BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Pasal 1 butir 14 UU No. 5 Tahun 1990). Adapun tujuan pembentukan taman nasional, yaitu : mengoptimalisasikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi secara komprehensif dari sumber daya alam yang ada. Taman Nasional Gunung Merapi memiliki gunung berapi yang masih aktif di dunia. Daerah ini mempunyai ketinggian sekitar 2911 m dpl dan luas wilayah 6,410 ha (1.283,99 ha DIY dan 5.126,01 ha di Jateng) dan berada di 4 kabupaten dan 2 propinsi, yaitu : Kabupaten Sleman di Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten di Propinsi Jawa Tengah . Taman Nasional Gunung Merapi memiliki potensi yang sangat besar selain sebagai sumber mata air bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, ekosistem kawasan ini juga memiliki kombinasi yang unik, menarik, dan dinamis. Kombinasi tersebut adalah : 1. Biosystem, hutan tropis pegunungan yang terpengaruh aktivitas gunung berapi, dengan jenis endemik Castanopsis argentia, Vanda tricolor dan merupakan habitat elang jawa dan macan tutul.
1
2. Geosystem, komplek gunung berapi aktif dari tipe khas strato/andesit dari sesar transversal dan longitudinal Pulau Jawa. 3. Sociosystem, yang merupakan interaksi manusia dengan lingkungan alam berikut pandangan hidup dan budaya bernuansa vulkan. 4. Mempunyai fungsi laboratorium alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian, pendidikan, peningkatan kesadaran konservasi alam, dan mendukung kepentingan budidaya. 5. Obyek wisata alam (ecotourism) dan socioculture yang menjadi obyek pariwisata serta dapat memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Selain itu, peluang pengembangan jasa lingkungan dan wisata alam dari Taman Nasional Gunung Merapi guna mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti : mendaki gunung, menikmati panorama yang indah, menghirup udara yang sejuk, dan melihat keunikan budaya masyarakat sekitar. Topografi daerah Gunung Merapi mencapai ketinggian ± 1.500 m dpl dengan kemiringan lebih dari ± 300 yang merupakan daerah aliran permukaan. Selanjutnya pada ketinggian 750 – 1.500 m dpl, sebagai daerah peresapan air yang adalah daerah terbesar atau terluas dari kawasan hutan Gunung Merapi. Kawasan Gunung Merapi sendiri memiliki beberapa atraksi, yaitu : atraksi geofisik ( Puncak Merapi ) dan atraksi biotis. Atraksi geofisik meliputi fenomena Gunung Merapi dan Kawah Gunung Merapi dengan fenomena vulanik berupa semburan lahar panas dan dingin,
2
keragaman flora maupun fauna, dan sebagainya. Atraksi biotis (Kawasan Lereng Merapi) juga tidak kalah menarik yang berupa : 1. Ekosistem hutan alam tropika pegunungan yang mempunyai struktur bernuansa volkan. 2. Model suksesi alami dari hutan alam tropika yang dipengaruhi oleh aktivitas gunung berapi di mana pada daerah ini tipe ekosistem primer dan hutan tropika dapat dikembangkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan di bidang kehutanan dan sumber plasma nutfah. Kemudian atraksi lainnya adalah jalur tracking, air terjun, arboretum (rumah tanaman hias), bukit Turgo dan bukit Plawangan. Daerah ini beriklim tropik basah dengan curah hujan tahunan yang: berkisar antara 2.000-4.000 mm. Curah hujan tinggi terjadi pada bulan November-Mei, sedangkan curah hujan rendah terjadi pada bulan Juni-Oktober. Suhu sepanjang tahun di obyek Hutan Wisata Kaliurang berkisar antara 170C – 330C dengan kelembaban antara 45% – 75%. Di daerah Gunung Merapi, angin basah pada musim hujan naik dari daerah selatan ke utara melalui pegunungan lereng barat dan selatan, di daerah barat dan timur berupa hujan orografis (hujan besar) dan di daerah utara berupa hujan kecil. Kawasan Merapi adalah kawasan lindung sejak tahun 1931 untuk perlindungan sumber air, sungai dan penyangga sistem kehidupan kabupaten atau kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan Magelang yang kemudian dikembangkan menjadi kawasan konservasi. Namun seiring dengan perkembangan
3
jaman, pengelolaan kawasan Merapi (8.650 ha) yang merupakan kawasan konservasi dan sumber penghidupan bagi masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah dimanfaatkan secara berlebihan oleh pihak – pihak yang tidak bertanggung jawab. Di samping itu, pembangunan yang masih menekankan pendekatan ekonomis semata menyebabkan laju kerusakan lingkungan hidup di Merapi semakin parah. Pada awal tahun 1990, sumber mata air di Merapi bagian selatan masih ada sekitar 30-an, tetapi sekarang hanya terdapat 3 sumber mata air saja yang masih besar debitnya, yaitu : Kali Kuning, Bebeng, dan Boyong. Dari kawasan Merapi yang sangat luas itu kini hutannya tinggal 20 persen saja dan sisanya berupa lahan pertanian serta pertambangan pasir. Lebih parah lagi, hutan Merapi di Boyolali sudah habis karena dikonversi menjadi lahan pertanian. Keinginan untuk mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) maupun peningkatan ekonomi masyarakat secara jangka pendek merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan lingkungan hidup dan telah mengorbankan sumber penghidupan masyarakat dalam jangka panjang. Adanya penetapan UU No. 5 Tahun 1990 yang menyatakan bahwa kawasan hutan Gunung Merapi akan dijadikan sebagai taman nasional dianggap dapat sebagai salah satu upaya untuk menjaga dan melestarikan kawasan Gunung Merapi yang sudah mulai rusak akibat kegiatan manusia. Pengembangan taman ini diharapkan dapat lebih mengoptimalkan fungsi dan pelestarian kawasan Gunung Merapi karena dipandang telah memiliki lima karakteristik umum, yaitu : areal taman yang cukup luas, mengandung isi yang istimewa dengan jenis vegetasi dan binatangnya, habitat maupun letak geomorfologinya termasuk keindahan alam yang masih utuh, terdapat
