Masalah Yang Dihadapi …
MASALAH YANG DIHADAPI OLEH PENDIDIKAN AGAMA DEWASA INI Dra. Latifah Adnan, M.H.I A. Pendahuluan Kendati manusia telah mencapai tingkat kemajuan tinggi dan menemukan banyak cara dalam menata hidup ini, toh manusia masih memerlukan agama. Agama adalah satu keharusan bagi manusia, keharusan tersebut bukan karena jenis kelaminnya, rasanya ataupun karena tanah airnya. Sebab jelas, bahwa dari keyakinan agama (iman dan amal shaleh) masyarakat penganutnya dapat memperoleh berbagai manfaat yakni, agama memberi nilainilai yang merupakan kebutuhan pokok manusia, tanpa landasan nilai manusia tidak mampu membedakan norma yang saling bertentangan antara yang benar dengan yang salah. Agama juga menjaga penganutnya agar tidak hanyut dan terombang ambing dalam arus perubahan zaman. Adapun corak kehidupan yang tidak menghiraukan agama justru akan berhadapan dengan keruntuhan dan kehancuran. Namun demikian, beragama tidaklah sekedar mengerti akan ajaran agama yang dianut, tetapi lebih dari itu agama harus dapat diaktualisasikan dalam amal nyata. Tatkala seorang guru selesai mengajarkan agama dikelasnya, ia bertanya pada murid. Apakah ada kesulitan dalam memahami ajaran agama yang diterangkan? Murid-murid menjawab, kami dapat memahaminya dengan jelas, hanya saja yang jadi masalah ialah bagaimana caranya agar kami dapat mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan rasa iman dan taqwa. Kini persoalan yang penting untuk dirumuskan ialah, bagaimana agar setiap orang beragama selain meyakini agama juga mengamalkannya dalam kehidupan sekesehariannya baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Persoalan yang diungkapkan itu adalah persoalan pendidikan dan lebih khusus lagi adalah persoalan pendidikan agama. Pendidikan agama itu perlu ditingkatkan, perlu ditata dalam metode yang efisien dan praktis. Namun demikian pendidikan agama itu menghadapi banyak masalah, masalah krisis dan hambatan, metode, konseptualisasi pendidikan dan lain-lain. B. Krisis Pendidikan Agama dan Kultural Kesatuan pendapat mengenai perlunya iman dan agama seperti yang dilukiskan diatas kiranya dapat diakui akan manfaat 131
AT-TA’LIM; Vol. 3, Tahun 2012
dan kegunaannya bagi kehidupan umat manusia. Namun demikian krisis agama maupun kultural bisa mengancam umat beragama. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis aqidah, keimanan yang mewabah pada masyarakat, terutama disaat dunia berhadapan dengan era informasi dan globalisasi, yaitu: Pertama, pendidiksn yang berjalan sekarang ini menempatkan dan menekankan secara berlebih-lebihan pada akal pikiran, dan melecehkan nilai-nilai moral keagamaan. Pendidikan yang semacam itu mendorong pengembangan ilmu dengan mengorbankan keyakinan.kebenaran adalah bersifat relatif, tidak ada yang bersifat mutlak. Menurut golongan rasional setiap kebenaran harus bisa diuji secara empiris. Pola pendidikan semacam ini akan menghasilkan cendikiawan yang bersifat skeptis. Termasuk skeptis (ragu-ragu) terhadap kebenaran yang dibawa agama, karena kebenaran tersebut tidak mudah diuji dalam wujud nyata. Kedua, pendidikan yang tumbuh terlalu berorientasi pada perkembangan ekonomi yang bersifat materialistis. Nilai-nilai agama telah dikesampingkan demi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomis. (Zamroni, hal. 38). Dibarat proses pendidikan seperti yang diungkapkan diatas sudah berjalan dalam proses yang cukup panjang setidaknya sudah berjalan sejak abad ke 18. Dalam sejarah di Amerika misalnya, imigran yang datang kesana semakin besar jumlahnya dan beraneka ragam asalnya. Semangat demokrasi mulai menyusut dikalangan sekolah keagamaan yang diasuh oleh rohaniawan. Angin demokrasi ini semakin kencang dengan adanya kemajuan dibidang ekonomi. Sekolah-sekolah agama tidak bisa menghindari kenyataan ini. Banyak rohaniawan pindah profesi menjadi kapitalis kelas menengah baru. Keadaan tersebut sudah barang tentu mempengaruhi sistem pendidikan. Kurikulum semakin berisi pelajaran pelajaran umum yang sangat diperlukan untuk mempersiapkan tenaga kerja guna pembangunan ekonomi. Kontrol kaum rohaniawan dalam pendidikan semakin lemah. Lebih daripada itu mulai dibuka sekolah menengah yang seratus persen sekuler. Semangat warga untuk belajar agama merosot, diganti semangat untuk memperoleh pengetahuan umum yang diasosiasikan dengan kemajuan. Sisa-sisa pelajaran agama disekolah diajarkan lewat pendidikan moral dan watak. Pendidikan moral dan watak ini juga tidak dihiraukan lagi diganti dan diarahkan agar murid mempunyai rasa disiplin kerja, kemampuan dan sukses. Sejak saat itu pada dasarnya kontrol kaum rohaniawan atas pendidikan sudah runtuh. Ini artinya nilai sekuler telah mendesak nilai-nilai kristiani dari bangku-bangku 132
Masalah Yang Dihadapi …
sekolah. Dan, sistem pendidikan modern barat seperti itulah yang harus dipergunakan negara beragama. (Zamroni, hal. 39). Bila dinegeri kita terjadi proses yang demikian itu, maka dapat kita gambarkan akan terjadi benturan antara pendidikan corak barat dengan pendidikan agama. Sedikit demi sedikit pendidikan agama semakin kepinggir dan seterusnya akan lebih banyak hanya bersifat formal dan simbol. Manakala pendidikan semacam itu yang terjadi betul-betul nanti pendidikan agama itu jauh tersingkir, hanya merupakan pelengkap meski dengan status mata pelajaran wajib. Hasil pendidikan semacam itu akan menelorkan cerdik cendikiawan yang tega menggadaikan komitment iman, aqidah demi nilai-nilai barat sekuler yang dianggap sangat canggih untuk pembangunan. Demikianlah gambaran ringkas akan timbulnya krisis pendidikan agama dan kultural itu, sementara paham sekulerpun tumbuh. C. Konseptualisasi Kembali Pendidikan Agama Sekarang bagaimanakah pendapat dan sikap terhdap pendidikan barat yang cendryng sekuler itu? Ide pendidikan barat tetap kita perlukan kalau kita tidak ingin umat beragama tetap tinggal dalam alam keterbelakangan. Hanya saja kita harus menyadari adanya unsur-unsur yang tidak sesuai bagi kita dalam konsep pendidikan barat itu. Karena itu perlu adanya kesadaran dan tekad dari kalangan umat beragama untuk merevisi dan mengadakan konseptualisasi pendidikan barat tersebut agar dapat kita terima. Untuk jangka panjang umat beragama harus mampu merubah jiwa pendidikan barat dari: 1. Anthropocentris menjadi theosentris 2. Terlalu mendewakan ratio menjadi menggunakan ratio untuk melaksanakan wahyu yang sudah lama untuk diamalkan dalam keseharian 3. Berfahamkan positivistik menjadi positivistik plus kepercayaan terhadap alam ghaib 4. Pendidikan hanya untuk kehidupan dunia menjadi belajar untuk kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat 5. Belajar mengajar merupakan tanggung jawab sosial menjadi belajar mengajar merupakan amal ibadah 6. Pendidikan sekuler dan materialistik menjadi pendidikan yang mengajarkan masalah dosa, pahala dan surga serta neraka Bila demikian maka diperlukan transformasi, yakni transformasi pendidikan barat kepada sistem pendidikan yang kita anut yaitu yang bernafaskan agama. Diharapkan kelak dari sistem pendidikan yang bernafaskan agama akan lahir manusia-manusia cerdas, 133
AT-TA’LIM; Vol. 3, Tahun 2012
beriman dan bertakwa, pekerja keras, tekun beribadah, percaya diri, bersifat tawadu’, efisien, memiliki jiwa solidaritas, profesional, pemurah terhadap sesama manusia, berorientasi kepada kehidupan akhirat tanpa meninggalkan kehidupan keduniaan, memiliki motivasi untuk prestasi setinggi mungkin dan memperhatikan kepentingan umat. Dalam transformasi yang demikian itu perlu diidentifikasi apa tujuan pendidikan dan kemana peserta didik akan dibawa. Bagaimana metode penyampaian materi, materi apa yang diberikan, serta bagaimana metode mengevaluasi keberhasilan. Aspek apa saja yang harus dievaluasi dalam mengukur keberhasilan pendidikan agama itu. Adapun untuk jangka menengah maka umat beragama mengadakan penyesuaian terutama dalam permasalahan: Pertama, mengatasi sering terjadinya “social disorientation”. Kasus-kasus disorientasi sosial ini dapat ditandai dengan meningkatnya kebrutalan, perkosaan, pembunuhan sadis, kejahatan narkotika serta kenakalan-kenakalan remaja yang semakin banyak, dengan bukti terjadinya kehamilan pada usia belasan tahun diluar nikah. Kedua, adanya tanda-tanda berkembangnya rasa pessemisme dikalangan masyarakat terhadap perkembangan yang ada. Timbulnya sikap seperti ini diakibatkan oleh berbagai hal, seperti kerusakan lingkungan yang semakin meluas, pertumbuhan penduduk yang cepat, dimana masa depan dipandang suram. Pessemisme yang berlebihan bisa menimbulkan sikap acuh ataupun sebaliknya sikap reaksioner. Ketiga, tumbuhnya informasi yang berlebihan dan melimpah ditengah masyarakat, diakibatkan oleh situasi dunia yang semakin “transparan” (tembus pandang). Padahal meningkatnnya arus informasi yang berlebihan akan menimbulkan kontradiksi informasi dan meningkatnya kecepatan perubahan, yang pada gilirannya akan melecehkan kekuasaan disegala aspek kehidupan. Termasuk pengaruh orang tua, wibawa guru, kekuasaan tokoh agama dan kekuasaan pemimpin politik tidak begitu dominan lagi. Trend perkembangan dunia seperti yang dikemukakan diatas menuntut adanya realitas dalam mencari jalan keluarnya. Guna mengembangkan kemampuan tertentu pada diri anak didik maka perlu dikembangkan: 1. Kemampuan peserta didik untuk memahami hakekat konflik nilainilai yang hampir terdapat dalam semua sektor kehidupan. Oleh karena itulah harus diajarkan pada anak didik kemampuan untuk bisa memilih nilai.
134
Masalah Yang Dihadapi …
2. Kemampuan untuk mendekati permasalahan secara global dengan pendekatan multidisipliner. 3. Kemampuan untuk menyeleksi arus informasi yang sedemikian deras untuk kemudian dapat dipergunakan bagi kehidupan sehari-hari. 4. Kemampuan untuk menghubungkan peristiwa secara kreatif dan terampil. 5. Materi kurikulum disajikan dengan menekankan “ecological relationship” yang dilandasi oleh norma-norma yang sudah mapan. D. Cara Pembinaan Keimanan dan Ketakwaan Pembinaan dapat ditempuh dengan berbagai cara dan pembinaan tidak mungkin ditempuh dengan satu cara saja. Apalagi kalau diperhatikan dari jalur pendidikan yang ada seperti jalur formal, informal maupun nonformal. Ataupun dari sudut pendidikan sekolah dan luar sekolah. (Asmah Affan M.P.H hal. 6). Pembinaan dan pengembangan pada dasarnya adalah upaya pendidikan yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing dan mengembangkan suatu kepribadian yang seimbang utuh dan selaras. Diharapkan pengetahuan dan keterampilan yang dicapai sejalan dengan bakat keinginan serta kemampuan-kemampuannya. Dalam pembinaan dan pengembangan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus memperhatikan aspek asas, arah dan jalurnya. Lebih lanjut asas dimaksud dapat diuraikan: 1. Asas edukatif, terbagi dua macam: a. Pembinaan dan pengembangan keimanan dari orang dewasa terhadap generasi muda/peserta didik, berupa memberi teladan baik dengan lisan maupun dengan perbuatan. Juga dengan membina kemauan anak serta mengharahkan terhadap amal yang diridhai Tuhan. Termasuk dalam hal ini pengaruh dari penguasa ataupun pemimpin terhadap rakyatnya. Bahkan begitu dominannya pengaruh ini sehingga benarlah ungkapan IBNU KHALDUN yang mengatakan bahwa “agama suatu kaum adalah mengikut kepada agama pemimpinnya (dinu qaumin ‘ala dini mulukuhin)” b. Pembinaan dan pengembangan keimanan dan ketakwaan antar sesama generasi muda, dalam arti kata membiasakan kehidupan disekitar mereka dalam suasana agamis. Kepada mereka diberi keluangan waktu 135
AT-TA’LIM; Vol. 3, Tahun 2012
untuk melaksanakan upacara hari-hari besar keagamaan. Mereka bergaul atas prinsip silih asih, silih asah dan silih asuh, sehingga dengan demikian akan timbul dihati mereka rasa sosial yang tinggi serta gemar menyumbangkan tenaganya sebagai amal saleh baginya. 2. Asas arah pengembangan dan pembinaan Arah pembinaan dan pengembangan keimanan dan ketakwaan adalah ditujukan pada pengembangan keimanan dan ketakwaan secara integral antara tiga aspek orientasi hidup. Arah dimaksud ialah terbinanya nilai luhur atau arah keatas. Juga arah kedalam yaitu agar menghargai diri pribadinya, dan arah keluar yaitu suatu sikap menghargai lingkungannya dalam arti kata ia tidak membuat kerusakan di bumi ini. 3. Jalur pembinaan dan pengembangan Ada tiga macam jalur dalam membina keimanan dan ketakwaan yaitu: jalur utama, jalur penunjang dan jalur koordinasi. a. Jalur utama Adapun yang dimaksud dengan jalur utama ialah orang tua dan keluarga. Memang setiap anak yag lahir sudah mempunyai potensi untuk beragama, tetapi orang tua anaklah yang dominan harus mengembangkannya, oleh karena itu orang tua harus memimpin agar anggota keluarga memiliki pandangan yang sama dalam agama juga hendaknya menimbulkan adanya komunikasi yang dinamis. (Ir. Wiryokusumo 1983 hal. 93). b. Jalur penunjang Jalur penunjang ialah sekolah dan lingkungan masyarakat. Jalur ini disebut juga dengan jalur formal dan jalur non formal. Pembinaan dan pengembangan keagamaan disekolah berjalan sesuai dengan penggarisan, kurikulum pelajaran agama sedang dimasyarakat bersifat umum dan menyeluruh. c. Jalur koordinatif Dimaksud dengan jalur koordinatif adalah pemerintah. Tugas koordinatif maksudnya mengarahkan jiwa keagamaan yang ada dimasyarakat agar tumbuh dan berkembang. Harus dimaklumi bahwa tugas pembinaan kehidupan beragama, keimanan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh pemerintah, secara etatisme, artinya tugas pembinaan keagamaan ditangani dan dilakukan oleh negara dimana umat beragama sebagai obyek semata. Masyarakat sendiri diharapkan menjadi subyek 136
Masalah Yang Dihadapi …
yang secara aktif dan positif melakukan pembinaan kehidupan keagamaan. Tujuannya adalah agar keimanan dan ketakwaan masyarakat semakin meningkat. (Brosur Panitia HAB, 46 Dep. Agama 91). E. Aktualisasi Iman dan Takwa Aktualisasi kehidupan beragama diharapkan terlaksana didalam berbagai lapangan kehidupan, hingga krisis dalam keimanan dapat diatasi. Bagaimana kita mengaktualisasikan agama dalam setiap lapangan kehidupan. Ada tiga lembaga yang strategis untuk itu, yaitu: 1. Lembaga rumah tangga, sebagaimana dimaklumi rumah tangga merupakan masyarakat terkecil, dibina oleh suami istri. Sebelum menginjak jenjang rumah tangga sudah barang tentu terlebih dahulu memilih jodoh. Dalam memilih jodoh ditekankan yang diutamakan adalah agamanya. Disamping juga kecantikannya, hartanya dan keturunannya baik dan terhormat. Tatkala suami istri itu menjadi ayah ibu dalam arti mendapat anak sebagai amanah dari Allah, maka selain membina imannya sendiri ia wajib membina iman anak-anaknya. Diwaktu anak-anak kepekaan menirunyalah yang kuat, oleh karena itu selaku orang tua yang terdekat kepada anak harus menjadi teladan yang baik (ushwatun hasanah) seperti mendirikan shalat, bersedekah, bertutur kata yang halus serta sopan santun. Untuk ditiru anak tuntutan diberikan oleh orang tua sesuai perkembangan jiwa anak sampai ia dewasa. Tepat sekali dipedomani orang tua yaitu: “kewajiban orang tua kepada anaknya, memberi nama yang baik, mendidiknya sopan santun, mengajari tulis baca, mengajar berenang dan memanah, memberi rezeki yang halal dan baik dan mengawinkan anaknya apabila sudah sampai jodohnya.” (Hadist, riwayat Hakim). 2. Lembaga sosial/kemasyarakatan, masyarakat yang kuat adalah masyarakat yang erat persatuannya (ukhuwah) diantara sesama anggotanya. Setiap anggota masyarakat diarahkan untuk mencapai kemaslahatan, kesejahteraan bersama. Ada beberapa hal yang ditumbuhkan didalam membina agama serta iman masyarakat. Pertama, menghormati tetangga, jangan sekali kali menyakitinya dan jangan pula tidak ambil peduli padanya. Sikap yang demikian adalah menandakan kelemahan iman. Kedua, cinta sesama makhluk artinya dalam kehidupan bermasyarakat perlu dibina cinta kasih sesama makhluk, 137
AT-TA’LIM; Vol. 3, Tahun 2012
saling menjauhkan diri dari noda dan dosa. Orang yang mencibir, menghina orang lain adalah menandakan kelemahan iman. Mengatakan sesuatu terhadap seseorang yang tidak benar sehingga merugikan nama baik, namanya fitnah dan merupakan kelemahan iman. Hubungan satu dengan yang lain diharuskan saling kasih mengasihi dan hormat menghormati, yang tua dihormati dan yang muda disayangi. 3. Lembaga kehidupan kenegaraan, negara adalah sebuah lembaga yang terbesar pada suatu bangsa. Negara terdiri dari unsur wilayah, rakyat yang menghuni wilayah dan pemerintah yang mengatur kehidupan rakyat yang berdaulat keluar dan kedalam. Tugas pemerintah yang terutama adalah mengatur tata kehidupan untuk kesejahteraan rakyat, dengan sikap adil, jujur dan bijaksana. Pemerintah berkewajiban melestarikan sumber alam bagi kehidupan rakyat banyak serta menyediakan sarana-sarana kehidupan beragama. Ketiga sentra lembaga diatas harus pula menyadari bahwa adapula hal yang selalu mengincar alam kehidupan keagamaan dewasa ini yaitu “ajaran agama cendrung menjadi suatu yang tidak fungsional”. (Kuntowijoyo, hal. 306). Disinyalir lebih lanjut agama menjadi atribut kesolehan pribadi saja dan tidak pernah menjadi kekuatan yang dapat memotivasi terjadinya perubahan sosial untuk memperbaiki situasi obyektif umatnya. Agama lalu mengalami isolasi struktural, yaitu nama lain dari sekularisasi. Akibat selanjutnya, bukan tidak mungkin timbul sekularisasi subyektif yang menyebabkan agama tidak lagi mempunyai kredibilitas untuk terlibat dalam urusan-urusan dunia. Akibat berikutnya terjadi pada level yang lebih bersifat politis adalah bahwa karena kelas/golongan dhu’afa itu ditinggalkan oleh agama bukan tidak mungkin mereka akan direkrut oleh gerakan-gerakan sosial lainnya yang mempunyai program yang jelas untuk memperbaiki nasib buruh dan petani yang dhu’afa (lemah) itu. Bisa jadi gerakan-gerakan sosial lain itu merupakan kekuatan-kekuatan anti agama. Persoalan sekarang ialah bagaimana membuat nilai agama dapat menjadi fungsional dalam membina pribadi yang mantap sekaligus sebagai gerakan sosial. Juga diharapkan semangat agama dapat membantu mereka yang tergusur akibat prosesproses struktural dan perubahan sosial yang begitu cepat terjadinya.
138
Masalah Yang Dihadapi …
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Salabi, 1988, Study Komprehensif Tentang Islam, Alih Bahasa, Syamsuddin, Bina Ilmu, Surabaya. Brosur Panitia, 1991, Hari Amal Bakti Dep. Agama. Iskandar
Wiryokusumo, 1991, Kumpulan Pendidikan, Rajawali, Jakarta.
Pikiran-Pikiran
dalam
Kuntowijoyo, 1991, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi Mizan, Bandung. Rahmat Djetmika, 1988, Aktualisasi Kehidupan Keagamaan dalam Masyarakat Pancasila, Balai Penelitian IAIN. Zamroni, 1991, Jurnal Ilmu Pendidikan, No 2 Vol I ’91, Fak Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
139
AT-TA’LIM; Vol. 3, Tahun 2012
EFEKTIFITAS MEDIA INTERNET DALAM PEMBELAJARAN PAI DI PONDOK PESANTREN ALFALAH MUARA BUNGO Tuti Indriyani Abstrak Artikel ini membahas tentang penggunaan media internet dalam pembelajaran pai di pondok pesantren al-falah muara bungo adalah suatu cara dalam penyampaian materi pai yang belum ada pada pesantren lain di kabupaten muara bungo. Pondok pesantren ini terdiri dari dua tingkat yaitu madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah. Tingkat mts berdiri tahun 1983, tingkat m.a berdiri tahun 1989. Artikel ini menceritakan tentang proses penggunaan internet dalam pembelajaran pai, yang merupakan hal baru yang dilakukan di sebuah pondok pesantren dan baru ada di pondok pesantren al-falah yang ada di muara bungo. Pondok pesantren al-falah telah mempunyai jaringan internet yang digunakan untuk proses belajar mengajar, namun baru pada tahap pembuatan perangkat menagajar bagi guru dan media menyelesaian tugas bagi siswa. Kata kunci : Pondok Pesantren Al-Falah, Pembelajaran Pai, Media Internet.
Pendahuluan Pesantren adalah suatu lembaga agama. Tidak hanya mengandung materi agama 100% secara nominal, tetapi juga menerapkan materi umum yang menunjang pengetahuan agama untuk menghindari dikotomisasi antara agama dan umum. Kegiatan-kegiatan terdiri dari intra kurikuler dan ektra kurikuler dalam hal ini menunjang sistem pendididikan pesantren berbasis masyarakat. Muhadaroh, pramuka, taekwondo, merupakan kegiatan ektra kurikuler dimana hal ini untuk membentuk nilai tambah sebagai pondok pesantren yang berdefresiasi terhadap lembaga lain. Pondok pesantren al-falah pasir putih yang bertempat di kelurahan sungai kerjan kecamatan bungo dani. Pondok pesantren al-falah pasir putih sebagai pusat pendidikan yang berstatus swasta terdiri dari beberapa lembaga pendidikan yaitu, madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah. Pondok pesantren al-falah adalah salah satu lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat, yang mencoba melakukan perubahan dan mengikuti perkembangan zaman. Yaitu dengan 140