BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Korupsi adalah salah satu masalah terbesar yang dihadapi Indonesia
dewasa ini. Memberantas korupsi tidak mudah, karena sudah menjadi “budaya” yang berurat berakar dalam segala level masyarakat.
Namun berbagai
pemberantasannya tetap dilakukan secara bertahap. Berikut peneliti tampilkan beberapa kasus suap dan korupsi di Indonesia yang dilakukan oleh PNS : Tabel 1.1. Kasus Suap dan Korupsi di Indonesia No. 1. 2. 3.
Kasus Proyek Pembangunan Jaringan Irigasi dan Tata Air Mikro (Rp. 203.380.000,-) Suap Sengketa Pilkada Kab. Gunung Mas dan Lebak (Rp. 3 M ) Korupsi Pengadaan Buku Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Kupang Tahun Anggaran 2010 (Rp. 1,4 M)
Tahun
Pelaku
2011
Kadis Pertanian Kabupaten Labura, Maros Efendi S
2013
Ketua MK Akil Mochtar
2010
PPK Cornelis Kapitan Direktur Urusan Agama Islam Pembinaan Syariah, Ahmad Jauhari
4.
Korupsi Pengadaan Al-Qur’an (Rp. 4 M) dan Lab Computer Madrasah Tsanawiyah (Rp. 31 M) Kemenag
2011
5.
Suap Restitusi Pajak 2005-2009 (Rp. 21 M)
2013
6.
Suap penanganan perkara korupsi Bansos Kota Bandung ($ 15.000)
2013
7.
Suap Mafia Pajak
2011
8.
Suap dan Pencucian Uang Bea Cukai (Rp. 11 M)
2013
Pegawai Pajak : Denok T dan Totok H Hakim Pengadilan Tinggi Jabar dan Hakim Pengadilan Negeri Bandung Gayus Tambunan dan 12 Pegawai Ditjen Pajak, 2 petinggi POLRI, Inspektur Bidang Kinerja dan Kelembagaan Bappenas Kasubdit Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea Cukai, Heru S 1
2
Tabel 1.1 (Lanjutan) 9. 10.
Suap kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), ($660.000) Suap Pajak PT Master Steel (6000 USD), PT.Delta Internusa (3,25M), PT. Nusaraya Cipta (150.000 USD) (Sumber : Media cetak elektronik)
2008
Jaksa Urip Tri Gunawan
2013
PPNS Kemenkeu Moh.Dian Eko D
Dari tabel di atas, kasus terbanyak adalah kasus suap pajak dimana nilai suapnya mencapai milyaran rupiah. Begitu banyak jumlah kasus suap dan korupsi di negeri ini dengan jumlah nominal yang besar sehingga menurut peneliti ini dapat menggambarkan istilah korupsi sudah menjadi budaya. Peranan pemerintah dalam memberantas korupsi sangatlah penting. Dalam hal ini diperlukan good governance yang demokratis, kredibel, akuntabel dan transparan dalam mengelola sektor publik. Untuk itu diperlukan kebijakan – kebijakan yang mendukung dalam memberantas atau paling tidak mengurangi korupsi. Langkah – langkah yang dapat ditempuh pemerintah dalam memberantas atau mengurangi korupsi adalah membangun birokrasi yang berdasarkan ketentuan hukum dengan struktur penggajian yang menghargai kejujuran para pegawai negeri, menutup kemungkinan bagi para pegawai untuk melakukan tindakan-tindakan korupsi dengan mengurangi otoritas penuh mereka, baik dalam merumuskan kebijakan maupun dalam mengelola keuangan serta strategi memberdayakan fungsi kontrol dan pengawasan. Beberapa negara yang telah menerapkan Good Governance untuk mengurangi tingkat korupsi salah satunya adalah Singapura dan Hongkong. Berdasarkan Kajian Lembaga Administrasi Negara ( 2007 ) yang berjudul Strategi
3
Penanganan Korupsi di Negara-Negara Asia Pasifik, kedua negara tersebut telah berhasil mengurangi
korupsi
di
negaranya dengan
peningkatan
sistem
pengendalian internal yaitu dengan membentuk suatu lembaga yang bertugas untuk melakukan pencegahan, penindakan dan evaluasi korupsi. Selain itu kedua negara tersebut mengurangi tingkat korupsi dengan meningkatkan kultur organisasi terutama di sektor publik dengan melakukan transparansi, edukasi, punishment dan reward. Dalam hal pencegahan korupsi, selain dengan cara penerapan good governance, dapat juga dilakukan dengan pemberian tunjangan kinerja. Pemberian tunjangan kinerja pegawai negeri sipil di Indonesia dimulai sejak tahun 2007. Kementerian atau Lembaga Negara yang menjadi pilot project adalah Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan dan Mahkamah Agung kemudian diikuti oleh Kementerian atau Lembaga (K/L) lainnya. Berikut adalah daftar K/L yang telah menerima tunjangan kinerja dari tahun 2007 hingga 2013 sebagai berikut : Tabel 1.2 Daftar Remunerasi Instansi Pemerintah No
Tahun Pemberian
Instansi (K./L)
1.
September 2007
Kemenkeu, BPK dan MA
2.
Januari 2009
Setkab dan Setneg
3.
Juni 2010
TNI, Polri, Kemenhan, BPKP, Kemenko Perekonomian, Polhulkam, Kesra, Kemenpan dan RB, Bappenas
4.
Januari 2011
Kejaksaan dan Kemenkumham
5.
Januari 2012
Kementerian Perindustrian, Ristek, Pertanian, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA), serta Perumahan Rakyat. Sedangkan 15 LPNK meliputi BKPM, BPPT, Badan POM, BKN, BPS, BATAN, LAN, LEMHANAS, ANRI, BKKBN, LEMSANEG, LKPP, BNN, BNPT serta LIPI.
4
Tabel 1.2 (Lanjutan) 6.
TMT 1 Juli 2013
Kemenlu, Kemendag, Kemenkes, Kemendikbud, KemenParekraf, Kemenhut, Kemendagri, Watannas, LAPAN, Kemen KP, Kemen LH, Kemenhub, Kemenakertrans, BAPETEN, Kemen PU, Kemenkominfo, BMKG, Bakorkamla, BNP2TKI, KemenPDT, Perpusnas, BIN, Setjen DPR, Basarnas, Kemensos, ESDM, BSN. Setjen Ombudsman.
(sumber : setagu. 2013)
Pada tabel 1.2 di atas, menampilkan data Kementerian dan Lembaga Pemerintah yang telah menerima tunjangan kinerja atau remunerasi. Ada 65 ( enampuluh lima ) K/L yang telah memperoleh tunjangan kinerja pada tahun 2007 hingga tahun 2013 dari 75 K/L. Besaran tunjangan kinerja yang diberikan bervariasi. K/L yang paling besar menerima tunjangan kinerja adalah Kementerian Keuangan. Khusus pegawai Dirjen Pajak ada tambahan tunjangan lain yaitu Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) dan Imbalan Prestasi Kerja (IPK). Pada tabel 1.3 menampilkan daftar tunjangan kinerja Kementerian Keuangan yang disebut juga Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara yang tercantum dalam Kepmenkeu No. 289/KMK.01/2007. Tabel. 1.3. Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Grade 27 26 25 24 23 22 21 20 19
Tunjangan 46,950,000 41,550,000 36,770,000 32,540,000 24,100,000 21,330,000 18,880,000 16,700,000 12,370,000
Gol/Ruang
Eselon
IV/e
Eselon I
IV/d
Eselon II
IV/b
Eselon III
5
Tabel 1.3 (Lanjutan) 10 18 10,760,000 11 17 9,360,000 12 16 6,930,000 13 15 6,030,000 14 14 5,240,000 15 13 4,370,000 16 12 3,800,000 17 11 3,450,000 18 10 3,140,000 19 9 2,850,000 20 8 2,550,000 21 7 2,360,000 22 6 2,140,000 23 5 1,950,000 24 4 1,770,000 25 3 1,610,000 26 2 1,460,000 27 1 1,330,000 (sumber : Kepmenkeu. 2007)
III/d
Eselon IV
III/b III/b
Eselon V Pelaksana
II/c
Pelaksana
I/c
Pelaksana
I/a
Pelaksana
Tunjangan kinerja yang diberikan kepada pegawai Kementerian Keuangan pada tabel 1.3 cukup besar dengan nilai terendah adalah Rp. 1.330.000,- pada grade 27. Menurut peneliti nilai ini lebih besar dibandingkan dengan tunjangan kinerja K/L lainnya yang nilai terendahnya adalah Rp. 1.563.000,- pada grade 17. Nilai ini terutama untuk pegawai Direktorat Jenderal Pajak dimana perolehan tunjangannya lebih besar dibandingkan dengan Direktorat Jenderal lainnya di Kementerian Keuangan karena ditambahkan Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) dan Imbalan Prestasi Kerja (IPK). Bertolak belakang dari pemberian tunjangan kinerja yang cukup besar ini, kasus suap dan korupsi terbanyak dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak ( tabel 1.1 ).
6
Salah satu harapan pemberian tunjangan kinerja ini adalah meningkatkan kinerja dan mengurangi tingkat fraud khususnya korupsi atau kebocoran anggaran Negara. Menurut M.Theodorus ( 2010 ) menyebutkan bahwa Negara-negara donor dan organisasi internasional seringkali menganjurkan Negara berkembang salah satunya Indonesia untuk menaikkan gaji pegawai negeri mereka untuk mengurangi tingkat korupsi. Cara ini sudah diterapkan di Swedia dan berhasil untuk mengurangi tingkat korupsi. Tetapi ini bertolak belakang dengan data penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh KPK. Berikut pada tabel 1.4 ditampilkan data statistik tentang penanganan korupsi KPK mulai tahun 2004-2013 (per 31 September 2013). Tabel 1.4. Data Penanganan Korupsi Berdasarkan Instansi Tahun 2007-2013 (per 30 September 2013) Instansi DPR RI K/L BUMN/BUMD Komisi PemProv Pemda Jumlah
2007 0 12 0 2 2 8 24
2008 2009 2010 7 10 7 13 13 16 2 5 7 2 0 2 0 18 5 8 47 37 40
2011 2 23 3 1 3 7 39
2012 6 18 1 0 13 10 48
2013 2 31 0 0 3 15 51
Jumlah 34 126 18 7 30 71 286
(Sumber : KPK. 2013)
Pada tabel 1.4 dapat dilihat jumlah kasus yang ditangani oleh KPK di Instansi pemerintah. Jumlah kasus cenderung meningkat dari tahun 2007 hingga tahun 2013. Hanya mengalami penurunan pada tahun 2009 dan 2011. Jumlah kasus terbanyak terdapat pada Kementerian / Lembaga Pemerintahan dengan jumlah 126 kasus. Sedangkan untuk jenis perkaranya dapat dilihat pada tabel 1.5.
7
Tabel 1.5. Data Jenis Perkara Korupsi Tahun 2007-2013 (per 30 September 2013) Jenis Perkara 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pengadaan Barjas 14 18 16 16 10 8 5 Perijinan 1 3 1 0 0 0 3 Penyuapan 4 13 12 19 25 34 40 Pungutan 2 3 0 0 0 0 0 Penyalahgunaan 3 10 8 5 4 3 0 Anggaran TPPU 0 0 0 0 0 2 3 Merintangi proses 0 0 0 0 0 2 0 KPK Jumlah Keseluruhan 24 47 37 40 39 49 51 (Sumber : KPK. 2013)
Jumlah 87 8 147 5 33 5 2 287
Dalam tabel 1.5, jenis perkara yang paling banyak ditangani adalah kasus penyuapan dengan jumlah 147 kasus. Kasus tersebut cenderung meningkat dari tahun 2007 hingga 2013. Hanya mengalami penurunan pada tahun 2009. Kasus terbanyak berikutnya adalah pengadaan barang dan jasa yang mencapai 87 kasus. Jumlahnya cenderung menurun dari 2007 hingga 2013. Hanya mengalami peningkatan di tahun 2008. Selanjutnya adalah kasus penyalahguanaan anggaran ( 33 kasus), perijinan ( 8 kasus ), pungutan dan TPPU ( 5 kasus) dan merintangi proses KPK ( 2 kasus ). Total kasus yang ditangani KPK adalah 287 kasus dari tahun 2007 hingga 2013. Kasus-kasus suap atau korupsi juga mulai bermunculan di media massa salah satunya adalah kasus Gayus Tambunan dan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Kasus-kasus tersebut melibatkan pegawai negeri sipil yang notabennya telah diberi tunjangan kinerja yang cukup tinggi.
8
Fenomena
diatas
juga terjadi
di
Direktorat
LLAJ
Kementerian
Perhubungan. Pemberian tunjangan kinerja, pelaksanaan sistem pengawasan dan pengendalian internal maupun eksternal salah satunya dengan audit rutin baik dari Inspektorat Jenderal maupun
BPK. Selain itu pemerintah juga telah
mengaplikasikan sistem e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa. Direktorat LLAJ Kementerian Perhubungan memperoleh tunjangan kinerja pada bulan Juli tahun 2013 dengan besaran seperti yang termuat dalam tabel 1.6. Tabel 1.6. Daftar Tunjangan Kinerja Kementerian Perhubungan No. Kelas Jabatan Tunjangan Kinerja (Rp.) 1. 17 19.360.000 2. 16 14.131.000 3. 15 10.315.000 4. 14 7.529.000 5. 13 6.023.000 6. 12 4.819.000 7. 11 3.855.000 8. 10 3.352.000 9. 9 2.915.000 10. 8 2.535.000 11. 7 2.304.000 12. 6 2.095.000 13. 5 1.904.000 14. 4 1.814.000 15. 3 1.727.000 16. 2 1.645.000 17. 1 1.563.000 (Sumber : Perpres Nomor 90. 2013)
Jumlah tunjangan kinerja yang diterima oleh Kementerian Perhubungan tidaklah sebesar nilai yang diterima oleh Kementerian Keuangan. Nilai diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai dan mengurangi korupsi di
9
lingkungan Kementerian Perhubungan. Tetapi harapan ini bertolak belakang dengan hasil temuan BPK yang termuat dalam IHPS pada tabel 1.7. Tabel 1.7. Daftar Temuan BPK berdasarkan IHPS No 1. 2. 3.
4.
Tahun Semester I 2011 Semester II 2011 Semester I 2012 Semester 2012
Jenis Perkara -
II Kelebihan perhitungan pekerjaan rehabilitasi terminal Tipe A Pakupatan Serang Tahun 2012, tetapi kelebihan perhitungan tersebut bisa diperhitungkan pada realisasi keuangan berikutnya sehingga mengakibatkan potensi kerugian negara senilai Rp532,49 juta. 5. Semester I 1. Kelebihan pembayaran karena 2013 kekurangan volume fisik senilai Rp542.056.403,52 dan kelebihan pembayaran jasa konsultansi pada 6 (enam) kontrak konsultan pengawas sebesar Rp53.669.916,67 pada Satker Pengembangan LLAJ Jawa Barat 2. Kelebihan pembayaran sebesar Rp110.333.249,76 pada Satker Pengembangan LLAJ Banten. 3. Kelebihan pembayaran sebesar Rp1.419.491.485,02 dan denda keterlambatan sebesar Rp5.929.220,00 pada tiga satker di Direktorat LLAJ. (Sumber : IHPS BPK )
Keterangan Berdasarkan Laporan IHPS BPK tidak ditemukan laporan berkaitan dengan Fraud, hanya masalah asset yang belum diserahterimakan Sumber : IHPS II Semester 2012 BPK
Sumber : IHPS I Semester 2013 dan LK Kementerian Perhubungan Semester 1 Tahun 2013
Pada tabel 1.7 yang berisi tentang temuan yang termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan ada beberapa temuan pada tahun 2012 dan semester awal di tahun 2013 yang merupakan salah satu indikasi terjadinya fraud di lingkungan Direktorat LLAJ.
10
Temuan tersebut pada bidang Pengadaan Barang dan Jasa dimana jumlah kasus dan nilainya cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, membuat peneliti ingin menggali lebih dalam hubungan variabel yang dapat mengurangi fraud. Untuk itu peneliti dalam penelitian ini mengambil judul Pengaruh Tunjangan Kinerja, Sistem Pengendalian Internal, Kultur Organisasi Terhadap Fraud Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus Di Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan)
B.
RUMUSAN MASALAH Korupsi di Indonesia merupakan masalah besar di negeri ini yang perlu
diberantas. Melihat banyaknya kasus korupsi di Indonesia terutama dilakukan oleh pegawai negeri sipil ( PNS ), korupsi diibaratkan sudah menjadi budaya yang sulit untuk diberantas. Swedia, Singapura dan Hongkong, tiga negara yang telah berhasil mengurangi tingkat korupsi di negaranya. Ketiga
negara
tersebut
menenerapan tata kelola pemerintahan yang baik yaitu dengan pemberian tunjangan kinerja, peningkatan sistem pengendalian internal dan peningkatan kultur organisasi, dimana hal tersebut dapat menekan faktor penyebab fraud yaitu tekanan, rasionalisasi dan kesempatan terutama di lingkungan pemerintahan. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1)
Apakah tunjangan kinerja mempunyai hubungan negatif dengan fraud pegawai negeri sipil?
11
2)
Apakah sistem pengendalian intern mempunyai hubungan negatif dengan fraud pegawai negeri sipil?
3)
Apakah kultur organisasi mempunyai hubungan negatif dengan fraud pegawai negeri sipil?
4)
Apa saja bentuk-bentuk fraud yang dilakukan pegawai negeri sipil?
C.
TUJUAN DAN KONTRIBUSI PENELITIAN
1.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : a)
Tunjangan kinerja mempunyai hubungan negatif dengan fraud pegawai negeri sipil
b)
Sistem pengendalian internal mempunyai hubungan negatif dengan fraud pegawai negeri sipil
c)
Kultur organisasi mempunyai hubungan negatif dengan fraud pegawai negeri sipil
d)
Mengetahui bentuk-bentuk fraud yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil
2.
Kontribusi Penelitian a)
Pemerintah
Sebagai bahan referensi pemerintah dalam menentukan kebijakan di bidang remunerasi agar pemberian tunjangan kinerja dapat mengurangi fraud dan meningkatkan kinerja pegawai. Selain itu juga untuk
12
mengoptimalkan implementasi pengendalian internal dan mengubah kultur organisasi menjadi lebih baik. b)
Pegawai Negeri Sipil
Sebagai bahan referensi untuk dapat meningkatkan kinerja dan mengurangi tindakan fraud. c)
Masyarakat
Sebagai referensi untuk membantu mengawasi atau berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan program pemerintah dan pengurangan fraud terutama korupsi di lingkungan pemerintahan. d)
Pembaca
Sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan tentang pemerintahan.