4
sistem penjagaan dan perlindungan yang efektif, serta adanya kebijakan manajemen yang dipegang oleh pemerintah pusat dan pengembangan pariwisata di mana pengunjung dapat memasuki taman (Wiratno dkk, 2001). Menurut Dixon.A dan Sherman. P (1990) dalam Wiratno dkk (2001), manfaat kawasan konservasi termasuk taman nasional adalah sebagai berikut : 1. Dapat digunakan sebagai sarana dan fasilitas rekreasi 2. Merupakan perlindungan daerah aliran yang meliputi pengendalian erosi, reduksi banjir setempat, pengaturan aliran sungai. 3. Merupakan perlindungan daerah aliran yang meliputi fiksasi dan sirkulasi nutrisi, formasi tanah, sirkulasi dan pembersihan udara air. 4. Dapat digunakan sebagai sarana dan fasilitas pendidikan dan penelitian. 5. Memiliki keragaman hayati meliputi sumber genetik, perlindungan species, keragaman ekosistem dan proses-proses evolusi. 6. Mempunyai manfaat estetika, spiritual, sejarah atau budaya. Meskipun kawasan ini telah ditetapkan sebagai calon Taman Nasional Gunung Merapi tetap saja masih ditemukan kegiatan-kegiatan wisata di hutan yang dapat berdampak sangat serius terhadap kualitas air, berkisar dari erosi dan sedimentasi dihubungkan dengan penggunaan kendaraan wisata di luar jalan sampai pencemaran air dari fasilitas-fasilitas pembuangan kotoran. Pembuangan limbah manusia mempunyai potensi jauh lebih besar bagi kerusakan kualitas air daripada kebanyakan
gangguan
lainnya
dan
pengambilan
tanaman
ataupun
bunga
mengakibatkan kondisi lingkungan kawasan Merapi menjadi rusak. Permasalahan
5
pencemaran lainnya yang berhubungan dengan kepariwisataan adalah erosi dan sedimentasi dari jalan-jalan masuk, bekas-bekas jalan kaki dan pemadatan di luar jalan yang disebabkan oleh penunggang kuda serta kendaraan wisata. Fasilitasfasilitas perkemahan yang seringkali digunakan juga menimbulkan gangguan terhadap vegetasi dan pemadatan tanah yang memberikan tambahan permasalahan erosi. Salah satu komponen di kawasan Gunung Merapi yang kurang diperhatikan adalah tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah selama ini kurang diperhatikan sebagai hasil hutan karena variansi pemanfaatannya yang dianggap terbatas. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan yang mempunyai keliling kurang dari 6,3 cm seperti : anakan perdu, herba, paku-pakuan, tumbuhan yang memanjat atau menjalar. Paku rane merupakan bagian dari tumbuhan bawah yang mana paku-pakuan ini dapat ditemukan pada kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Tumbuhan paku rane biasanya hidup pada tempat – tempat yang teduh, tebing, jurang, dan berhawa dingin atau lembab. paku rane dapat tumbuh dengan merumpun atau memanjat. Paku ini memiliki bentuk yang unik mulai dari batang induk sampai ke percabangan daun – daunnya menyerupai cakar ayam dengan sisiknya. Di Indonesia sendiri paku rane ini dikenal dengan beberapa nama, seperti : paku merak, paku selemah, paku tanjung dan paku lumut. Tumbuhan ini oleh masyarakat setempat sering digunakan sebagai bahan dasar jamu atau obat-obat tradisional untuk penyakit kulit (panu, kadas, dan kurap), menghilangkan bengkak, mengobati rematik dan beberapa jenis kanker. Paku rane
6
dapat digunakan sebagai tanaman hias karena bentuknya yang unik dalam merangkai bunga. Di samping untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan budidaya yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, pemanfaatan paku rane juga dapat diupayakan untuk melestarikan serta menjaga sumber daya alam dan habitatnya. Hal ini dapat terjadi karena paku rane memiliki fungsi ekologis sebagai indikator kesuburan tanah dan dapat mengurangi erosi tanah. Habitat tumbuhan paku rane dipengaruhi oleh distribusi lokal. Distribusi lokal ini hanya mencakup batas–batas dari populasi itu sendiri, sedangkan distribusi geografi adalah distribusi yang menghubungkan populasi dengan faktor lingkungan dan faktor biologi. Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan dipecahkan adalah apakah ada perbedaan pola distribusi dari paku rane (Selaginella wildenowii, Bak) pada ketiga lokasi penelitian (Hutan Penelitian, Muncar, dan Plawangan) di Taman Nasional Gunung Merapi serta apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (fisik dan kimia) dengan pola distribusinya.
1.2.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola distribusi Paku Rane (Selaginella wildenowii,Bak) yang ada di Hutan Penelitian, Muncar, dan Plawangan. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pola distribusi dari Selaginella wildenowii, Bak.
7
Manfaat Penelitian 1.2. Sebagai media yang dapat menginformasikan tentang potensi, manfaat, dan nilai ekonomis dari tanaman obat bagi masyarakat luas. 1.3. Dapat meningkatkan rasa kepedulian dari pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan pengelolaan terhadap plasma nutfah yang berpotensi sebagai tanaman obat di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.
Rumusan Masalah 1.4. Bagaimana pola distribusi paku rane di kawasan Hutan Penelitian, Muncar, dan Plawangan ? 1.5. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan dengan distribusi paku rane ?
8