BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam mencapai kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan kerjasama 1 , sehingga antara manusia yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Mereka saling melibatkan diri untuk membuat suatu perikatan yang dibutuhkannya. Suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar menawar. 2 Secara yuridis, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 3 Akibat peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian ini menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perikatan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 1
C. S. T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1989), Hal. 246. 2 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, (Yogyakarta : Laksbang Mediatama, 2008), Hal 1. 3 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Mandar Maju, 2000), Hal. 4.
1 Universitas Sumatera Utara
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Memang perikatan itu paling banyak lahir dari perjanjian, tetapi ada juga perikatan yang lahir dari Undang-Undang. 4 Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita temui landasannya pada ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena Undang-Undang. Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa : Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubunganhubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan dan kesusilaan. Pengingkaran terhadap hubungan-hubungan semacam itu, tidak akan menimbulkan akibat hukum. Jadi hubungan yang berada di luar lingkungan hukum bukan merupakan perikatan. 5 Perikatan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian secara sukarela mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau 4 5
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1979), Hal. 1. R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Binacipta, 1987), Hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
mengikatkan diri. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian. 6 Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai sebagai perjanjian yang sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 7 Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial dari hukum perjanjian. Asas ini dinamakan juga asas otonomi “konsensualisme”, yang menentukan “ada” nya (raison d’etre, het bestaanwaarde) perjanjian. Asas konsensualisme yang terdapat di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengandung arti “kemauan” (will) para pihak untuk saling berpartisipasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Asas konsensualisme ini mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid) berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini mempunyai kekuatan hukum mengikat. 8 Setiap perjanjian yang melahirkan suatu perikatan diantara kedua belah pihak adalah mengikat bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian, hal ini berdasarkan atas ketentuan hukum yang berlaku di dalam Pasal 1338 Kitab Undang 6
Kartini Muljadi Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), Hal. 1. 7 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992), Hal. 82. 8 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), Hal. 83.
Universitas Sumatera Utara
Undang Hukum Perdata yang berbunyi : Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuanpersetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menunjukkan kekuatan kedudukan kreditur dan sebagai konsekuensinya perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Namun kedudukan ini diimbangi dengan Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini memberi perlindungan pada debitur dan kedudukan antara kreditur dan debitur menjadi seimbang. Ini merupakan realisasi dari asas keseimbangan. 9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal berbagai perjanjian 10 contoh dari perjanjian yang sering ditemui dalam kegiatan sehari-hari antara lain seperti : jual-beli; sewa-menyewa; tukar menukar; pinjam meminjam; dan lain-lain. Sewa menyewa adalah merupakan perjanjian timbal balik yang bagi masingmasing pihak menimbulkan perikatan terhadap yang lain. Perjanjian timbal balik seringkali juga disebut perjanjian bilateral atau perjanjian dua pihak. Perjanjian 9
Ibid, Hal. 82. Ada 14 jenis perjanjian antara lain : a. Perjanjian timbal balik; b. Perjanjian Cuma-Cuma; c. Perjanjian atas beban; d. Perjanjian bernama; f. Perjanjian obligatoir; g. Perjanjian Kebendaan; h. Perjanjian Konsensual; i. Perjanjian riil; j. Perjanjian Liberatori; k. Perjanjian Pembuktian; m. Perjanjian Untung-Untungan; n. Perjanjian Publik; o. Perjanjian Campuran. Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Ibid, Hal. 66. 10
Universitas Sumatera Utara
timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban kepada kedua belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai hubungan satu dengan lainnya. Yang dimaksud dengan mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain adalah bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak yang lain disana berkedudukan sebagai pihak yang memikul kewajiban. 11 Sehingga dalam hal ini terjadi adanya keseimbangan antara pihak penyewa dan yang menyewakan. Kedudukan pihak penyewa dan yang menyewakan diperkuat dengan adanya dasar hukum yang terdapat di dalam Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : Sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya. Dari definisi tersebut, maka dapat ditelaah bahwa : a) Perjanjian sewa menyewa merupakan suatu persetujuan timbal balik antara pihak yang menyewa dengan pihak penyewa, di mana pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu kepada penyewa yang berkewajiban membayar sejumlah harga sewa.
