BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini adalah
mengurangi jumlah kemiskinan dengan menggunakan berbagai cara baik melalui peningkatkan infrastruktur ekonomi seperti membangun jalan, jembatan, pasar, serta sarana lain, maupun membangun derajat dan partisipasi masyarakat melalui peningkatan pendidikan maupun kesehatan. Namun demikian kendala utama yang dihadapi hampir semuanya sama, yang umumnya bersumber pada permasalahan kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan, rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak-hak reproduksi, serta masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk (BKKBN, 2010). Keprihatinan akan permasalahan kependudukan melahirkan sebuah konsep pembangunan
berwawasan
kependudukan
atau
konsep
pembangunan
yang
bekelanjutan. Dari sini pula lahirlah kesadaran dunia untuk mengurangi masalah kemiskinan dan keterbelakangan melalui pendekatan kependudukan. Langkah pertama dan merupakan strategi yang monumental adalah kesadaran lebih dari 120 pemerintah/negara
yang
berjanji
melalui
konferensi
internasional
tentang
pembangunan dan kependudukan (ICPD) di Cairo pada tahun 1994 untuk bersamasama menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi semua orang tanpa diskriminasi “Secepat mungkin paling lambat tahun 2015” (BKKBN – FE UI, 2004).
1 Universitas Sumatera Utara
Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas maupun persebarannya merupakan tantangan yang berat yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia. Situasi dan kondisi kependudukan yang ada pada saat ini merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kualitasnya melalui Program Keluarga Berencana (BKKBN, 2001). Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) didirikan pada tahun 1970 melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 8 tahun 1970 sebagai sebuah lembaga non departemen yang mempunyai tanggung jawab pada bidang pengendalian penduduk di Indonesia. Atas dasar itulah proyek besar di bidang pengendalian laju pertumbuhan penduduk berskala nasional yang sampai saat ini masih berjalan, yang disebut Program Keluarga Berencana Nasional. Lembaga resmi pelaksana teknis programnya bernama BKKBN yang pelaksana kegiatannya terstruktur secara hirarki mulai dari tingkat pusat hingga tingkat kecamatan dan desa. Program dan kelembagaannya selanjutnya disempurnakan melalui Kepres Nomor 33 tahun 1972, Kepres Nomor 38 tahun 1978, serta Kepres Nomor 109 tahun 1993 tentang Pembentukan Kementerian Kependudukan dan BKKBN (BKKBN, 2001). Pada dasa warsa awal program Keluarga Berencana (KB) berjalan (19701980) Indonesia telah dapat menekan laju pertumbuhan penduduk menjadi 2,34 % dari 2.8 % lebih pada dasa warsa sebelumnya, kemudian pada 10 tahun berikutnya
Universitas Sumatera Utara
(1980-1990) laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan lagi menjadi 1,98 % dan pada dekade berikutnya (2000-2010) tingkat pertumbuhannya menjadi 1,49 %. Kendati pertumbuhan penduduk kecenderungannya semakin turun, hal yang perlu diketahui adalah bahwa berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa sehingga dapat diperkirakan angka pertumbuhan penduduk secara absolut kurang lebih 3 juta jiwa per tahun dan menempatkan Indonesia di posisi keempat setelah RRC, India dan AS (BPS, 2011). Hal yang menarik dari perjalanan panjang Program Keluarga Berencana di Indonesia yang sudah menginjak tahun ke-35 dan kini menjadi persoalan baru ketika telah diratifikasinya ICPD yang antara lain berisi tuntutan keadilan dan kesetaraan gender, ternyata tingkat kesertaan ber-KB secara umum didominasi oleh perempuan, sedangkan pada pria tingkat kepesertaannya masih sangat rendah (kurang dari 6%) dari jumlah total Peserta KB Aktif (PA) yang ada atau kalau dibandingkan secara proporsional persentase kepesertaan pria dan wanita sangat tidak proporsional. Sumbangan terbesar yang mempunyai dampak sangat signifikan terhadap laju pertumbuhan penduduk (LPP) adalah pengguna alat kontrasepsi jangka panjang, salah satunya adalah vasektomi (BKKBN, 2006). Berdasarkan Rakernas Program KB tahun 2000, yang mengamanatkan perlunya ditingkatkan peran pria dalam KB, ditindak lanjuti melalui Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala BKKBN Nomor 10/HK010/B5/2001 tanggal 17 Januari 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja BKKBN, dengan membentuk Direktorat Partisipasi Pria di Bawah Deputi Bidang Keluarga
Universitas Sumatera Utara
Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang bertugas merumuskan kebijakan operasional Peningkatan Partisipasi pria, diputuskan perlunya intervensi khusus melalui program peningkatan partisipasi pria yang tujuan akhirnya ”Terwujudnya keluarga berkualitas melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan, promosi KB dan kesehatan reproduksi yang berwawasan gender pada tahun 2015”. Salah satu sasaran programnya adalah meningkatkan pria/suami sebagai peserta KB, motivator dan kader, serta mendukung istri dalam KB dan kesehatan reproduksi, yang tolok ukurnya (1) Meningkatnya peserta KB Kondom dan vasektomi 10 %, dan (2) Meningkatnya motivator/kader pria 10 % (BKKBN, 2006). Berdasarkan data kependudukan di Indonesia, Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan jumlah penduduk 12.982.204 orang dari 237.641.326 orang total jumlah penduduk di Indonesia (BPS, 2011). Besarnya jumlah penduduk Sumatera Utara tidak diimbangi dengan keikutsertaan dalam hal ber-KB. Hal ini dapat dilihat dari data Pasangan Usia Subur (PUS) dan peserta KB aktif bahwa jumlah peserta KB aktif di Indonesia sebanyak 35.276.105 orang (75,88% dari jumlah PUS) dan Bengkulu menempati urutan teratas dengan jumlah peserta KB aktif 87,70% dari jumlah PUS, yang disusul oleh Bali (85,11%) dan Gorontalo (83,19%) sedangkan provinsi Sumatera Utara berada di urutan 32 dari 33 provinsi dengan jumlah peserta KB aktif 69,21% dari 1.454.090 PUS. Dari jumlah pasangan usia subur di Sumatera Utara yang berhasil dibina menjadi peserta KB dengan menggunakan kondom dan vasektomi masih sangat
Universitas Sumatera Utara
rendah yaitu kondom 13,51% dan vasektomi 1,05% sebagai alat kontrasepsi. Berdasarkan hasil pencapaian peserta KB baru dan aktif di Sumatera Utara diketahui bahwa sampai bulan Desember 2013 dari 33 kabupaten/kota 9 kabupaten/kota yang tingkat pencapaian peserta KB metode vasektomi melebihi pencapaian provinsi (1,05%) sementara 24 kabupaten/kota lainnya tingkat pencapaiannya di bawah pencapaian provinsi (BKKBN, 2013). Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki luas 1.927,80 km2 dengan jumlah penduduk 273.394 jiwa dengan LPP 0,9 (keadaan tahun 2012) dan tersebar di 15 kecamatan (BPS, 2013) dengan jumlah akseptor KB metode vasektomi sampai Desember 2013 sebanyak 52 akseptor (0,82% dari jumlah PUS). Kecamatan Sidikalang merupakan ibu kota Kabupaten Dairi dengan kepadatan penduduk 569 jiwa/km2. Kecamatan Sidikalang mempunyai sarana prasarana yang memadai sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses berbagai hal termasuk pelayanan KB dengan metode vasektomi. Jumlah akseptor vasektomi di Kabuapaten Dairi pada tahun 2013 sebanyak 52 akseptor dan 28 akseptor diantaranya berdomisili di Kecamatan Sidikalang (BKKBN Provinsi Sumatera Utara, 2013). Namun jumlah tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah PUS yang ada di Kecamatan Sidikalang dan Kabupaten Dairi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh BKKBN Provinsi Sumatera Utara bekerja sama dengan Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (PPAKB) Kabupaten Dairi untuk meningkatkan partisipasi pria dalam vasektomi. Upaya yang telah dilakukan antara lain penyuluhan dan sosialisasi vasektomi melalui
Universitas Sumatera Utara
pembagian leaflet serta pemberian informasi yang dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), namun hal tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Penyebab rendahnya partisipasi pria dalam KB metode vasektomi dapat dikelompokkan dalam beberapa faktor. Dari faktor personal yang meliputi umur, jumlah anak, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Umur merupakan faktor penentu seseorang dalam menggunakan kontrasepsi, semakin tua umur seseorang maka semakin rendah tujuan untuk memiliki anak, sehingga seseorang cenderung untuk menggunakan kontrasepsi yang sifatnya permanen, dalam hal ini vasektomi. Demikian juga dengan jumlah anak menjadi salah satu faktor penting seseorang untuk menjadi akseptor vasektomi. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk menjadi akseptor vasektomi (BKKBN, 2006). Selain faktor umur dan jumlah anak, faktor personal lain yang juga berpengaruh dalam penggunaan kontrasepsi vasektomi adalah pendidikan. Hasil penelitian yang dilakukaan Penelitian Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) di wilayah Puskesmas Tembilan Kota Pekanbaru tahun 2008 diketahui bahwa pendidikan berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam KB, semakin tinggi tingkat pendidikan suami, maka semakin mudah untuk menerima gagasan program KB. Selain itu pengetahuan dan pria yang baik tentang vasektomi akan membentuk tindakan yang positif terhadap keikutsertaan KB (BKKBN, 2010). Faktor sosial atau lingkungan di sekitar akseptor yang meliputi peranan keluarga dan budaya juga mempengaruhi pria dalam vasektomi. Hasil penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (Puslitbang KB dan KR) pada tahun 2009 di Yogyakarta dan Jakarta menyimpulkan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam penggunaan kontrasepsi juga disebabkan oleh keluarga, dimana sebagian besar ibu/istri tidak mendukung dan merasa khawatir bila suaminya menjadi akseptor vasektomi. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2000 diketahui bahwa penyebab rendahnya pria ber KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga, antara lain istri tidak mendukung (66,26%). Selain dukungan keluarga, budaya juga memengaruhi pria untuk menjadi akseptor KB. Adanya anggapan bahwa KB hanya diperuntukkan untuk wanita karena pria tidak pernah hamil dan tersebut merupakan hal yang tidak penting untuk dilakukan (BKKBN, 2006). Rumor dan fakta lain tentang vasektomi sama dengan kebiri, dapat membuat pria impotensi, dapat menurunkan libido, membuat pria tidak bisa ejakulasi, tindakan operasi yang menyeramkan, pria/suami dapat dengan mudah untuk selingkuh, dan beberapa pria cemas terhadap prosedur pelaksanaan vasektomi. Hal tersebut memengaruhi rendahnya keikutsertaan pria dalam melakukan vasektomi (Everett, 2008). Faktor personal dan lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap keikutsertaan pria/suami dalam ber-KB. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bantul bahwa partisipasi pria dalam ber-KB dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, persepsi tentang
partisipasi pria dalam KB dan sikap istri
Universitas Sumatera Utara
(Budisantoso, 2008). Anggraeni (2007) juga menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi keikutsertaan pria dalam ber-KB adalah akses pengetahuan yang masih rendah tentang keluarga berencana, sosial ekonomi keluarga, stigma di masyarakat bahwa KB adalah urusan wanita, pilihan metode KB bagi pria yang masih terbatas, dan faktor pemahaman terhadap masalah kesetaraan gender dalam pembagian tugas dan tanggung jawab keluarga. Hal ini didukung dengan penelitian Wahyuni (2013) bahwa pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga memengaruhi partisipasi pria. Selain faktor personal dan faktor sosial, faktor situasional yang meliputi sumber informasi merupakan faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam berKB. Hasil studi identifikasi partisipasi pria dalam keluarga berencana dan kesehatan reproduksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang dilakukan oleh Direktorat Partisipasi Pria (DITPRI) dengan Puslitbang KB dan KR Tahun 2001 diketahui rendahnya partisipasi pria dalam vasektomi disebabkan karena kurangnya informasi kepada pria (BKKBN, 2001). Hal ini didukung dengan penelitian Ekarini (2008) yang menyimpulkan bahwa kualitas layanan KB dan akses layanan KB berpengaruh dengan partisipasi pria dalam vasektomi. Berdasarkan data bahwa jumlah akseptor KB metode vasektomi di Kecamatan Sidikalang sebanyak 28 orang dan merupakan jumlah tertinggi di Kabupaten Dairi membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi”
Universitas Sumatera Utara
1.2.
Perumusan Masalah Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah jumlah akseptor vasektomi di
Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi tertinggi di Kabupaten Dairi. Namun jika dibandingkan dengan jumlah PUS, jumlah akseptor tersebut masih rendah sehingga peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor personal,
sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.
1.4.
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini ada pengaruh faktor personal, sosial dan
situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. 1.5.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.
Sebagai masukan kepada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara, Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Dairi dan Puskesmas di wilayah Kecamatan Sidikalang dalam rangka pengambilan kebijakan untuk program peningkatan keikutsertaan suami dalam vasektomi.
Universitas Sumatera Utara
2.
Sebagai masukan kepada Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam merencanakan kegiatan yang akan dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pria dalam vasektomi.
3.
Sebagai masukan kepada keluarga khususnya istri untuk mendukung suami yang belum melakukan vasektomi agar mau berpatisipasi dalam vasektomi.
4.
Penelitian ini dapat menambah khasana keilmuan di bidang promosi kesehatan dan kesehatan reproduksi khususnya dalam upaya peningkatan keikutsertaan suami dalam vasektomi.
Universitas Sumatera Utara