BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Humor merupakan alat komunikasi efektif untuk menyampaikan iklan dalam komunikasi pemasaran. Pada studi-studi sebelumnya penelitian tentang humor masih menjadi bahan perdebatan (Lihat Chattopadhyay & Basu, 1990; Weinberger & Gulas, 1992; Alden et al., 1993; Alden & Hoyer, 1993; Spotts et al., 1997). Hal ini dapat dijelaskan melalui divergensi hasil, dikarenakan oleh pendapat yang belum konklusif dari para peneliti terhadap permasalahan, metode, dan obyek yang digunakan untuk menjustifikasi studi yang berkaitan dengan humor dalam periklanan. 1. Keragaman Permasalahan Pada konteks periklanan, keragaman permasalahan ini terkait dengan humor yang digunakan dalam periklanan. Hal ini dapat dijelaskan melalui studi-studi yang menjelaskan tentang keragaman variabel. Pertama, studi terhadap peran periklanan humor yang menjelaskan tentang prior evaluation (Chattopadhyay & Basu, 1990). Kedua, studi tentang pengaruh yang terjadi pada penggunaan humor yang melibatkan desired goal, type of humor, medium placement, dan audience (Weinberger & Gulas, 1992). Ketiga, studi tentang identifikasi dimensi global dan culture specific humor dalam periklanan dalam pasar luar negeri yang menjelaskan faktor-faktor global principles, culture spesific
1
2
differences (Alden et al., 1993). Keempat, studi tentang cognitive structure message untuk menjelaskan tingkat kesuksesan sebuah iklan (Alden & Hoyer, 1993). Kelima, studi tentang variasi dari humor dalam periklanan dalam kelompok produk yang diukur dari humor mechanism, humor relatedness,
yang
menjelaskan
tentang
advertising
performance
(Spotts et al., 1997). 2. Keragaman Metode Faktor lain yang diduga menyebabkan keragaman hasil studi adalah metode yang digunakan untuk memecahkan problem riset yang dirumuskan. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam hal menjelaskan permasalahan secara komprehensif. Dugaan ini dapat dijelaskan melalui beberapa studi yang menggunakan metode statistik yang berlainan dalam upaya untuk memecahkan problem riset yang berkaitan dengan periklanan humor. Pertama, analisis anova yang digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antar-variabel prior evaluation terhadap advertising attitude melalui uji beda variansi (Chattopadhyay & Basu, 1990). Metode ini hanya berkemampuan untuk menjelaskan hubungan antar-variabel secara individual, sehingga kelemahannya adalah ketidakmampuannya untuk menjelaskan pengaruh multivariabel dan struktural. Kedua, analisis faktor yang digunakan untuk mereduksi factor desired
goal,type
of
humor,
medium
placement,
&
audience.
Kelemahannya adalah ketidakmampuannya menjelaskan permasalahan
3
riset yang bersifat hubungan antar-variabel (Weinberger & Gulas, 1992). Ketiga, analisis regresi yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel entertaiment terhadap attitude intention behaviour yang bersifat parsial (Tsang et al., 2007). Kelemahan metode ini adalah ketidakmampuannya untuk menjelaskan hubungan antar-variabel yang tersusun secara struktural. Keempat, structural equation model (SEM) metode ini berkemampuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel information,entertaiment terhadap attitude toward mobile advertising secara struktural (Jun & Lee, 2007). Kelemahan metode ini adalah goodness-of-fit yang digunakan untuk menjelaskan fenomena sangat sensitif terhadap signifikansi hubungan parsialnya, sehingga metode ini relevan untuk mengkonfirmasi model. 3. Keragaman Obyek Amatan atau Studi Keragaman yang terjadi berkaitan dengan objek amatan yang diperkirakan berdampak pada keragaman permasalahan yang terjadi yang pada gilirannya memunculkan keragaman hasil penelitian yang diperoleh. Hal ini dapat dijelaskan melalui keragaman obyek studi yang menjadi fokus bahasannya. Pertama, studi yang memfokuskan pada pengamatan penonton terhadap program televisi (Chattopadhyay & Basu, 1990). Hal ini berdampak pada konstruksian model yang difokuskan pada permasalahan tentang pengaruh prior evaluation terhadap advertising attitude. Kedua, studi yang mengarah pada pengamatan pemirsa terhadap
4
prime time television advertising (Weinberger & Gulas, 1992). Hal ini berdampak pada konstruksian model yang difokuskan pada permasalahan tentang penggunaan humor yang melibatkan desired goal, tipe dari humor, medium placement, dan penonton. Ketiga, studi yang memfokuskan pada print dan television advertising (Alden et al., 1993). Hal ini berdampak pada konstruksian model yang difokuskan pada permasalahan tentang pengaruh faktor global principles, culture spesific differences terhadap humor television advertising. Keempat, studi yang mengarah pada pengamatan pemirsa pada merek televisi nasional (Alden & Hoyer, 1993). Hal ini berdampak pada konstruksian model yang difokuskan pada permasalahan tentang pengaruh cognitive structure message terhadap perceived humor. Kelima, studi yang memfokuskan pada pengamatan terhadap majalah (Spotts et al., 1997). Hal ini berdampak pada konstruksian model yang difokuskan pada permasalahan tentang pengaruh humor mechanism, humor relatedness, terhadap advertising. Berdasarkan pada studi pendahuluan yang diperoleh dapat dikelompokkan tiga variabel amatan yang hasilnya mengindikasikan adanya
keragaman permasalahan periklanan humor yaitu sebagai berikut : incongruity merupakan variabel independen, surprise, perceived humor dan Attitude Toward the Ad sebagai variabel dependen, dan schema familiarity, playfullness, ease of resolution dan warmth sebagai variabel
5
moderatornya. Incongruity adalah ketidaksesuaian antara maksud dan harapan iklan, dalam hal kepercayaan,sikap ataupun perilaku. Selanjutnya schema familiarity merupakan tingkat pengenalan penonton terhadap iklan yang ditunjukkan. Surprise diperkirakan tinggi bila pengenalan terhadap iklan lebih baik. Lebih lanjut dijelaskan surprise adalah perasaan senang sekejap yang timbul ketika mengalami kejadian yang tak terduga atau yang tak diharapkan (Izard, 1977). Berikutnya playfulness yang didefinisikan sebagai tingkat rasa senang yang melibatkan penonton dan menimbulkan kepuasan (Glynn dan Webster, 1992). Ease of resolution merupakan tingkat kemudahan individu dalam menguraikan situasi ketika terjadi
ketidaksesuaian
pada
sebuah
iklan.
Selanjutnya
warmth
didefinisikan sebagai reaksi positif yang menimbulkan perasaan yang nyaman di hati (Aaker, Stayman dan Hagerty, 1986). Perceived humor,yaitu persepsi individu terhadap humor didalam periklanan dan mereka memberikan respon. Yang terakhir adalah Attitude Toward the Ad merupakan hasil dari iklan yang langsung berpengaruh signifikan pada Attitude Toward the Brand (sikap terhadap produk) yang merupakan evaluasi menyeluruh terhadap suatu produk yang diiklankan (Brown dan Stayman 1992; McKenzie, Lutz dan Belch 1986). Berdasarkan variabel-variabel amatan yang teridentifikasi dan hubungannya, berikut ini adalah permasalahan riset yang dirumuskan.
6
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah schema familiarity memoderasi pengaruh incongruity terhadap surprise? 2. Apakah
playfulness memodersi pengaruh surprise terhadap perceived
humor? 3. Apakah warmth
memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived
humor? 4. Apakah ease of resolution memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor? 5. Apakah surprise
memediasi pengaruh incongruity terhadap perceived
humor? 6. Apakah perceived humor berpengaruh terhadap Attitude towards the ad?
C. Tujuan Penelitian Studi ini bertujuan untuk menguji model yang diharapkan dapat menjelaskan fenomena tentang iklan sebagai subpenelitian. Model yang dihasilkan merupakan model pengembangan yang dikontruksi dengan bertumpu pada model-model dari literatur sebelumnya yang mengungkap permasalahan tentang humor advertising. Secara spesifik, studi ini bertujuan untuk: 1) mengetahui apakah schema familiarity memoderasi pengaruh incongruity terhadap surprise. 2) mengetahui apakah playfulness memodersi pengaruh surprise terhadap
7
perceived humor. 3) mengetahui apakah warmth
memoderasi pengaruh
surprise terhadap perceived humor. 4) mengetahui apakah ease of resolution memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor. 5) mengetahui apakah surprise memediasi pengaruh incongruity terhadap perceived humor. 6) mengetahui apakah perceived humor berpengaruh terhadap Attitude towards the ad.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Bagi Akademisi Studi ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris mengenai pengaruh dari incongruity, surprise dan moderator positif pada pengamatan humor dalam periklanan di televisi. Dengan demikian, peneliti di masa mendatang dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai landasan untuk melakukan penelitian-penelitian dengan topik sejenis. 2. Bagi Praktisi Model yang dikembangkan dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan variabel incongruity, surprise dan moderator positif yang dapat mempengaruhi Attitude towards the ad (pembentukan sikap iklan). Sehingga hasilnya dapat memberikan pemahaman terhadap pemasar
agar
perusahaan
pembentukan iklan yang positif.
dapat
meningkatkan
kinerja
melalui
8
E. Justifikasi Penelitian Ada beberapa hal yang dipergunakan untuk menjustifikasi tentang pentingnya studi ini dilakukan, antara lain: isu tentang periklanan humor yang masih relevan untuk dibahas, obyek penelitian yang menjadi fokus studi, alasan pemilihan setting penelitian, dan perlunya generalisasi model. Studi ini mengambil isu periklanan humor. Isu ini menarik untuk dibahas karena masih menjadi perdebatan yang mengisyaratkan belum adanya pendapat yang belum konklusif terhadap permasalahan, metode, dan struktur pemodelannya, dilihat juga dari bagaimana keadaan, latar belakang yang diambil yaitu budaya Jawa Tengah yang sangat berbeda dari penelitianpenelitian sebelumnya. Obyek penelitian. Studi ini mengambil obyek penelitian periklanan humor terhadap iklan kartu perdana merek Im3 versi “Online bangeets! Tanpa batas” yang ditayangkan di televisi dengan model utama Saykoji serta Adly Fairus dan Pevita Pierce sebagai model pendukungnya. Pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa periklanan humor terhadap iklan Im3 ini merupakan obyek studi yang diperkirakan dapat mewakili fenomena riil untuk menggambarkan humor in advertising. Dengan demikian, respon konsumen yang terjadi diharapkan dapat menjelaskan konsep teori yang ingin dijelaskan. Prinsip generalisasi model. Studi ini bertumpu pada metode riset yang terbatas ruang lingkupnya, sehingga untuk menggeneralisasinya pada setting yang berbeda diperlukan kehati-hatian untuk mencermati profil
9
background factor yang melatarbelakangi pengujiannya. Apabila diabaikan, hal ini berpotensi memunculkan pembiasan hasil-hasil yang berdampak pada kekeliruan dalam memaknai teoritisnya sehingga berakibat pada kekeliruan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan pemasaran yang disarankan. Berikut ini adalah penjelasan terhadap keterbatasan studi yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang ruang lingkup studi. Hal ini dianggap penting untuk dikemukakan sebab berpotensi menurunkan derajat keyakinan terhadap keakuratan hasil-hasil yang diperoleh.
F. Keterbatasan Studi Ruang lingkup yang menjadi obyek amatan dalam studi ini adalah periklanan humor terhadap iklan kartu perdana merek Im3 versi ”Online bangeets! Tanpa batas” yang ditayangkan di televisi. Iklan Im3 versi ”Online bangeets! Tanpa batas” ini menggunakan Saykoji sebagai model utamanya, Adly Fairus dan Pevita Pierce sebagai model pendukungnya. Selanjutnya dalam adegan digambarkan Saykoji menyanyikan lagu Online dengan background adegan Adly Fairus dan Pevita Pierce sedang berlibur dipantai bermain dengan banana boat, tetapi walau sembari bermain mereka tetap bisa online seharian tanpa batas dengan menggunakan kartu Im3. Sehingga bisa disimpulkan bahwa isi dari pesan iklan Im3 versi “Online bangeets! Tanpa batas” ini ialah bagi mereka pengguna kartu Im3 dapat online seharian tanpa batas dimanapun dan kapanpun mereka berada. Dengan obyek amatan iklan Im3 ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimana persepsi konsumen terhadap
10
pembentukan iklan. Dengan demikian, hasil studi ini mempunyai keterbatasan dalam mengaplikasi model pada periklanan televisi yang berbeda. Untuk itu perlu kehati-hatian dalam mencermati obyek amatan yang diteliti jika diaplikasikan pada setting yang berbeda.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pembahasan ini bertujuan untuk menelusuri literatur-literatur yang menjelaskan fenomena tentang pengaruh incongruity, surprise dan moderator positif pada perceived humor dalam periklanan di televisi. Hal ini dimaksudkan untuk menjelasan posisi studi ini dibandingkan studi studi sebelumnya terkait dengan variabel-variabel yang menjadi obyek amatan, serta hubungan antar variabel yang terbentuk. Melalui upaya ini diharapkan dapat memberikan kerangka
dasar
secara
konseptual
untuk
merumuskan
hipotesis
dan
pengembangan model penelitian. Dalam bab ini, ada empat sub bahasan yang ingin dijelaskan. Pertama, posisi studi yang bertujuan untuk menjelaskan perbedaan variabel-variabel yang menjadi fokus bahasan studi ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kedua, pembahasan teori dan proposisi yang digunakan sebagai landasan untuk pengembangan hipotesis. Ketiga, pengembangan model penelitian yang didasarkan pada rumusan hipotesis yang terbentuk. Berikut ini adalah penjelasan terhadap masing masing sub bahasan tersebut.
A. Posisi Studi Posisi studi ini dibandingkan dangan studi-studi yang sebelumnya dapat
dijelaskan
melalui
variabel-variabel
11
yang
digunakan
untuk
12
mengkonstruksi model dan alat analisis yang digunakan untuk pengujian. Studi ini tidak mengkonstruksi model yang baru, melainkan mereplikasi model penelitian yang dilakukan oleh Alden et al (2000), dikarenakan objek yang digunakan dalam penelitian ini hampir sama yaitu iklan yang ditampilkan di sebuah stasiun televisi, sehingga model yang digunakan juga sama. Tabel II.1 dan Tabel II.2 menyajikan variabel yang teridentifikasi dari studi-studi terdahulu untuk menjelaskan posisi studi. Tabel II.1 Posisi Studi VARIABEL
OBYEK VARIABEL
ALAT
PENELITI
SETTING
YANG
Independen
Dependen
Mediasi
DEMOGRAFIS
ANALISIS DIAMATI
Chattopadhy ay & Basu (1990)
Humor, Prior evaluation,
Weinberger & Gulas (1992)
Desired goal, Type of humor,
Alden et al (1993)
Global principles, Culture Specific differences Cognitive structure message Cognitive structure message Humor mechanisms, Humor relatedness, Type of product
Alden & Hoyer (1993) Alden & Hoyer (1993) Spotts et al (1997)
Adv attitude, Brand attitude after ad exposure, Purchase intent, Brand choice, Cognitive response Medium, Placement, Audience
Cognitive responses
Humor television advertising
Usia, Pendidikan
Television Program
Anova
U.S
Usa, Pendidikan, Jenis kelamin
Prime time Television Advertising
Analisis Faktor
U.S
Usia, Pendidikan
Print and Television Advertising
Analisis Faktor
Korea, Germany, Thailand, US
