oktober 2012). Manager HRD juga mengungkapkan bahwa banyak sekali karyawan yang keluar dari perusahaan, terutama karyawan harian lepas pada divisi operasional (pabrik). Hal ini dirasakan cukup mengganggu kegiatan produksi perusahaan, apalagi bisnis utama perusahaan adalah produksi. Jumlah komplain yang diajukan pelanggan kepada PT X juga mengalami peningkatan, terutama dalam hal teknis seperti kotak karton basah, lambatnya pengiriman, kotak rusak dan terjadi kesalahan penginputan kode kotak (P1/INT/31102012/MKT), serta
Universitas Sumatera Utara
bagian produksi tidak pernah mencapai target yang telah ditetapkan (P1/FGD/18102012/HL, P2/FGD/19102012/HL). Seluruh keluhan yang diutarakan menunjukkan bahwa supervisor di PT X belum efektif dalam menjalankan tugasnya. Padahal supervisor yang efektif merupakan faktor penting dalam membantu menanggulangi masalah rendahnya produktivitas, juga dapat meningkatkan kepuasan kerja yang tinggi bagi para karyawan dan pada akhirnya mempengaruhi mutu kehidupan mereka (Dharma, 2003). Dengan kompleksitas peran dan tugas yang harus ditangani oleh seorang supervisor, maka tidak mengherankan jika untuk menjadi seorang supervisor harus memiliki keterampilan khusus dalam menjalankan tugasnya. Sujak (1990, dalam Ulfa 2007) merumuskan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, seorang supervisor harus memiliki 6 (enam) keterampilan manajerial, yaitu kepemimpinan, memotivasi bawahan, pengambilan keputusan, komunikasi, teamwork, dan manajemen konflik. Corrado (2004) juga menyatakan bahwa agar dapat menolong supervisor dalam menjalankan tugasnya maka diperlukan kemampuan listening skill, team building, menyelesaikan konflik, kemampuan konseling dan presentasi. Selain itu, agar dapat mengatur lingkungan kerja dengan baik, para supervisor juga harus dilatih menjadi orang-orang yang ber“skill” meliputi negosiasi, sensitivitas, coaching, conflict resolution dan kemampuan komunikasi (Noe, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan untuk menjadi supervisor yang efektif, namun pelatihan yang sistematik juga sangat membantu menjadi supervisor yang efektif (Dharma, 2003). Hal senada juga diperkuat oleh pernyataan yang dikemukakan Corrado (2004) bahwa supervisor harus mendapat pelatihan yang memadai untuk melakukan tugas mereka secara efektif. Keterampilan dan keahlian supervisor dalam menjalankan tugasnya juga harus diasah dan dikembangkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengasah dan mengembangkan keterampilan para supervisor adalah dengan pelatihan (Blanchard & Thacker, 2004). Noe (2002) juga mengungkapkan jika karyawan kurang pengetahuan dan keterampilan dalam performa maka pelatihan diperlukan. Hal senada juga dikemukakan oleh Mager dan Pipe (1984) bahwa ada beberapa masalah yang memerlukan pelatihan sebagai solusi terbaik mengatasi masalah tersebut, yaitu: 1. Masalah performa yang menyebabkan hilangnya produktivitas dan pelanggan, 2. Pekerja yang tidak mengetahui bagaimana bekerja dengan efektif, 3. Pekerja tidak mampu mendemonstrasikan pengetahuan atau perilakunya dengan benar. Hal ini juga didukung oleh hasil TNA yang diberikan kepada para supervisor di PT X pada tanggal 15 dan 17 Mei 2013 dimana hasil menunjukkan bahwa supervisor membutuhkan pelatihan untuk mendukung
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam bekerja. Tidak hanya hasil TNA, hasil wawancara dengan Kanit Umum PT X juga semakin menegaskan bahwa
supervisor
membutuhkan
pelatihan
untuk
membantu
mereka
mengerjakan tugas agar lebih optimal (P1/S1/Kanit/170513/Umum/brs 206230). Berdasarkan permasalahan dan data-data di atas, maka Peneliti merancang suatu intervensi dalam bentuk Supervisory Training bagi supervisor sehingga dapat mendukung supervisor dalam menjalankan peran dan tugasnya dengan lebih efektif dan efisien. Supervisory Training merupakan salah satu kegiatan penting bagi perusahaan karena tujuan utama dari Supervisory Training adalah meningkatkan performa para supervisor. Tidak hanya meningkatkan performa para supervisor, Supervisory Training juga diharapkan mampu mempersiapkan para supervisor akan perubahan yang terjadi di dalam pekerjaannya akibat perubahan jaman (Kirkpatrick, 1983). Menurut Kirkpatrick (1983), Supervisory Training terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu aspek teknikal dan aspek manajemen. Aspek teknikal meliputi area teknis seperti mengoperasikan komputer, mesin, dan sebagainya. Sedangkan aspek manajerial meliputi hal-hal yang bersifat manajerial seperti kemampuan pengambilan keputusan, memotivasi, komunikasi, dan sebagainya. PT X pada dasarnya telah memberikan pelatihan kepada para karyawan, namun pelatihan yang diberikan lebih berfokus pada aspek teknikal. PT X memberikan pelatihan BOTP berupa cara mempergunakan mesin yang baik dan benar dalam kegiatan produksi. Sedangkan pelatihan pada aspek
Universitas Sumatera Utara
