ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Agama Islam merupakan agama yang sempurna. Hal ini sebagaimana firman Allah S.W.T., “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al Quran Surat Al-Maidah ayat 3). Wujud dari kesempurnaan ini adalah agama Islam memiliki tiga aspek utama, yaitu aqidah, syariah, dan akhlak.1 Pembagian agama Islam ke dalam tiga aspek tersebut hanya merupakan pengkategorisasian guna mempermudah kita dalam memahami agama Islam. Ketiga aspek tersebut sebenarnya tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dari pengkategorisasian aspek-aspek dalam agama Islam di atas, dengan demikian dapat kita ketahui bahwa berbicara mengenai agama Islam tentu tidak terlepas dari pembahasan mengenai hukum Islam atau disebut juga dengan istilah syariah.2 Hukum Islam, dalam konteks hukum amaliahnya, terdiri dari dua cabang hukum yang utama, yaitu hukum ibadah dan hukum muamalah.3 Hukum ibadah adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablun minallah), seperti sholat, puasa, zakat, haji, nazar, sumpah, dan ibadah-ibadah lain yang 1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Cet. VII, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, h. 2. 2
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, Kencana, Jakarta, 2010, h. 24-26. 3
Ibid, h. 29.
1 SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
mempunyai arti mengatur hubungan manusia dengan Allah, sedangkan hukum muamalah adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannas), baik dilakukan secara perorangan, atau secara kelompok antara bangsa dan kelompok antara jamaah, seperti akad, pembelanjaan, jinayat, dan lain-lain.4 Dengan demikian, hukum Islam bersifat universal. Artinya, hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, tetapi juga hubungan antara manusia dengan masyarakat di mana ia hidup, dan manusia dengan alam lingkungannya di segala waktu, tempat, aspek kehidupan manusia, dan permasalahan.5 Setiap agama memberikan keyakinan tersendiri. Begitu pula agama Islam. Ajaran agama Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadits mengajarkan kepada umatnya agar berusaha mendapatkan kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat. Memperoleh kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat inilah yang dapat menjamin tercapainya kesejahteraan hidup lahir dan batin.6 Hal ini berarti bahwa dalam mengejar kehidupan di dunia tidak boleh dilakukan dengan menghalalkan segala cara, melainkan melalui gerakan amal saleh. Perbuatan amal saleh merupakan perbuatan baik yang mendatangkan pahala bagi diri sendiri dan faedah bagi orang lain. Amal saleh dapat berwujud tingkah laku dan perbuatan yang termasuk dalam kategori ibadah maupun muamalah.7
4
Ibid, h. 30.
5
Ibid, h. 29.
6
Gemala Dewi et al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. III, Kencana, Jakarta, 2007,
7
Ibid, h. 4.
h. 3-4.
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
Dengan demikian, untuk memperoleh kehidupan yang baik di dunia dan akhirat yang dapat menjamin tercapainya kesejahteraan hidup lahir dan batin, maka gerakan amal saleh yang diperintahkan oleh agama Islam harus diterapkan secara kaffah dalam segala aspek kehidupan, baik dalam aspek ibadah maupun muamalah.8 Hal ini sebagaimana firman Allah S.W.T., “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh nyata bagimu.” (Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 208). Ayat di atas secara tegas mengingatkan bahwa selama Islam hanya diterapkan secara parsial, maka umat Islam akan mengalami keterpurukan duniawi dan kerugian ukhrawi. Hal ini sangat jelas sebab selama Islam hanya diaplikasikan dalam bentuk ritualisme ibadah semata, yaitu hanya diingat ketika kelahiran bayi, ijab kabul pernikahan, dan penguburan mayat,
tetapi
