BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ketahun selalu meningkat. Jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 237, 6 juta jiwa, tahun 2011 sebanyak 241 juta jiwa, dan sampai dengan bulan Maret tahun 2012 mencapai 245 juta jiwa. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia menjadi Negara keempat dengan penduduk terbanyak setelah China, India, dan Amerika Serikat. Selama rentang tahun 2000-2010, kenaikan jumlah penduduk Indonesia sebesar 1,49% per tahun. Angka ini mengalami kenaikan disbanding periode tahun 1999-2000 yang masih sebesar 1,45% (BKKBN, 2012). Sejalan dengan ICPD 1994 di Cairo, pendekatan pelayanan kontrasepsi di Indonesia harus memegang teguh hak asasi manusia, yang berarti memberikan kebebasan yang bertanggung jawab bagi pasangan usia subur (PUS) untuk menentukan jumlah, penjarangan dan pembatasan kehamilan serta informasi dan cara untuk memenuhi hak-hak reproduksi.Tersedianya berbagai pilihan alat dan obat kontrasepsi di titik layanan dengan informasi yang lengkap adalah wajib untuk dipenuhi pemerintah saat ini (Kemenkes RI, 2014). Target ke 5b Millenium Development Goals (MDGs) adalah untuk meningkatkan kesehatan ibu. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu
indikator untuk menilai tidak saja derajat kesehatan perempuan tetapi juga derajat kesejahteraan perempuan. Hasil SDKI 2012 menunjukkan AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai program untuk menangani masalah kependudukan yang ada. Salah satu program nya dengan Keluarga Berencana Nasional sebagai integral dari pembangunan Nasional yang mempunyai tujuan
ganda yaitu mewujudkan pembangunan yang berwawasan
kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Keadaan ini dapat di capai dengan menganjurkan pasangan usia subur (PUS) untuk mengikuti Program Keluarga Berencana (BKKBN, 2013). Keluarga Berencana adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.Tujuannya adalah untuk kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat sejahtera dengan pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk (BKKBN, 2013). Tujuan dari program keluarga berencana adalah untuk membangun manusia Indonesia
sebagai
obyek
dan
subyek
pembangunan
melalui
peningkatan
kesejahteraan ibu, anak, dan keluarga. Selain itu program KB juga ditujukan untuk menurunkan angka kelahiran dengan menggunakan salah satu jenis kontra sepsi secara suka rela yang di dasari keinginan dan tanggung jawab seluruh masyarakat (Bappeda, 2014).
Berdasarkan Risfaskes tahun 2011, persentase Puskesmas yang memiliki asupan sumber daya lengkap untuk program KB secara nasional hanya 32,2%. Sebagian besar Puskesmas (97,5%) telah melaksanakan kegiatan pelayanan KB, mempunyai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB sebesar 98,3%, mempunyai tenaga kesehatan terlatih KB sebesar 71,2% (Kemenkes RI, 2014). Sasaran program KB dibagimenjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsung adalah pasangan usia subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontra sepsi berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsung nya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluargasejahtera (Hanayani, 2010). Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD (Intra Uterine Device), Implant (susuk) dan Sterilisasi (MOW dan MOP). Alat kontra sepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan yang bersifat sementara, jangka panjang dan dapat juga bersifat permanen. Alat kontrasepsi yang bersifat sementara seperti alat kontrasepsi KB suntik, pil KB, dan kondom, alat kontrasepsi yang bersifat jangka panjang seperti implant (susuk) dan IUD (spiral), sedangkan alat kontrasepsi yang bersifat permanen seperti Medis Operasi Wanita (MOW), dan Medis Operasi Pria (MOP). Alat kontrasepsi yang
tersedia di bidan hanya alat kontrasepsi yang bersifat sementara seperti pil KB, KB suntik, dan kondom, sedangkan alat kontrasepsi yang bersifat jangka panjang seperti IUD (spiral), dan implant (susuk) juga tersedia di bidan (Suratun, 2008). Berdasarkan data BKKBN (2013) menunjukkan hasil survei pemantauan PUS melalui Mini Survei tahun 2011 tentang perkembangan pencapaian MKJP selama beberapa periode yang cenderung tidak mengalami perubahan yaitu berkisar antara11,6% sampai dengan 12,7%. Hasil Mini Survei tahun 2011 menunjukkan metode KB hormonal yaitu suntikan dan pil merupakan metode yang paling dominan di gunakan oleh peserta KB. Pemakaian MKJP (IUD, Implant, MOW, MOP) mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 11,6 % pada tahun 2010 menjadi 12,7% pada tahun 2011 dengan proporsi pemakaian IUD 5,28%, MOW 2,19%, MOP 0,27%, dan Implant 4,93%. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena banyaknya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerja sama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak (Maryani, 2008)
Metode Operasi Wanita (MOW) adalah tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri, yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran tersebut, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki-laki sehingga tidak terja dikehamilan. Keuntungan MOW sangat banyak, antara lain: tidak ada efek samping dan perubahan dalam fungsi hasrat seksual, dapat dilakukan pada perempuan diatas 26 tahun, tidak mempengaruhi Air Susu Ibu (ASI), perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapatdigunakan seumur hidup, dan tidak mempengaruhi atau mengganggu kehidupan suami istri Banyak perempuan mengalami kesulitan di dalam menentukan pilihan kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatas nya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ke tidak tahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut (Saifuddin, 2006). Alat kontrasepsi ini mempunyai cara kerja salah satu nya menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi, dan mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri, ada pun keuntungan MOW antara lain sangat efektif, tidak mempengaruhi proses menyusui, tidak bergantung pada proses senggama, tidak ada efek samping jangka panjang (Saifudin Bari, 2006). Berdasarkan data di Indonesia tahun 2013 bahwa peserta KB baru yang terbanyak adalah suntikan sebesar 48,56% dan pil sebesar 26,60%, sedangkan yang paling sedikit adalah metode operasi pria (MOP) sebesar 0,25% dan metode operasi wanita (MOW) sebesar 1,52% dan kondom sebesar 6,09% (Kemenkes RI, 2013). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang 2013 menunjukkan bahwa dari jumlah pasangan usia subur sebanyak 328.459 yang menjadi peserta KB
baru sebesar 17% dan peserta KB aktif sebesar 67,8%. Peserta KB aktif yang MKJP sebesar 30,5% terdiri dari IUD (12,4%), MOP (0,8%), MOW (5,6%) dan implan (11,6%), sedangkan peserta KB baru yang MKJP sebesar 21,3% terdiri dari IUD (7,3%), MOP (1,7%), MOW (1,8%), dan implan (10,5%) (Dinkes Deli Serdang, 2014). Berdasarkan data dari Puskesmas Mulyorejo dari 7 desa yaitu desa Mulyorejo, desa Tanjung gusta, desa Purwodadi, desa Payageli, desa Pujimulio,desa Lalang, desa Helvetia Kecamatan Sunggal 2013 bahwa dari peserta KB aktif yang menggunakan alat kontrasepsi MOW sebesar 4,5% dan peserta KB baru yang MOW sebesar 0,7%. Peserta KB tahun 2014 menunjukan bahwa dari jumlah pasangan usia subur sebanyak 23.917 yaitu IUD sebanyak 13,9%, MOW sebanyak 4,5%, MOP sebanyak 0,8%, kondom sebanyak 8,7%, implan sebanyak 10,8%, suntik sebanyak 29,7% dan pil sebanyak 36,9%. Rendahnya peminat kontrasepsi MOW dapat dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya adalah faktor pengetahuan yang kurang mengenai kelebihan kontrasepsi MOW. Rendah nya minat menggunakan kontrasepsi MOW juga di sebabkan kurangnya dukungan dari suami (Notoatmodjo, 2005). Faktor lain adalah karena ibu belum tahu kelebihan dan kelemahan, efektivitas dan efisiensi kontrasepsi MOW. Rendah nya pengetahuan PUS di sebabkan kurangnya informasi yang di berikan petugas kesehatan mengenai MOW. Akibat sosialisasi yang kurang, khususnya wanita yang PUS tidak memilih metode kontrasepsi tubektomi karena tidak ada dukungan dari keluarga khususnya
suami yang di sebabkan oleh banyaknya efek samping dari tubektomi terutama respon seksual terhadap suami. Menurut Glasier & Gebbie (2006) MOW menimbulkan masalah perkawinan hubungan seksual, yaitu pasangan suami dan istri beranggapan bahwa tubektomi ini menyebabkan menurunnya respon seksual. Hasil penelitian Sahid (2008) tentang dari 43 respon ditemukan pengguna akseptor tubektomi mayoritas sudah mendapat konseling pra tubektomi sehingga dapat disimpulkan bahwa penting untuk memberikan informasi terkait tubektomi untuk memberikan pemahaman positif tentang hal ini. Oleh sebab itu bagi pasangan suami istri yang akan melaksanakan tubektomi ini perlu konseling dari tenaga kesehatan seperti dokter atau perawat yang melayani kontrasepsi keluarga berencana. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan diwilayah Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal kepada 7 ibu yang menggunakan MOW didapatkan 2 orang ibu yang ber usia 40-41 tahun yang berasal dari medis menyatakan bahwa kontrasepsi MOW tidak mengganggu hubungan seksual, bahkan mereka merasa lebih nyaman karena merasa aman. Sedangkan 5 orang ibu yang tidak memiliki latar belakang medis 1 ibu yang berusia 35 tahun diantaranya merasa bahwa kontrasepsi MOW tidak mengganggu hubungan atau gairah seksual, tetapi 4 ibu yang berusia 37 – 40 tahun menyatakan bahwa semenjak mereka menggunakan MOW hubungan dan gairah seksual semakin menurun, dan mereka merasa cepat lelah saat melakukan senggama.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan dalam penelitian ini adalah bagimanakah seksualitas pada Wanita Usia Subur (WUS) yang memakai Metode Operasi Wanita (MOW) di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal.
1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh Metode Operasi Wanita
(MOW) terhadap
seksualitas pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal.
1.4. Manfaat Penelitian 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai referensi tentang
pengaruh
Metode Operasi Wanita (MOW) terhadap seksualitas pada Pasangan Usia Subur (PUS). 2.
Memberikan masukan kepada bidan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan berupa pendidikan kesehatan pada ibutentang KB MOW.