11
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1995), Hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
b) Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada si penyewa untuk sepenuhnya dinikmati atau dipakai dan bukan dimiliki. c) Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga yang tertentu pula. Perjanjian sewa menyewa menimbulkan suatu perikatan yang bersumber pada perjanjian. Perjanjian ini diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tentang Perikatan. 12 Meskipun demikian, peraturan tentang sewa menyewa yang termuat dalam bab ke tujuh dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku untuk segala macam sewa menyewa mengenai semua jenis barang baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, oleh karena “waktu tertentu” bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa. 13 Untuk sewa menyewa terhadap benda tidak bergerak seperti rumah, dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghuni Rumah Oleh Bukan Pemilik, khusus mengenai Perjanjian Sewa Menyewa Rumah haruslah diperbuat dengan suatu batas waktu tertentu dan segala bentuk perjanjian sewa menyewa rumah yang telah diperbuat tanpa batas waktu adalah batal demi hukum. 14
12
R. Setiawan, Op.Cit, Hal. 3. R. Subekti, Aneka Perjanjian Buku II, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), Hal. 41. 14 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : Alumni, 2006), Hal. 185. 13
Universitas Sumatera Utara
Di dalam sewa menyewa, si pemilik objek hanya menyerahkan hak pemakaian dan pemungutan hasil dari benda tersebut, sedangkan hak milik atas benda tersebut tetap berada di tangan yang menyewakan sebaliknya pihak penyewa wajib memberikan uang sewa kepada pemilik benda tersebut. 15 Hubungan hukum yang ada diantara pihak penyewa dengan pihak yang menyewakan telah timbul sejak adanya kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis secara notariil ataupun di bawah tangan yang disebut dengan Perjanjian Sewa Menyewa. Berdasarkan keterangan di atas, maka sewa menyewa rumah adalah keadaan dimana rumah dihuni oleh bukan pemilik berdasarkan perjanjian sewa menyewa. 16 Pengertian dari Perjanjian Sewa Menyewa itu sendiri adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan
pembayaran
suatu
harga
oleh
pihak
tertentu
yang
disanggupi
pembayarannya. 17 Perjanjian sewa menyewa ini seperti juga perjanjian-perjanjian lainnya merupakan suatu perjanjian konsensuil yaitu bahwa perjanjian itu sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya kesepakatan. Mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. 18 Akan tetapi walaupun merupakan perjanjian konsensuil oleh 15
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, (Bandung : Sumur Bandung, 1981), Hal. 49. 16 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994, Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik, (Bandung : Pradnya Paramitha, 2000), Hal. 12. 17 R. Subekti, Op. Cit, Hal. 39. 18 Ibid, Hal. 90.
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang diadakan perbedaan terutama berdasarkan akibat-akibat yang timbul antara sewa tertulis dan sewa lisan. Jika sewa menyewa itu diadakan secara tertulis, sewa akan berakhir demi hukum apabila waktu yang ditentukan sudah habis tanpa memerlukan suatu pemberitahuan pemberhentiannya. Sebaliknya jika sewa menyewa itu dibuat hanya secara lisan, sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan melainkan jika pihak yang menyewakan memberitahukan kepada si penyewa bahwa hendak menghentikan sewanya. Akan tetapi, pemberhentian ini harus dilakukan dengan memperhatikan jangka waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Di dalam penulisan ini perjanjian sewa menyewa dilakukan tertulis secara notariil. Kalau suatu benda disewakan, maka terjadi perubahan pada hak pemilik karena sekarang hak kebendaan pemilik dibatasi oleh perjanjian obligatoir yang ditutup olehnya. 19 Bahkan kebendaan yang mempunyai nilai ekonomis dapat dijadikan sebagai jaminan suatu perikatan atau utang tertentu dari seorang debitur terhadap krediturnya Dari ketentuan Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jelas bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal benda (zaken) yang dapat menjadi objek hak milik berupa benda berwujud atau bertubuh dan benda tidak berwujud atau bertubuh. 20
19
J. Satrio, Op. Cit, Hal. 17. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2003), Hal. 90. 20
Universitas Sumatera Utara
Barang tidak bergerak dapat berupa tanah dan benda-benda yang berkaitan (melekat) dengan tanah seperti rumah tinggal, gedung kantor, gudang, hotel, dan sebagainya. 21 Terhadap setiap objek jaminan kredit yang diserahkan debitur dan disetujui Bank, harus segera diikat sebagai jaminan utang. 22 Objek jaminan berupa tanah dan rumah haruslah diikat dengan hak tanggungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam suatu Bank dimana pengajuan kredit itu dilakukan. Ketentuan tentang objek jaminan yang dibebankan dengan hak jaminan diatur di dalam Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 yang mengatur tentang Lembaga Jaminan yang disebut Hak Tanggungan. Lembaga Jaminan Hak Tanggungan digunakan untuk mengikat objek jaminan utang yang berupa tanah atau benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan. 23 Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa hak-hak atas tanah yang dapat dibebankan dengan hak tanggungan yaitu hak milik. 24 Dalam hal ini objek jaminan kredit Bank diikat dengan pemasangan hak tanggungan, karena peminjaman kredit Bank diatas Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) keatas dipasang dengan hak tanggungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Bank.
21
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), Hal. 108. 22 Ibid, Hal. 132. 23 Ibid, Hal. 22. 24 Boedi Harsono, Op. Cit, Hal. 90.
Universitas Sumatera Utara
Hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang menggantikan Hypoteek dan Creditverband. Oleh karena itu, dengan mulai berlakunya UndangUndang Hak Tanggungan pada 9 April 1996, hak tanggungan merupakan satusatunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah nasional yang tertulis. 25 Dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a Undang-Undang Hak Tanggungan dinyatakan: Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan objek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan. Pasal 12 ayat (2) huruf a Undang-Undang Hak Tanggungan ini memuat janji sewa, yaitu membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk : a) Menyewakan objek hak tanggungan, dan/atau; b) Menentukan jangka waktu sewa, dan/atau; c) Mengubah jangka waktu sewa, dan/atau; d) Menerima uang muka sewa. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberi hak tanggungan tidak kehilangan wewenang untuk mengambil tindakan kepengurusan dan kepemilikan terhadap benda yang telah dijaminkan dengan hak tanggungan. 25
Ibid, Hal. 90.
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya janji sewa tersebut, maka pemberi hak tanggungan dibatasi kewenangan. Namun demikian, ditentukan dalam klausul terakhir dari ketentuan dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a Undang-Undang Hak Tanggungan, yang kemudian dipertegas dalam penjelasannya : Pemberi hak tanggungan masih diperbolehkan melaksanakan kewenangan yang dibatasi dimaksud sepanjang untuk itu telah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan. Jadi, pemberi hak tanggungan masih dapat melaksanakan kewenangan untuk menyewakan objek hak tanggungan, sepanjang kewenangan menyewakan objek hak tanggungan tersebut telah disetujui pemegang hak tanggungan. 26 Hak tanggungan memberikan perlindungan dan kedudukan istimewa kepada kreditur tertentu, tidak hanya itu hak tanggungan memberikan perlindungan kepada debitur serta pemberi hak tanggungan dan pihak ketiga. Perjanjian hak tanggungan bukan merupakan perjanjian yang tidak berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi hak tanggungan adalah perjanjian utang piutang yang menimbulkan utang yang dijamin. Dengan kata lain, perjanjian hak tanggungan adalah suatu perjanjian accessoir. Dalam butir 8 penjelasan umum Undang-Undang Hak Tanggungan itu disebutkan : Oleh karena hak tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang
26
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), Hal. 420.
Universitas Sumatera Utara
piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. 27 Mengenai sifat perjanjian jaminan lazimnya dikonstruksikan sebagai perjanjian yang bersifat accessoir yaitu senantiasa merupakan perjanjian yang dikaitkan dengan perjanjian pokok, mengabdi pada perjanjian pokok. 28 Hak tanggungan dapat beralih atau dipindahkan seiring dengan beralih atau dipindahkan piutang yang dijamin dengan hak tanggungan tersebut. Apabila perikatan pokoknya hapus, maka perikatannya juga hapus. Perikatan jaminan baru lahir atau mempunyai daya kerja kalau perikatan pokoknya sudah lahir. 29 Dalam praktek perbankan perjanjian pokoknya itu berupa perjanjian pemberian kredit atau perjanjian membuka kredit oleh Bank, dengan kesanggupan memberikan jaminan. Kemudian diikuti perjanjian penjaminan secara tersendiri yang merupakan tambahan (accessoir) yang dikaitkan dengan perjanjian pokok tersebut. Dalam praktek perbankan nampak bahwa perjanjian pemberian kredit (perjanjian pokok) dan perjanjian penjaminan (perjanjian accessoir) itu tercantum dalam formulir (model) atau akte yang terpisah. 30 Dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Perbankan ditentukan bahwa “Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya jaminan”. Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak
27
ST. Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan, (Bandung : Alumni, 1999), Hal. 28. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta : Liberty Offset, 2003), Hal. 37. 29 Rachmadi Usman, Op. Cit, Hal. 335. 30 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op. Cit, Hal. 37. 28
Universitas Sumatera Utara
mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan: “Jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan”. 31 Dengan kata lain jaminan di sini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir. 32 Adapun sifat dari hak-hak jaminan itu dalam praktek perbankan bersifat hak kebendaan. Hak kebendaan memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya. 33 Banyak hal mengenai jaminan kredit yang dapat dikaitkan dengan ketentuan hukum jaminan. Salah satu contoh adalah tentang penerapan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang kedudukan harta seseorang yang berutang untuk menjamin utangnya. 34 Hak jaminan memberikan suatu kedudukan yang lebih baik kepada kreditur yang memperjanjikannya. Lebih baik disini diukur dari kreditur-kreditur yang tidak memperjanjikan hak jaminan khusus, yaitu kreditur konkuren, yang pada asasnya 31
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), Hal. 23. 32 Rachmadi Usman, Op. Cit, Hal. 69. 33 Sri Soedewi Masjchoen, Op. Cit, Hal. 38. 34 M. Bahsan, Op. Cit, Hal. 70.
Universitas Sumatera Utara
berkedudukan sama tinggi, sehingga mereka harus bersaing satu sama lain untuk mendapatkan pelunasan atas hasil eksekusi harta debitur. Disamping itu, hak jaminan kebendaan juga memberikan kemudahan kepada kreditur yang bersangkutan untuk mengambil pelunasan, karena kepada kreditur diberikan hak parate eksekusi. 35 Pada saat sekarang ini dimana masyarakat yang ada di perkotaan semakin dinamis dan kebutuhan yang sangat tinggi yang dialami masyarakat pada umumnya maka dalam hal ini ada dari beberapa kreditur (Bank) yang memperbolehkan penyewaan objek jaminan kredit Bank yang mana dulu hal ini tidak diperbolehkan oleh kreditur (Bank). Ada terjadi perubahan sistem disini yang terjadi pada kreditur (Bank) kepada debitur. Maka penulis tertarik untuk membuat penelitian tentang “Aspek Yuridis Dari Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Yang Objeknya Dijaminkan Di Bank”. B. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas di dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah sewa menyewa rumah dapat dilakukan jika objek sewa dijaminkan ke Bank? 2. Bagaimana akibat hukum yang akan timbul terhadap penyewa rumah dalam masa sewa jika debitur wanprestasi terhadap kreditur (Bank)? 3. Bagaimana upaya penyelesaian dari akibat wanprestasi debitur terhadap kreditur (Bank)? 35
Rachmadi Usman, Op. Cit, Hal. 45.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dapat atau tidaknya dilakukan suatu sewa menyewa apabila objek sewa dijaminkan ke Bank. 2. Untuk mengetahui akibat yang akan timbul terhadap penyewa jika debitur wanprestasi. 3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan jika terjadi wanprestasi pada debitur terhadap kreditur (Bank). D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum perjanjian dan hukum jaminan khususnya mengenai perjanjian sewa menyewa yang objek sewanya dijaminkan kepada Bank. 2. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan atau informasi bagi para pihak yaitu pihak yang menyewakan dan penyewa yang melakukan perjanjian sewa menyewa rumah yang objeknya dijaminkan kepada Bank dan juga bagi kalangan perbankan yang melakukan pengikatan jaminan kebendaan kredit dengan pemilik rumah.