dimarginalkan dalam dunia politik, ekonomi, perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan proyek, dan transaksi ekspor-impor, maka umat Islam sama dengan telah mengubur Islam dalam-dalam dengan tangannya sendiri.9 Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Muhammad Syafii Antonio mengemukakan bahwa: “Sangat disayangkan, dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan pasar uang, karena yang pertama adalah dunia putih sementara yang kedua adalah dunia hitam, penuh tipu daya dan kelicikan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila beberapa cendikiawan dan ekonomi melihat Islam, dengan sistem nilai 8 Fachruddin, “Analisis Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan dengan Prinsip Mudharabah pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan”, Tesis, Magister Humaniora Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara, 2008, h. 1. 9
SKRIPSI
Ibid, h. 1-2.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
dan tatanan normatifnya, sebagai faktor penghambat pembangunan (an obstacle to economic growth). Penganut paham liberalisme dan pragmatisme sempit ini menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi”.10 Oleh karena itu, untuk mencapai Islam yang kaffah, maka dalam beribadah dan bermuamalah juga harus berdasarkan syariah.11 Hukum asal ibadah berbeda dengan hukum asal muamalah. Dalam ibadah berlaku segala sesuatu dilarang dikerjakan, kecuali terdapat petunjuknya dalam Al-Quran atau Al-Hadits, sedangkan dalam muamalah berlaku segala sesuatu diperbolehkan, kecuali terdapat larangan dalam Al Quran.12 Dalam bidang muamalah, syariah hanya memberikan petunjuk-petunjuk dan prinsip-prinsip yang bersifat umum dan mendasar. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W., “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.” (H.R. An-Nawawi, 1924 : 118). Dalam hukum Islam dikenal adanya maqasid asy-syariah yang berisi maksud dan tujuan disyariatkan hal tersebut. Demi tercapainya tujuan tersebut, terdapat syariat Islam yang bersifat dinamis, dalam arti dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. Dalam bidang muamalah pada dasarnya tidak terdapat syariat yang bersifat absolut, mutlak, dan berlaku untuk segala dhuruf (waktu, tempat dan keadaan). Oleh karena itu, aplikasi dan modifikasi dalam bidang muamalah ini sangat dimungkinkan.13
10
Ibid.
11
Gemala Dewi et al., Op.Cit., h. 5.
12 Trisadini Prasastinah Usanti, Hukum Perbankan Syariah: Hukum Perbankan Syariah, Slide, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2011 (selanjutnya disingkat Trisadini Prasastinah Usanti I). 13
SKRIPSI
Abd. Shomad, Op.Cit, h. 124.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
Perbankan syariah sebagai alternatif perbankan tanpa bunga merupakan model ekonomi Islam yang pertama dirumuskan sebagai bentuk penolakan terhadap bunga bank.14 Hukum perbankan syariah termasuk ke dalam rumpun hukum muamalah. Ketentuan tentang muamalah khususnya yang menyangkut masalah perbankan dimungkinan untuk diijtihadkan sesuai dengan kebutuhan zaman.15 Berkaitan dengan hal ini, Abd. Shomad mengemukakan: Dalam konteks yang demikian, kontrak yang sebagian berdasarkan tradisi pada awal Islam dapat diaplikasikan prinsipnya dalam produk perbankan dewasa ini. Namun terbuka luas untuk diaplikasi sepanjang masih dalam koridor diperkenankan. Harus diakui praktik Nabi itu merupakan kontrak yang sederhana yang sesuai dengan kebutuhan ekonomi saat itu yang masih belum kompleks. Jika berpedoman secara kaku terhadap praktik saat ini, maka transaksi bisnis hanya akan berjalan dengan sederhana saat itu. Suatu ketentuan syariat (hukum Islam) harus dilihat dalam dhuruf atau kondisi saat itu dan jangan sampai bentuk formalitas yang dirumuskan karena melihat kondisi saat itu menjadi kendala untuk mencapai tujuan. Praktik kontrak yang banyak diaplikasikan dalam bank Islam berasal dari model-model kontrak pada abad pertengahan yang dikembangkan oleh para ahli hukum saat itu dengan melihat kondisi perekonomian pada abad ini yang begitu kompleks dan canggih, maka prinsip-prinsip itu harus direformulasikan sesuai dengan kondisi saat ini dengan tetap berpedoman pada rambu-rambu yang telah digariskan. Dalam bidang perbankan rambu-rambu yang harus dipenuhi ialah adanya unsur riba, maysir (judi), dan gharar (ketidakpastian). Transaksi dalam bank syariah tidak boleh mengandung unsur gharar, maysir, riba, zalim, risywah, barang haram, dan maksiat.16 Berdasarkan Penjelasan Pasal 2 Ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, dijelaskan halhal berikut ini:
SKRIPSI
14
Ibid, h. 112.
15
Ibid, h. 124-125.
16
Ibid, h. 125.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6
a)
Gharar adalah transaksi yang mengandung tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak yang lain dirugikan.
b)
Maysir adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian, untunguntungan, atau spekulatif yang tinggi.
c)
Riba adalah transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan ajaran Islam.
d)
Zalim adalah tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan pihak lain.
e)
Risywah adalah tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam suatu transaksi.
f)
Barang haram dan maksiat adalah barang atau fasilitas yang dilarang dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam. Sistem perbankan syariah merupakan bagian dari konsep ekonomi Islam ke
dalam lingkungan ekonomi. Oleh karena itu, perbankan syariah bukan hanya dituntut untuk menghasilkan keuntungan melalui setiap transaksi komersial, tetapi juga mengaplikasikan nilai-nilai syariah sesuai dengan Al-Quran dan Al-Hadits. 17 Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Perbankan), prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
17
SKRIPSI
Ibid, h. 83.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Dewasa ini kehadiran bank syariah menunjukkan kecenderungan semakin membaik. Produk-produk yang dikeluarkan bank syariah cukup variatif, sehingga mampu memberikan pilihan atau alternatif kepada para calon nasabah untuk memanfaatkannya. Akan tetapi, kebanyakan bank syariah masih mengutamakan produk dengan akad jual-beli, yaitu murabahah dan al-bai' bitsaman ajil. Padahal sesungguhnya bank syariah memiliki produk unggulan lainnya yang merupakan produk khas dari bank syariah, yaitu al-musyarakah dan al-mudharabah.18 Namun, sistem bagi hasil mudharabah ini sangat sedikit diterapkan, kecuali di dua negara, yaitu Iran (48%) dan Sudan (62%). Di Indonesia sendiri, bahkan Bank Muamalat selama lima tahun pertama beroperasi tidak menyalurkan pembiayaan dengan sistem bagi hasil mudharabah.19 Dalam Pasal 1 ayat (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005, mudharabah diartikan sebagai penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha 18
Fachruddin, Op.Cit., h. 15.
19
Zaenal Arifin, “Realisasi Akad Mudharabah dalam Rangka Penyaluran Dana dengan Prinsip Bagi Hasil di Bank Muamalat Indonesia Cabang Semarang”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2007, h. 4.
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.. Yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil dalam peraturan ini adalah prinsip muamalat berdasarkan syariat dalam melakukan kegiatan usaha bank. Bisnis syariah merupakan kegiatan bisnis dengan berbasis pada prinsipprinsip syariah dalam beragam aspek bisnis. Dari sudut pandang kepentingan ekonomi, pembiayaan perbankan syariah yang menggunakan sistem mudharabah (profit and loss sharing) dalam memperlancar roda perekonomian umat dianggap mampu menekan terjadinya inflasi karena tidak adanya ketetapan bunga yang harus dibayarkan ke bank, juga dapat mengubah haluan kaum muslimin dalam setiap transaksi perdagangan dan keuangan yang sejalan dengan ajaran syariah. Secara tidak langsung sistem mudharabah merupakan bentuk penolakan terhadap sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional dalam mencari keuntungan. Apabila ditinjau dari ajaran Islam, adanya pelarangan terhadap bunga adalah karena merupakan perbuatan riba yang diharamkan dalam Al-Quran, yaitu bukan meringankan beban orang yang dibantu (dalam hal ini nasabah/mudharib), melainkan merupakan tindakan memperalat dan memakan harta orang lain tanpa melalui jerih payah dan kurang mengandung risiko, serta kemudahan yang diperoleh orang kaya di atas kesedihan orang miskin.20 Dalam mudharabah, shahibul maal (penyedia dana) menyerahkan hartanya kepada mudharib (pengelola dana) untuk diusahakan dan mereka bekerja sama
20
SKRIPSI
Fachruddin, Op.Cit.., h. 5.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
untuk memperoleh keuntungan dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati bersama dalam akad. Kerugian ditanggung oleh shahibul maal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian dari pengelola, sedangkan pengelola hanya rugi tenaga dan pikiran. Namun, apabila kerugian tersebut diakibatkan oleh kecurangan atau kelalaian dari pengelola, maka si pengelola dana harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.21 Sebagai bagian dari kontrak komersial, akad mudharabah ini sangat menarik untuk dikaji secara lebih dalam, terutama terkait dengan urgensi pencantuman basmalah dan kutipan ayat-ayat suci Al-Quran pada bagian kepala akad dan implementasi asas-asas perikatan Islam pada akad, terutama dalam klausul-klausul pada bagian isi atau substansi akad tersebut. Dalam upaya pengkajian terhadap klausul-klausul akad mudharabah, harus dilakukan secara saksama dan hati-hati agar tidak serta merta menjustifikasi bahwa klausul akad tersebut tidak seimbang atau berat sebelah.22 Sikap dan pemahaman yang objektif dan komprehensif sangat diperlukan dalam menilai isi atau substansi akad, terutama terkait dengan klausul-klausul akad yang dianggap berat sebelah. Dengan hanya sekadar mendasarkan pada perbedaan status masingmasing pihak yang berakad ataupun hanya sekadar membaca teks gramatikal substansi dari suatu akad tanpa memiliki pemahaman utuh terhadap proses bisnis bidang-bidang terkait, sering kali menimbulkan terjadinya kesalahan persepsi mengenai eksistensi akad yang pada akhirnya banyak pihak akan dengan
21
Abd. Shomad, Op.Cit., h. 145-146.
22 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Cet. II, Kencana, Jakarta, 2011, h. 3.
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
mudahnya terjebak dan tersesat dari penilaian objektif dengan menyatakan bahwa akad tersebut berat sebelah atau tidak seimbang. Hal ini dapat memunculkan problematika terkait dengan kebebasan berkontrak dan keseimbangan bagi para pihak berupa pertanyaan-pertanyaan “masihkah terdapat kehendak atau kesepakatan yang bebas dalam kontrak tersebut” dan “apakah akad tersebut seimbang atau tidak seimbang (berat sebelah)”.23 Contoh pemahaman yang salah dan sesat tersebut adalah hanya dengan sekadar memperhatikan perbedaan latar belakang para pihak yang berakad (BaratTimur, asing-domestik, bank-nasabah, produsen-konsumen) atau hanya sekadar membaca teks gramatikal pada klausul “kesepakatan bagi hasil” yang pada intinya menyatakan bahwa shahibul maal harus menanggung kerugian 100% sementara mudharib tidak harus menanggung kerugian apapun, kemudian serta-merta menjustifikasi bahwa akad tersebut tidak seimbang atau berat sebelah dengan asumsi
terdapat
perbedaan
bargaining
position.
Pandangan
demikian
sesungguhnya tidak sepenuhnya salah. Dalam beberapa hal memang harus diakui bahwa apabila terdapat perbedaan bargaining position sering kali dijumpai terdapat ketidakseimbangan dan ketidakadilan dalam suatu akad, khususnya apabila terkait dengan kontrak konsumen. Namun, dalam menilai keberadaan suatu akad kiranya akan lebih fair dan objektif terutama dengan mencermati substansinya dan kategori kontrak yang bersangkutan (kontrak konsumen atau kontrak komersial).24
SKRIPSI
23
Ibid, h. 4.
24
Ibid.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
Apabila dikaitkan dengan kontrak komersial, pada dasarnya perdebatan mengenai terdapat atau tidaknya keseimbangan posisi para pihak kurang relevan. Dimensi kontrak komersial yang lebih menekankan pada aspek penghargaan terhadap kemitraan dan kelangsungan bisnis (efficiency and profit oriented), tidak lagi berkutat pada keseimbangan matematis (equal-equilibrium), melainkan justru lebih menekankan pada proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban di antara para pihak. Diterimanya prinsip-prinsip universal, seperti itikad baik dan transaksi yang adil atau jujur (good faith and fair dealing; reasonableness and equity; redelijkheid en billijkheid; kepatutan dan keadilan) dalam praktik bisnis menjadi bukti bahwa yang diutamakan adalah memberikan jaminan bahwa kepentingan yang berbeda di antara para pihak telah diatur melalui mekanisme pembagian proporsi hak dan kewajiban secara layak dan patut (fair and reasonableness), terlepas berapa proporsi hasil akhir secara matematis yang diterima para pihak.25 Problematika sebagaimana dikemukakan di atas tentu merupakan tantangan bagi para yuris untuk memberikan solusi terbaik demi terwujudnya akad yang saling menguntungkan para pihak (win-win solution contract), yaitu memberikan kepastian hukum di satu sisi dan keadilan di sisi lain. Memang disadari bahwa untuk memadukan kepastian hukum dan keadilan, konon adalah perbuatan yang mustahil. Namun, dengan adanya instrumen akad yang mampu mengakomodasi kepentingan yang berbeda secara proporsional, maka kemustahilan untuk memadukan kepastian hukum dan keadilan tersebut akan dapat dieliminasi.
25
SKRIPSI
Ibid, h. 5.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
Bahkan akan menjadi suatu keniscayaan bahwa akad yang saling menguntungkan para pihak (win-win contract) dapat terwujud.26 Metode pengujian terhadap eksistensi suatu akad sebagai proses yang sistematis dan padu dibutuhkan untuk menganalisis mengenai seluk beluk hubungan para pihak dalam kontrak komersial secara lebih cermat.27 Keterpaduan asas-asas perikatan Islam dalam akad, termasuk di dalamnya asas at-tawazun (asas keseimbangan menurut hukum Islam), merupakan pisau analisis untuk membedah eksistensi akad yang diciptakan oleh para pihak. Dengan demikian, sudah bukan waktunya lagi berkutat pada dilema semu ketidakseimbangan atau ketidakadilan berakad, melainkan seharusnya lebih fokus pada pengaturan perbedaan kepentingan para pihak sedemikian rupa secara proporsional.28
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut: a)
Apa perbandingan antara asas-asas perikatan dalam akad menurut hukum Islam dengan asas-asas perikatan dalam perjanjian menurut hukum positif?
b)
SKRIPSI
Apakah asas-asas perikatan telah terimplementasi dalam akad mudharabah?
26
Ibid, h. 5-6.
27
Ibid, h. 6.
28
Ibid, h. 6-7.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
1.3
Penjelasan Judul Tulisan ini berjudul Analisis Asas-asas Perikatan menurut Hukum Islam
dalam Akad Mudharabah. Untuk mempermudah pemahaman mengenai judul penelitian ini, maka akan diuraikan istilah-istilah yang berkaitan dengan judul. Uraian tersebut dimaksudkan untuk memperoleh kesatuan arti dan mencegah terjadinya multiinterpretasi. Adapun pengertian masing-masing istilah tersebut adalah sebagai berikut: a)
Analisis. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, analisis berarti penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, buatan) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab atau duduk perkaranya).29 Dalam tulisan ini, analisis yang dimaksud adalah dalam konteks membandingkan antara asasasas perikatan dalam akad menurut hukum Islam dengan asas-asas perikatan dalam perjanjian menurut hukum positif dan mengetahui seberapa jauh asasasas perikatan Islam telah terimplementasi dalam akad mudharabah, khususnya pada klausul-klausul akad.
b)
Asas. Asas berasal dari bahasa Arab, yaitu asasun yang berarti dasar, basis, atau pondasi. Secara terminologi, asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Istilah lain yang memiliki arti sama
29
Ananda Santoso dan S. Priyanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Kartika, Surabaya, 1995,
h. 20.
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
dengan asas adalah prinsip30, yaitu dasar atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya.31 Asas atau prinsip dalam bahasa Belanda disebut beginsel, dalam bahasa Inggris disebut principle, dan dalam bahasa Latin disebut principium.32 Dalam tulisan ini, asas yang dimaksud, yaitu dalam konteks asas hukum. Asas hukum adalah landasan atau pondasi yang menopang kokohnya suatu norma hukum.33 c)
Perikatan. Perikatan dalam bahasa Belanda disebut verbintenis, sedangkan dalam bahasa Arab disebut iltizam.34 Apabila dilihat dari sudut pandang hukum Islam, perikatan yang dimaksud dalam tulisan ini, yaitu dalam konteks muamalat. Sedangkan apabila dilihat dari sudut pandang hukum positif, perikatan yang dimaksud dalam tulisan ini, yaitu dalam konteks hukum harta kekayaan (vermogensrecht). Menurut perspektif hukum Islam, perikatan didefinisikan sebagai terisinya dzimmah seseorang atau suatu pihak dengan suatu hak yang wajib ditunaikannya kepada orang atau pihak lain.35 Dzimmah secara harfiah berarti tanggungan, sedangkan secara terminologi berarti suatu wadah dalam diri setiap orang tempat menampung
30
Beberapa penulis menggunakan istilah “prinsip” untuk menyebut “asas”. Namun, kedua istilah ini sebenarnya memiliki makna yang sama, yaitu “dasar”. 31
Gemala Dewi et al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. III, Kencana, Jakarta, 2007, h.
30.
SKRIPSI
32
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., h. 21.
33
Ibid.
34
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Cet. II, Raja Pers, Jakarta, 2010, h. 47.
35
Ibid, h. 49.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
hak dan kewajiban.36 Adapun apabila dilihat dari perspektif hukum positif, menurut doktrin (para ahli), perikatan didefinisikan sebagai hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan di antara dua orang (atau lebih), di mana pihak yang satu (debitur) wajib melakukan suatu prestasi, sedangkan pihak yang lain (kreditor) berhak atas prestasi itu.37 Dari kedua definisi perikatan menurut dua perspektif hukum yang berbeda ini, dapat diketahui terdapat kemiripan makna. Dengan demikian, untuk mempermudah pemahaman, maka penulis menganggap definisi perikatan menurut hukum Islam dan hukum positif adalah sama. d)
Hukum Islam. Dalam arti luas, syariah didefinisikan sebagai keseluruhan ajaran dan norma-norma yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W. yang mengatur kehidupan manusia, baik dalam aspek kepercayaan maupun dalam aspek tingkah laku praktisnya. Dalam arti sempit, syariah disebut dengan hukum Islam, yang merujuk kepada aspek praktis (‘amalyah), yaitu aspek yang berupa kumpulan ajaran atau norma yang mengatur tingkah laku konkret manusia.38
e)
Akad. Dalam hukum Islam, istilah perjanjian (overeenkomst) disebut dengan akad yang berasal dari kata al-‘aqd yang berarti mengikat, menyambung, atau
SKRIPSI
36
Ibid, h. 48.
37
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., h. 19-20.
38
Syamsul Anwar, Op.Cit., h. 4-5.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
menghubungkan.39 Akad didefinisikan sebagai pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada objeknya.40 Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.41 Adapun istilah kontrak biasanya dipergunakan untuk perjanjian yang berkaitan dengan bisnis.42 Dari definisi akad, perjanjian, dan kontrak di atas dapat diketahui bahwa keduanya memiliki makna yang mirip. Untuk lebih mempermudah pemahaman, penulis menganggap makna akad, perjanjian, maupun kontrak adalah sama. Dalam tulisan ini istilah akad lebih dipergunakan untuk konteks
hukum
Islam,
sedangkan
perjanjian
atau
kontrak
lebih
dipergunakan untuk konteks hukum positif. f)
Mudharabah. Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005, mudharabah diartikan sebagai penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
SKRIPSI
39
Ibid., h. 68.
40
Ibid.
41
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., h. 16.
42
Ibid.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
disepakati sebelumnya. Dalam tulisan ini, mudharabah yang dimaksud adalah hanya dalam konteks penyaluran dana.
1.4
Alasan Pemilihan Judul Judul tulisan ini adalah Analisis Asas-asas Perikatan menurut Hukum Islam
dalam Akad Mudharabah. Pemilihan judul ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis terhadap akad mudharabah yang dapat diaplikasikan, baik pada kegiatan penghimpunan dana maupun penyaluran dana oleh bank tanpa memasukkan unsur riba. Penulis ingin mengetahui apakah asas-asas perikatan Islam telah terimplementasi dalam akad mudharabah, terutama pada klausul-klausul akad tersebut. Dengan demikian, diharapkan umat Islam dalam melakukan transaksi bisnis tidak memberatkan salah satu pihak dan terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama Islam.