manajerial tidak pernah sekalipun diberikan kepada karyawan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, Supervisory Training berfokus pada aspek manajerial. Supervisory Training yang dirancang terdiri dari 5 materi, yaitu Supervisor secara umum, Keterampilan Supervisor, Kemampuan Mendengar/Listening Skill, Teamwork dan Kepemimpinan. Kelima materi ini disampaikan atas pertimbangan hasil TNA sebelumnya. Hasil TNA ditunjukkan pada tabel dibawah ini : Tabel 1 Keterampilan yang Perlu Dibenahi Keterampilan yang Dibutuhkan Frekuensi (N) Persentase (%) Mengoperasikan Mesin 0 orang 0% Mengikuti Prosedur Pekerjaan 0 Orang 0% Kerjasama 11 Orang 84,6 % Empati 0 orang 0% Kemampuan Memotivasi 6 Orang 46,1 % Komunikasi 8 Orang 61,5% Persuasi 3 Orang 23,1% Kepemimpinan 10 Orang 76,9 % Kemampuan Perencanaan Kerja 4 Orang 30,8 % Pengorganisasian Kerja 2 Orang 15,3 % Manajemen Konflik 0 Orang 0% Pengambilan Keputusan 2 Orang 15,3 % Pemecahkan Masalah 0 Orang 0% Toleransi 0 Orang 0%
Universitas Sumatera Utara
Grafik 1 Keterampilan yang Perlu Dibenahi 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
Mengoperasikan Komputer Mengikuti Prosedur Kerjasama Empati Kemampuan Motivasi Komunikasi Persuasi Kepemimpinan Perencanaan Kerja Pengorganisasian Kerja Manajemen Konflik Pengambilan Keputusan Pemecahan Masalah Toleransi
Berdasarkan Tabel 1 dan Grafik 1 dapat dilihat bahwa subjek menyatakan keterampilan yang perlu dibenahi dalam mendukung menjalankan tugas adalah Kerjasama yang dipilih oleh 11 orang (84,6%), Kepemimpinan dipilih oleh 10 orang (76,9%), Komunikasi dipilih oleh 8 orang (61,5%), Kemampuan Motivasi dipilih oleh 6 orang (46,1%), Perencanaan Kerja dipilih oleh 4 orang (30,8%), Persuasi dipilih oleh 3 orang (23,1%), Pengambilan Keputusan dan Pengorganisasian Kerja masing-masing dipilih oleh 2 orang (15,3%). Sedangkan untuk Mengoperasikan Mesin, Mengikuti Prosedur, Empati, Manajemen Konflik, Pemecahan Masalah dan Toleransi tidak mendapat persentase sama sekali (0%). Data ini menunjukkan bahwa pada dasarnya para supervisor membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan supervisory. Namun, peneliti hanya mengambil 3 (tiga) keterampilan dengan persentase tertinggi karena alasan keterbatasan waktu yang diberikan perusahaan kepada peneliti. Materi
Universitas Sumatera Utara
komunikasi diangkat dalam Supervisory Training selain masuk dalam 3 (tiga) keterampilan dengan persentase tertinggi juga atas pertimbangan bahwa 90% pekerjaan supervisor berhubungan dengan komunikasi serta diperkuat oleh hasil LGD bahwa para karyawan harian lepas mengalami kesulitan berkomunikasi dengan supervisor dalam hal pekerjaan dan para supervisor dirasa kurang mau mendengar keluhan mereka. Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh PT X, maka peneliti ingin merancang Supervisory Training sebagai intervensi atas permasalahan tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH Rumusan permasalahan yang hendak dianalisa dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana rancangan Supervisory Training yang efektif bagi PT X dan bagaimana efektivitas Supervisory Training tersebut?”
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mendeskripsikan permasalahan-permasalahan yang ada di PT X. 2. Merancang usulan intervensi dalam bentuk Pelatihan Supervisory Training sebagai jalan keluar menyelesaikan permasalahan yang ada di PT X. 3. Melaksanakan modul Supervisory Training dan mengukur efektivitas modul Supervisory Training tersebut.
Universitas Sumatera Utara
D. MANFAAT 1. Manfaat Teoritis Hasil rancangan ini diharapkan dapat memperluas wacana dan sebagai referensi mengenai Pelatihan Supervisory Training bagi penelitian berikutnya. 2. Manfaat Praktis i.
Menambah pengetahuan Perusahaan akan masalah-masalah apa saja yang terjadi di perusahaan berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan oleh Peneliti.
ii.
Perusahaan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada melalui usulan intervensi yang diajukan oleh Peneliti.
iii.
Memanfaatkan sumber daya yang ada pada Magister Profesi Psikologi
USU
bagi
pengembangan
perusahaan
melalui
departemen sumber daya manusia yang ada di perusahaan.
E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan yang disusun dalam penelitian ini adalah : BAB I
Pendahuluan Pada bab ini akan digambarkan latar belakang masalah, tujuan, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis tentang Efektivitas, Pelatihan, Supervisor, Supervisory Training serta Profil PT X.
BAB III
Metode Penelitian Bab ini akan menjelaskan mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian. Desain penelitian seperti apa yang digunakan dalam penelitian ini, bagaimana metode pengumpulan data, bagaimana metode analisa, serta prosedur penelitian.
BAB IV
Analisa Data Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisa data, Data yang akan dianalisa adalah data yang diperoleh setelah melakukan Supervisory Training. Data-data tersebut akan dianalisa baik secara kualitatif maupun secara kuantitaif.
BAB V
Kesimpulan dan Saran Bab ini akan menguraikan kesimpulan, saran serta kelemahan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara