BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Seni sastra adalah seni yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Dengan
batasan seperti ini maka suatu sastra atau kesusastraan tetap tumbuh dan berkembang apabila bahasa sebagai medianya tetap digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari, salah satunya adalah sastra Jawa. Sering terlontar dalam suatu perbincangan bahwa sastra Jawa sudah mati, sudah suram tetapi ada pula yang mengatakan sebaliknya, sastra Jawa masih ada dan tetap memasyarakat. Dalam perkembangannya sastra daerah sangat erat hubungannya dengan sastra nasional. Suku Jawa menggunakan dua bahasa (bahasa daerah dan bahasa nasional) ikut membentuk dan mempengaruhi sastra nasional dan perkembangan sastra Jawa sendiri. Bagi suku Jawa yang telah mewarisi sastra lamanya (semula bersumber pada keraton) mau tidak mau harus pula mengikuti aliran atau keadaan jamannya (Prawoto,1987:6). Sastra Jawa modern adalah sastra Jawa yang lahir semenjak zaman Balai Pustaka. Kehadirannya ditandai dengan roman Serat Riyanto (1920) karangan Sulardi, Ngulandara (1936) karya Margana Djajaatmadja, Tumusing Lelampahan Tiyang Sepuh (1927) oleh Danuja, Badan Sepata dan Sapu Ilang Suhe karangan Raden Harjawiraga serta Sala Peteng (1938) oleh Mt Supardi. Sastra Jawa modern memang lain dari sastra Jawa sebelumnya. Sastra Jawa sebelumnya merupakan sastra kraton, penulisannya penuh dengan berbagai aturan dan
1
2
pengarangnya merupakan pujangga kraton yang hampir dihidupi sepenuhnya oleh raja. Sedangkan sastra Jawa modern merupakan sastra Jawa yang berkembang di kalangan masyarakat luas. Sastra Jawa modern adalah jenis sastra yang keluar dari kerangka kebudayaan lama yang istanasentris menuju ke arah kebudayaan yang modern. Ia tidak lagi mengagung-agungkan raja dan membeberkan secara panjang lebar ajaran-ajaran susila, filosofi dan kejiwaan ala Jawa, melainkan melukiskan keadaan masyarakat apa adanya (Prawoto, 1987: 22). Perkembangan sastra Jawa modern hampir sepenuhnya didukung majalahmajalah atau koran berbahasa Jawa seperti Jaya Baya, Penjebar Semangat (Surabaya), Dharma Kandha, Parikesit (Surakarta), Djaka Lodang, Mekar Sari, Kandha Raharja (Yogyakarta). Majalah dan koran tersebut telah terbit sejak lama dan peredarannya sampai ke desa-desa pula. Keadaan seperti inilah yang mendorong pengarang untuk menulis cerita-cerita yang sesuai dengan latar belakang dan permasalahan kehidupan sebagian pembacanya agar melahirkan karya sastra yang realistis. Sastra bisa berkembang bila keadaan masyarakatnya memungkinkan. Tetapi dengan tetap hadirnya pengarang-pengarang Jawa dalam karya mereka yang berbentuk geguritan (puisi) maupun cerita sampai saat ini menunjukkan bahwa sastra Jawa modern masih ada dan masih hidup. Untuk mempertahankan karya sastra Jawa, salah satunya dapat dilihat dari perkembangan novel Jawa. Novel merupakan karya sastra yang dibangun melalui berbagai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur instrinsik bersumber pada teks sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik berasal dari sumber-sumber di luar karya sastra. Unsur-unsur tersebut akan membangun novel secara totalitas. Panuti
3
Sudjiman (1988:53) menyatakan bahwa “novel adalah prosa rekaan yang panjang dengan menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun”. Perkembangan novel Jawa di Indonesia tidak lepas dari penulis kawakan Suparto Brata yang merupakan sastrawan berbahasa Jawa dan Indonesia kelahiran Surabaya, 27 Februari 1932. Suparto Brata sering menggunakan nama samaran Peni, Eling Jatmiko, dan M. Sholeh. Beliau adalah seorang pengarang yang hidup dalam tiga zaman: Kolonialisme Belanda, pendudukan Jepang, dan masa kemerdekaan sehingga mempunyai wawasan yang luas mengenai kehidupan masyarakat Indonesia untuk diungkap dalam aktivitas mengarangnya (Suwondo, 2006:214). Sebelum aktif menerbitkan novel fiktif berbahasa Jawa dan Indonesia, karier sastra Jawa Suparta Brata bermula dari tulisannya dalam membuat artikel atau cerita pendek yang diterbitkan di Mimbar Indonesia, Aneka, Siasat, Kisah, Sastra, Buku Kita yang merupakan terbitan Jakarta dan terbitan Surabaya seperti Harian Umum, Trompet Masyarakat, Surabaya Post, Gelora, Terang bulan, Penyebar Semangat dan Djaja Baya. Pada tahun 1952-1960, selain menulis cerita pendek dan artikel, Suparto Brata sudah mulai mengarang cerita bersambung bahasa Jawa di majalah Penyebar Semangat dan Djaja Baja. Pada tahun 1960-an, Suparto Brata mulai menekuni mengarang novel bahasa Jawa dan berhasil diterbitkan dengan bantuan dari direktur majalah bahasa Jawa Djaja Baja, Tadjib Ermadi. Novel yang diterbitkan: Emprit Ambuntut Bedhug, Sanja Sangu Trebela, Kadurakan Ing Kidul Dringu, Lara Lapane Kaum Republik, dan Pethite Nyai Blorong (1965-1970). Namanya menjadi terkenal karena cerita seri novel Detektif
4
Handaka dan berkat kegigihannya dalam mengarang, setidaknya sudah tiga kali memperoleh hadiah sastra Rancage pimpinan Ajip Rosidi (2000, 2001, 2005). Beliau tercatat dalam buku Five Thousand Personalities Of The World sixth edition, 1998, Terbitan The American Biographical Institute, Inc. (Brata, 2010:263) Novel dan cerpennya banyak yang berbau detektif, kisah perjuangan, cerita anak-anak dan cerita sejarah (Prawoto,1993:45). Selain itu Suparto Brata sering menerbitkan novel tentang tokoh wanita. Salah satu novel tentang wanita yang dikarang oleh beliau adalah Nona Sekretaris (1983-1984) yang kemudian dicetak tahun 2010, Pawestri Tanpa Idhentiti yang selesai ditulis tahun 2009 dan diterbitkan tahun 2010, kemudian novel trilogi berbahasa Indonesia Gadis Tangsi (2004), Kerajaan Raminem (2006), dan Mahligai di Ufuk Timur (2007). Wanita yang digambarkan oleh beliau dalam novelnya ialah mempunyai semangat wanita yang ulet dan berwawasan luas. Wanita mandiri yang berpendidikan, bekerja, berkeluarga, bertindak tanduk halus, tidak meninggalkan sifat khas dan sopan santun keluarga. Pernyataan tersebut sekilas telah dikemukakan oleh George Quinn (1984) yang mengatakan bahwa Nona Sekretaris merupakan satu-satunya novel Jawa kontemporer yang menyajikan gambaran rinci, nyata, dan simpatik tentang seorang wanita muda yang penuh semangat dan menyambut pengalaman baru pindah dari desa ke kota besar, hidup sendiri di sana dan mencapai keberhasilan dalam karir (Quinn, 1984:49). Novel Cintrong Paju-Pat (yang selanjutnya disingkat CPP) merupakan novel karya Suparto Brata. CPP sebelumnya adalah cerita bersambung yang
5
diterbitkan oleh majalah Penyebar Semangat pada tahun 2006 dengan judul Cintrong Traju Papat, kemudian pada tahun 2010 dijadikan sebuah novel oleh penerbit Narasi dengan judul Cintrong Paju-Pat dengan tebal 311 halaman. Jika dilihat dari judulnya, CPP menggunakan dialek bahasa Jawa Timuran. Cintrong yang berarti Cinta, Paju-pat yang artinya Segi empat. Sehingga disimpulkan bahwa novel CPP bercerita tentang cinta segi empat. Novel ini menceritakan seorang direktur muda sebuah perusahaan iklan di Jakarta bernama Luhur yang dijodohkan dengan bintang sinetron terkenal, Abrit Mayamaya. Namun Luhur secara tidak sengaja bertemu dan kemudian menyukai karyawati baru yang terampil bernama Lirih Nagari yang bekerja di bidang marketing. Lirih pun diketahui menyukai Trengginas yang merupakan teman tercinta Abrit Mayamaya ketika kuliah di Surabaya. Sehingga timbul cinta segi empat di antara mereka. Ketertarikan penulis untuk mengkaji novel CPP karena novel sastra Jawa, namun ceritanya tidak kalah menarik dengan novel sastra Indonesia. CPP merupakan pelajaran budaya baru yang mewakili gaya hidup bangsa Indonesia zaman sekarang yang sudah mengenal teknologi. Selain itu, tokoh perempuan yang digambarkan pengarang sangat mandiri dan mempunyai pendirian yang teguh. Itulah yang membuat novel CPP menarik untuk diteliti.
6
1.2
Rumusan masalah Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang di atas,
masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah struktur cerita dari novel CPP karya Suparto Brata? 2. Bagaimanakah keterjalinan tema dan fakta cerita dari novel CPP karya Suparto Brata dalam membentuk wujud cerita yang utuh? 1.3
Tujuan penelitian Secara ditel penelitian ini memiliki dua tujuan, yakni tujuan teoretis dan
praktis. Tujuan teoretis dari penelitian ini adalah menerapkan teori fiksi Robert Stanton sebagai kajian untuk mengembangkan studi sastra. Selain itu, secara praktis penelitian ini bertujuan sebagai salah satu langkah apresiasi terhadap karya sastra dan sebagai bahan bacaan untuk membantu pembaca dalam memahami pesan yang terkandung dari novel CPP sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 1.4
Tinjauan Pustaka Novel CPP karya Suparto Brata sejauh pengetahuan penulis sudah pernah
diteliti sebelumnya. Hal itu disebabkan karena novel CPP merupakan cerita bersambung yang terbit di Majalah Penyebar Semangat pada tahun 2006 dan dibukukan menjadi novel pada tahun 2010, sehingga dapat dikatakan novel lama. Tinjauan pustaka dipilih melalui penelitian yang memiliki kesamaan objek atau teori.
7
Tesis Nurlita (2011), mahasiswa Universitas Negeri Semarang berjudul Citra Perempuan Dalam Novel Cintrong Paju-Pat Karya Suparto Brata menganalisis menggunakan teori feminisme dan menyimpulkan bahwa tokoh perempuan sangat dominan dimunculkan pada novel CPP dan tokoh-tokoh perempuan dalam novel CPP memiliki citra pribadi yang berbeda-beda. Rahayu (2012) menulis skripsi berjudul Nilai Etika Dan Estetika Dalam Novel Cintrong Paju Pat Karya Suparto Brata. Penelitian ini mendeskripsikan wujud nilai etika dan estetika yang disampaikan pengarang dalam novel CPP dan hasil penelitian meliputi dua hal, yaitu nilai etika dan estetika. Nilai etika meliputi tiga hal, yaitu; (1) nilai etika hubungan antara manusia dengan Tuhan; (2) hubungan manusia dengan diri sendiri dan (3) hubungan manusia dengan sesama. Nilai estetika meliputi lima hal yaitu; (1) wujud nilai estetika pepindhan (perumpamaan); (2) wujud nilai estetika basa rinengga; (3) wujud nilai estetika paribasan (peribahasa); (4) wujud nilai estetika panyandra; dan (5) wujud estetika simbol atau lambang. Wicaksana (2012) menulis skripsi yang berjudul Analisis Struktural Novel Jarot Karya Yasawidagda. Di dalam penelitian tersebut, analisis struktural digunakan untuk mengungkapkan unsur-unsur pembentuk novel yang meliputi tema, penokohan,alur atau plot, dan latar. Melalui analisis tersebut dapat diperoleh kemudahan dalam membaca dan memahami isi novel. Perbedaan yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah menganalisis fakta cerita yang meliputi alur, karakter atau tokoh, dan latar. Tema dan sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang, gaya, simbol dan ironi. Serta hubungan
8
antar unsur novel CPP menggunakan pendekatan struktural, teori fiksi Robert Stanton. 1.5
Landasan Teori Pendekatan struktural adalah pendekatan yang digunakan dalam usaha
memahami karya sastra dengan memperhitungkan struktur atau unsur-unsur pembentuk karya sastra sebagai jalinan yang utuh. Pendekatan struktural yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural model Robert Stanton. Stanton (Stanton, 2012:97), menyatakan bahwa untuk menganalisis novel sebaiknya dilihat terlebih dahulu prinsip kepaduan sebuah novel. Dengan demikian, pendekatan struktural memandang karya sastra sebagai suatu kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-unsur yang memiliki suatu keterkaitan dan dapat membentuk suatu makna yang menyeluruh. Robert Stanton menyatakan bahwa struktur karya sastra meliputi empat kategori, yaitu: fakta cerita, sarana sastra, tema, dan hubungan antarunsur. 1.5.1 Fakta-fakta Cerita Fakta-fakta cerita terdiri dari karakter, alur, dan latar. Ketiga unsur tersebut berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita (Stanton,2012:22). Jika dirangkum menjadi satu, ketiga unsur tersebut dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual cerita.
9
a. Karakter Karakter dapat berarti pelaku dan dapat pula berarti perwatakan. Keterkaitan antara seorang tokoh dan perwatakan yang dimiliki memang merupakan suatu kesatuan yang utuh untuk dapat dikatakan bahwa tokoh dalam cerita diciptakan bersama dengan perwatakan yang dimilikinya. Mengenai karakter, Robert Stanton menyatakan bahwa karakter biasanya dipakai dalam dua konteks; konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita; konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. (Stanton, 2012:33). b. Alur Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Mengenai alur, Robert Stanton menjelaskan bahwa alur merupakan tulang punggung cerita. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, serta memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2012:28). c. Latar Latar merupakan pijakan cerita yang konkret untuk memberikan kesan realistis pada pembaca. Latar juga dapat mempermudah pembaca untuk membayangkan dan ikut merasakan setiap peristiwa yang diceritakan. Latar menurut Stanton (2012:35) adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semua hal yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Unsur latar dapat dibedakan menjadi 3 unsur pokok, yaitu
10
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi yang satu dengan yang lain. 1.5.2 Tema Tema merupakan sesuatu yang menjadi maksud utama sebuah cerita. Melalui tema, pembaca dapat mengetahui maksud dan tujuan penulis membuat sebuah cerita. Tidak mudah untuk mengetahui tema suatu cerita. Pembaca tidak cukup dengan membaca cerita untuk mengetahui yang diinginkan penulis terhadap publikasi karyanya. Dibutuhkan pemahaman mendalam melalui unsurunsur pembangun cerita untuk dapat mengetahui makna dari sebuah cerita dan menyimpulkannya sebagai sebuah tema. (Stanton, 2012: 41-44). Tema dibagi menjadi dua bagian, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor menjadikan cerita berfokus dan saling memiliki keterkaitan antara satu unsur dengan unsur yang lain, untuk membentuk makna cerita yang utuh. Tema mayor tersirat dalam sebagian besar cerita, bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Tema tema minor adalah makna yang terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita atau makna tambahan. Makna tambahan itu bersifat mendukung atau mencerminkan makna utama dari keseluruhan cerita (Nurgiantoro, 2005:82-83). Dari fakta-fakta cerita yang ada, didukung dengan sarana-sarana sastra, maka makna meyeluruh dari suatu karya sastra dapat dimunculkan melalui analisis dari unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut.
11
1.5.3. Sarana Sastra Sarana sastra dapat diartikan sebagai cara pengarang memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2012:46). Melalui sarana sastra, pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang. Sarana-sarana sastra meliputi judul, sudut pandang, gaya bahasa, simbolisme, dan ironi yang dijelaskan sebagai berikut. a. Judul Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjuk karakter, latar dan tema. Judul juga merupakan kunci pada makna cerita. Judul suatu karya dapat dikatakan relevan terhadap karya yang diampunya apabila judul tesebut mengacu pada karakter utama atau satu latar tertentu sehingga keduanya membentuk satu kesatuan (Stanton, 2012:51). Sehingga dapat disimpulkan judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjuk karakter, latar dan tema. Judul juga merupakan kunci pada makna yang terkandung dalam cerita. Judul juga dapat merupakan sindiran terhadap kondisi yang ingin di kritisi oleh pengarang atau merupakan kesimpulan terhadap keadaan yang sebenarnya. b. Sudut Pandang Sudut pandang dapat dikatakan sebagai dasar berpijak pembaca untuk melihat peristiwa-peristiwa dalam cerita (Stanton, 2012:53). Pengarang sengaja memilih sudut pandang secara hati-hati agar dapat memiliki berbagai posisi dan berbagai hubungan dengan setiap peristiwa dalam cerita. Pemikiran dan emosi para karakter hanya dapat diketahui melalui berbagai tindakan yang mereka lakukan.
12
c. Gaya Bahasa Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa dalam menyampaikan cerita. Masing-masing pengarang memiliki gaya yang berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada berbagai aspek bahasanya; seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, pada bagian-bagian humor, dan majas (Stanton, 2012:61). Gaya membuat pembaca dapat menikmati cerita, menikmati gambaran tindakan, pikiran, dan pandangan yang diciptakan pengarang, serta dapat mengagumi keahlian pengarang dalam menggunakan bahasa. d. Simbolisme Simbol merupakan cara pengarang untuk melukiskan pemikiran, gagasan maupun emosi melalui suatu perwujudan sehingga makna yang diinginkan dapat disampaikan dengan baik. Wujud simbol dapat berupa suatu benda, bentuk, warna, suara, latar cerita, serta beberapa obyek yang bertipe sama. Kemunculan simbol memunculkan efek yaitu menunjukkan makna suatu peristiwa, jika muncul berulang-ulang berfungsi untuk mengingatkan pada keseluruhan cerita dan membantu untuk menemukan tema pada saat simbol tersebut muncul
pada
konteks yang berbeda. (Stanton, 2012: 64-65). e. Ironi Ironi merupakan suatu cara untuk menunjukkan bahwa sutu rangkaian kata atau maksud berlainan dengan makna sebenarnya atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Melalui adanya ironi, cerita dapat menjadi semakin menarik seperti menghadirkan humor, memperdalam karakter, memperpererat alur cerita, memperkuat tema, serta menggambarkan sikap pengarang (Stanton, 2012: 71).
13
1.5.4 Hubungan antar unsur Setelah mengidentifikasi dan mengkaji unsur-unsur pembangun karya fiksi, tahap selanjutnya dalam analisis struktural adalah mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik karya fiksi yang bersangkutan. Suwardi Endraswara (2003:49), menyatakan bahwa karya sastra diasumsikan sebagai fenomena yang memiliki struktur yang saling terkait satu sama lain. Struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks, sehingga pemaknaan harus diarahkan ke dalam hubungan antarunsur secara keseluruhan. Tujuan analisis struktural adalah membongkar dan memaparkan dengan cermat keterkaitan semua unsur karya sastra yang sama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Robert Stanton menjelaskan, untuk menganalisis novel, sebaiknya dilihat terlebih dulu prinsip kepaduan sebuah novel. Kepaduan di sini berarti koheren, saling berhubungan antara unsur yang satu dengan yang lain, dan segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi mendukung tujuan utama atau
tema.
Pembaca
sebaiknya
membaca
novel
dengan
cermat,
mempertimbangkan berbagai episode, tokoh, alur, dan hubungan antarunsur serta bagaimana setiap bagian pada keseluruhan sampai menemukan maksud atau tema yang mendasari semuanya (Stanton:2012:47). 1.6
Metoda Penelitian Penelitian sastra ini bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bersifat alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang perilaku atau data – data lain yang
14
diamatin oleh peneliti (Lexy J. Moleong, 2002:6). Adapun langkah – langkah penelitian ini disusun sebagai berikut : 1. Menentukan objek pokok penelitian, yaitu novel CPP karya Suparto Brata. 2. Menentukan objek permasalahan dalam novel CPP karya Suparto Brata. 3. Melakukan studi pustaka dengan mencari dan mengumpulkan informasi yang relevan dengan penelitian. 4. Menentukan teori yang digunakan untuk menganalisis, yaitu teori fiksi Robert Stanton 5. Menganalisi permasalahan dengan memaparkan dan menjelaskan dengan disertai kutipan-kutipan yang mendukung. 6. Mengungkapkan hasil analisis dalam bentuk tulisan sesuai standar penulisan ilmiah yang berlaku 7. Melaporkan hasil penelitian. 1.7
Sistematika Penyajian Penulisan laporan penelitian ini disusun dengan menggunakan sistematika
sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN berisi latar belakang masalah,
rumusan
masalah, tujuan penelitian, tinjauan penelitian, landasan teori struktural, metode penelitan, dan sistematika penyajian. BAB II
DESKRIPSI DAN SINOPSIS NOVEL CINTRONG PAJU-PAT
berisi penjelasan novel CPP dan sinopsis.
15
BAB III
ANALISIS UNSUR-UNSUR STRUKTUR NOVEL CINTRONG
PAJU-PAT, merupakan analisis struktual terhadap unsur- unsur intrinsik novel CPP yang meliputi fakta cerita, tema, dan sarana sastra. BAB IV
HUBUNGAN ANTAR UNSUR-UNSUR STRUKTUR, berisi
analisis hubungan antar unsur-unsur struktur, yaitu hubungan antara alur dengan latar, hubungan antara latar dengan tokoh, hubungan antara alur dengan tokoh, dan hubungan tema dengan alur, tokoh dan latar. BAB V Daftar Pustaka
KESIMPULAN, berisi kesimpulan dari hasil analisis penelitian.