Universitas Sumatera Utara
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakaan, khususnya di lingkungan Perpustakaan Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara sepanjang yang diketahui dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Aspek Yuridis Dari Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Yang Objeknya Dijaminkan di Bank”. Adapun penelitian yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa yang pernah dilakukan adalah : 1. Nama
: Adelina Lestari Ginting
Nim
: 057011002
Judul Tesis
: Perjanjian Sewa Menyewa Kios Sebagai Jaminan Kredit
Permasalahan : 1. Bagaimana eksistensi hukum perjanjian sewa menyewa kios sebagai objek jaminan kredit? 2. Bagaimana prinsip pengikatan perjanjian sewa menyewa kios sebagai jaminan kredit? 3. Bagaimana akibat hukum terhadap penerimaan perjanjian sewa menyewa kios sebagai jaminan yang tidak didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia? 2. Nama
: Rika Fitri
Nim
: 087011101
Judul Tesis
: Tinjauan Yuridis Terhadap Akta Sewa Menyewa Rumah Yang Dibuat Oleh Notaris
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan : 1. Bagaimanakah pengaturan klausal akta sewa menyewa yang dibuat Notaris? 2. Bagaimanakah kewajiban pemilik rumah untuk menjamin bahwa hakhak penyewa itu ada? 3. Bagaimanakah ketentuan asuransi yang dibuat di dalam akta sewa menyewa rumah yang dibuat oleh Notaris? Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan secara akademis dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun ada peneliti terdahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah perjanjian sewa menyewa, namun secara substansi pokok permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori yang digunakan dalam menganalisa objek penelitian adalah perubahan masyarakat harus diikuti oleh perubahan hukum. 36 Dalam kehidupan bermasyarakat kebutuhan akan hukum sangat diperlukan untuk menjaga agar terjaganya kehidupan masyarakat yang tertib dan aman. Oleh karena itu untuk menjaga perubahan masyarakat di bidang hukum tetap teratur harus diikuti dengan pembentukan normanorma sehingga dapat berlangsung secara tertib dan harmonis.
36
Tan Kamello, Op. Cit, Hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu. 37 Fungsi teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. 38 Dalam hal penulisan tesis ini memakai teori perkembangan hukum karena saat sekarang ini yang semakin berkembang dan kebutuhan hidup manusia yang semakin tinggi sehingga terjadi perubahan-perubahan peraturan yang ada di dalam masyarakat. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, pengembangan Ilmu Hukum yang bercirikan Indonesia tidak saja dilakukan dengan mengoper begitu saja ilmu-ilmu hukum yang berasal dari luar dan yang dianggap modern, tetapi juga tidak secara membabi buta mempertahankan yang asli. Keduanya harus berjalan secara selaras. Selanjutnya dengan mengilhami dari teori Law as a Tool of Social Engineering dari ajaran Roscoe Pound yang beraliran Sociological Jurisprudence Mochtar Kusumaatmadja
menghasilkan
teori
hukum
sebagai
sarana
pembaharuan
masyarakat. 39 Namun dalam perkembangannya pada masa sekarang ini objek yang menjadi jaminan kredit dapat disewakan kepada pihak ketiga jika dengan persetujuan dari pihak kreditur (Bank). Ada kelonggaran peraturan yang diberikan kepada debitur dari 37
J. J. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), Hal. 2. 38 J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Azas-Azas, editor M. Hisyam, (Jakarta : FE UI, 1996), Hal. 203. 39 Lili Rasyidi dan Bernard Arief Sidharta, Filsafat Hukum : Madzhab dan Refleksinya, (Bandung : Rosdakarya, 1994), Hal. 111.
Universitas Sumatera Utara
pihak kreditur (Bank) karena kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi yang membutuhkan dana segar guna kelangsungan usahanya dan keberadaan masyarakat yang semakin dinamis pada saat ini. Pembangunan yang dilaksanakan tentu saja pembangunan yang memiliki pijakan hukum yang jelas, bisa dipertanggungjawabkan, terarah serta proporsional antara aspek fisik (pertumbuhan) dan non fisik. Apabila diteliti, semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan. Bagaimanapun kita mendefinisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan suasana damai dan teratur.40 Istilah “pembaharuan hukum” sebenarnya mengandung makna yang luas mencakup sistem hukum. 41 Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa konsekuensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek sosial lain termasuk di dalamnya pranata hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan (dalam bentuk pembangunan) dalam perjalanannya menuntut adanya perubahanperubahan dalam bentuk hukum. Perubahan hukum ini memiliki arti yang positif
40
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Bandung : Bina Cipta, 1986), Hal. 1. 41 Lawrence M. Friedman, American Law, WW Norton & Company, New York, 1930, Pg. 56, (Mulhadi : Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya Pembaharuan Hukum di Indonesia, 2005, USU Repository 2006).
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka menciptakan hukum baru yang sesuai dengan kondisi pembangunan dan nilai hukum masyarakat. 42 Teori Sociological Jurisprudence yang dikemukakan oleh Roscoe Pound, ia mengatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur dalam hidup masyarakat harus memajukan kepentingan umum. 43 Artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Kemajuan pandangan Pound dibandingkan dengan ahli-ahli sebelumnya, ia lebih banyak menekankan arti dan fungsi pembentukan hukum. Dimana hal itu bisa dilihat dari pernyataan di atas yaitu bahwa hukum harus memajukan kepentingan umum. Statement inilah yang dikenal dengan teorinya “Law as a Tool of Social Engineering” (hukum sebagai alat atau sarana rekayasa atau pembaharuan sosial). 44 Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas-asas sebagai pendukung dari teori yang telah dipaparkan di atas yaitu : 1. Asas Kebebasan Mengadakan Perjanjian (Asas Kebebasan Berkontrak) Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Di dalam hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan ini tetap perlu 42
Abdul Hakim Nusantara dan Nasroen Yasabain, Pembangunan Hukum : Sebuah Orientasi (Pengantar Editor) Dalam Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, (Bandung : Alumni, 1980), Hal. 2. 43 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Kanisius, 2001), hal. 180. 44 Roscoe Pound, An Introduction To the Philosophy of Law, (New Heaven, Yale University Press, 1954), pg. 47, ( Mulhadi : Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya Pembaharuan Hukum di Indonesia, 2005, USU Repository 2006).
Universitas Sumatera Utara
dipertahankan, yaitu “pengembangan kepribadian” untuk mencapai kesejahteraan dan kepribadian hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. 2. Asas Konsensualisme Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasakan baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian. 3. Asas Kekuatan Mengikat Di dalam suatu perjanjian terkandung suatu asas mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral. 4. Asas Keseimbangan Asas keseimbangan merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
5. Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai UndangUndang bagi para pihak. 45 Jika nantinya di dalam proses kredit debitur mengalami kemacetan kredit maka pihak kreditur disini adalah Bank dapat mengeksekusi objek yang dijaminkan debitur tersebut sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, yang nantinya ditentukan lebih lanjut oleh Pengadilan. 2. Konsepsi
45
Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung : Alumni, 1996), Hal. 108-118.
Universitas Sumatera Utara
Kerangka konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pemikiran penelitian untuk keperluan analitis. 46 Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. 47 Konsep merupakan salah satu bagian penting dari sebuah teori. Dalam suatu penelitian konsepsi dapat diartikan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkret, yang disebut definisi operasional (operational definition). Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut : 1. Perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan dan kesusilaan. Pengingkaran terhadap hubunganhubungan semacam itu, tidak akan menimbulkan akibat hukum. Jadi hubungan yang berada di luar lingkungan hukum bukan merupakan perikatan. 48 2. Pengertian dari Perjanjian Sewa Menyewa itu sendiri adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada 46
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), Hal. 397. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), Hal. 7. 48 R. Setiawan, Loc. Cit, Hal. 3. 47
Universitas Sumatera Utara
pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak tertentu yang disanggupi pembayarannya. 49 3. Perjanjian konsensual, artinya perjanjian itu terjadi (ada) sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak. Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara pihak-pihak, mengenai pokok perjanjian.50 4. Perjanjian obligator (obligatory), artinya perjanjian yang dibuat oleh pihakpihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik (ownership). Hak milik baru berpindah, apabila diperjanjikan tersendiri yang disebut perjanjian yang bersifat kebendaan (zakenlijke overeenkomst). 51 5. Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan, tukar menukar. 52 6. Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi “agunan” atau “tanggungan”, sedangkan “jaminan” menurut Undang-Undang 49
R. Subekti, Loc. Cit, Hal. 39. Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit, Hal. 85. 51 Ibid, Hal. 85. 52 Ibid, Hal. 86. 50
Universitas Sumatera Utara
Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diberi arti lain yaitu “keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan
pembiayaan-pembiayaan
dimaksud
sesuai
dengan
diperjanjikan”. 7. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya. 53 8. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepda kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. 54 9. Wanprestasi adalah apabila seorang debitur tidak melakukan prestasi sama sekali atau melakukan prestasi yang keliru atau terlambat melakukan prestasi, maka dalam hal-hal yang demikian inilah yang disebut seorang debitur melakukan wanprestasi. 55
53
Rachmadi Usman, Op. Cit, Hal. 66. H. Salim HS, Op. Cit, Hal. 95. 55 Qirom S. Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, (Yogyakarta : Liberty, 1985), Hal. 29. 54
Universitas Sumatera Utara
10. Pembatalan perjanjian pada dasarnya adalah suatu keadaan yang membawa akibat suatu hubungan perikatan itu dianggap tidak pernah ada. 56 11. Pemutusan perjanjian pada dasarnya mengakui keabsahan perikatan yang bersangkutan serta mengikatnya kewajiban-kewajiban para pihak, namun karena dalam pelaksanaannya bermasalah sehingga mengakibatkan perikatan tersebut diputus (fase pelaksanaan perjanjian). 57 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, artinya bahwa penelitian ini menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara sistematis mengenai perjanjian sewa menyewa rumah yang objeknya menjadi jaminan Bank. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah metode dengan pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif), yaitu di mana peneliti mencari data atau informasi berdasarkan teori yang sudah ada, yaitu dengan mempelajari buku dan sumber hukum atau data sekunder yang mempunyai kaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. 3. Sumber Data
56
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisis Kasus, (Jakarta : Kencana, 2004),
Hal. 16. 57
Setiawan, Op. Cit, Hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
Adapun sumber data dari penelitian ini adalah bahan-bahan hukum yang terdiri dari : 1. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan perUndang-Undangan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu terdiri dari buku-buku, laporan-laporan penelitian dan dokumen yang berkenaan dengan perjanjian sewa menyewa yang objeknya dijaminkan di Bank. 3. Bahan hukum tertier, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah dan surat kabar dan internet sebagai tambahan bagi penulis untuk memuat informasi yang berkaitan dengan penulisan ini. 4. Teknik Pengumpulan Data Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperoleh dari lembaga perbankan yaitu Bank sebagi pemberi kredit dan Notaris sebagai Pejabat yang membuat Perjanjian Sewa Menyewa. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelusuran (library research) yang berupa literatur untuk mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
konsepsi teori, pendapat atau pemikiran konseptual kepustakaan serta dibantu dengan data-data pelengkap yang diperoleh dari lembaga perbankan yaitu Bank dan Notaris. 5. Analisis Data Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kualitatif, yaitu berdasarkan bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan, peraturan perUndang-Undangan dan sumber data-data dokumen yang menjadi penunjang guna kepentingan penulisan penelitian ini. Penelitian ini akan memaparkan sekaligus menganalisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh jawaban serta kesimpulan dari permasalahan dengan menggunakan metode deduktif sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara