BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Dalam reformasi di bidang keuangan negara, perubahan yang signifikan adalah perubahan di bidang akuntansi pemerintahan. Perubahan di bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi dihasilkan informasi keuangan yang tersedia bagi berbagai pihak untuk digunakan sesuai dengan tujuan masing-masing. Karena begitu eratnya keterkaitan antara keuangan pemerintahan dan akuntansi pemerintahan, maka sistem dan proses yang lama dalam akuntansi pemerintahan banyak menimbulkan berbagai kendala sehingga belum sepenuhnya mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan (Simanjuntak, 2012). Reformasi keuangan negara telah dimulai sejak tahun 2003 ditandai dengan lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undangundang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, dan undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka Pemerintah Pusat akan menerapkan akuntansi berbasis akrual. Pasal 12 dan 13 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa pendapatan dan belanja dalam APBN dicatat menggunakan basis akrual. Hal ini 1
didasarkan atas pertimbangan bahwa basis akrual dapat memberikan informasi keuangan yang lebih lengkap daripada basis lainnya. Selain itu, laporan keuangan berbasis akrual juga menyediakan informasi mengenai kegiatan operasional pemerintah, evaluasi efisiensi dan efektivitas serta ketaatan terhadap peraturan. Penggunaan basis akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manajemen keuangan modern (sektor publik) yang bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih transparan mengenai biaya (cost) pemerintah dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan di dalam pemerintah dengan menggunakan informasi yang diperluas, tidak sekedar basis kas. Secara umum, basis akrual telah diterapkan di negara-negara yang lebih dahulu melakukan reformasi manajemen publik. Tujuan kuncinya adalah untuk meminta pertanggungjawaban para manajer dari sisi keluaran (output) dan/atau hasil (outcome) dan pada saat yang sama melonggarkan kontrol atas masukan (input). Dalam konteks ini, para manajer diminta agar bertanggung jawab untuk seluruh biaya yang berhubungan dengan output/outcome yang dihasilkannya, tidak sekedar dari sisi pengeluaran kas (Mulyana,-). Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mensyaratkan pemerintah untuk menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual paling lambat 5 tahun sejak diterbitkannya Undang-undang tersebut. Kemudian sebagai pedoman pelaksanaannya terbit pula Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, namun hingga batas waktu yang ditetapkan, pemerintah belum berhasil menerapkan sistem akuntansi yang baru. Hingga terbit Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar 2
Akuntansi Pemerintahan untuk mengganti PP No. 24 Tahun 2005. Pada PP No. 71 Tahun 2010 batas waktu penerapan sistem akuntansi akrual secara penuh (full accrual) diundur sampai dengan tahun 2015. Penerapan basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan telah diatur bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013, dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2015. Ini berarti pada tahun 2015 setiap entitas pelaporan dan entitas akuntansi pada pemerintah pusat akan mulai menerapkan basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah. Satuan Kerja pada pemerintah pusat sebagai entitas akuntansi yang menjadi bagian dari Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat tentunya memegang peranan penting dalam menyediakan data dan informasi yang lengkap dan benar demi tercapainya kualitas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Sejak
diterbitkannya
standar
akuntansi
berbasis
akrual
tersebut,
pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel mulai semakin membaik. Hal tersebut tercermin dari laporan keuangan yang disajikan pemerintah. Namun ternyata pelaksanaan sistem akuntansi berbasis akrual berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 tersebut juga belum diterapkan secara penuh oleh pemerintah Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari laporan anggaran pemerintah yang masih menggunakan akuntansi anggaran berbasis kas. Keberhasilan atau kegagalan penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah tidak lepas dari peran satuan kerja dan pengaruh dari faktor-faktor yang ada pada satuan kerja tersebut, mulai dari faktor sumber daya manusia 3
seperti tingkat pendidikan staf, pelatihan yang diberikan, dan latar belakang pendidikan pimpinan, faktor organisasional seperti kualitas teknologi informasi dan dukungan konsultan, maupun faktor situasional lainnya seperti pengalaman satuan kerja dalam menjalankan basis kas menuju akrual dan ukuran satuan kerja tersebut. Pada hari kamis, 16 April 2015, yang bertempat di Aula Lantai III Kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat, diselenggarakan Sosialisasi Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dalam rangka pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota se Jawa Barat beserta SKPD nya. Dirjen Keuangan Daerah Remonezar Monet menjelaskan panjang lebar tentang akuntansi berbasis akrual yang sudah dan akan dikembangkan di lingkungan Kementrian Dalam Negeri. Disamping menekankan perlunya menyiapkan SDM Akuntansi yang faham IT, juga keharusan bersinergi dengan BPK RI dan BPKP. Beliau juga memberikan penjelasan tentang masih belum optimalnya capaian kinerja di pemerintahan daerah dimana pemerintahan Kabupaten Kota yang mencapai Opini WTP baru 5 (dibawah 50%), yang seharusnya 60%. Oleh karena itu diharapkan setiap Kabupaten Kota harus meningkatkan kinerjanya untuk mencapai WTP. Lalu Kornel S Prawiradiningrat juga menyampaikan bahwa Opini WTP Kabupaten/Kota se Jabar yang hanya 5 Kabupaten/Kota. Jumlah tersebut masih sedikit bagi BPK RI. Dikatakannya juga bahwa dengan WTP bukan berarti tidak terjadi penyimpangan. Oleh karena itu BPK RI berharap peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah untuk mencapai WTP adalah murni usaha dari masing-masing pemda, karena hasilnya akan merupakan indikator dari kinerja 4
pemda yang bersangkutan yang menentukan Opini bagi LKPD mereka. Selanjutnya Direktur Penyelenggaraan Keuangan Daerah Wilayah III BPKP Sri Penny Ratnasari menyampaikan pemaparan yang berkaitan dengan tugas-tugas BPKP dalam bersinergi dengan APIP. Juga disampaikan peta/keadaan saat ini bagi pemda di seluruh Indonesia. Dalam RPJMN 2009-2014 menargetkan tahun 2014 baik di K/L maupun Pemda minimal 60% dan K/L 100%, namun yang dicapai baru 156 (< 30%) dari 524 kabupaten/ kota, dimana seharusnya 320 (60%). Untuk Jawa Barat baru 5 kabupaten kota (19%) dimana seharusnya 16 kabupaten/ kota (60%) dari 27 kabupaten/ kota, jadi masih sangat kurang. Penelitian mengenai Akuntansi akrual di Indonesia diantaranya dilakukan oleh Solikhin (2007) yang menunjukkan kesiapan pemerintah yang masih kurang atas penerapan Standar Akuntansi Pemerintah. Sementara penelitian sebelumnya di beberapa negara mengenai adopsi sistem akuntansi berbasis akrual pada organisasi sektor publik, menyatakan bahwa implementasi dari sistem Akuntansi bebasis akrual sering disertai dengan sejumlah besar kelemahan dan masalah yang menghambat atau menunda tingkat adopsi, sehingga transisi dari sistem akuntansi basis kas menuju akrual tidak akan terjadi secara cepat dan lengkap (Christiaens, 2001; Guthrie, 1998; Carlin and Guthrie, 2003; Hodges and Mellet, 2003; Brusca, 1997). Study #14 IFAC Public Sector Committee (2002) menyatakan bahwa pelaporan berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan. Dengan pelaporan berbasis akrual, pengguna dapat mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah dan 5
perubahannya, bagaimana pemerintah mendanai kegiatannya sesuai dengan kemampuan pendanaannya sehingga dapat diukur kapasitas pemerintah yang sebenarnya.
Akuntansi pemerintah berbasis
akrual
juga memungkinkan
pemerintah untuk mengidentifikasi kesempatan dalam menggunakan sumberdaya masa depan dan mewujudkan pengelolaan yang baik atas sumberdaya tersebut. Menurut Halim (2012) apabila pemerintah menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual, maka seharusnya akuntansi anggarannya juga berbasis akrual. Hal inilah yang
menjadi tanda tanya bagi masyarakat tentang sistem akuntansi
berbasis akrual yang dijalankan pemerintah saat ini. Kenapa pemerintah belum secara penuh menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual sesuai amanat PP Nomor 71 Tahun 2010? Apa sebenarnya yang menjadi kendala bagi pemerintah Indonesia? Hal inilah yang menjadi pertanyaan bagi penulis dan berusaha menjelaskannya dalam penelitian ini. Terdapat alasan mengapa penelitian mengenai penerapan akuntansi akrual pada pemerintah ini perlu dilakukan, terutama karena konsep akuntansi akrual di lingkungan pemerintah masih sangat baru, dan juga amanat undang-undang agar pemerintah segera menggunakan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual, dan sepengetahuan peneliti di Indonesia penelitian mengenai penerapan akuntansi akrual pada pemerintahan masih sangat kurang. Di sisi lain hasil penelitian sebelumnya mengenai akuntansi akrual di negara-negara lain belum menyediakan bukti yang cukup meyakinkan mengenai keberhasilan para pengadopsi akuntansi akrual dalam meningkatkan akuntabilitas sektor publik (Cohen et al, 2007;
6
Christiaens, 2001; Guthrie, 1998; Carlin and Guthrie, 2003; Hodges and Mellet, 2003; Brusca, 1997). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin menguji kembali sampai sejauh mana tingkat kesiapan pemerintah untuk menerapkan standar akuntansi pemerintah berbasis akrual dan menguji pengaruh dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat penerapan akuntansi akrual pada pemerintah. Penelitian terhadap penerapan akuntansi akrual pada Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Baratserta pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi penerapannya, diharapkan dapat membantu dan memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai tingkat implementasi sistem akuntansi akrual pada pemerintahan di IndonesiakhususpadaPemerintahProvinsiJawa Barat. Oleh karena itu, penelitian ini
diberi
judul
“Tinjauan
Terhadap
Kesiapan
Pemerintah
Dalam
Menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual (Studi Kasus Pada Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat)”
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. BagaimanakahkesiapanPemerintahProvinsiJawa diindikasikandenganKomitmen,
SDM,
Barat
Infrastruktur/Sarana
yang Pra
Sarana,danSistemInformasidalammenerapkanStandarAkuntansiPemerinta hBerbasisAkrual?
7
2. Apakah
yang
menjadikendalaBagiPemerintahProvinsiJawa
dalamimplementasi
PP
No.
71
Tahun
Barat 2010,
tentangPenerapanStandarAkuntansiPemerintah (SAP) BerbasiaAkrual? 3. Bagaimanakah model strategisakselerasiPemerintahProvinsiJawa Barat dalamimplementasi
PP
No.
71
Tahun
2010
tentangPenerapanStandarAkuntansiPemerintahBerbasisAkrual?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. UntukmengetahuikesiapanPemerintahProvinsiJawa diindikasikandengankomitmen,
Barat
yang SDM,
Infrastrukturdansisteminformasidalammenerapkan SAP BerbasisAkrual. 2. Untukmengetahuikendala yang dihadapiPemerintahProvinsiJawa Barat dalamimplementasi PP No 71 Tahun 2010, tentangPenerapan SAP BerbasisAkrual. 3. Untukmengetahui model strategisakselerasiPemerintahProvinsiJawa Barat dalamimplementasi PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP BerbasisAkrual.
1.4.
Kegunaan Penelitian Melaluipenelitianini, diharapkanhasilnyadapatbermanfaatbagisemuapihak
yang berkepentingan, antara lain: 8
1.
Bagi peneliti Memperdalam ilmu pengetahuan mengenai akuntansi basis akrual terutama pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerapan basis akrual.
2.
Bagi instansi pemerintahan Untuk memberikan informasi bagi pemerintah tentang sejauh mana tingkat kesiapan pemerintah dalam menerapkan sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual.
3.
Bagi peneliti selanjutnya dan masyarakat umum Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan referensi tambahan khususnya mengenai topik-topik sekitar sistem akuntansi berbasis akrual dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat penerapannya.
1.5.
Waktu dan Tempat Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
PemerintahProvinsi Jawa Barat di Jl. Diponegoro No. 22 Bandung. Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2015 sampai dengan selesai.
9
��������������������������������������������������������������������������� ��������������������������������������������������������������������������������� �����������������������������������������������������