BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara masih merupakan masalah yang perlu diperhatikan. Hal ini dikarenakan udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi (Chandra, 2007). Permasalahan utama yang dihadapi kota-kota di dunia yaitu semakin memburuknya kualitas udara akibat polusi udara yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota di seluruh dunia (Yusad, 2003). Tingkat polusi udara yang semakin meningkat terutama di kota-kota besar sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Salah satu penyumbang polusi udara di kota-kota besar di Indonesia adalah gas buangan kendaraan bermotor (Ratnawati, 2012). Komponen pencemar udara yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor antara lain karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOX), Hidrokarbon (HC), dan lain – lain (Arifin dan Sukoco, 2009). Kendaraan bermotor merupakan sumber polutan karbon monoksida (CO) yang utama yaitu sekitar 59,2%. Maka di daerah-daerah yang berpenduduk padat dengan lalu lintas ramai memperlihatkan tingkat polusi karbon monoksida (CO) yang tinggi (Fardiaz, 2003). Menurut penelitian badan Pusat statistika (2014) mengungkapkan bahwa pencemaran udara
1
2
provinsi Jawa Tengah berada pada peringkat 4 dengan banyaknya desa yang tercemar sejumlah 1.123. Karbon monoksida (CO) merupakan suatu gas yang tidak berwarna dan tidak beraroma yang berasal dari kendaraan bermotor. Pengaruhnya terhadap tubuh manusia adalah akan bercampurnya gas karbon monoksida (CO) dengan Hemoglobin (Hb) dalam darah menjadi Karbon Oxida Hemologen (COHb). Penambahan jumlah COHb dalam darah dapat menyebabkan pengaliran oksigen dalam darah terhambat (Arifin dan Sukoco, 2009). Menurut laporan Word Health Organization (2014) mengungkapkan bahwa lebih dari 7 juta kematian, satu dari delapan total kematian global dikarenakan paparan polusi udara di dalam maupun luar ruangan. Berdasarkan pasal 1 Keppres No.22 Tahun 1993, terdapat 31 penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Diantara 31 penyakit tersebut adalah keracunan gas karbon monoksida (CO). Peristiwa keracunan karbon monoksida (CO) dikarenakan terhirupnya gas karbon monoksida (CO) yang melebihi ambang batas yaitu 30.000 μg/Nm3 untuk waktu pengukuran paparan selama 1 jam berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang baku mutu udara ambien nasional (Kementrian Ligkungan Hidup, 2010). Menurut WHO (2004) mengungkapkan bahwa paparan gas karbon monoksida (CO) minimal yg dapat diterima seseorang selama 8 jam adalah 9 ppm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sunarto (2002) mengenai Pengaruh Karbonmonoksida (CO) Udara terhadap Status Kesehatan Polisi
3
yang Bertugas di Jalan Raya Yogyakarta menunjukkan bahwa ada pengaruh kadar karbon monoksida (CO) udara terhadap kadar karbon monoksida (CO) darah polisi yang sedang bertugas dijalan raya di Kota Yogyakarta, dengan kuat pengaruh (r) = 0.7634. Maka makin besar kadar karbon monoksida (CO) udara makin besar pula kadar karbon monoksida (CO) darah polisi, sehingga polisi yang sedang bertugas di jalan raya mempunyai resiko terpapar gas karbon monoksida (CO) lebih besar dibandingkan polisi yang bertugas di kantor, dan status kesehatan polisi yang bertugas di jalan raya juga lebih mudah terganggu. Dalam penelitian Ahirawati (2009) mengenai Hubungan Masa Kerja dengan Kandungan Karboksi Hemoglobin (COHb) dalam Darah Polisi Lalu Lintas di Jalan Slamet Riyadi Surakarta menyatakan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan kadar COHb dalam darah pada Polisi di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta dengan p < 0.001 (Ahirawati, 2009). Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dinda Kusumaningrum tahun 2013 tentang Perbedaan Kadar Hemoglobin Darah pada Pekerja Parkir Basement Mall dan Tempat Billiard di Surakarta akibat Paparan Gas Karbon Monoksida (CO). Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p = 0.002) kadar hemoglobin darah pada pekerja parkir basement mall dan tempat billiard di Surakarta akibat paparan gas karbon monoksida (CO) (Kusumaningrum, 2013). Masyarakat yang bekerja disekitar tempat yang padat lalu lintas merupakan masyarakat yang paling berisiko terpapar gas karbon monoksida (CO), dimana gas karbon monoksida (CO) dapat mempengaruhi status
4
kesehatan seseorang seperti pedagang di pinggir jalan raya. Pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta merupakan area kuliner yang terletak di sebelah timur bundaran Gladag, tepatnya di Jl. Mayor Sunaryo depan Beteng Trade Center (BTC) dan Pusat Grosir Solo (PGS). Sebelah utara berbatasan dengan situs bersejarah Beteng Vastenburg. Pada siang hari, lalu lintas jalan di daerah Gladag cenderung tinggi karena banyaknya kendaraan yang menuju area kuliner, BTC dan PGS melewati jalan tersebut sehingga pencemaran udara cenderung tinggi. Pedagang kuliner di daerah Gladag merupakan sekelompok pedagang yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan sehingga sering terpapar gas karbon monoksida (CO) dari kendaraan bermotor yang berlalu lalang melewati pasar kuliner Gladag. Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa 4 dari 7 orang pedagang memiliki konjungativa berwarna pucat dengan pengukuran gas karbon monoksida (CO) di udara sebesar 10 ppm. Hal ini mendasari peneliti melakukan penelitian mengenai hubungan paparan gas karbon monoksida (CO) terhadap kadar hemoglobin (Hb) dalam darah pada pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta.
B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara paparan gas karbon monoksida (CO) terhadap kadar hemoglobin (Hb) dalam darah pada pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta?
5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui adanya hubungan antara paparan gas karbon monoksida (CO) terhadap kadar hemoglobin (Hb) dalam darah pada pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui kadar karbon monoksida (CO) di lingkungan daerah Gladag Surakarta. b. Untuk mengetahui kadar hemoglobin (Hb) pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta. c. Untuk mengetahui kadar karboksihemoglobin (COHb) pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta. d. Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
hemoglobin (Hb) pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Untuk menambah kepustakaan dan referensi tentang hubungan kadar karbon monoksida (CO) dengan kadar hemoglobin (Hb) pada pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta.
6
2. Manfaat Aplikatif a. Bagi Pedagang Pedagang dapat mengetahui kadar karbon monoksida (CO) di lingkungan kerja dan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah pada pekerja akibat paparan gas karbon monoksida (CO) di jl. Mayor Sunaryo Surakarta dan dapat mengetahui lebih dini penyakit yang mungkin timbul akibat dari pekerjaannya. Serta, pedagang juga dapat mengetahui upaya pengendalian penyakit yang timbul paparan gas CO. b. Bagi Pengelola Pasar Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mengambil tindakan pengendalian, langkah kebijakan dalam menunjang pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dan melakukan pencegahan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh paparan gas karbon monoksida (CO) sehingga dapat meningkatkan efisiensi kerja, produktivitas dan derajat kesehatan pada pedagang. c. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan, serta mampu meneliti tentang hubungan paparan gas karbon monoksida (CO) dengan kadar hemoglobin (Hb) pada pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta.
7
d. Bagi Program Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dapat membangun relasi dalam bidang pendidikan antara Program Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan pihak pedagang di galabo Surakarta serta dapat menambah referensi, data dan kepustakaan Program Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja terutama mengenai hubungan paparan gas karbon monoksida (CO) dengan kadar hemoglobin (Hb) pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta.