1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah lemahnya
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Proses pembelajaran didalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk meghafal informasi, otak anak di paksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa di tuntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika anak didik lulus dari sekolah,mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional meyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mewakili kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (wina sanjaya, 2009 : 2) Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan disekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yangdilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan. Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk
2
mencapai standar kompetensi lulusan (Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 ayat 6). Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa standar proses pendidikan adalah standar
nasional pendidikan, yang berarti standar proses
pendidikan dimaksud berlaku untuk setiap lembaga pendidikan formal pada jenjang pendidikan tertentu dimana pun lembaga pendidikan itu berada secara nasional. Dengan demikian seluruh sekolah seharusnya melaksanakan proses pembelajaran seperti yang dirumuskan dalam standar pendidikan ini. Dalam pelaksanaan pembelajaran standar proses pendidikan berisi tentang bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian standar pendidikan dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam pembelajaran. Upaya untuk mengembangkan potensi anak dalam permainan bola basket dapat dilakukan melalui pendidikan jasmani disekolah, juga dapat melalui kegiatan olehraga pilihan yang diterapkan di sekolah- sekolah. Bola basket yang diterapkan dalam pendidikan jasmani harus dapat diarahkan dengan baik, serta dibimbing dengan baik agar dapat bermanfaat dalam usaha menwujudkan tercaipannya tujuan pendidikan. Sebab didalam pelaksanaan permainan bola basket sangat erat kaitannya denganh kesan pribadi yang menyenangkan bagi anak didik, sehingga anak akan dapat mengemukakan ungkapan-ungkapan kreatifnya meningkatkan keterampilan gerak dan kebugaran jasmaninya. Pengembangan dan kondisi fisik dan olahraga difokuskan pada pelaksanaan pembelajaran yakni disesuiakan dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan anak didik, karena bentuk-bentuk pembelajaran yang disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan dan karekteristik anak, khususnya untuk
3
permainan bola basket teknik dasar operan (passing) yang pembelajarannya kurang maksimal dilakukan oleh siswa disekolah. Sesuai dengan kurikulum pendidikan jasmani, yang diselenggrakan disekolah. Hal tersebut guru merupakan kunci dalam pelaksanaan pembelajaran yakni dimana guru akan berhasil dalam tugasnya apabila ia memahami sifat- sifat dan karakteristik pertumbuhan serta perkembnagan siswa, dan setiap akan diadakan peningkatan atau pemberian pengalaman baru, harus di sesuaikan dengan kemampuan siswa. Oleh karen itu dalam mentransformasikan materi pembelajaran harus jelas dan mudah dimengerti oleh siswa. Hasil obserpasi dalam penelitian hasil belajar yang dilakukan akan dilaksanakan sesuai dengan Kurikulum yang berlangsung disekolah tersebut. Dalam mata pelajaran Pernjasorkes kelas VII-2 khususnya cabang olahraga bola basket, materi yang diajarkan disekolah adalah teknik dasar Operan (pasing). Untuk dapat bermain bola basket, diperlukan penguasan gerak dasar permainan bola basket itu sendiri. Salah satu teknik dasar permainan bola basket yang
dilakukan oleh siswa dalam penelitian adalah operan (passing) bola.
Pelaksanaan operan pada permainan bola basket dapat dilakukan dengan berbagai cara. Jenis-jenis operan yang dilakukan pada permainan bola basket yaitu operan dada,
operan
bola
dari
atas
kepala,
dan
lemparan
pantulan.
Untuk
mengembangkan kemampuan operan dapat dilakukan dengan berbagai strategi, dan model pembelajaran yang efektif dalam penjasorkes. Agar guru pendidikan jasmani efektif dalam proses belajar mengajar maka pelaksanaan pembelajaran permainan bola basket terhadap siswa harus berada dalam kondisi yang menyenangkan supaya hasil belajar terhadap permainan bola
4
basket dapat meningkat. Peningkatan hasil belajar permianan bola basket memerlukan penggunaan strategi pembelajaran yang teratur, terarah, dan sistematis serta ditunjang oleh sarana prasarana yang memadai. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat menentukan keberhasilan proses belajar mengajar siswa jika disesuaikan dengan ketrampilan gerak yang dimiliki oleh siswa, yang tentunnya ditentukan oleh model pembelajaran yang terencana berdasarkan kurikulum yang ada. Kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan perlu didukung oleh efesiensi kerja yang baik dengan memilih metode mengajar. Masalah ini sangat berdekatan
dengan tugas pokok guru pendidikan
jasmani dalam mendidik, mengajar dan melatih
siswa agar mereka dapat
mencapai hasil belajar yang lebih optimal. Agar guru pendidikan jasmani efektif dalam melaksanakan tugasnya, maka guru harus berupaya mencari dan mencoba dan menerapkan metode pembelajaran yang relevan dengan bentuk-bentuk gerak yang berdasar pada tahap-tahap perkembangan karakteristik siswa. Sehubungan dengan ini, menurut pengamatan penulis bahwa kelemahan dalam pendidikan jasmani di SMP NEGERI 1 TELAGA BIRU
umumnya
terdapat pada penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dalam penelitian model seperti yang dimaksudkan diatas mengakibatkan tugas gerak yang diberikan kepada siswa tidak berdampak positif terhadap pengembangan dan penguasaan keterampilan teknik-teknik dasar pada permainan bola basket. Sehubungan hal tersebut diatas, kenyataan yang ada dalam proses pembelajaran bola basket di SMP NEGERI 1 TELAGA BIRU, teknik dasar pada permainan bola basket oleh para siswa masih mengalami kesulitan dalam
5
melakukannya,
yang akhirnya secara menyeluruh hasil belajar siswa kurang
maksimal. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman bagi sebagian guru pendidikan jasmani akan pentingnnya penerapan model pembelajaran yang relevan dengan karakteristik siswa, sehingga siswa kurang memahami dan bersungguh-sungguh dalam menerima pelejaran. Hal-hal yang telah diuraikan diatas disebabkan kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran dari guru pendididkan jasmani atau kurang kemauan peserta didik terhadap pelajaran yang bersangkutan, atau guru pendidikan jasmani kurang memberikan motivasi yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Keadaan ini jika
dibiarkan
berlarut-larut
tanpa
upaya
pemecahannya,
maka
akan
mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa. Mengingat kondisi di atas, maka model yang mungkin tepat diterapkan dalam pembelajaran bola basket terkait dengan hasil belajar siswa dalam bermain bola basket adalah model Kooperative Learning. Melalui Pembelajaran Kooperatif para siswa akan belajar dalam kelompok. Keberadaannya di dalam kelompok akan membuat mereka lebih bersemangat dalam belajar dan dengan keberadaannya di dalam kelompok itu pula akan lebih memberikan pengalaman yang berarti akan perlunya kerja sama. Dalam pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian metode atau tipe kooperatif yang akan diterapkan dalam penelitian yang bertujuan terhadap hasil belajar siswa pada cabang olahraga bola basket teknik dasar passing yaitu model Cooperative Learning tipe Jigsaw.
6
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, siswa disekolah SMP NEGERI 1 TELAGA BIRU Khususnya Kelas VII memiliki keinginan yang besar untuk bermain bola basket. Akan tetapi keterampilan dan pemahaman siswa terhadap teknik dasar permainan bola basket masih kurang. Dari permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian Eksperimen dengan formulasi judul “ Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Bola Basket Siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru ”. 1.2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah
yaitu: 1. Kurangnya keterampilan dan penguasaan siswa pada teknik dasar passing dalam bermain bola basket sehingga menyebabkan hasil belajar siswa tidak maksimal. 2. Kurang tepatnya pemilihan metode mengajar atau model pembelajaran dari guru pendididkan jasmani 3. Kurangnya kemauan peserta didik terhadap pelajaran yang bersangkutan karena plaksanaan metode atau pembelajaran yang kurang efektif dan kurang maksimal. 1.3.
Rumusan Masalah Adapun masalah dalam penelitian ini yaitu apakah Model Cooperative
Learning Tipe Jigsaw dapat mempengaruhi hasil belajar bola basket siswa kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru?
7
1.4.
Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian eksperimen ini adalah untuk
“mengetahui seberapa besar pengaruh Model Cooperative Learning tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Bola Basket Siswa Kelas VII-1 Smp Negeri 1 Telaga Biru” 1.5.
Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoretis Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemahaman terhadap pengembangan teori bola basket pada umumnya melalui model pembelajaran kooperatif pada khususnya. 2. Secara Praktis 1) Bagi Sekolah a) Dapat menjadikan siswa akan lebih termotivasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan khususnya dalam pembelajaran permainan bola basket. b) Sebagai bahan masukan bagi guru pendidikan jasmani dan kesehatan dalam mengajarkan teknik bermain bola basket di sekolah. c) Sebagai bahan pelajaran kepada sekolah dalam memperkaya ilmu pengetahuan dalam pendidikan jasmani khususnya cabang olahraga bola basket. 2) Bagi Guru a) Guru memiliki variasi dan model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Penjasorkes disekolah.
8
b) Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan agar siswa lebih mudah menguasai teknik dasar dalam permainan bola basket. c) Guru memahami perbedaan hasil belajar siswa pada cabang olahraga bola basket khususnya teknik dasar passing
melalui model Cooperative
Learing tipe Jigsaw. 3) Bagi Siswa a) Timbul usaha dari siswa untuk mengembangkan keterampilan bermain bola basket. b) Siswa berkembang kemampuan daya pikirnya tentang pentingnya penerapan model Pembelajaran Koooperatif untuk meningkatkan hasil belajar mereka dalam permainan bola basket. c) Siswa terotivasi untuk belajar Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan secara lebih baik. d) Dengan mengetahui hasil belajar bola basket dan sadar akan pentingnya Model Cooperative Learning tipe Jigsaw diterapkan maka mereka akan tertarik dan belajar dengan serius hingga hasil belajar mereka lebih baik. 4) Bagi Peneliti Manfaat penelitian ini bagi peneliti yakni mendapatkan pengalaman berharga yang merupakan latihan berfikir yang bertindak secara ilmiah guna meningkatkan mutu pembelajaran penjas orkes mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tehadap hasil hasil belajar bola basket.
9
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 2.1.
Kajian Tori
2.1.1
Hakikat Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang di rancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat di artikan pula sebagai pola yang digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk pada guru di kelas. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai
pedoman
dalam
merencanakan
pembelajaran
di
kelas.
Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran,
tahap-tahap
dalam
kegiatan
pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Suprijono (2011 : 46) mengatakan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Mills berpendapat dalam buku Suprijono,( 2011 :45)
bahwa “model
adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseoarang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”. Model merupakan interprestasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. (Suprijono, 2011 : 45) Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Menurut Arends, model
10
pembelajaran mengacu pada pendekatan yngakan digunakan, pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya, tujua-tujuan pembelajaran, tahaptahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolahan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur
sistematis
dalam
mengorganisasikan
pengalaman
belajaruntuk mencapai tujuan belajar. (Suprijono, 2011 : 46) Berbicara model pembelajaran berarti tidak terlepas dari konsep belajar dan pembelajaran. Secara sederhana, belajar merupakan proses peruabahan tingkah laku, sedangkan pembelajaran merupakan proses interiksa yang melibatkan guru, siswa dan lingkungan serta sumber belajar lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi tersebut merupakan suatu proses belajar. Perkembangan mental siswa disekolah, antara lain, meliputi kemampuan untuk
bekerja
secara
abstraksi
menuju
konseptual.
Implikasinya
pada
pembelajaran, harus memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan efisien. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan kemampuan siswa. Penggunaan model yang baik akan turut menentukan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Dengan demikian melalui model pembelajaran dapat membantu peserta didik untuk mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar.
11
2.1.2
Model Pembelajaran dalam Penjasorkes Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakam pendidikan melalui
aktivitas jasmani yang dijadikan sebagai media untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh. Namun perolehan keterampilan dan perkembangan lain yang berisi jasmani itu juga sekaligus sebagai tujuan. Melalui pendidikan jasmani, siswa disosialisasikan kedalam aktivitas jasmani termasuk keterampilan berolahraga. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apa bila banyak yang meyakini dan mengatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan menyeluruh dan sekaligus memiliki potensi yang strategis untuk mendidik. Dengan
perkataan
lain
pendidikan
jasmani
berusaha
untuk
mengembangkan pribadi secara keseluruhan dengan sarana jasmani yang merupakan saham, khususnya yang tidak diperoleh dari usaha-usaha pendidikan yang lain karena hasil pendidikan dari pengalaman jasmani tidak terbatas pada perkembangan tubuh atau fisik. Pendidikan jasmani berkewajiban meningkatkan jiwa dan raga yang mempengaruhi semua aspek kehidupan sehari-hari seseorang atau keseluruhan pribadi seseorang. Pendidikan jasmani menggunakan pendekatan keseluruhan yang mencakup semua kawasan baik organik, motorik, kognitif, maupun afektif, karena manusia dipandang seutuhnya. Pelajaran penjas merupakan salah satu mata pelajaran dari sekolah yang mulai diajarkan pada sekolah dasar sampai sekolah menengah umum bahkan sampai ke perguruan tinggi. Disekolah dasar pelajaran penjas belum diajarkan secara khusus, tetapi secara tidak langsung mereka telah mengenal dan mempelajari ilmu penjas. Bagi
12
siswa sekolah menengah umum mungkin pelajaran penjas sudah tidak asing lagi karena mereka telah memperoleh pengetahuan dasar tentang pelajaran penjas dengan baik, maka tidak sedikit diantara mereka yang merasakan bahwa pelajaran penjas sulit dipahami, sehingga dengan demikian siswa mau melakukan dan mempelajari pelajaran penjas. Pendidikan jasmani dilakukan dengan sarana jasmani yakni aktivitas jasmani yang pada umumnya (meskipun tidak selalu) dilakukan dengan tempo yang cukup tinggi dan terutama gerakan-gerakan besar ketangkasan dan keterampilan yang tidak perlu terlalu cepat, terlalu halus, dan sempurna atau berkualitas tinggi, agar diperoleh manfaat bagi anak-anak didik. Meskipun sarana pendidikan tersebut fisikal, manfaat bagi anak-anak didik mencakup bidangbidang non-fisikal seperti intelektual, sosial, estetik dalam kawasankawasan kognitif maupun afektif. Tomoliyus Mengatakan bahwa Meskipun secara teoritis tersedia cukup banyak model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru penjas, di dalam pelaksanaan pembelajaran guru seyogyinya memilih model yang paling efektif. Dalam pembelajaran Penjas ada 2 (dua) model Pembelajaran Penjas Orkes yang Efektif yaitu :(a) Model keterpaduan keterampilan dan kesegaran jasmani (MK3), (b) Model Pengembangan Penalaran Melalui Permainan (MP3). Tomoliyus, http://www.google.co.id=j&q=tomoliyus-ms%2Fmodelpembelajaran-penjas.pdf , Akses 22 April 2013 a) MK3 Model Keterpaduan keterampilan dan kesegaran jasmani adalah model yang mengkondisikan komponen kesegaran jasmani dan keterampilan yang menyatuh dalam aktivitas bermain.
13
Keuntungan menggunakan MK3 antara lain: 1. Menanamkan kesadaran tentang manfaat jasmani bagi siswa 2. Menanamkan kegemaran mengikuti aktivitas jasmani secara teratur, terarah dan terseleksi 3. Menumbuhkan budaya hidup aktif melalui aktivitas jasmani 4. Mengembangkan keterampilan motori dan kesegaran jasmani melalui aktivitas jasmani yang terarah 5. Terjadinya perubahan pandangan yang positif terhadap aktivitas jasmani bagi dirinyadan lingkungan Menurut Tomiliyus, Model pembelajaran Penjas Konsep MK3 sebagai berikut : KONSEP MK3
Kognitif
Tujuan Penjas
Keterampi lan Gerak Dasar
KURIKULUM PENJAS
Sosial Emos ional
Kesegar an Jasmani
Bermain LOKOMOSI PENGUASAAN BOLA MELEMPAR MEMUKUL MENENDANG MEMANJAT DLL
MK3 adalah model yang mengkondisikan komponen kesegaran jasmani dan Sosial & Emosional
keterampilan yang menyatuh dalam aktivitas bermain.
Tomoliyus, http://www.google.co.id=j&q=tomoliyus-ms%2Fmodelpembelajaran-penjas.pdf , Akses 22 April 2013
14
b) MP3 Model Pengembangan Penalaran Melalui Permainan adalah model yang menekankan
peningkatan
kemampuan
memecahkan
masalah,
kreativitas,
kerjasama kelompok dan persepsi motorik melalui permainan. Konsep MP3 sebagai berikut: KONSEP MP3 / PENDEKATAN TAKTIS
Kognitif
Tujuan Penjas
Keterampi lan Gerak Dasar
KURIKULUM PENJAS
Sosial Emos ional
Kesegar an Jasmani
Bermain -
Pemecahan Masalah Kreativitas Presepsi Motorik Pemahaman Nilai Taktik dan Strategi
Sosial & Emosional
MP3 adalah model yang menekankan peningkatan kemampuan memecahkan masalah, kreativitas, kerjasama kelompok dan persepsi motorik melalui permainan.
Tomoliyus, http://www.google.co.id=j&q=tomoliyus-ms%2Fmodelpembelajaran-penjas.pdf , Akses 22 April 2013
15
Keuntungan menggunakan MP3 / Pendekatan Taktis 1. Membudayakan perilaku normatif dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugasnya 2. Membudayakan kebiasaan menerima perbedaan di antara anggota kelompok, menghargai kelmpok maupun kelompok lain, terutama dalam keterampilan jasmani 3. Memberi pemahaman kepada siswa bahwa aktivitas jasmani termasuk permainan menyediakan kesempatan untuk mendapatkan kegembiraan, tantangan dan ekspresi pribadi dalam interksi 4. Memberi kesempatan kepada anak untuk memahami konsep permainan, termasuk taktik dan strategi, peraturan permainan serta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam permainan 5. Mengembangkan kreativitas dan penalaran siswa 6. Meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah 7. Memberi kesempatan kepada anak untuk berinteraksi berbagai pengalaman dan kerja sama. Dengan berdasarkan pemikiran di atas maka prestasi belajar penjas perlu adanya penataan dari berbagai segi antara lain dalam kaitannya dengan pengetahuan dasar siswa, cara belajar siswa dan juga kesiapan yang bersangkutan sebelum mengikuti suatu pelajaran. Dunia pendidikan tidak akan berkembang tanpa memperbaiki proses belajar mengajar yang mampu mengembangkan tanpa memperbaiki proses belajar mengajar yang mampu mengembangkan daya kreativitas dan aktivitas siswa, sehingga memperoleh hasil yang maksimal.
16
2.1.3
Hakikat Kooperatif Kooperatif adalah keberhasilan seseorang karena keberhasilan orang lain
karena lebih mengutamakan kerjasama dalam kelompok. Dengan kata lain, kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi dan kehidupan bersama lainnya. Secara umum tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan yang disebut piaget sebagai pengetahuan sosial. (Suprijono, 2011 : 56) 2.1.3.1 Kooperative Learning Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan tertentu. Prinsip dasar dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya.(Priyanto,2007 dalam Wena, 2010:189). Melalui pembelajaran kooperatif akan member kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang berstruktur. Melalui pembelajaran koperatif pula, seorang siswa akan menjadi sumber belajar bagi temannya yang lain. Lie (2002) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif
17
dikembangkan dengan dasar asumsi bahwa proses proses belajar akan lebih bermakna jika peserta didik dapat saling mengajari. Walaupun dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar dari dua sumber belajar utama, yaitu pengajar dan teman belajar lain. (Wena,2010:189) Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang secara sadar
menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi dan Senduk, 2003). Menurut Lie (2002) pembelajaran kooperatif adalah system pembelajaran yang member kesempatan kepada siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur, dan dalam system ini guru bertindak sebagai fasilitator. (Wena,2010:189:190) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Dalam Wina Sanjaya,(2009 : 247) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran kooperatif mempunyai keunggulan dan kelemahan antara lain: 1) Keunggulan Pembelajaran Kooperatif a. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu mengantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir
18
sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. b. Pembelajaran
kooperatif
dapat
mengembangkan
kemampuan
mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. c. Pembelajaran kooperatif dapar membatu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. e. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan social, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positifdengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah. f. Melalui Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya. g. Pembelajaran
kooperatif
dapat
meningkatkan
kemampuan
siswa
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).
19
h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang. 2) Keterbatasan atau kelemahan Pembelajaran kooperatif a. Untuk memahami dan mengerti filosofis Pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat Pembelajaran kooperatif. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang di anggap kurang memiliki
kemampuan.
Akibatnya,
keadaan
semacam
ini
dapat
siswa
saling
mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok. b. Cirri
utama
dari
Pembelajaran
kooperatif
adalah
membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa. c. Penilaian yang diberikan dalam Pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa. d. Keberhasilan Pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekalisekali penerapan model pembelajaran ini.
20
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu idealnya melalui Pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam Pembelajaran kooperatif memang buka pekerjaan yang mudah. Cooperative Learning mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan Cooperative Learning, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerjasama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Cooperative Learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model Cooperative Learning harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif, sehingga memngkinkan terjadinya interaksi-interaksi terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interpendensi yang diantara anggota kelompok. Model Cooperative Learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam pengembangan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Sehingga dengan bekerja bersama-sama diantara sesama kelompok akan meningkatkan produktifitas dan perolehan belajar, serta mendorong mahasiswa dalam memecahkan berbagai masalah yang ditemui selama proses pembelajaran.
21
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dengan Cooperative Learning akan dapat mengembangkan kualitas diri siswa terutama aspek efektifitas siswa dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif maupun konatif. 2.1.3.2 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan tulis, white board, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbangsaran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil. Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Misal, topik yang disajikan adalah metode penelitian sejarah, karena topik ini terdiri dari konsep heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi maka kelompok terbagi menjadi 4. Jika dalam satu kelas ada 40 orang maka setiap kelompok beranggotakan 10 orang. Keempat kelompok itu adalah kelompok heuristik, kelompok kritik, kelompok interpretasi, dan kelompok historiografi. Kelompok kelompok ini disebut home teams (kelompok asal). Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Kelompok
22
heuristic akan menerima materi tekstual dari guru tentang heuristik. Tiap orang dalam kelompok heuristic memiliki tanggung jawab mengkaji secara mendalam konsep tersebut. Demikian pula kelompok kritik, tiap-tiap orang dalam kelompok ini mendalami konsep kritik, demikian seterusnya. Sesi berikutnya, membentuk expert teams (kelompok ahli). Jumlah kelompok ahli tetap 4. Setiap kelompok ahli mempunyai 10 anggota yang berasal dari masing-masing kelompok asal. Karena jumlah anggota setiap kelompok asal adalah 10 orang maka aturlah sedemikian rupa terpenting adalah di setiap kelompok ahli ada anggota dari kelompok asal yang berbeda-beda tersebut. Dalam satu kelompok ahli ada anggota dari kelompok heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok ahli diharapkan mereka memahami topik metode penelitian sejarah sebagai pengetahuan yang utuh yaitu merupakan pengetahuan struktur yang mengintegrasikan hubungan antar konsep heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Setelah diskusi dikelompok ini selesai, selanjutnya mereka kembali ke kelompok asal. Artinya, anggota-anggota yang berasal dari kelompok heuristik berkumpul kembali ke kelompoknya yaitu kelompok heuristik, dst. Setelah mereka kembali ke kelompok asal berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Kegiatan ini merupakan refleksi terhadap pengetahuan yang telah mereka dapatkan dari hasil berdiskusi di kelompok ahli. Sebelum pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu dilakukan. Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik yang telah dipelajari.
23
2.1.4
Hakikat Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pegertian-pegertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pada Gagne, hasil belajar berupa : (1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap manipulasi
rangsanagan simbol,
spesifik.
pemecahan
Kemampuan tersebut masalah
mupun
tidak memerlukan
penerapan
aturan;
(2)
Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keteranpilan intelektul terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitf yang khas; (3) strategi kognitif yaitu kecakapan menylurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri.kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah; (4) keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; (5) sikap yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan meninternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Menurut Bloom hasil belajar mencakup kemampuan kognifi, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, komprehension
(pemahaman,
(menerapkan),
anilysis
menjelaskan,
(menguraikan,
meringkas,contoh),
menentukan
hubungan),
ingatan), application synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation
24
(menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara menurut lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. (Suprijono, 2011 : 6) Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif. (Suprijono, 2011 : 7) Berdasarkan penjelasan yang di kemukakan oleh para ahli di atas, maka peneliti dapat menarik suatu kesimpulan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanisiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komperhensif. Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur jasmaniah. Bahwa seseoang sedang berfikir dapat dilihat dari raut mukanya, sikapnya dalam rohaniahnya tidak bisakita lihat. Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada
25
setiap perubahan pada aspek pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap. Hasil belajar dapat diartikan sebagai kemampuan dalam memperoleh nilai pada suatu materi setelah peserta didik melaksanakan aktivitas belajar pada waktu tertentu. Hasil belajar ini biasanya diperoleh peserta didik setelah guru melaksanakan ulangan atau menggunakan tes tertulis maupun tidak tertulis. Dengan demikian jelaslah bahwa hasil belajar pada hakekatnya adalah semua perolehan nilai peserta didik pada setiap mata pelajaran setelah peserta didik menjalani kegiatan belajar pada waktu tertentu untuk mengejar suatu prestasi, serta mendapatkan suatu nilai. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentus. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar, peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Proses adalah kegiatan yang dilakuakan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Herward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni : (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-
26
cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat di isi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Menurut Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni : (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) stategi kognitif, (d) sikap, (e) keterampilan motoris. Menurut Sudjana (2010:22) lingkup hasil belajar yang diukur meliputi 3 kawasan yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik. Yang tercakup dalam penilaian setiap aspek tersebut yakni : a. Aspek Kognitif Aspek yang berhubungan dengan kemampuan intelektual siswa yang meliputi: (1) Tingkatan menghapal secara verbal mencakup kemampuan menghapal tentang materi pembelajaran seperti fakta, konsep, prinsip dan prosedur. (2) Tingkatan pemahaman meliputi kemampuan membandingkan, mengidentifikasi
karakteristik,
menggeneralisasi
dan
menyimpulkan.
(3)
Tingkatan aplikasi mencakup kemampuan menerapkan rumus, dalil, atau prinsip terhadap kasus-kasus nyata yang terjadi dilapangan. (4) Tingkat analisis meliputi kemampuan mengklasifikasi, menggolongkan, merinci, dan mengurai suatu objek. (5) Tingkat sintesis meliputi kemampuan memadukan berbagai unsur atau komponen, menyusun, membentuk bangunan, mengarang. (6) Tingkat penilaian, meliputi kemampuan menilai terhadap objek studi menggunakan kriteria tertentu. b. Aspek Afektif Aspek afektifberhubungan dengan penilaian terhadap sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran dan proses pembelajaran. Evaluasi dalam aspek ini meliputi: (1) Memberikan respon atau reaksi terhadap nilai-nilai yang dihadapkan kepadanya.
(2) Menikmati atau menerima nilai, norma, serta objek yang
27
mempunyai nilai etika dan etestika. (3) Nilai (Valuing) ditinjau dari segi burukbaik, adil-tidak, indah-tidak indah terhadap objek studi. (4) Menerapkan atau mempraktekkan nilai, norma, etika dan estetika dalam perilaku kehidupan seharihari. c. Aspek Psikomotor Pada aspek ini kompetensi yang harus dicapai meliputi : (1) Tingkat penguasaan gerakan awal berisi tentang kemampuan siswa dalam menggerakkan sebagai anggota tubuh. (2) Tingkat gerakan rutin meliputi kemampuan melakukan atau menirukan gerakan yang melibatkan seluruh anggota badan. (3) Tingkat gerkan rutin berisi kemampuan melakukan gerakan secara menyeluruh denagn sempurna dan sampai pada tingkatan otomatis. (4) Tes atau evaluasi adalah cara untuk mengetahui sejauh mana operasional suatu kasus atau rangkaian pelajaran yang dapat tercapai dengan ujian atau tes. Sehubugan dengan penilaian ini yang dimaksud dengan hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dari tes yang dilakukan setelah melaksanakan pembelajaran yang diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran, dan hasil evaluasi di peroleh dengan menggunakan penilaian acuan patokan. Tugas guru yang paling utama adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Penilaian pembelajaran pada umumnya mencakup pre tes, penilaian proses, dan post tes. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat di sampaikan bahwa hasil belajar adalah merupakan suatu perolehan siswa pada materi tertentu setelah mereka mengalami aktivitas belajar dalam jangka waktu tertentu pula. Hasil belajar yang diperoleh masing-masing siswa, biasanya akan diketahui setelah guru
28
melakukan penilaian dengan menggunakan tes, baik dalam bentuk pertanyaan lisan maupun tulisan. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai pengukuran yang di tandai dengan tingkat perolehan siswa setelah menjalani kegiatan belajar mengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan. Oleh sebab itu, penilaian terhadap proses belajar siswa meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotor. Dan alat untuk setiap ranah berbeda dalam cakupan dan hakikat yang terkandung didalamnya. faktor-faktor yang dibedakan menjadi dua golongan yaitu: a. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri dan disebut faktor individu. b. Faktor yang dari luar individu yang disebut faktor sosial. Yang
termasuk
kedalam
faktor
individu
antara
lain
:
faktor
kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang diperlukan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia serta motivasi sosial. kemudian juga dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) yaitu keadaan kondisi jasmani dan rohani siswa. (2) Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa) yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. (3) Faktor pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan sistem untuk melakukan kegiatan pembelajaran materimateri pelajaran.
29
Hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Melalui proses belajar seorang siswa berusaha mengumpulkan pengalaman berupa pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan penyesuaian tingkah laku. Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. 2.1.5
Hasil Belajar dalam Penjasorkes Hasil belajar dalam pendidikan jasmani diharapkan anak akan tumbuh dan
berkembang
secara
sehat
dan
bugar
jasmaninnya,
Serta
berkembang
kepribadiannya secara harmonis. Dengan program pendidikan jasmani yang teratur, terencana, terarah, dan terbimbing diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan yaitu mencakup pembentukan dan pembinaan, pertumbuhan dan perkembangan jasmani dalam olahraga. Penjasorkes merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan proses untuk meningkatkan kemampuan jasmani. Penjasorkes merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosionalsportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. Dari paparan yang tertera di atas dapat disimpulkan bahwa Penjasorkes adalah merupakan proses pendidikan melalui aktivitas fisik untuk meningkatkan
30
pertumbuhan dan perkembangan, jasmani dan keterampilan gerak, sosial dan intelektual pada diri suatu individu yang melakukan aktivitas tersebut. 2.1.6
Hakikat Permainan Bola Basket Permainan Bola basket merupakan olahraga permainan menggunakan bola
besar, di mainkan dua tangan. Permainan bola basket mempunyai tujuan memasukan bola sebanyak mungkin ke keranjang lawan, serta menahan lawan agar tidak memasukan bola ke keranjang sendiri dengan lempar tangkap, menggiring, dan menembak.Teknik-teknik dasar permainan bola basket, meliputi: Dribbling (menggiring bola), passing (mengoper), shooting (menembak), pivot (berputar dengan satu kaki sebagai poros), rebound (merajah bola/menangkap bola pantul dari papan dengan posisi badan berada di udara), mengenal posisi pemain, dan koordinasi antarpemain satu tim. Permainan bola basket adalah suatu permainan yang dilangsungkan dalam suatu daerah berlantai keras dengan ukuran panjang 50 kaki (Kurang Lebih 29 meter) dan tidak melebihi 50 kaki (kurang lebih 16 meter). Sebuah lingakaran dalam logam berukuran 18 inci (45 cm) yang dinamakan “Keranjang” didekatkan dengan sebuah papan belakang berukuran 4 kaki x 6 kaki di setiap sisi pendek dari lapangan main. Berdasarkan penjelasan permainan bola basket yang di kemukakan oleh para ahli di atas, maka peneliti dapat menarik suatu kesimpulan bahwa permainan bola basket merupakan permainan yang banyak mengandung unsure seni. Ini dapat dilihat dari tingka laku atau gerak dari setiap pemain basket yang berusaha mengelabuhi lawan dengan berbagai tipuan atau gerak pura-pura yang di gunakan hampir sebagian tubuh, dan juga merupakan suatu permainan yang kompottitf
31
yang di mainkan oleh dua regu yang masing-masing regu berjumlah lima orang dengan tuuan memperoleh kemenangan melalui kegiatan mencetak angka yang sebanyak-banyaknya. 2.1.7
Teknik Dasar Permainan Bola Basket Permainan bola basket pada dasarnya terdiri dari dari teknik-teknik dasar,
pola sistim dan pola sistim pertahanan. Kemampuan dan penguasaan teknik dasar merupakan syarat untuk mampu melakukan penyerangan ataupun pertahanan dalam permainan bola basket. ada tiga factor utama yang harus dipenuhi dalam permainan bola basket yaitu : (1) Penguasaan teknik dasar, (2) Ketahanan fisik, (3) Kerja sama. Pengasaan teknik dasar dan kemampuan mengaplikasikan pada teknik penyerangan dan pertahanan permainan bola basket ditentukan oleh kualitas kondisi fisik dan psikis dari setiap pemain. 2.1.7.1 Teknik Dasar Dribel (Menggiring Bola) Teknik dasar dribel, antara lain: (a) Dribel tinggi, dilakukan dengan tujuan untuk menggiring bola sambil berjalan atau berlari pelan-pelan ke depan. Biasanya dribel tinggi ini dipergunakan pada saat jauh dari penjagaan lawan. (b) Dribel rendah, dilakukan dengan tujuan menghindari lawan yang ingin merebut bola dan dilaksanakan dengan tempo yang lambat/cepat sambil mencari arah/jalan untuk menghindarinya. Biasanya dribel rendah ini juga dilakukan untuk melakukan terobosan ke arah pertahanan lawan. 1) Metode dribel tinggi Pelaksanaannya: (a) Berdiri tegak dengan kedua kaki sejajar dan selebar bahu. (b) Bola dipantulkan di samping kanan depan jika dribel dilakukan dengan tangan kanan, dan sebaliknya.(c) Gerakan tangan mendorong bola turun naik
32
dengan rileks (jangan kaku).(d) Jari-jari dibuka dan ada gerakan sentakan (snap) pada akhir gerakan. (e) Ketinggian pantulan bola antara pinggang dan bahu. (f) Pandangan mata ke depan (untuk pemain pemula diperbolehkan untuk melihat bolanya). (g)Dalam melaksanakan teknik dribel tinggi ini dilakukan di tempat, berjalan, dan terakhir dengan berlari. (h) Untuk mendapatkan pengenalan gerak yang baik, sebaiknya dilakukan gerakan di tempat tanpa bola. (i) Lakukan latihan dribel tinggi ini dengan bermacam-macam variasi dari yang mudah sampai yang sulit. 2) Metode dribel rendah Pelaksanaannya: (a) Berdiri dengan kedua kaki dibuka selebar bahu dan salah satu kaki di depan. Apabila mendribel dengan tangan kanan, maka kaki kiri yang berada di depan, dan sebaliknya. (b) Kedua lutut agak dibengkokkan dan badan agak condong ke depan. (c) Ketinggian bola pantulan di antara lutut dan pinggang. (d) Pelaksanaan latihan dapat dimulai dengan melakukan di tempat, bergeser ke kiri dan kanan, bergeser maju dan mundur, serta berlari. (Harap diperhatikan pada saat melakukan gerakan bergeser ke kiri atau ke kanan maka kedua kaki sejajar, sedangkan pada saat bergeser ke depan dan mundur, salah satu kaki harus di depan). (e) Untuk mendapatkan pengenalan gerak, sebaiknya dilakukan tanpa bola. (f) Lakukan latihan dribel ini dengan berbagai macam variasi. 2.1.7.2 Menembak atau memasukan bola (shooting) Shooting adalah usaha memasukan bola kedalam keranjang atau ring basket lawan untuk meraih poin. Dalam melakukan shooting ini dapat dilakukan
33
dengan dua cara yaitu shooting dengan dua tangan serta shooting dengan satu tangan. (Hadjarati 2011 : 34) Shooting atau tembakan yang dimaksud adalah menembakan bola ke jaring dari belakang garis hukuman dengan jarak 4.70 meter. Secara teknis, kunci pokok keberhasilan dalam melakukan tembakan. 2.1.7.3 Mengoper Bola ( Passing) Passing berarti mengoper bola, operan merupakan teknik dasar pertama. Dengan operan para pemain dapat melakukan gerakan mendekati ring basket untuk kemuian tembakan. Operan dapat dilakuakan dengan cepat dan keras yang penting bola dapat dikuasai oleh teman yang menerimanya, operan juga dapat di lakukan secara lunak, jenis operan tersebut bergantung pada situasi keseluruhan yaitu keudukan teman, situasi teman, waktu, dan taktik yang di gunakan.(Ronny : 2012 : 23) Pada umumnya, operan dapat dilakukan dengan cepat dan keras, tetapi tidak liar, sehingga bola dapat dikuasai oleh teman yang akan menerimanya. Operan juga dapat dilakukan secara lunak. Jenis operan yang dapat dilakukan tersebut akan bergantung pada situasi keseluruhan, yakni kedudukan depan, situasi teman, dan taktik yang digunakan. Operan yang terlalu keras, mudah, atau tinggi akan menyulitkan teman yang menerima bola. Sehubungan dengan itu, maka untuk dapat melakukan operan dengan baik dalam berbagai situasi, pemain harus menguasai bermacam-macam gerak dasar melempar dengan baik. Adapun gerak dasar melempar/operan (passing) Ada beberapa jenis passing, dan penggunaannya haruslah tepat pada setiap situasi.
34
2.1.7.3.1
Chest Pass (Operan Dada)
Teknik lemparan dada (Chest pass) adalah lemparan yang biasa digunakan oleh semua pemain basket untuk memindahkan bola dari seorang pemain ke teman satu tim, dengan menggunakan kedua tangan, dimana kedua tangan tersebut berada didepan dada sambil memegang bola (Hadjarati 2011 : 19,20). Jenis passing yang paling efektif apalagi pada saat pemain tidak dijaga. Urutan teknik chest pass dimulai dengan posisi triple threat dan ibu jari menghadap ke atas saat memegang bola, maksudnya agar saat didorong bola akan berputar ke belakang (back spin). Pada akhir gerakan, ibu jari harus menghadap ke bawah.
Sumber : Sodikin Candra :2010 2.1.7.3.2
Bounce Pass (operan pantul)
Operan pantul adalah operan yang dilakukan oleh pemain dengan bantuan permukaan lantai sebagai media penghantar ke penerima, dengan teknik seperti operan dada. Dimana bola berada dekat dada dengan kedua tangan memegang bola (Hadjarati 2011 : 21) Passing ini direkomendasikan untuk digunakan pada sasaran yang melakukan backdoor cut dan pada saat pemain di-trap sehingga kesulitan mencari passing line. Gerakan yang dilakukan hampir sama dengan
35
chest pass, hanya saja arah bola dipantulkan ke 2/3 dari jarak penerima bola. Passer perlu memperkirakan agar nantinya bola memantul ke arah pinggul penerima.
Sumber : Sodikin Candra :2010
2.1.7.3.3
Overhead Pass (Operan atas kepala)
Operan atas kepala adalah operan yang dilakukan pemain dengan kedua tangan memegang bola diatas kepala dengan saat melempar melewati atas kepalanya (Hadjarati 2011 : 22) Overhead Pass sangat efektif digunakan saat tim defender menggunakan zone defense, beberapa tips yang perlu diperhatikan dalam melakukan overhead pass adalah: (1) pertahankan posisi siku paling tidak setinggi kepala. (2) Kekuatan dorongan overhead pass hanya terletak pada bagian siku, pergelangan tangan, dan jari-jari. Bahu hanya berfungsi sebagai penopang siku agar tetap setinggi kepala. (3) posisi awal ibu jari adalah menghadap ke belakang dan posisi akhir menghadap ke depan. (4) untuk mendapatkan tambahan tenaga dorongan, pemain dapat melakukan pivot.
36
Sumber : Sodikin Candra :2010 2.1.8
Model Pembelajaran Kooperatif dalam permaianan Bola Basket Permainan bola basket merupakan salah satu jenis cabang olahraga sebagai
bagian dari materi pembelajaran Penjasorkes disekolah. Permainan bola basket tergolong dalam permainan bola besar. Pembelajaran permainan bola basket bertujuan untuk memberikan pemahaman konseptual dan keterampilan motorik pada permainan bola basket itu sendiri kepada siswa serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti kerja sama, toleransi, percaya diri, dan kejujuran / sportif. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan pembelajaran yang sifatnya dapat memberikan rangsangan kepada siswa untuk berpartisifasi aktif dalam melaksanakan tugas-tugas gerak dengan suasana keceriaan. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif guna mengetahui pengaruhnya pada hasil belajar bola basket. Inti penerapan model pembelajaran ini ialah membentuk 3 kelompok( 8-9 ) orang. Setiap kelompok mendapat tugas dari guru sesuai materi yang di belajarkan pada siswa. Di dalam kelompok bekerja sama melaksanakan tugastugas gerak, membina hubungan yang baik antara kelompok dengan tujuan menghasilkan kemampuan yang diharapkan. Dan dalam proses pembelajaran, kelompok tersebut tidak bersifat permanen, kelompok pula dapat diubah dalam
37
bentuk berpasangan dan bertukar pasangan. Menjelang akhir pembelajaran, siswa diarahkan pada situasi bermain yang sesungguhnya. Kelompok akan bergabung menjadi sebuah regu hingga terbentuk dua regu. Akhir pembelajaran, peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran, Hasil dari pengamatan tersebut akan menjadi acuan untuk merencanakan kegiatan selanjutnya. 2.2 Kerangka Berpikir Permainan bola basket adalah permain yang sangat digemari di setiap kalangan anak-anak, maupun dewasa. Bola basket juga ialah permainan yang bersifat pertandingan. Factor yang penting dalam permainan bola basket ialah harus menguasai berbagai teknik dasar dalam permainan tersebut. Jadi, karena kurangnya keterampilan dan pemahaman dalam menguasai teknik dasar dalam bola basket maka perlu berikan model Cooperative Learning untuk mengetahui hasil belajar pada permainan tersebut. Karena permainan bola basket mempunyai teknik-dasar yang sulit di lakukan. Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik maka, upaya ini perlu di evaluasi untuk mengetahui pengaruh model cooperative learning tipe jigsaw terhadap hasil belajar bola basket pada kelas VII-2 SMP N 1 Telaga Biru. 2.3 Hipotesis Samsudi. ( 2009 : 9,10 ) Hipotesis adalah pernyataan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut “Ada Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Bola Basket Siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru”.
38
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Metode Penelitian Metodologi mengandung makna yang lebih luas menyangkut prosedur dan
cara melakukan verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian termasuk untuk menguji hipotesis (Sudjana dan Ibrahim 2010 : 16). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu penelitian terdiri atas 2 (dua) variable yaitu variable X (Cooperative Learning) dan variable Y (Hasil Belajar Bola Basket). 3.2.
Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Pre Test dan post
test dengan desain atau rancangan sebagai berikut. Tabel 1. Rancangan Desain Penelitian Pretest
Treatmen
Posttest
X1
T
X2
Keterangan : X1
: Hasil kemampuan sebelum di terapkan Model pembelajaran
T
: Treatmen (perlakuan berupa penerapan model pembelajaran)
X2
: Hasil belajar setelah diterapkan model pembelajaran
39
3.3.
Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1
Tempat Tempat penelitian ini di rencanakan akan dilaksanakan dilapangan SMP
Negeri 1 Telaga Biru. 3.3.2
Waktu Waktu penelitian ini direncanakan akan dilakasanakan selama 2 bulan
yang dimulai dari keluarnya surat izin meneliti. 3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1
Populasi Setiap kegiatan penelitian selalu berhubungan dengan populasi sebagai
sumber data. Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk di selidiki. Sudjana (2005 : 6) mengemukakan bahwa “ Populasi merupakan totalitas semua nilai yang mungkin, dan hasil menghitung atau pengukuran. Baik secara kualitatif maupun kuantitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota perkumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya” . Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh Siswa kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru. Yang berjumlah 26 siswa. 3.4.2
Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang menjadi objek
penelitian. Menurut Arikunto (2002 : 112) bahwa “ Apabila populasi kurang dari 100 maka yang menjadi sampel adalah keseluruhan dari populasi tersebut atau disebut dengan sampel total, sedangkan apabila jumlah populasinya lebih dari 100 maka yang menjadi sampel adalah 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih. Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan populasi diatas yang berjumlah 26
40
siswa, maka yang menjadi sampel dalam penelitian di tetapkan seluruh siswa kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru yang berjumlah 26 siswa. 3.5 Instrument Penelitian Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen bentuk penilaian berskala (rating scale). dalam skala ratng scale,responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Sugiyono (2010 : 98 ). Langka-langka penyusunan instrumen dalam bentuk skala penilaian (ratting scale) meliputi antara lain bentuk instrumen dilihat pada buku Nana Sudjana 2009, mencermati kisi-kisi instrumen (indikator) yang telah dibuat, merumuskan bentuk soal berdasarkan indikator, pertanyaan atau butir soal disesuaikan dengan gerak keterampilan dasar pada buku Pendidikan Jasmani SMP kelas VII, instrumen sudah dikonsultasikan kepada dPembimbing, instrumen ini sudah di uji hasil validitas sdan realibiltasnya dan sudah disetujui oleh ahli statistika. Untuk hasil belajar bola basket, instrumen ini meliputi tes passing Bola Basket berdasarkan pokok bahasan materi pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan kelas VII SMP N 1 Telaga Biru, tes tersebut yaitu: tes Operan (passing) dalam permainan bola basket Dari tes yang akan digunakan di atas, diamati, dinilai, dianalisis dan diberi skor dalam lima kategori yaitu: 1 = sangat tidak tepat, 2 = tidak tepat, 3 = cukup, 4 = tepat, dan 5 = sangat tepat. Lebih lejasnya dapat diperhatikan pada tabel format pengamatan penguasaan keterampilan gerak dasar passing berikut ini.
41
Nilai
Aspek Yang Dinilai / Diukur Pada Tes Akhir 1) Teknik Operan a.
Bentuk Tes -
1
Berdiri tegak dengan kedua kaki dibuka selebar bahu, salah satu
Chest Pass
kaki di depan. -
Bola
berada
Dorongan
didepan
bola
lurus
dada, kedepan
sampai tangan lurus -
Mendorong bola badan condong kedepan dan bersamaan dengan berpindahnya kaki belakang ke depan (melangkah)
-
Ketepatan pada saat mengoper bola kepada sasaran / penerima bola
b. Bounce pass
-
Sikap awal sama dengan operan dada
-
Dorongan
bola
kearah
lantai
(dipantulkan) dengan jarak sekitar 1/3 dari penerima -
Ketepatan pada saat mengoper bola kepada sasaran / penerima bola
-
Berdiri dengan kedua kaki dibuka selebar bahu, salah satu kaki
c. Over Head Pass
didepan. -
Posisi
kedua
memegang
bola
tangan
yang
berada diatas
kepala -
Operan bola kedepan lurus dengan menjatuhkan
kedua
tangan
kedepan bawah dan melangkakan kaki kedepan. -
Ketepatan pada saat mengoper bola kepada sasaran / penerima bola
TOTAL \
2
3
Jumla 4
5
h
Ratarata (%)
42
3.6 Uji Validitas Dan Reliabilitas 3.6.1
Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunujukan tingkat kevalidan suatu
instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai validitas tinggi dan sebaiknya bila tingkat validitasnya rendah maka instrumen tersebut kurang valid. Semua instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur /diingginkan sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti. Dari butir soal yang diuji cobakan, selanjutnya digunakan untuk pengumpulan data dan dilakukan langkah pengujian Validitas instrumen pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan rumus :
=
=
(Sugiyono 2010 : 128) (Sugiyono 2010 : 128)
3.6.2
Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan internal consistency
dengan teknik belah dua (split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown. Untuk keperluan itu maka butir-butir instrumen dibelah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok instrumen ganjil dan kelompok genap. Selanjutnya skor data tiap kelompok itu disusun sendiri. Untuk kelompok ganjil ditujukan pada tabel berikut.
43
Kemudian skor butirnya dijumlakan sehingga menghasilkan skor total. Selanjutnya skor total antara kelompok ganjil dan genap dicari korelasinya, setelah mendapatkan hasil koefisien korelasi ini selanjutnya dimasukan dalam rumus Spearman Brown. (Sugiyono, 2010 : 135,136) (Arikunto, 2010 : 226) 3.7 Teknik Pengumplan Data Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang di teliti. Selanjutnya peneliti melakukan pengukuran terhadap: 1. Siswa secara umum diberikan tes awal (pre test) untuk mengetahui tingkat kemampuan teknik passing dalam permainan bola basket dengan cara masingmasing
siswa melakukan teknik dasar passing (chest pass, bouce pass,
operhead pass) secara berpasangan.. 2. Setelah mengetahui tingkat kemampuan awal para siswa, selanjutnya siswa diberikan perlakuan berupa penerapan model cooperative learning tipe Jigsaw dengan jumlah siswa 26 orang dibentuk dalam kelompok yang masing-masing kelompok sebanyak 3-5 orang siswa. 3. Data yang diambil pada tes akhir adalah hasil belajar setalah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ( perlakuan ) yang dinilai secara indvidu pada teknik dasar passing. 4. Pengambilan data tes awal dan tes akhir pada teknik dasar dalam passing (chest pass, bouce pass, operhead pass) yang dinilai dalam format penilaian Rating scale.
44
3.8
Analisis Data Analisis statistik yang digunakan dalam penghitungan data hasil
pengukuran adalah dengan menggunakan Uji-t dengan rumus sebagai berikut:
t=
………….(Suharsimi Arikunto, 2010 : 349)
Keterangan : Md
: nilai rata-rata dari perbedaan pre test dengan post test (post test-
pre test) Xd
: Deviasi masing-masing subyek (d-Md)
∑ X² d : Jumlah Kuadrat deviasi N
: Jumlah sampel
Hipotesis varians populasi homogeny terterima jika :
≤
Dengan taraf nyata α = 0,05 serta derajat kebebasan dk = N-1.(Yunus 2007:127) Keterangan
: Xd 2
= Deviasi masing-masing subjek (d-Md)
S
= Varians
S
= Varians Gabungan
n
= Jumlah sampel
x2
= Chi kuadrat
B
= Harga satuan B
45
3.8. Hipotesis Statistika Adapun hipotesis statistika yang akan di uji dalam penelitian ini adalah : Ho : µ₁ = µ₂ : Tidak terdapat perbedaan rata-rata sebelum dilakukan penerapan model pembelajaran Kooperatif atau tidak ada peningkatan hasil belajar dalam melakukan teknik dasar passing setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif pada siswa kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru. HA : µ₁ ≠ µ₂
: Ada pengaruh atau perbedaan rata-rata data sebelum diterapkan model pembelajaran Kooperatif dengan ratarata sesudah diterapkannya model pembelajaran kooperatif atau ada peningkatan hasil belajar bola basket pada teknik dasar passing setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif pada siswa kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru
46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1
Deskripsi Hasil Penelitian Hasil penelitian dalam penelitian ini merupakan fakta empiric untuk
mendeskripsikan pengaruh pengaruh model Cooperative Learning Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Bola Basket, Siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru,. Dengan jumlah sampel yang diambil dari keseluruhan populasi yang berjumlah 26 orang siswa, sedangkan teknik yang digunakan adalah total sampling. Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, maka pemberian perlakuan berdasarkan pada rancangan atau desain penelitian yakni Pre-test and Post-test design yaitu pemberian tes awal sebelum dilakukan perlakuan yang berupa penerapan model Cooperative Learning Terhadap Hasil Belajar Bola Basket dan dilakukan tes akhir untuk melihat dari pengaruh model pembelajaran tersebut yang berlangsung selama 3 minggu dengan 3 kali perlakuan. Selanjutnya
dari
hasil
pengukuran
diperoleh
hasil
kemampuan
keterampilan teknik dasar passing pada cabang olahraga Bola Basket pre-test (X1) dan post-test (X2) serta peningkatan kemampuan keterampilan teknik dasar passing yang diperoleh dari selisih antara pre-test dan post-test. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel-tabel sebagai berikut :
47
Metode Latihan
Teknik Passing
Selisih Pre Test
Post Test Rata-Rata
Skor tertinggi= 2,63
Skor tertinggi=4.09
Skor terendah= 2,18
Skor terendah= 3.18
Rata-rata= 2,40
Rata-rata= 3,51
Standar deviasi= 0.11
Standar deviasi= 0.19
Varians= 0.013
Varians= 0.039
91,19 – 62,44 = 28,75
Tabel 4.1 Tabel Test Hasil Pre-Test & Post-Test
Berdasarkan tabel di atas dapat
dilihat bahwa hasil capaian setelah
dilakukan tindakan berupa penerapan metode
pembelajaran kooperatif pada
teknik dasar passing dalam permainan bola basket mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada hasil selisih rata-rata di mana data yang diperoleh sebelum (pre test) sebelum penerapan model Cooperative Learning sebesar 62,44 sedangkan setelah penerapan model Cooperative Learning pada (pos test) meningkat sebesar 91,19. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada hasil penelitian di bawah ini. 4.1.1
Deskripsi Hasil Penelitian Variabel X1 (Hasil Tes Awal Keterampilan teknik dasar passing dalam permainan Bola Basket) Skor data variabel X1 dalam penelitian ini adalah skor data yang dijaring
sebelum pelaksanaan adanya tindakan pada siswa yang menjadi sampel terhadap keterampilan melakukan teknik dasar passing dalam permainan bola basket. Dari data yang diperoleh menunjukkan skor tertinggi 2,63 dan skor yang terendah 2,18. Setelah dilakukan analisis diperoleh nilai rata-rata 2,40 dan nilai varians sebesar
48
0.013 serta standar deviasi sebesar 0.11. Distribusi frekuensi data variabel X1 dapat dilihat pada tabel berikut : NO
SCORE Pre-test
1.
2,63
2. 3.
2,54 2,45
4. 5.
2,54 2,54
6. 7.
2,36 2,36
8. 9.
2,54 2,54
10. 11. 12.
2,36 2,54 2,27
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24 25 26 JUMLAH
2,36 2,27 2,27 2,27 2,27 2,45 2,36 2,45 2,36 2,36 2,36 2,36 2,45 2,18 62,44
Tabel 4.2 Daftar Distribusi Frekuensi Variabel X1 Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, maka dapat digambarkan bahwa setiap siswa memiliki skor yang tidak jauh berbeda. Untuk memperjelas lagi dapat di lihat dalam diagram berikut :
Gambar 4.1. Diagram Pre-test
49
Dalam diagram batang ini, tampak terlihat skor pre-test yang memang tidak jauh berbeda. Scor terendah adalah 2,18 sedangkan scor tertinggi adalah 2,63. 4.1.2
Deskripsi Hasil Penelitian Variabel X2 (Hasil Tes Akhir Keterampilan teknik dasar passing dalam permainan Bola Basket) Skor data variabel X2 adalah skor data yang dijaring setelah pelaksanaan
eksperimen terhadap kemampuan passing dalam permainan Bola Basket. Dari data yang diperoleh menunjukkan skor tertinggi 4.09 dan skor terendah 3.18. Setelah dilakukan analisis diperoleh skor rata-rata 3,51 sedangkan nilai varians sebesar 0,039 dan niai standar deviasi sebesar 0,19. Distibusi frekuensi data variabel X.2 dapat dilihat pada tabel berikut: NO
SCORE Post-test
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24 25 26 JUMLAH
3,72 3,54 3,54 3,81 3,54 3,36 3,54 3,54 3,54 3,36 3,36 3,27 3,18 3,45 3,36 3,18 3,45 3,67 3,45 4,09 3,54 3,54 3,45 3,81 3,45 3,45 91,19
Tabel 4.3. Daftar Distribusi Frekuensi Variabel X 2
50
Tabel diatas menunjukan hasil post-test dalam penelitian ini, untuk lebih jelasnya data dalam tabel diatas dapat dilihat pada diagram berikut :
Gambar 4.2. Diagram Post-test Jika dalam diagram sebelumnya , yaitu pada hasil pre-test yang hasil tes tertingginya adalah 2,36 dan terendah adalah 2,18. Maka dalam diagram ini terlihat mengalami peningkatan . terbukti dalam diagram ini tampak scor tertinggi adalah 4,09 sedangkan scor terendah adalah 3,18. 4.1.3
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
4.1.3.1 Hasil Uji Validitas Pengujian seluruh butir instrumen dalam satu variabel dapat juga dilakukan dengan mencari daya pembeda skor tiap item dari kelompok yang memberikan jawaban tinggi dan jawaban rendah. Dalam hal ini Masrun (1979) menyatakan bahwa “ analisis untuk mengetahui daya pembeda sering juga dinamakan analisis untuk mengetahui validitas item” Jumlah kelompok yang tinggi diambil 27% dan kelompok yang rendah diambil 27% dari sampel uji coba (Pree Test). Pengujian analisis daya pembeda dapat menggunakan t-test. berikut ini analisis daya pembeda untuk menguji validitas instrumen. Sugiyono (2010 : 127) Untuk mengetahui apakah perbedaan itu signifikan atau tidak maka thitung tersebut perlu dibandingkan dengan harga ttabel , bila thitung lebih besar dengan ttabel
51
, maka perbedaan itu signifikan sehingga instrumen dinyatakan valid. Berdasarkan pada lampiran 3 dilihat bahwa ttabel dapat diketahui bahwa bila tingkat kesalahan 5%, dengan dk = 12, maka harga ttabel = 1,78 ( dk = n₁ + n₂ - 2 = 7+7-2 = 12) ternyata harga thitung = 6,28. Jauh lebih besar dari ttabel 1,78, sehingga dapat dinyatakan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok skor tertinggi dengan kelompok skor terendah sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut valid. 4.1.3.2 Hasil Uji Reliabilitas Dari hasil perhitungan teknik belah dua dan menggunakan rumus Spearman Brown pada lampiran 3 bahwa n= 26, harga rtabel (5%) = 0,388 dan rtabel (1%)= 0,496 sedangkan harga rhitung diperoleh sebesar 0,67. Maka dapat disimpulkan harga rtabel
(0,67>0,388) dan (0,67>0,496) sehingga dapat
disimpulkan Instrumen Variabel X dan Y reliabel. 4.2
Pengujian Persyaratan Analisis Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh model Cooperative
Learning Tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Bola Basket, Siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru, Pengujian persyaratan analisis yang dilakukan adalah uji normalitas data dan uji homogenitas varians populasi. Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian pre-test
memiliki
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Sedangkan pengujian homogenitas data ini dilakukan melihat apakah data populasi penelitian hasil pre-test dan posttest ini homogen.
52
4.2.1 Pengujian Normalitas Data Hasil pengujian normalitas data dapat dilihat pada tabel dibawah ini yaitu:
NO
SCORE Pretest
Zi
F(Zi)
S(Zi)
(F(zi)-(S(zi))
1.
2,18
-2,00
0,0228
0,0384
0,0156
2.
2,27
-1,18
0,1190
0,1538
0,0348
3.
2,27
-1,18
0,1190
0,1538
0,0348
4.
2,27
-1,18
0,1190
0,1538
0,0348
5.
2,27
-1,18
0,1190
0,1538
0,0348
6.
2,27
-1,18
0,1190
0,1538
0,0348
7.
2,36
-0,36
0,3594
0,4230
0,0636
8.
2,36
-0,36
0,3594
0,4230
0,0636
9.
2,36
-0,36
0,3594
0,4230
0,0636
10.
2,36
-0,36
0,3594
0,4230
0,0636
11.
2,36
-0,36
0,3594
0,4230
0,0636
12.
2,36
-0,36
0,3594
0,4230
0,0636
13.
2,36
-0,36
0,3594
0,4230
0,0636
14.
2,36
-0,36
0,3594
0,4230
0,0636
15.
2,36
-0,36
0,3594
0,4230
0,0636
16.
2,45
0,45
0,6736
0,6730
0,0006
17.
2,45
0,45
0,6736
0,6730
0,0006
18.
2,45
0,45
0,6736
0,6730
0,0006
19.
2,45
0,45
0,6736
0,6730
0,0006
20.
2,54
1,27
0,8980
0,8653
0,0327
21.
2,54
1,27
0,8980
0,8653
0,0327
22.
2,54
1,27
0,8980
0,8653
0,0327
23
2,54
1,27
0,8980
0,8653
0,0327
24
2,54
1,27
0,8980
0,8653
0,0327
25
2,54
1,27
0,8980
0,8653
0,0327
26
2,63
2,09
0,9817
1
0,0183
62,44
53
Tabel 4.4 Frekuensi Teoritis dan Frekuensi Pengamatan Dari perhitungan pada tabel III diperoleh nilai selisih yang tertinggi atau L observasi (Lo) yaitu 0,0636. Berdasakan tabel nilai kritis LUji Liliefors pada α = 0.05 ; n = 26, ditemukan L tabel Keterangan : Untuk Zi digunakan rumus “ Untuk mendapatkan F(Zi) Dilihat pada daftar distribusi normal baku. Untuk mendapatkan S(Zi) digunakan rumus
atau (Lt) yaitu 0.161 jadi L
observasi (Lo) lebih kecil dari pada Lt. Kriteria pengujian menyatakan bahwa jika Lo ≤ Lt, maka Ho diterima. Dengan demikian pengujian normalitas ini dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga pengujian selanjutnya digunakan uji t. 4.2.2 Pengujian Homogenitas Data Data hasil uji homogenitas untuk lebih jelasnya hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel berikut : Daftar Pengujian Homogenitas Data Untuk menguji homogenitas atau kesamaan varians dari populasi yang diambil menjadi sampel penelitian pada latihan digunakaan rumus sebagai berkut: F= Pengujian kesamaan varians atau pengujian homogenitas dilakukan dengan langkah-langkah sebagi berikut: F= F=3
54
Hasil pengujian kesamaan varians. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh F observasi (Fo) yaitu 3. Dari tabel distribusi F atau (Ft) pada α = 0.05 ; jadi (Fo) lebih kecil dari pada (Ft)= 4,26 berdasarkan kriteria pengujian jika Fo ≤ Ft, maka Ho diterima. Dengan demikian kesimpulan pengujian penerapan model Cooperative Learning Tipe Jigsaw memiliki kesamaan atau homogen. 4.3 Pengujian Hipotesis Berdasarkan data hasil penelitian yang memiliki varians populasi yang homogen dan berasal dari data populasi yang berdistribusi normal, maka dalam pengujian hipotesis digunakan uji analisis data penelitian eksperimen. Untuk menganalisis data eksperimen yang menggunakan pre-test dan post-test. Dari hasil pengujian hasil pre-test dan post-test menunjukkan harga thitung sebesar 31,77 Sedangkan dari daftar distribusi t pada taraf nyata 1% diperoleh harga tdaftar atau t(0,995(25) = 2,79 Ternyata harga thitung telah berada di dalam daerah penerimaan HA.. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HA diterima dan tidak dapat menerima Ho. Jadi dapat disimpulkan penerapan model Cooperative Learning Tipe Jigsaw berpengaruh pada hasil belajar Bola Basket. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kurva berikut :
HA
H0
- 2.79
H0
HA
2,79 31,77
55
Gambar 4.3 Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis (X1 dan X2) 4.3.1
Histogram Variabel X₁ dan Variabel X₂
4.3.1.1 Histogram Variabel X₁ Untuk melihat scor rata-rata di masing-masing teknik passing Variabel X₁ dapat dilihat pada Diagram berikut :
Gambar 4.4. Scor rata-rata di masing-masing teknik passing X₁ Dalam diagram ini dapat dilihat rata-rata dalam masing-masing teknik passing pada permainan Bola Basket tdak jauh berbeda , terlihat bahwa skor ratarata tertinggi adalah teknik dasar Chest Pass dengan capaian hingga 48,4 %, Overhead Pass 48 % , sedangkan scor terendah terlihat pada teknik dasar Bounce Pass dengan capaian 47,5 %. 4.3.1.2 Histogram Variabel X₂
56
Gambar 4.5. Scor rata-rata di masing-masing teknik passing X₂ Dalam diagram ini dapat dilihat rata-rata dalam masing-masing teknik passing pada permainan Bola Basket tdak jauh berbeda , terlihat bahwa skor ratarata tertinggi adalah teknik dasar Chest Pass dengan capaian hingga 72 %, Over haed pass 68 %, sedangkan scor terendah terlihat pada teknik dasar Bounce Pass dengan capaian 47,5 %. 4.3.1.3 Histogram Perbedaan Variabel X₁ dan X₂
Gambar 4.6. Scor Perbedaan rata-rata teknik passing X₁ dan X₂ Dalam diagram terlihat bahwa pada Variabel X₂ mengalami peningkatan skor dari variabel X₁, dengan demikian bahwa dengan menggunakan Model Cooperative Learning tipe Jigsaw dapat meningkat hasil belajar Bola Basket pada teknik passing. 4.4 Pembahasan Proses pembelajaran dengan mengunakan model Cooperative Learning Tipe Jigsaw dalam meningkatkan kemampuan passing dalam permainan Bola Basket. Penerapan model pembelajaran ini diawali dengan pemberian suatu penjelasan tentang Cooperative Learning Tipe Jigsaw itu sendiri serta penjelasan tentang teknik passing dengan baik dalam permainan Bola Basket. Selanjutnya peneliti mempraktikkan teknik passing dengan baik dan benar, setelah itu siswa
57
diberikan tugas gerak untuk mencari, belajar, membahas, dan melakukan passing yang baik dan benar sebagaimana yang telah dicontohkan. Hasil analisis deskripitif dan pengujian hipotesis memperhatikan gambaran bahwa Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw mempengaruhi hasil belajar bola basket siswa kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru. Hal ini memberikan indikasi bahwa pembelajaran permainan basket yang diajar dengan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw mempunyai hasil belajar yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran permainan basket yang tidak diajar dengan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw. Pada pembelajaran dengan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw siswa dituntut untuk dapat menemukan jawaban dengan cara melakukan secara langsung praktek passing pada permainan bola basket yang dibimbing langsung oleh guru, namun di sini guru tidak berperan aktif namun siswalah yang aktif melakukan praktek tentang pembelajaran yang diberikan. Guru hanya memberikan gambaran untuk menuntun siswa dalam melakukan kegiatan praktek pembelajaran
tersebut. Dengan
demikian siswa termotivasi untuk berpertisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw mempengaruhi hasil belajar siswa dalam pembelajaran permainan bola basket dapat tercapai dengan hasil yang lebih baik lagi. Hal ini disebabkan pada Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw siswa berlatih mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya untuk melakukan praktek pembelajaran yang benar khususnya yang berhubungan dengan pembelajaran bola basket. Cara ini lebih efektif karena memberikan wawasan dan keterampilan bagi siswa untuk berkreasi dalam mengikuti pembelajaran, dan guru sebagai pembimbing atau
58
pendidik harus mampu untuk memberikan bimbingan dan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada
siswa
dalam
mengembangkan
pengetahuan
dan
kreativitasnya sehingga dapat tercapai hasil belajar yang diharapkan. Berdasarkan hasil penelitian pre-test menunjukkan skor tertinggi 2,63 dan skor yang terendah 2.18. Setelah dilakukan analisis diperoleh nilai rata-rata 2,40 dan nilai standar deviasi 0.11 dan varians 0.013. Sedangkan pada hasil penelitian post-test menunjukkan skor tertinggi 4.09 dan skor terendah 3.18. Setelah dilakukan analisis diperoleh nilai rata-rata 3,51 dan standar deviasi 0.19 serta varians 0.039. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini memperoleh peningkatan hasil rata-rata dari tes awal sampai tes akhir dengan selisih peningkatan dari hasil Pre-test dan post-test sebesar 1,11 Untuk pengujian homogenitas data antara hasil penelitian pre-test dan post-test seluruh variabel memiliki varians populasi yang homogen serta memiliki populasi yang berdistribusi normal. Untuk keperluan pengujian hipotesis dalam penelitian ini,
maka dalam pengujian hipotesis digunakan uji analisis data
penelitian eksperimen. Untuk menganalisis data eksperimen yang menggunakan pre-test dan post-test design. Dari hasil pengujian hasil pre-test dan post-test menunjukkan harga thitung sebesar 31,77. Sedangkan dari daftar distribusi diperoleh harga tdaftar atau t(0,995(25) = 2,79. Ternyata harga thitung telah berada di dalam daerah penerimaan HA. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa HA diterima dan tidak dapat menerima Ho. Jadi dapat disimpulkan bahwa model Cooperative Learning Tipe Jigsaw dapat meningkatkan Hasil Belajar Bola Basket, Siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru.
59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara siswa yang diajar dengan menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw dan siswa yang diajar tanpa
menggunakan Model
Cooperative Learning Tipe Jigsaw pada siswa kelas VII-1 SMP Negeri 1 Telaga Biru . Dengan demikian pembelajaran dengan menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran agar hasil belajar siswa meningkat. 5.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka implikasi dari kesimpulan tersebut
dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Kepada para guru bidang studi, hendaknya mencermati situasi gejalagejala yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah dan kemudian berusaha menemukan alternatif pemecahannya. 2. Jika memungkinkan materi pelajaran (pokok bahasan yang sesuai), hendaknya guru menggunakan pembelajaran dengan menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
60
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Chandra, Sodikin. 2010. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Untuk SMP/MTS Kelas VII. Jakarta : Pusat Perbukuan. Hadjarati, Hartono. 2011.Bahan Ajar Basket 1. FIKK Universitas Negeri Gorontalo Mohamad Harun, Ronny. 2012.Bahan Ajar Bola Basket 1. FIKK: Universitas Negeri Gorontalo Samsudi. 2009. Desain Penelitian Pendidikan. Semarang : UNNES PRESS Sanjaya, Wina. 2009.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta : Kencana
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Sudjana. Ibrahim. 2010.Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algensindo Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. (Cet.V). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tomoliyus, http://www.google.co.id=j&q=tomoliyus-ms%2Fmodelpembelajaran-penjas.pdf , Akses 22 April 2013 Wena, Made. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta Timur : PT Bumi Askara Yunus, Hamzah. 2007.Bahan Ajar Mata Kuliah Statistika Ekonomi. Fakultas Ilmu Sosial : Universitas Negeri Gorontalo