BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan tropik di Indonesia yang termasuk pada zona panas (0-700 m dpl) berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan air laut menurut Junghuhn yaitu hutan mangrove, hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan campuran, dan hutan menggugurkan daun (Anonim, 2010). Luas hutan Indonesia kurang lebih 99,6 juta hektar atau 52,3% dari luas wilayah Indonesia (Anonim, 2011). Luas potensial hutan mangrove Indonesia kurang lebih 8,6 juta hektar yang terdiri atas 3,8 juta hektar terdapat di kawasan hutan dan 4,8 juta hektar terdapat di luar kawasan hutan (Nugroho, 2002). Walaupun luas hutan mangrove hanya sekitar 8,6% dari luas hutan Indonesia, namun keberadaannya memiliki peranan penting terutama untuk masyarakat pesisir pantai. Menurut Dukri (2013) hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang mempunyai potensi strategis dalam perlindungan kawasan dan pelestarian lingkungan di sekitar wilayah pantai. Hutan mangrove terdiri dari jenis pedada (Sonneratia sp), api-api (Avicenia sp), bakau (Rhizopora sp), dan tancang (Bruguiera sp) (Soerianegara dan Indrawan, 2006).
1
2
Berbagai manfaat besar dapat diperoleh dari fungsi hutan itu sendiri. Hutan memiliki 3 fungsi utama, yakni fungsi ekonomi, fungsi ekologi, dan fungsi sosial budaya. Fungsi hutan secara ekonomi, yaitu masyarakat di sekitar hutan dapat menikmati hasil hutan yang dikelola untuk peningkatan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja dengan pola pengelolaan hutan yang ramah lingkungan. Fungsi secara ekologis, yaitu sumberdaya hutan menjadi salah satu faktor terwujudnya keberlanjutan ekosistem, penahan abrasi, pencegah intrusi air laut ke daratan, serta memberikan perlindungan terhadap masyarakat di sekitarnya. Terakhir secara sosial budaya, sumber daya hutan dapat menjadi sumber kehidupan masyarakat melalui pengelolaan hutan serta menciptakan solidaritas masyarakat sekitar hutan dan menghindari kesenjangan sosial di antara kelompok masyarakat, sehingga pengelolaan hutan dilakukan secara kolektif. Hutan mangrove yang ada saat ini banyak mengalami kerusakan baik yang disebabkan oleh faktor alam seperti abrasi maupun karena ulah manusia yang kurang memahami fungsi dan manfaat hutan. Kerusakan ekosistem mangrove dapat menyebabkan berkurangnya luas area hutan mangrove, hilangnya habitat bagi plankton, serta berkurangnya populasi ikan, kepiting, dan udang. Berkurangnya ikan, kepiting dan udang dapat mengurangi pendapatan nelayan kecil. Kabupaten Brebes mempunyai luas wilayah kurang lebih 166.296 hektar atau 1.662,96 km2 (Anonim, 2012). Kurang lebih 46.708 hektar atau 28,08% dari luas wilayah Kabupaten Brebes merupakan hutan negara. Secara geografis sebelah utara Kabupaten Brebes berbatasan langsung dengan Laut Jawa (Anonim, 2012). Adanya wilayah yang berbatasan dengan Laut Jawa, menyebabkan
3
terbentuknya suatu ekosistem mangrove yang berfungsi melindungi wilayah pesisir. Wilayah pesisir Kabupaten Brebes saat ini banyak yang terkena abrasi. Hutan mangrove dari total luas 8.879 hektar, sebanyak 7.239 hektar kini dalam kondisi rusak parah sedangkan areal tanaman pelindung yang tergolong posisi aman hanya seluas 1.460 hektar. Kerusakan tanaman mangrove mulai terjadi sekitar tahun 90an, yang mayoritas akibat diterjang abrasi, namun tidak sedikit kerusakan juga akibat manusia salah satunya penebangan liar baik itu dengan alasan kayu bakar maupun untuk kepentingan pribadi lainnya (Setiawan, 2012). Upaya rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan semenjak tahun 90an tetapi keberhasilannya belum sesuai dengan harapan. Tahun 2004, kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) dilakukan dengan penanaman di wilayah pantai yang mengalami kerusakan karena abrasi, serta di kanan kiri sungai maupun tambak. Tahun 2007 dilakukan upaya rehabilitasi hutan mangrove kembali, di beberapa desa meliputi Karangdempel, Prapag Lor, Prapag Kidul, dan Kecipir. Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove ini dilakukan di tepi pantai, tepi-tepi sungai dan tambak (Dukri, 2013). Salah satu desa di Kecamatan Losari yang telah menunjukan keberhasilan program GNRHL adalah Desa Karangdempel. Desa Karangdempel memiliki luasan hutan mangrove kurang lebih 65 hektar (Anonim, 2013). Tanaman mangrove tumbuh pada hamparan pasir yang tersisa setelah abrasi tahun 2007. Hasil