1.5
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain:
a)
Menganalisis perbandingan antara asas-asas perikatan dalam akad menurut hukum Islam dengan asas-asas perikatan dalam perjanjian menurut hukum positif.
b)
SKRIPSI
Menganalisis implementasi asas-asas perikatan dalam akad mudharabah.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
1.6
Metode Penelitian
1.6.1 Tipe Penelitian Hukum Tipe penelitian hukum yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research). Penelitian hukum normatif seringkali disebut penelitian doktrinal (doctrinal research). Menurut Hutchinson, “doctrinal research is research which provides a systematic exposition of the rules governing a particular legal category, analyses the relationship between rules, explains areas of difficulty and, perhaps, predicts future development” 43 (penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang menghasilkan penjelasan yang sistematik mengenai aturan-aturan/norma-norma hukum yang mengatur sebuah kategori hukum yang khusus, menganalisis hubungan antar aturan hukum, menjelaskan area atau bidang-bidang yang sulit, dan mungkin memprediksi perkembangan ke depan. [Terjemahan dari penulis]). Dalam tulisan ini, penulis mengkaji asas-asas perikatan dalam akad menurut hukum Islam. Dengan pengkajian asas-asas perikatan dalam akad menurut hukum Islam, terutama pada klausul-klausul akad tersebut diharapkan dapat ditemukan apakah asas-asas perikatan tersebut telah terimplementasi pada akad mudharabah.
1.6.2 Pendekatan Masalah Dalam membahas rumusan masalah, pendekatan masalah yang digunakan terdiri dari pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan
43
SKRIPSI
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet. VI, Kencana, Jakarta, 2010, h. 32.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
konseptual (conceptual approach),44 dan pendekatan kontraktual (contractual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah ketentuanketentuan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait perikatan menurut hukum Islam, akad mudharabah, dan lembaga keuangan syariah sehingga dapat diketahui ratio legis, dasar ontologis, dan hal-hal apa saja yang telah diatur pada peraturan perundang-undangan tersebut. Pendekatan konseptual dilakukan dengan beranjak pada pandanganpandangan dan doktrin-doktrin para ahli serta peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait perikatan menurut hukum Islam, akad mudharabah, dan lembaga keuangan syariah sehingga dapat diketahui konsep-konsep dan asas-asas perikatan dalam akad menurut hukum Islam dan konsep akad mudharabah. Pendekatan kontraktual dilakukan dengan menganalisis implementasi asasasas perikatan Islam dalam akad mudharabah, khususnya pada klausul-klausul akad, sehingga dapat diketahui seberapa jauh asas-asas perikatan Islam telah terimplementasi pada akad.
1.6.3 Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini meliputi bahan hukum supra primer, bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder.
44
SKRIPSI
Ibid, h. 93.
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
Bahan hukum supra primer adalah bahan hukum yang mendasari hukum positif, tetapi tidak termasuk dalam hukum positif itu sendiri. Bahan hukum supra primer ini meliputi: a)
Al-Quran.
b)
Al-Hadits. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya
mempunyai otoritas. Di dalam skripsi ini penulis mengkaji bahan hukum primer berupa norma hukum yang bersumber dari berbagai peraturan perundangundangan dan norma hukum lainnya terkait dengan perikatan menurut hukum Islam, akad mudharabah, dan lembaga keuangan syariah. Bahan hukum primer dalam penulisan skripsi ini meliputi: a)
Peraturan Perundang-undangan i)
Burgelijk Wetboek Voor Indonesia, Staatsblat Nomor 1847-23, Tahun 1948 terjemahan R. Subekti.
ii)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, LN RI Tahun 1992 Nomor 31, TLN RI Nomor 3472.
iii)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, LN RI Tahun 1998 Nomor 182, TLN RI Nomor 3790.
iv)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, LN RI Tahun 1999 Nomor 66, TLN RI Nomor 3843.
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
v)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, LN RI Tahun 2008 Nomor 94, TLN RI Nomor 4867.
vi)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, LN RI Tahun 1992 Nomor 119, TLN RI Nomor 3505.
vii) Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 juncto Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991). b)
Peraturan Mahkamah Agung Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
c)
Peraturan Bank Indonesia dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia i)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, LN RI Tahun 2005 Nomor 124 DPbS, TLN RI Nomor 4563.
ii)
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
d)
Fatwa Dewan Syariah Nasional i)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro.
ii)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan.
iii)
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito.
iv)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
v)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.
Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Dalam skripsi ini, bahan hukum sekunder meliputi buku-buku literatur atau bacaan, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, skripsi, tesis, artikel dari internet, dan pendapat-pendapat dan tulisantulisan para ahli terkait perikatan menurut hukum Islam, akad mudharabah, dan lembaga keuangan syariah.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dalam tulisan ini dilakukan melalui inventarisasi dan studi kepustakaan sumber bahan hukum supra primer, primer, dan sekunder terkait rumusan masalah yang dikaji, kemudian mengklasifikasikan sumber-sumber bahan hukum tersebut berdasarkan kategori tertentu yang disusun
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
secara sistematis dan berurutan sesuai dengan pokok masalah yang akan dibahas pada setiap bab.
1.6.5 Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Bahan-bahan hukum yang telah diklasifikasikan berdasarkan kategori tertentu, kemudian disusun secara sistematis dan berurutan sesuai dengan pokok masalah yang akan dibahas pada setiap bab tersebut akan diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga dapat disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis dan mudah dipahami guna mencapai target yang diinginkan berupa jawaban atas rumusan masalah perbandingan antara asas-asas perikatan dalam akad menurut hukum Islam dengan asas-asas perikatan dalam perjanjian menurut hukum positif dan implementasi asas-asas perikatan dalam akad mudharabah.
1.7 Pertanggungjawaban Sistematika Agar memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah dan untuk mempermudah pemahaman isi skripsi, maka penulisan skripsi ini disusun secara sistematis yang terbagi dalam 4 (empat) bab berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN Dalam Bab I penulis menguraikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Penjelasan Judul, Alasan Pemilihan Judul, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian (terdiri dari Tipe Penelitian
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
Hukum, Pendekatan Masalah, Sumber Bahan Hukum, Teknik Pengumpulan Bahan Hukum, Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum), dan Pertanggungjawaban Sistematika.
BAB II
: PERBANDINGAN
ANTARA
ASAS-ASAS
PERIKATAN
DALAM AKAD MENURUT HUKUM ISLAM DENGAN ASAS-ASAS
PERIKATAN
DALAM
PERJANJIAN
MENURUT HUKUM POSITIF Dalam Bab II penulis menguraikan tentang Perjanjian sebagai Sumber Perikatan dalam Hukum Islam, Urgensi Pengaturan Akad/Perjanjian dalam Praktik Bisnis, Kedudukan, Peranan, dan Karakteristik Asas dalam Sistem Norma Menurut Perspektif Hukum Islam, Akad menurut Hukum Islam (terdiri dari Jenis-jenis Akad, Rukun dan Syarat akad), Asas-asas Perikatan dalam Akad menurut Hukum Islam, dan Asas-Asas Perikatan dalam Akad menurut Hukum Islam dengan Asas-asas Perikatan dalam Perjanjian Menurut Hukum Positif.
BAB III
: IMPLEMENTASI ASAS-ASAS PERIKATAN ISLAM DALAM AKAD MUDHARABAH Dalam Bab III berisi tentang Prinsip Bagi Hasil sebagai Prinsip Operasional
Perbankan
Syariah,
Mudharabah,
Urgensi
Pencantuman Basmalah dan Kutipan Ayat-ayat Suci Al-Quran
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
pada Bagian Awal/Kepala Akad, dan Analisis Implementasi Asasasas Perikatan Islam dalam Akad Mudharabah.
BAB IV
: PENUTUP Dalam Bab IV berisi tentang Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan merupakan uraian singkat dari rumusan masalah yang dikaji, sedangkan saran diberikan sebagai masukan dan sumbangan pemikiran ilmiah yang mungkin dapat memberikan suatu solusi bagi tatanan hukum dan aturan hukum terkait dengan akad mudharabah.
SKRIPSI
ANALISIS ASAS - ASAS ...
ARDINE LIVIA