BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Setelah mengalami 17 tahun reformasi, Indonesia berhasil melewati
sejumlah halangan serius. Pemilihan umum yang bebas dan adil telah berlangsung empat kali (1999, 2004, 2009 dan 2014) keberadaan wakil militer yang ditunjuk dalam parlemen telah ditiadakan dan konstitusi kita telah disesuaikan dengan persyaratan demokrasi. Sejak pertama sekali diperkenalkannya pemahaman bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, perdebatan mengenai makna dan lingkup demokrasi hampir tidak pernah berhenti, terutama kaitannya dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.1 Terdapat bermacam-macam istilah demokrasi. Ada yang dinamakan Demokrasi Konstitusional, Demokrasi, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Sovyet, Demokrasi Pancasila dan sebagainya. Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam tahap perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat pelbagai tafsiran dan pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen.2 Demokrasi sendiri diyakini tumbuh dan berkembang dalam peradaban yunani yang dimulai dengan munculnya negara kota (polis). Secara etimologi
1 2
R. Dahl, Demokrasi dan Para Pengkritiknya, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1992, Hal. 57. Ibid., Robeth Dahl, hal.58.
1
Universitas Sumatera Utara
berasal dari gabungan dua kata yang berasal dari yunani, yakni demos yang berakti rakyat dan kratos/cratein yang berarti pemerintah. Atau secara ringkas demokrasi diartikan sebagai bentuk pemerintahan rakyat.3 Perubahan-perubahan ini sebagai konsekuensi logis yang mesti terjadi senada dengan nilai dan prinsip-prinsip dari sistem demokrasi yang telah dipilih Indonesia sebagai pengganti sistem otoritarian melalui gerakan reformasi ditahun 1998. Derasnya arus demokrasi di tahun 1998 telah membawa Indonesia kepada babak baru dalam konteks penyelenggaraan negara yang sesuai dengan nilai dan prinsip sistem demokrasi, pemilihan umum ditahun 1999 yang dilaksanakan melalui asas langsung sebagai awal pertanda implementasi demokrasi dalam aspek hadirnya partisipasi publik dalam menentukan pemimpin. Pemilihan umum adalah salah satu instrument dalam demokrasi untuk menyalurkan pendapat warga negara yang dilakukan berdasarkan serangkaian proses hukum. Salah satu syarat pemerintahan demokratis adalah pemilu yang bebas, dalam demokrasi terdapat hard power dan soft power, yang mana hard power itu merupakan lembaga negara yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan soft power salah satunya adalah diselenggarakannya pemilu. Adapun tujuan pemilu itu adalah sebagai bentuk mewujudkan demokrasi dan sebagai alat ukur legitimasi sebuah rezim dan individu.4 Partai Politik dilihat sebagai sebuah “autonomous Groups that make nominations and contest elections in the hope of eventually gaining and exercise control the personnel and policies of goverment” dalam konteks ini, mereka melihat bahwa tujuan utama dibentuknya partai politik adalah mendapatkan 3 4
Eko Prasetyo, Demokrasi Tidak Untuk Rakyat, Yogyakarta, Ressist Book, 2005, hal. 9. Rahman Arifin, Sistem Politik Indonesia, Surabaya: SIC. 2002, hal. 191.
2
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan dan melakukan kontrol terhadap orang-orang yang duduk dalam pemerintahan sekaligus kebijakannya, partai politik sangat terkait dengan kekuasaannya untuk membentuk dan mengontrol kebijakan publik. Selain itu, partai politik juga diharapkan untuk independen dari pengaruh pemerintah, hal ini tentunya menyiratkan tujuan agar partai politik bisa mengkritisi setiap kebijakan dan tidak tergantung pada pemerintah yang dikritisi.5 Partai politik pada dasarnya adalah satu subsistem demokrasi yang terdapat didalam masyarakat, karena partai poltik itu sendiri adalah wadah yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk menyalurkan aspirasi politik mereka terhadap pemerintah yang berkuasa. Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir, yang anggota-anggotanya memiliki orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan itu, melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Dalam pandangan Sigmund Neumann memberikan defenisi sebagai berikut : “Partai politik adalah organisasi artikulasi yang terdiri dari perilakuperilaku politik yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintah dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat dengan beberapa kelompok lain yang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideology sosial dengan lembaga-lembaga pemerintah yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik didalam masyarakat politik yang lebih luas” 6
Adapun fungsi partai politik adalah bagi pemerintah partai politik bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi masyarakat sebagai alat
5 6
Ibid.,Rahman Arifin.,hal.192. Eko Prasetyo.,Op.,Cit., hal. 35.
3
Universitas Sumatera Utara
pengeras suara. Jadi peran sebuah partai politik sebagai jembatan sangatlah penting karena disatu pihak kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat dan pihak lain pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat. Selain itu partai politik juga mempunya fungsi sebagai sarana sosialisasi politik. Sosialisasi politik adalah proses dimana seseorang memperoleh pandangan orientasi dan nilai-nilai dari masyarakat dimana mereka berada. Namun tidak dapat disangkal ada kalanya partai mengutamakan kepentingan partai diatas kepentingan nasional. Loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas kepada partai yang melebihi loyalitas kepada negara. Partai politik juga berfungsi sebagai sarana rekrutmen politik dimana rekrutmen politik adalah proses melalui mana partai mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik. Dan terakhir partai politik juga berfungsi sebagai sarana pengatur konflik (conflict manajement). Ada 3 Teori yang mencoba menjelaskan asal usul partai politik, pertama Teori kelembagaan yang melihat adanya hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai poltik. Kedua teori situasi historik yang melihat timbulnya paretai politik sebagai upaya sistem politik untuk mengatasi krisis yang timbul dengan perubahan masyarakat secara luas. Ketiga, teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai sebuah produk modernisasi sosial ekonomi. 7 Selain
merekrut
didalam
tubuh
organisasi
partai
politik
perlu
dikembangkan sistem pendidikan dan kaderisasi kader-kadernya. Sistem
7
Ramlan Surbakti,Memahami Ilmu Politik, Jakarta : Kompas Gramedia, 2010, hal. 144.