dari
kegiatan
rehabilitasi
tersebut
pada
tahun-tahun
berikutnya
menghasilkan hamparan tanaman bakau yang menjadi kawasan ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove tersebut tumbuh dengan baik menjadi kawasan
4
lindung pantai dan tempat bagi para nelayan untuk mencari ikan. Kawasan lindung pantai dikenal oleh masyarakat Desa Karangdempel dengan sebutan gegara (Parudin, 2011). Gegara merupakan sebutan yang dikenal masyarakat yaitu berupa hamparan pasir sepanjang pantai berbentuk pulau yang langsung berhadapan dengan laut (Dukri, 2013). Ekosistem mangrove yang tumbuh di gegara Desa Karangdempel memiliki peran penting secara ekologi, ekonomi dan sosial budaya sehingga perlu untuk ditetapkan menjadi kawasan lindung pantai. Kesepakatan antara masyarakat dengan Dinas Kehutanan mengenai penetapan kawasan lindung pantai sudah ada dari 5 Februari 2008, namun realisasinya secara resmi baru pada tahun 2012. Tepat 22 Februari 2012 melalui Surat Keputusan Kepala Desa Karangdempel Kecamatan Losari Kabupaten Brebes Nomor : 03 Tahun 2012 menetapkan kawasan hutan mangrove yang tumbuh di gegara dengan luasan kurang lebih 30 hektar menjadi kawasan lindung pantai. Pentingnya fungsi dan manfaat adanya kawasan lindung pantai, oleh karena itu masyarakat Desa Karangdempel melakukan pengelolaan, pengamanan, dan pelestarian kawasan lindung pantai dengan membentuk Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam (KPSA) Mina Makmur dan Satuan Tugas (SATGAS) kawasan lindung pantai di bawah pendampingan dan binaan Dinas Kehutanan Kabupaten Brebes pada tahun 2008. KPSA Mina Makmur dan SATGAS merupakan wadah untuk mengkoordinir masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian kawasan lindung pantai.
5
Kawasan lindung pantai dan masyarakat sekitar tidak dapat dipisahkan sebab memiliki hubungan saling ketergantungan dalam bentuk interaksi yang dapat berdampak positif maupun negatif tergantung pada orientasi pemanfaatan kawasan lindung pantai. Interaksi positif antara masyarakat dengan kawasan lindung pantai dan masyarakat dengan pihak pengelola pada dasarnya memberikan manfaat bukan hanya bagi pengelola sendiri tapi juga bagi masyarakat dan kelestarian kawasan lindung pantai. Pengelolaan kawasan lindung pantai harus memperhatikan keberadaan masyarakat sekitar. Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung pantai merupakan upaya untuk menjaga kelestarian dan kemanfaatan serta terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Berbagai interaksi masyarakat dengan kawasan lindung pantai akan cenderung meningkat, hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan hidup. Interaksi yang dilakukan oleh masyarakat dengan kawasan lindung pantai, sebagai suatu sumber penghidupan meliputi pemenuhan kebutuhan ekonomi (mencari ikan, udang, kepiting, kerang), kegiatan budaya, religi dan rekreasi. Peningkatan berbagai interaksi masyarakat dapat menyebabkan semakin meningkatnya kerusakan dan terganggunya fungsi kawasan lindung pantai. Saat ini masyarakat sekitar memasuki dan memanfaatkan kawasan lindung pantai sebagai sumber penghidupan, sehingga perlu adanya rumusan bagaimana strategi pengembangan pengelolaan kawasan lindung pantai agar tetap terjaga kelestarian dan mendukung kesejahteraan masyarakat.
6
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini:
1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pengelolaan kawasan lindung pantai? 2. Bagaimana interaksi masyarakat dengan kawasan lindung pantai? 3. Apa harapan masyarakat terhadap pengelolaan kawasan lindung pantai? 4. Bagaimana strategi untuk pengembangan pengelolaan kawasan lindung pantai di Desa Karangdempel Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan kawasan lindung pantai. 2. Interaksi masyarakat dengan kawasan lindung pantai. 3. Harapan masyarakat terhadap pengelolaan kawasan lindung pantai. 4. Strategi untuk pengembangan pengelolaan kawasan lindung pantai di Desa Karangdempel Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang kehutanan. 2. Secara pribadi, penelitian ini diharapkan menambah kemampuan menulis dan memahami permasalahan di lapangan.