BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam sejarahnya, penelitian hidroponik dikenal melalui penelitian Woodward, 1699 yang menggunakan hidroponik untuk studi pertumbuhan tanaman, namun penelitian De Saussure, 1804 lebih signifikan untuk dikatakan sebagai penelitian hidroponik yang menggunakan larutan nutrisi sebagai komposisi awal dengan berbagai macam komponen elemen mineral di dalam distilled water (Graves, 1983). Hidroponik atau hydroponics, berasal dari bahasa latin yang terdiri atas kata hydro yang berarti air dan kata ponos yang berarti kerja, sehingga hidroponik diartikan sebagai suatu pengerjaan atau pengelolaan air sebagai media tumbuh tanaman tanpa menggunakan media tanah sebagai media tanam dan mengambil unsur hara mineral yang dibutuhkan dari larutan nutrisi yang dilarutkan dalam air (Heinen,1992). Nutrient Film Technique (NFT) merupakan cara baru untuk bercocok tanam di Indonesia. Tehnik ini sangat cocok diterapkan di daerah yang lahannya sangat tidak subur, selain itu juga dapat diterapkan di dataran tinggi maupun rendah dengan prinsip dan tujuan akhirnya adalah agar hasil panen berkualitas tinggi (Cooper, 1982).
1
Menurut Shinohara (2002) sistem hidroponik NFT merupakan model budidaya yang meletakan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal, air tersebut bersirkulasi dan mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran tanaman dapat berkembang, karena disekeliling perakaran terdapat lapisan nutrisi sehingga tanaman tumbuh pada dasar talang (Suhardiyanto, 2002). Keuntungan pemakaian NFT adalah keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin, memudahkan pengendalian daerah perakaran, air dapat terpenuhi dengan baik dan mudah, keseragaman nutrisi dan tingkat konsentrasi larutan nutrisi dibutuhkan oleh tanaman dapat disesuaikan pada jenis tanaman dan umur tanaman dengan periode tanam yang pendek, perawatan lebih praktis, gangguan hama lebih terkontrol, pemakaian pupuk lebih hemat, metode kerja lebih hemat, hasil produksi lebih kontinu, harga jual lebih tinggi, tidak ada resiko kebanjiran, erosi, kekeringan, atau ketergantungan pada kondisi alam (Marsoem, 2002). Pemilihan tanaman untuk digunakan pada budidaya hidroponik sistem NFT sangat penting, tetapi pada umumnya beberapa kriteria pemilihan tanaman adalah sebagai berikut: toleran terhadap tekanan lingkungan, struktur yang kompak, berukuran kecil, daun tidak mudah gugur, memiliki daya tarik dan nilai ekonomi (Rukmana, 1994). Oleh karena itu maka digunakan tanaman selada, dimana tanaman ini dapat menambah nilai ekonomi serta pendapatan para petani, selain dari itu tanaman selada paling banyak digunakan untuk salad karena warna, tekstur dan aromanya menyegarkan tampilan makanan (estetika).
2
Tanaman selada di Indonesia banyak menerapkan pembudidaya menggunakan
media
tanah
sebagai
substratnya
sehingga
hasil
dari
pembudidayaan tidak optimal (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Dengan menerapkan sistem NFT untuk tanaman selada diharapkan lebih baik dibandingkan dengan menggunakan media tanah, hal ini penting karena perakaran tanaman selada yang kecil dan pendek sulit untuk menembus lapisan tanah, sehingga dapat menyebabkan pertumbuhannya menjadi terhambat, selain dari itu potensi dan keuntungan aplikasi hidroponik NFT ini sangat cocok di dearah yang tidak subur dan di lingkungan perkotaan. Untuk mencapai hasil yang optimal maka tanaman membutuhkan unsur hara esensial, mutlak diperlukan ada tiga yaitu C, H, dan O. Unsur C dan O terdapat dalam bentuk gas CO2 diudara. Unsur H dan O dapat diperoleh dari air (H2O). Unsur hara makro merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Sementara unsur hara mikro merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit (Untung, 2004).Tanpa kehadiran unsur hara makro dan mikro yang cukup maka tanaman akan memperlihatkan gejala defisiensi dan bentuknya berubah dari biasanya (malformasi) Unsur Fe berperan untuk respirasi dan pembentukan hijau daun, selain dari itu juga pada sistem NFT unsur mikro Fe jumlah konsentrasi yang paling banyak dibutuhkan tanaman selada dibandingkan unsur mikro lainnya (Kupers, 1992). Unsur Fe paling sering bertentangan atau antagonis dengan unsur mikro lain. Untuk mengurangi efek itu, maka Fe sering dibungkus dengan Kelat (chelate)
3
seperti EDTA (Ethylene Diamine Tetra-acetic Acid). EDTA adalah suatu komponen organik yang bersifat menstabilkan ion metal. Adanya EDTA maka sifat antagonis Fe pada pH tinggi berkurang jauh (Colcheedas, 1997). Oleh karena itu unsur mikro Fe merupakan salah satu yang diperlukan pada pembentukan enzim-enzim
respirasi
dan
pembentukan
klorofil.
Untuk
meningkatkan
pertumbuhan tanaman yang optimal maka dilakukan variasi unsur mikronutrient Fe dengan konsentrasi yang berbeda.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan masalah diatas, maka yang dapat dijadikan pokok permasalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah pengaruh mikronutrient besi (Fe) terhadap pertumbuhan tanaman selada (Lactuca sativa L.) pada sistem NFT (Nutrient Film Technique) ? 2. Berapakah konsentrasi mikronutrient Fe yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman selada ?
4
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh mikronutrient besi (Fe) terhadap pertumbuhan tanaman selada (Lactuca sativa L.) pada sistem NFT (Nutrient Film Technique). 2. Mengetahui konsentrasi mikronutrient Fe yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman selada.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Mendapatkan pengetahuan mengenai pertumbuhan tanaman selada dan pengaruh mikronutrient besi (Fe) pada tanaman selada (Lactuca sativa L.) sistem NFT (Nutrient Film Technique). 2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi mengenai mikronutrient besi (Fe) terhadap pertumbuhan tanaman selada sistem NFT (Nutrient Film Technique). 3. Mendapatkan tanaman yang tepat untuk dimanfaatkan sebagai pertanian, nilai ekonomi dan efek positif pemanfaatan lahan yang tidak subur.
5