4
Universitas Sumatera Utara
kaderisasi ini sangat penting mengingat perlu adanya transfer pengetahuan (knowladge) politik, tidak hanya yang berkaitan dengan sejarah, misi, visi dan strategi partai politik tetapi juga hal-hal yang terkaita dengan permasalahan bangsa dan negara. Dalam sistem kaderisasi juga dapat dilakukan transfer keterampilan dan keahlian berpolitik. Tugas utama yang diemban oleh partai politik dalam hal ini adalah menghasilkan calon-calon pemimpin berkualitas yang nantinya akan diadu dengan partai lain memalui mekanisme pemilu. Calon pempon yang mampu menarik simpati dan perhatian masyarakat luas merupakan aset yang berharga bagi partai politik, orang-orang memiliki potensi dan kemampuan diberdayakan. Sistem kaderiasasi perlu disertai dengan sistem transfaran yang memberikan jaminan akses kepada semua kader yang meiliki potensi. Perlu juga dimunculkan sistem persaingan yang sehat dan transfaran dalam tubuh organiasi partai poltik, kader dan calon pemimpin harus dibiasakan dengan sistem persaingan yang sehat dan transparan itu. Karena, dengan sistem persaingan yang terbebas dari kolusi dan nepotisme inilah kaderisasi dapat melahirkan calon-calon pemimpin berkualitas tinggi.8 Sejak reformasi partai-partai di Indonesia telah membentuk sistem kepartain yang mirip kartel yakni: (1) Hilangnya peran ideologi partai sebagai faktor penentu perilaku koalisi partai; (2) Sikap permisif dalam pembentukan koalisi; (3) Tiadanya oposisi; (4) Hasil-hasil pemilu hampir-hampir tidak berpengaruh dalam menentukan perilaku partai politik; dan (5) Kuatnya kecenderungan partai untuk bertindak secara kolektif sebagai satu kelompok
8
Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Jakarta : Yayasan Obor, 2008, hal. 35.
5
Universitas Sumatera Utara
partai politik di Indonesia cenderung berkolusi ketimbang berkompetisi. Mereka membentuk sebuah kelompok yang memiliki kecenderungan untuk melayani diri sendiri dibandingkan secara individual mencoba mewakili beragam kepentingan kolektif yang ada di masyarakat.9 Secara lebih fokus dan spesifik pada sistem election atau pemilihan umum (Pemilu) legislatif di Indonesia mengalami perubahan mekanisme dalam menentukan calon legislatif terpilih yakni dipemilu 1999 daan 2004 menyoblos lambang partai politik dan bila memperoleh suara maka partai politik menentukan aktor politik yang akan duduk sebagai anggota legilatifatau dengan berdasarkan nomor urut, kemudian pada pemilu 2009 dan 2014 calon legislatif terpilih berdasar pada suara terbanyak dan bukan berdasar nomor urut. Pergeseran sistem dalam menentukan calon legislatif terpilih berasar pada suara terbanyak menggambarkan hadirnya penguatan prinsip demokrasi dalam aspek representasi aspirasi publik (konsituen). Dengan telah menguatnya pembangunan demokrasi pada arah prosedural dimekanisme penentuan calon terpilih anggota legislatif maka sudah semestinya saat ini kita beranjak pada wacana menakar kualitas sistem rekrutmen aktor politik di internal partai politik sehingga aktor-aktor politik yang menyandang prediket calon legislatif adalah mereka-mereka yang memiliki kelayakan setidaknya memahami politik dalam aspek arts (keilmuan teoritis), praxis (pengalaman praktis) dan policy (pengetahuan proses dan teknik menyusun regulasi).
9
Kuskridho Ambardi,Mengungkap Politik Kartel ( studi tentang kepartaian di Indonesia Era reformasi). 2010. Kepustakaan Poopuler Gramedia, hal.3.
6
Universitas Sumatera Utara
Runtuhnya rezim orde baru membuat perubahan peta politik membuat perubahan peta politik di Indonesia. Namun setelah berada dalam rezim yang otoriter, tampaknya publik tidak terbiasa dengan persaingan yang sehat. Apalagi menggunakan political marketing dalam pengertian yang ideal. Selama 4 kali pemilu dimasa reformasi (1999, 2004, 2009 dan 2014) sangat minim memberikan pelajaran kepada publik tentang persaingan yang sehat dan efisien. Kedepannya, persaingan politik di Indonesia makin dilakukan secara bebas, tranparan dan terbuka. Hal ini hampir dpat dipastikan kehadirannya. Pada saat itu partai politik sebagai konsestan pemilu membutuhkan suatu metode yang dapat memfasilitasi mereka dalam memasarkan gagasan politik, isu politik dan ideologi partai. Disaat semakin seragamnya ideologi politik maka perlu dilakukan positioning untuk membedakan satu partai dengan partai yang lainnya. Bahkan saat ini, publik tidak lagi melihat bahwa ideologi menjadi alasan untuk memilih. Menurut Firmanzah (2008) : “apa pun ideologinya, yang penting apakah partai bisa membawa bangsa dan negara mencapai kemajuan dengan program kerjanya. Publik mengharapkan partai yang dapat menawarkan solusi terbaik untuk masalah‐masalah kebangsaan dengan program kerja mereka. Ikatan tradisional yaitu ideologi akan tergantikan dengan hal‐hal yang lebih bersifat pragmatis seiring dengan makin meningkatnya jumlah pemilih non‐partisan. Saat ini makin banyak pemilih yang tidak mengikatkan diri dengan suatu ideologi tertentu. Hal ini juga banyak disebabkan oleh kekecewaan publik terhadap partai politik dengan ideologi apapun yang dirasa tidak mampu menanggulangi masalah‐masalah bangsa seperti korupsi”. 10
Pasca berakhirnya rezim orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto dalam konteks kepartaian ada tuntutan agar masyarakat mendapatkan kesempatan untuk mendirikan partai, atas dasar itu pemerintah mengeluarkan UU 10
Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Jakarta : Yayasan Obor, 2008, hal.35.
7
Universitas Sumatera Utara
No.2/1999 tentang partai politik. Perubahan yang didambakan adalah mendirikan suatu sistem dimana partai-partai politik tidak mendominasi kehidupan politik secara berlebihan, akan tetapi juga tidak memberikan peluang kepada eksekutif untuk terlalu kuat. Sebaliknya, kekuatan eksekutif dan legislatif diharapkan menjadi setara atau nevengeschikt sebagaimana diamanatkan didalam UUD 1945. Pada pemilihan umum 1999 jumlah partai politik yang memenuhi syarat menjadi peserta pemilu 48 partai politi, dimana perolehan suara enam besar dalam pemilu 1999 yaitu: PDIP dengan 33,11% suara dan 153 kursi, Partai Golkar dengan 25,97% suara dan 120 kursi, PPP 12,55% suara dan 58 kursi, PKB dengan 11,03% dan 51 kursi, PAN 7,35% suara dan 34 kursi, PBB dengan 2,81% suara dan 13 kursi. Kemudian, Pada pemilihan umum 2004 yang lolos seleksi ada 24 partai. Dimana hasil pemilu 2004 enam besar yaitu Partai Golkar dengan 21,58% suara dan 128 kursi, PDIP dengan 18,53 suara dan 109 kursi, PKB 10,57 suara dan 52 kursi, PPP dengan 8,15% dan 58 kursi, Partai Demokrat 7,45% dan 57 kursi.11 Pemilu 2004 adalah pemilu pertama di Indonesia yang presiden dan wakil presidennya dipilih langsung oleh rakyat. 12 Pada pemilu 2009 tercatat 44 Partai politik yang mengikuti pemilu dengan rincian 38 Partai Nasional dan 6 Partai Lokal dimana pada pemilu 2009 dimenangkan oleh Partai Demokrat dengan merebut 20,85% suara disusul oleh Partai Golkar 14,45%, PDIP 14,3%, PKS 7,88 %, PAN 6,1%, PPP 5,32%, PKB 4,94%, Gerindra 4,46% dan 3,77%. Pada pemilu mulai diberlakukan Parlementary Theshold sebesar 2,5% artinya setiap partai yang ingin
11 12
Ibid., Miriam Budiardjo., hal. 45. Hanta Yuda. 2010. Presidensialisme Setengah Hati. Jakarta: PT Gramedia Pustaka . Hal 66
8
Universitas Sumatera Utara
mendudukkan wakilnya di parlemen harus memiliki suara minimal 2,5% suara nasional.13 Pada pemilu 2014 menurut UU No 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No.2 tentang partai Politik angka Parlementary Theshold (PT) dinaikkan menjadi 3, 5%. Jumlah peserta pemilu pada pemilu 2014 adalah 12 Partai secara nasional. Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menjadi satu-satunya partai baru yang lolos verifikasi. Selain lolos verifikasi yang telah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Partai Nasdem tentunya memiliki tantangan berikutnya yaitu bagaimana bisa mencapai minimal suara nasional 3,5%. Hasilnya pada pemilu 2014 Partai Nasional Demokrat berhasil memperoleh 8.402.812 suara atau setara 6,72%. Dimana pada pemilu 2014 pemenang Pemilu adalah PDI Perjuangan dengan 18,95 % disusul oleh Golkar 14,75%, Gerindra 11, 81%, Partai Demokrat 10,9%, PKB 9,04%, PAN 7,59, PKS 6,79, PPP 6,55% dan Hanura 5,26%. Bahkan suara Partai Nasional Demokrat berhasil mengalahkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan partai yang sudah mengikuti pemilu sejak Orde baru. Jumlah kader Partai Nasional Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia adalah 35 orang dimana dengan status sebagai partai baru dan pertama kali mengikuti pemilu prestasi Nasional Demokrat tentunya bagus dimana Provinsi Sumatera Utara yang memiliki wakil 30 di DPR RI mampu menyumbang 3 wakil yang diwakili Prananda Paloh, Sahat Silaban dan Ali Umri. Jumlah suara Partai Nasional di 3 Dapil yaitu Dapil 1 sebanyak 103.289 suara, Dapil Sumatera Utara II sebanyak 193.191 suara dan dapil III 13
Parliamentary threshold adalah ambang batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ketentuan ini pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009.
9
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 115.968 Suara. Diluar pulau Jawa dapil Sumatera Utara merupakan dapil terbanyak Partai Nasdem yang mendudukkan wakilnya di senayan. Total suara Nasional Demokrat di Sumatera Utara adalah 412.444 suara. Ini artinya Partai Nasional Demokrat (Nasdem) memiliki strategi khusus dalam memperoleh suara pada Pemilu 2014 yang lalu dan berhasil memperoleh 6,72% suara secara nasional.
1.2.
Perumusan Masalah Demokrasi akan melahirkan yang namanya Pemilihan Umum (Pemilu).
Penjelasan konseptual terhadap pemilu dapat dilihat sebagai sarana demokrasi. Dalam hubungan ini penyelenggaraan pemilu sebagai legitimasi terhadap suatu pemerintahan yang demokratis yang berasal dari rakyat yang diberikan pada saat itu. Di negara-negara yang demokratis, pemilu merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijakan pemerintah dan sistem politik yang berlaku. Perkembangan Demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Masalah pokok yang kita hadapi adalah bagaimana, dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budaya mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis yang salah satu wujudnya dalam pemilihan umum. Demokrasi pada prinsipnya merupakan sebuah ideologi yang menganut niali-nilai kebebasan dan kesetaraan. Sudah banyak penelitian yang mengkaji tentang strategi pemenangan partai politik dalam pemilihan umum. Partai Nasdem merupakan satu-satunya partai politik baru yang lolos verifikasi dari Kemenhum HAM setelah diberlakukannya UU No.2 Tahun 2011 Tentang perubahan atas UU 10
Universitas Sumatera Utara
No.2 Tentang partai politik. Dari 12 Partai politik yang berkompetisi dipemilu 2014 yang lalu hanya partai Nasional Demokrat yang lolos verifikasi dan berstatus partai baru. Selain telah lolos dari verifikasi yang telah ditentukan, agar suatu partai politik dapat memenangkan pemilihan umum maka partai Nasional Demokrat harus membuat metode tertentu untuk memperoleh dukungan yang luas dari para pemilih. Partai Nasional Demokrat sebagai satu-satunya partai politik baru yang lolos verifikasi akan melawan partai-partai lama yang tentunya lebih berpengalaman dalam menghadapi pemilu. Dalam hal ini Partai Nasdem tentu akan mempunyai strategi tersendiri dalam meraih dukungan dari para pemilih. Hasilnya pada pemilu 2014 Partai Nasional Demokrat berhasil memperoleh 8.402.812 suara
atau setara 6,72%
dimana partai Nasional Demokrat berhasil mendudukkan 35 orang di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Dengan demikian penelitian ini membahas tentang strategi Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasional Demokrat Sumut dalam Memperoleh suara pada pemilu 2014.
1.3.
Permasalahan Penelitian Permasalahan penelitian ini adalah usaha untuk menetapkan masalah
dalam batasan penelitian yang akan diteliti. Permasalahan penelitian ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah penelitian dan faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitian tersebut. Adapun permasalahan yang akan diteliti adalah mengkaji langkah-
11
Universitas Sumatera Utara
langkah Strategi DPW Partai Nasional Demokrat
Sumatera Utara dalam
memperoleh suara dalam Pemilihan Umum 2014 di Sumatera Utara.
Tujuan Penelitian
1.4.
Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain : 1. Untuk mendeskripsikan Partai Nasional Demokrat dalam politik di Sumatera Utara. 2. Untuk menganalisis langkah-langkah Strategi DPW Partai Nasional Demokrat Sumatera Utara dalam memperoleh suara dalam Pemilihan Umum 2104 di Sumatera Utara.
1.5.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang diharapkan
mampu
memberikan
kontribusi
pemikiran
mengenai
demokrasi, pemilu partai politik, strategi dan memberi solusi atas permasalahan bangsa. 2. Secara Praktis, Penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan pada konsultan politik dalam menyusun strategi political marketing yang tepat sesuai dengan electorate yang ingin di capai. 3. Kemudian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam Ilmu Politik, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan strategi partai baru dalam mengikuti pemilu. 12
Universitas Sumatera Utara
1.6.
Kerangka Teori
1.6.1. Teori Partai Politik Partai politik adalah organisasi yang beroperasi dalam sistem politik. Dan partai politik juga dianggap sebagai perwujudan atau lambang dari negara modern. Maka tak heran bila hampir semua negara demokrasi maupun negara komunis, negara maju maupun negara berkembang memiliki partai politik. Sebuah definisi klasik mengenai partai politik diajukan Edmund Burke pada tahun 1839 dalam tulisannya: Thuoughts on the Cause of the Present Disconents. Burke menyatakan bahwa, party is a body of men united, for promoting by their joint endeavors the national interest, upon some particular principle upon which they are all agreed. (partai politik adalah lembaga yang terdiri atas orang-orang yang bersatu, untuk mempromosikan kepentingan nasional bersama-sama, berdasar pada prinsip-prinsip dan hal-hal yang mereka setujui).14
Selain Burke, Carl Friedrich mengajukan pengertiannya tentang partai politik, yakni partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin materil dan ide kepada anggotanya. Sementara itu Soltau menjelaskan partai politik sebagai yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik, dan memanfaatkan kekuasaannya untuk kebijakan umum yang mereka buat. 15 Fungsi utama partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Berikut ini dikemukakan sejumlah fungsi partai politik:
14 15
Seta Basri, Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Indie Book Corner, 2010, hal.117. Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2010, hal. 148.
13
Universitas Sumatera Utara
Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialiasasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh baik secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal dan informal maupun secara tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat. Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Fungsi ini semakin besar porsinya manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik totaliter atau manakala partai ini merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi. Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam. Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Kegiatan yang dimaksud antara lain mengajukan tuntutan, membayar pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan suatu kebijakan umum dan mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin dan 14
Universitas Sumatera Utara
memilih wakil rakyat dalam pemilihan umum. Dalam hal ini, partai politik mempunyai fungsi untuk membuka kesempatan, mendorong dan mengajak para anggota dan anggota masyarakat yang lain untuk menggunakan partai politik sebagai saluran kegiatan mempengaruhi proses politik. Jadi, partai politik merupakan wadah partisipasi politik. Dalam masyarakat, terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda bahkan acapkali bertentangan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga murah tetapi mutu; antara kehendak untuk mencapai efisiensi dan penerapan teknologi yang canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, dengan kehendak untuk mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan. Untuk menampung dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan, maka partai politik dibentuk. Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini partai politik berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya menyampaikan segala keputusan dan penjelasan pemerintah kepada masyarakat sebagaimana diperankan oleh partai politik dinegara totaliter tetapi juga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Keduanya dilaksanakan oleh partai-partai politik dalam sistem politik demokrasi. Dalam
melaksanakan
fungsi
ini
partai
politik
tidak
langsung
menyampaikan informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat keperintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima 15
Universitas Sumatera Utara
informasi dapat dengan mudah memahami dan kemudian memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Pengendalian Konflik, Konflik yang dimaksud disini adalah dalam arti luas, mulai dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau kelompok dalam masyarakat. Dalam negara demokrasi, setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga konflik merupakan gejala yang sukar dielakkan. Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukkan kesalahan, kelemahan, dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam melakukan suatu kontrol politik atau pengawasan, harus ada tolok ukur yang jelas sehingga kegiatan itu bersifat objektif. Tolak ukur suatu kontrol politik berupa nilai-nilai politik yang dianggap ideal dan baik yang dijabarkan kedalam berbagai kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Tujuan kontrol politik adalah meluruskan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang menyimpang dan memperbaiki yang keliru sehingga kebijakan dan pelaksanaannya sejalan dengan tolok ukur tersebut. Fungsi kontrol ini merupakan salah satu mekanisme politik dalam sistem politik demokrasi untuk memperbaiki dan memperbaharui dirinya secara terus menerus.16
16
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta : KPG, 2013, hal.34
16
Universitas Sumatera Utara
Setiap partai politik memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Richard S.Katz ada beberapa tipologi partai politik yaitu Pertama, Partai Elit. Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti yang menjadi basis kekuatan partai. Dukungan bagi partai elit ini bersumber pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit yang duduk di partai ini. Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai memiliki status ekonomi dan jabatan yang terpandang. Partai ini juga didasarkan pada pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik yang biasanya terbentuk didalam parlemen. Partai jenis ini berbasiskan individu-individu yang jumlahnya besar, tetapi kerap tersingkirkan dari kebijakan negara. Partai ini kerap memobilisasi massa pendukungnya untuk kepentingan partai. Biasanya partai massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang kecil”, tetapi juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada partai lebih didasarkan pada identitas sosial partai daripada ideologi atau kebijakan. Kedua, Partai Massa. Partai jenis ini dipermukaan hampir sama dengan partai massa. Namun perbedaannya dengan partai massa yang mendasar adalah kalau partai massa mendasarkan diri pada kelas sosial tertentu. Ketiga, Partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai jenis ini berorientasi pada pemenangan pemilu sehingga fleksibel untuk berganti-ganti isu setiap kali kampanye. Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai ElectoralProfessional atau Partai Rational-Efficient. Keempat, Partai Kartel. Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya jumlah pemilih atau anggota partai. Kekurangan ini berakibat pada suara mereka 17
Universitas Sumatera Utara
ditingkat parlemen. Untuk mengatasinya, para pemimpin partai saling berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup untuk bertahan. Dari sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu, basis pemilih hampir sudah tidak memiliki arti lagi. Kelima, Partai Integratif. Partai jenis ini berasal dari kelompok sosial tertentu yang mencoba melakukan mobilisasi politik dan kegiatan partai. Mereka membawakan kepentingan spesifik suatu kelompok. Mereka juga berusaha membangun simpati dari setiap pemilih dan membuat mereka menjadi anggota partai. Mereka melakukan propaganda yang dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi dalam bantuan-bantuan sosial.17
1.6.2. Teori Pencitraan Pencitraan adalah salah satu bentuk komunikasi yang juga menuntut kesamaan makna sebagai hasil akhirnya. Pelaku pencitraan berharap agar masyarakat kemudian bisa memiliki kesan tentang diri, produk, perusahaan yang dicitrakan sesuai dengan yang diharapkan. Pencitraan sangat terkait erat dengan dimensi fisik, yaitu tempat berada. Seseorang akan mencitrakan diri secara berbeda ketika berada di tempat yang berbeda. Pencitraan juga terkait erat dengan dimensi sosial psikologis, yaitu lingkungan hubungan kejiwaan antara komunikator dan komunikan. Seseorang akan mencitrakan dirinya berbeda ketika berhubungan dengan orang dari status sosial ekonomi yang berbeda, tingkat pendidikan berbeda, kedekatan emosional yang berbeda dan sebagainya. Terakhir, pencitraan juga erat kaitannya dengan dimensi temporal, yaitu waktu dalam sehari
17
Seta Basri. Op.Cit. hal.122.
18
Universitas Sumatera Utara
ataupun periode tertentu. Seorang politisi akan mencitrakan diri berbeda dalam masa kampanye dan sesudah terpilih.18 Pencitraan jika diuraikan dari akar katanya berasal dari kata citra ditambah dengan awalan pe(n)- dan akhiran –an. Pemberian imbuhan pe- dan –an pada kata benda mengakibatkan perubahan kata benda tersebut menjadi kata kerja. Sebagai ilustrasi, pewarnaan. Berasal dari warna (kata benda) ditambah pe- dan –an. Dimaknai sebagai sebuah proses memberikan atau menjadikan sesuatu menjadi berwarna. Demikian pula pencitraan. Merupakan proses memberikan citra terhadap sesuatu, bisa berupa produk, diri pribadi ataupun organisasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah: (1) kata benda: gambar, rupa, gambaran; (2) gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk; (3) kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi. Frank Jefkins dalam bukunya Public Relations Technique, mengartikan citra sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya, Psikologi Komunikasi menyebutkan bahwa citra adalah penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut persepsi. Berdasarkan berbagai definisi citra tersebut, dapat disimpulkan bahwa citra bukanlah sebuah benda berwujud melainkan sesuatu yang ada dalam ranah kognitif seseorang. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa citra adalah fragile commodity, komoditas 18
Frank Jefkins, Public Relations. Edisi Keempat, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1992, hal.67.
19
Universitas Sumatera Utara
yang rapuh, yang mudah rusak, karena citra sangat tergantung pada pemahaman orang dan pengalaman orang tentang sesuatu.19 Citra adalah jumlah dari keyakinan-keyakinan, gambaran-gambaran dan kesan-kesan yang dipunyai seseorang pada suatu objek. Sikap dan perilaku seseorang terhadap objek dibentuk oleh citra objek tersebut. Dalam pandangan Webster dalam Sutisna mendefinisikan citra sebagai gambaran mental atau konsep tentang sesuatu. Sementara pengertian citra menurut Sutisna sendiri adalah total persepsi terhadap suatu objek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Citra sebuah organisasi, internasional maupun lokal merepresentasikan nilai-nilai konsumen. konsumen potensial, konsumen yang hilang dan kelompok-kelompok masyarakat lain yang mempunyai hubungan dengan organisasi. Sementara menurut Terence A. Shimp citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain. Asosiasi ini dapat dikonseptualisasi berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan, dan keunikan. Jenis asosiasi merek meliputi atribut, manfaat, dan sikap. Atribut sendiri terdiri dari atribut yang tidak berhubungan dengan produk, misalnya harga, pemakai dan citra penggunaan. Sedangkan manfaat mencakup manfaat secara simbolis dan manfaat berdasarkan pengalaman.20
19
Soleh Soemirat dan Ardianto, Dasar-Dasar Public Relations. Bandung: Rosda, 2002, hal.10. Kismiyati El Karimah dan Wahyudin, Filsafat dan Etika Komunikasi, Aspek Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis dalam Memandang Ilmu Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran, 2010, hal.45. 20
20
Universitas Sumatera Utara
Saat ini, hampir semua pihak yang berkepentingan dengan opini publik menyadari pentingnya mengelola citra. Seitel menyebutkan bahwa kebanyakan perusahaan meyakini bahwa citra perusahaan yang positif adalah esensial, sukses yang berkelanjutan dan dalam jangka panjang. Citra perusahaan yang positif diyakini akan mendatangkan goodwill dari publik terhadap perusahaan dan sebaliknya citra perusahaan yang buruk akan menjauhkan publik dari perusahaan. Namun demikian, citra adalah fragile commodity. Jika tidak dikelola dengan benar maka citra akan mudah sekali rusak, oleh karena itu meski citra adalah kesan, perasaan atau gambaran publik tentang perusahaan namun perusahaan tidak bisa membiarkan citra terbentuk dengan sendirinya. Citra positif harus dibentuk melalui proses pencitraan yang tepat. Pencitraan sesungguhnya telah dilakukan manusia seiring dengan perkembangan
peradabannya.
Para
pemimpin
suku
primitif
misalnya,
berkepentingan menjaga reputasi mereka dengan melakukan pengawasan terhadap para pengikutnya melalui penggunaan simbol, kekuatan, hal-hal yang bersifat magis, tabu atau supranatural. Pada zaman Mesir Kuno, untuk memelihara kesan publik akan keagungan rajanya maka didirikanlah bangunanbangunan semacam piramida dan spinx dan memposisikan raja sebagai tuhan. Pada masa perkembangan peradaban Yunani dan Romawi, kesadaran akan pentingnya opini publik dan pencitraan juga sangat kuat. Karya seni dan sastera pada masa itu banyak diarahkan untuk menguatkan reputasi raja. Kaum bangsawan istana umumnya adalah ahli-ahli persuasi dan retorika yang luar biasa. Karya pidato Cicero, tulisan bersejarah Julius Caesar, bangunan-bangunan dan
21
Universitas Sumatera Utara
ritual saat itu banyak digunakan sebagai media pembentukan opini publik dan pencitraan. Lebih terperinci Frank Jefkins menguraikan citra menjadi lima kategori, yaitu citra bayangan (mirror image), citra yang berlaku (current image), citra yang diharapkan (wish image), citra perusahaan (corporate image) dan citra majemuk (multiple image). Mirror image adalah citra yang dibayangkan (ada dalam benak) orang dalam (diri pribadi) tentang kesan orang luar (orang lain) terhadap dirinya atau organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, karena hanya merupakan ilusi. Current image, merupakan kebalikan dari citra bayangan. Citra yang berlaku adalah citra yang sebenarnya yang ada pada pihak luar atau pihak lain tentang diri atau organisasi kita. Dengan demikian tidak heran jika mirror image bisa sangat bertolak belakang dengan current image tergantung jumlah informasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Wish image, merupakan citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Citra yang diharapkan inilah yang umumnya kemudian diperjuangkan agar bisa terwujud. Corporate image, merupakan citra organisasi secara keseluruhan.21 Citra ini terbentuk oleh banyak hal antara lain kinerja dan keberhasilan perusahaan, hubungan yang baik dengan stakeholders dan sebagainya. Terakhir adalah multiple image atau citra majemuk. Citra jenis ini muncul karena perusahaan umumnya terdiri dari banyak komponen yang membangun. Bisa jadi orang memiliki citra positif terhadap produk yang dihasilkan sebuah perusahaan namun pada waktu yang bersamaan publik memberikan citra negatif terhadap pelayanan yang diberikan oleh staf perusahaan.
21
Ibid., Kismiyati El Karimah dan Wahyudin, hal.45.
22
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, setiap orang atau perusahaan menginginkan citra yang sesuai dengan harapannya. Oleh karena itu, mereka akan berusaha mengarahkan agar keempat jenis citra lainnya (mirror image, current image, corporate image, maupun multiple image) dapat memenuhi harapan mereka dengan cara melakukan pembentukan citra atau pencitraan. Dalam konteks pencitraan, ketika kita membuat simpulan sementara atas pertanyaan pertama, bahwa pencitraan adalah proses untuk mendapatkan citra sesuai dengan harapan kita. Pencitraan adalah kesan yang timbul karena pemahaman atas sesuatu. Pemahaman itu sangat tergantung pada jumlah informasi yang dimiliki ataupun pengalaman yang dimiliki terhadap sesuatu itu. Sebagai ilustrasi, seorang adik akan memberikan kesan positif terhadap kakaknya yang menjadi pengamen jalanan, karena dia tahu persis bahwa kakaknya melakukan pekerjaan itu secara halal untuk membantu kebutuhan keluarganya. Sementara para pengendara jalan akan memberikan kesan negatif karena hanya mengetahui sedikit bahwa pengamen itu sudah mengganggu pengguna jalan.22 Berdasarkan ilustrasi tersebut, dapat dibuat simpulan bahwa kunci dari pencitraan terletak pada proses kognitif, bagaimana membuatpublik memahami diri kita atau perusahaan kita sesuai dengan yang kita harapkan. Untuk itu perlu diberikan informasi yang lengkap dan memadai sehingga mereka bisa memiliki pemahaman yang benar tentang diri dan perusahaan kita Pencitraan adalah upaya untuk membangun kesan publik (citra) terhadap diri atau perusahaan sesuai dengan harapan diri atau perusahaan itu sendiri (ontologis). Citra diperoleh melalui 22
Moore, Frazier. Humas, Membangun Citra Dengan Komunikasi. Bandung: Rosda, 2004, hal.12.
23
Universitas Sumatera Utara
pemahaman yang baik dari publik terhadap obyek yang dicitrakan. Oleh karena itu pencitraan dilakukan dengan memberikan informasimaupun pengalaman yang memadai kepada publik tentang obyek pencitraan (epistemologis). Nilai atau kegunaan pencitraan bisa bersifat subyektif
maupun obyektif tergantung
pandangan filsafatnya. Pencitraan bisa menjadi negatif jika hanya dilaksanakan dengan prinsip spin doctor atau machiavellis, yaitu memelintir informasi hanya supaya obyek pencitraan “tampak” bagus. Oleh karena itu, seyogyanya pencitraan tetap dilaksanakan dengan menggunakan prinsip kehumasan yang memperhatikan integritas dan berorientasi pada kepentingan publik.
1.6.3. Teori Kampanye Kampanye politik adalah periode yang diberikan oleh panitia pemilu kepada semua kontestan baik partai politik atau perorangan untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara kepada mereka. Kampanye merupakan kegiatan mempersuasi pemilih yang bertujuan untuk meningkatkan elektabilitas dan popularitas. Kampanye pada prinsipnya merupakan suatu proses kegiatan komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan bertujuan untuk menciptakan suatu efek atau dampak tertentu. Kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.23
23
Venus, Antar, 2004, Manajemen Kampanye, Bandung:Remaja Rosda Karya, hal.7.
24
Universitas Sumatera Utara
Kampanye pada prinsipnya merupakan suatu proses kegiatan komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan bertujuan untuk menciptakan suatu efek atau dampak tertentu. Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”. 24 Kampanye memberikan sebuah tindakan yang bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh peorangan atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses pengambilan keputusan didalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan guna memengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian. Dalam sistem politik demokrasi, kampanye politis berdaya mengacu pada kampanye elektoral pencapaian dukungan, dimana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Selain itu terdapat pula jenis-jenis kampanye menurut Leslie B. Snyde yaitu: 1. Product Oriented Campaigns Kampanye yang berorientasi pada produk, umumnya terjadi di lingkungan bisnis, berorientasi komersial, seperti peluncuran produk baru. Kampanye ini biasanya sekaligus bermuatan kepentingan untuk membangun citra positif terhadap produk barang yang diperkenalkan ke publiknya. 2. Candidate Oriented Campaigns Kampanye ini berorientasi pada kandidat, umumnya dimotivasi karena hasrat untuk kepentingan politik. Contoh: Kampanye Pemilu, Kampanye Penggalangan dana bagi partai politik.
24
Firmanzah,Op.,Cit, Hal.271.
25
Universitas Sumatera Utara
3. Ideologically or cause oriented campaigns Jenis kampanye ini berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi sosial atau Social Change Campaigns (Kotler), yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah-masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang terkait. Contoh: Kampanye AIDS, Keluarga Berencana dan Donor Darah. 4. Jenis Kampanye yang sifatnya menyerang (attacking campaign) Kampanye jenis ini terdiri dari Kampanye Negatif (Negatif campaign) dan Kampanye Hitam (Black Campaign). Dimana Negatif Campaign merupakan kampanye yang sifatnya menyerang pihak lain melalui sejumlah data atau fakta yang bisa diverifikasi dan diperdebatkan sementara Black campaign yaitu Kampanye yang bersifat buruk atau jahat dengan cara menjatuhkan lawan politik untuk mendapatkan keuntungan.25 Kampanye politik merupakan sebuah proses penciptaan, penciptaan ulang, dan pengalihan lambang signifikan secara berkesinambungan melalui komunikasi. Kampanye menggabungkan partisipasi aktif dari yang melakukan kampanye dan pemberi suara, yang melakukan kampanye berusaha mengatur kesan pemberi suara (khalayak) tentang mereka dengan mengungkapkan lambang-lambang yang oleh mereka diharapkan akan menghimbau para pemilih. Media yang digunakan oleh para pelaku kampanye, promotor dan jurnalis akan memainkan peran dalam media turut menciptakan dan memodifikasi lambang-lambang signifikan.26
25
Cahyono Faried, 2004, Pemilu 2004 Transisi Demokrasi dan Kekerasan, Yogyakarta:CSPS, hal.14. 26 Ibid.,hal.16.
26
Universitas Sumatera Utara
Penetapan strategi dalam kampanye politik merupakan langkah krusial yang memerlukan penanganan secara hati-hati, sebab jika penetapan strategi salah atau keliru hasil yang diperoleh bisa fatal, terutama kerugian dari segi waktu, materi dan tenaga. Tujuan akhir dalam kampanye pemilihan kepala daerah adalah untuk membawa calon kepala daerah yang didukung oleh tim kampanye politiknya menduduki jabatan kepala daerah yang diperebutkan melalui mekanisme pemilihan secara langsung oleh masyarakat. Agar tujuan akhir tersebut dapat dicapai, diperlukan strategi yang disebut dengan strategi komunikasi dalam konteks kampanye politik. Terdapat empat jenis strategi komunikasi dalam konteks kampanye politik yaitu:27 1. Penetapan komunikator Sebagai pelaku utama dalam aktivitas komunikasi, komunikator memegang peranan yang sangat penting. Untuk itu, seorang komunikator yang
akan
bertindak
sebagai
juru
kampanye
harus
terampil
berkomunikasi, kaya ide serta penuh dengan daya kreativitas. 2. Menetapkan target sasaran Dalam studi komunikasi target sasaran di sebut juga dengan khalayak. Memahami masyarakat, terutama yang akan menjadi target sasaran dalam kampanye, merupakan hal yang sangat penting. Sebab semua aktivitas komunikasi kampanye diarahkan kepada mereka. Mereka lah yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu kampanye sebab bagaimana pun besar biaya, waktu dan tenaga yang di keluar kan untuk mempengaruhi
27
Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: Rajawali Press. 2009, hal.271.
27
Universitas Sumatera Utara
mereka, namun jika mereka tidak mau memberi suara kepada partai atau calon yang diperkenalkan, kampanye akan sia-sia. 3. Menyusun pesan-pesan kampanye Untuk mengelola dan manyusun pesan yang mengena dan efektif, perlu di perhati kan beberapa hal, yaitu: (a) harus menguasai lebih dahulu pesan yang
disampaikan,
termasuk
struktur
penyusunan.
(b)
mampu
mengemukakan argumentasi secara logis. Sehingga harus mempunyai alasan berupa fakta dan pendapat yang mendukung materi yang di sajikan. (c) memiliki kemampuan untuk membuat intonasi bahasa (vocal) serta gerakan-gerakan tubuh yang dapat menarik perhatian pendengar. (d) memiliki kemampuan membumbui pesan berupa humor untuk menarik perhatian pendengar. 4. Pemilihan media Bentuk-bentuk media Pemilihan media Bentuk-bentuk media meliputi media cetak, media elektronik, media luar ruangan, media ruang kecil dan saluran tatap muka langsung dengan masyarakat.
1.6.4. Studi Terdahulu Penelitian ini pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari penelitianpenelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Penelitian terdahulu menjadi rujukan dan pembanding dalam penelitian ini. Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Penelitian tersebut tentang “Strategi pemenangan Partai Keadilan Sejahtera pada pemilu legislatif 2004 (studi di kabupaten kepulauan sula Provinsi maluku Utara” yang dilakukan oleh Samad 28
Universitas Sumatera Utara
Umarama dalam Tesisnya di Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga memaparkan Partai Keadilan Sejahtera memiliki basis massa yang kuat pada pemilu legislatif 2004 di Kabupaten Kepulauan Sula, ternyata berhasil memperoleh suara yang signifikan dan menduduki tempat ketiga setelah partai Golkar dan PDIP. Banyak pihak menilai bahwa basis dukungan Partai Keadilan Sejahtera adalah kalangan Islam kota terdidik, ternyata dukungan Partai Keadilan Sejahtera di Kabupaten Kepulauan Sula sebagian besar berasal dari daerah yang tergolong bukan daerah perkotaan dan tingkat pendidikan masyarakatnya tidak terlalu tinggi. Selain itu Partai Keadilan Sejahtera minim dukungan tokoh-tokoh berpengaruh terhadap masyarakat, karena tokoh-tokoh yang telah lama mengakar sudah terserap kepartai-partai besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang digunakan adalah perpaduan dari konsep manejmen pemasaran dengan konsep politik yang disesuaikan dengan karakteristik situasi dan kondisi masyarakat Kepulauan Sula yang terdiri dari tahapan perencanaan, meliputi, positioning, segmentasi dan targeting yang merupakan penerapan langsung dari program partai pada pemilu yang terdiri dari direct marketing, gerilya marketing dan logika menjaring massa. Logika menjaring massa ini meliputi: Logika ketokohan, logoka agama/ideologi, logika jaringan, logika pragmatisme, logika sosial budaya dan logika media. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dominan kemenangan Partai Keadilan Sejahtera adalah selain faktor ketokohan juga termasuk faktor Ideologi. Partai ini pada kenyataannya didukung oleh kaum Muslim dan oleh ketokohan para Ustad dan Da'i yang menjadi kader dan aktifis partai. Kedepan, untuk memperkuat posisi partai ditengah masyarakat yang plural maka langkah kongkrit 29
Universitas Sumatera Utara
yang harus diambil adalah dengan menggeser secara bertahap loyalitas kepada tokoh menjadi loyalitas kepada partai. Pergeseran ini bertujuan untuk menumbuhkan loyalitas masyarakat pada partai dan bukan pada tokoh. Penelitian berikutnya adalah Penelitian yang dilakukan oleh Sutanto pada tahun 2011 dengan Judul “Strategi Partai Demokrat dalam pemenangan pemilu Legislatif 2009 Kota Semarang” di Fakultas Ilmu sosial Universitas negeri Semarang dimana Sutanto memaparkan Partai politik dan kandidat perlu memikirkan strategi yang dapat menentukan kemenangan untuk meraih kursi kekuasaan tersebut. Seperti halnya dengan Partai Demokrat yang baru dua kali mengikuti pemilu, keluar sebagai peraih suara mayoritas secara nasional mengungguli peserta pemilu lainya. Tujuan penelitian ini : Pertama, mengetahui strategi yang digunakan Partai Demokrat dalam pemilu legislatif 2009 di Kota Semarang, Kedua, mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Partai Demokrat dalam menerapkan strateginya dalam pemilu legislatif 2009 Di Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Lokasi penelitian di Kota Semarang yaitu DPC Partai Demokrat dan DPRD Kota Semarang. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan setidaknya terdapat beberapa strategi yang digunakan Partai Demokrat dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pemenangan pemilu legislatif 2009 di Kota Semarang. Strategi tersebut antara lain komunikasi yang meliputi jaringan kekuasaan tingkat lokal, sosialisasi, event, kampanye, money politic dan pencitraan meliputi figur, citra partai.
30
Universitas Sumatera Utara
Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kafi Guemala Rampan pada tahun 2014 dengan Judul “Rekrutmen Caleg DPRD Sumut dalam Partai Nasdem tahun 2014” di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara memaparkan bahwa dalam menghadapi Pemilihan Umum 2014, Partai Nasdem melakukan rekrutmen calon lehgislatif sehingga didapatkan nama-nama calon yang akan diusung partai untuk memperoleh kursi di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Proses penetapan rekrutment melalui beberapa tahapan yang diadakan DPW partai Nasdem. Tujuan penelitian ini Pertama, Untuk mengetahui bagaimana pola rekrutmen Caleg Partai Nasem di Sumatera Utara. Kedua, Untuk mengetahui langkah-langkah yang diambil partai nasdem dalam menentukan Caleg disetiap dapil. Metode penelitian ini adalah Kualitatif dengan teknik pengolahan data deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan setidaknya terdapat 4 tahapan dalam mekanisme rekrutmen Calon Legislatif DPRD Sumatera Utara Partai Nasdem. Pertama, Pembentukan tim kerja pencalonan legislatif. Kedua, Pendaftaran Caleg. Ketiga,Verifikasi pencalonan caleg. Keempat, Penetapan dan pengusulan bakal calon legislatif kepada DPP. Proses pencalonan calon legislatif di partai Nasdem dirangkai dalam suatu tata cara penjaringan berdasarkan standard Partai Nasdem. Namun, Penelitian saya ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana Penelitian yang saya lakukan tentang Strategi Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasional Demokrat Sumut dalam Memperoleh suara pada pemilu 2014, dalam penelitian ini saya akan meneliti Partai baru dan bertarung dalam pemilu dengan Parlementary Thrshold 3,5%. 31
Universitas Sumatera Utara
1.7. Metodologi Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan metodologis yaitu deskriptif (melukiskan). Penelitian deskriptif adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta dan data-data yang ada. Penelitian ini untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.28 Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada penelitian ekspalanatif berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori.29
1.7.1. Jenis Penelitian Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi penelitian kualitaif ini adalah konsekuensi metodologi dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.30
28
Bambang Prasetyo dkk. 2005. Metode Penelitian Kuantitaif : Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 42. 29 Sanafiah Faisal. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, hal. 20. 30 Mohammad Natsir. 1983. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, hal. 105.
32
Universitas Sumatera Utara
Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
1.7.2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian tersebut
akan
dilakukan.
Adapun
penelitian
yang
dilakukan
oleh penulis mengambil lokasi di Sumatera Utara khususnya Dewan Pimpinan Wilayah Partai Nasdem Sumatera Utara.
1.7.3. Data dan Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder. Dimana data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara mendalam kepada sumbernya, adapun yang menjadi narasumber: 1. Sekretaris DPW Nasional Demokrat Sumatera Utara pada saat pemilu 2014 : Iskandar ST 2. Wakil Internal Sekretaris DPW Partai Nasional Demokrat Sumut : Tetty Juliaty, M.Si. 3. Ketua Badan Pemenangan DPW Partai Nasional Demokrat Sumut : OK Tun Hidayat Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui berbagai sumber seperti buku, majalah, laporan, jurnal, dokumen lainnya
33
Universitas Sumatera Utara
1.7.4. Teknik Analisis Data Teknik data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.
1.8. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri kedalam 4 (empat) bab, yakni: BAB I
:
PENDAHULUAN Dalam bab ini akan menguraikan dan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II
:
PROFIL DAN KEPENGURUSAN DPW NASIONAL DEMOKRAT SUMATERA UTARA. Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu profil tentang Partai Nasional Demokrat dan profil Partai Nasional Demokrat Sumatera Utara
BAB III
:
STRATEGI DEWAN PIMPINAN WILAYAH (DPW) PARTAI NASIONAL DEMOKRAT SUMUT DALAM MEMPEROLEH SUARA PADA PEMILU 2014 Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan 34
Universitas Sumatera Utara
fakta yang diperoleh dari wawancara buku-buku, jurnal, majalah, koran serta internet dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data dan fakta tersebut. BAB IV
:
PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berisi kemungkinan adanya saran-saran yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.
35
Universitas Sumatera Utara