Perceived Humor
Incongruity
Usia, pendidikan,
,
National brand TV
Anova
Perceived Humor
Incongruity
Usia, pendidikan,
,
National brand TV
Anova
Magazine
Ancova
Product groups
U.K
13
Tabel II.2 (lanjutan...) VARIABEL
OBYEK
ALAT
YANG
ANALIS
DIAMATI
IS
VARIABEL PENELITI Independen
Alden et al (2000)
Ferle & Lee (2002)
Studi 1: Degree of incongruity, Schema familiarity, Playfullness, Ease of resolution, Warmth, Studi 2: Humor of fear Attitude towards
Dependen
Mediasi
Studi 1: Surprise, perceived humor, attitude toward the ad
SETTING
DEMOGRAFIS
Usia, Penda$patan, jenis kelamin
Television advertising National brand advertising
Regresi Linear
U.S
Telepon survey
ANOVA
UK
Advertising message in mobile phone
Regresi linear
Korea
Studi 2: Playfulness,
Tsang et al (2004)
Entertaimrnt, Informativene ssIrritation, Credibility, Attitude,, Intention
Attitude, Intentiton, Behaviour,
Jenis kelamin, Usia, Pendidikan, Income Jenis kelamin, Usia, Pendidikan,
Tsai et al (2007)
Attitude toward product placement, Life style
Recall rate, Attitude and intention of buying
Usia, Status, Pekerjaan, Pendapatan, Pendidikan
Advertising effect, coca cola and candy
Anova
Taiwan
Mobility/conv enience, Fashion, Information, Intertaiment /relaxation,
Attitude toward mibile advertising
Jenis kelamin, Usia, Pendidikan,
Mobile media advertising
AMOS5
U.S
Jun & Lee (2007)
Advertising industries in the Asian Region
Sumber : Hasil olahan penulis, 2010
B. Pembahasan Teori Dan Hipotesis Humor didefinisi sebagai suatu candaan, joke, tawa atau komedi (Robinson, 1970 dalam Newton, Geraldine & Dowd, 1990), Lebih lanjut dijelaskan humor juga merupakan bentuk komunikasi penyampaian pesan
14
secara tidak langsung, yang keluar secara alami/spontan yang mungkin tidak dapat diterima jika diekspresikan atau diberitahukan langsung. Definisi yang berbeda dalam konteks periklanan dikemukakan (Kelly dan Solomon 1975), bahwa yang dimaksud dengan humor adalah: 1. sebuah sindiran, humor digunakan pada sebuah kata atau frase sebagai cara untuk mempengaruhi dua interpretasi. 2. joke (senda gurau), berbicara atau berakting tanpa kesungguhan 3. sesuatu yang menggelikan, yang merupakan candaan atau kekonyolan 4. satire
(kalimat
sidiran)
secara
kasar
yang
digunakan
unruk
memberitahukan kejahatan atau kebodohan 5. ironi (sindiran halus), menggunakan kata untuk mengekspresikan pertentangan terhadap arti yang sebenarnya . Dari konteks persepsi konsumen, humor dalam periklanan merupakan hasil dari beberapa dimensi yang kompleks, seperti: budaya, temporal dan perbedaan masing-masing individu. Dalam perannya, humor merupakan salah satu dari banyak alat komunikasi yang strategis di periklanan. Para pemasar menggunakan iklan humor karena mereka berpendapat bahwa humor lebih dapat menarik perhatian dan mempengaruhi konsumen daripada iklan non humor. Penggunaan iklan humor tersebut menurut beberapa penelitian, dapat bersifat positif dan negatif (Schiffman dan Kanuk,1994). Sisi positifnya, humor dapat meningkatkan perhatian dan ingatan konsumen, selain itu iklan humor juga dapat meningkatkan kredibilitas dari pengiklan. Humor dapat menciptakan
15
perasaan positif pada pengiklan dan juga dapat meningkatkan unsur mempengaruhi dari suatu pesan. Sisi negatifnya, bila humor terlalu dominan dapat berpengaruh negatif pada pemahaman terhadap pesan yang disampaikan yang selanjutnya dapat mengagalkan pengkomunikasian manfaat produk, efektifnya iklan humor tersebut harus lebih banyak menonjolkan manfaat dari suatu produk. Sehingga, studi ini diharapkan dapat memberikan suatu pemahaman tentang perlunya kehati-hatian dalam merumuskan kebijakan pemasaran terkait dengan upaya-upaya yang harus dilakukan untuk pembentukan sikap iklan. Hal ini menjadi pertimbangan penting bagi pemasar sebab kekurangcermatan pemasar dalam merumuskan strategi pemasaran berdampak pada ketidakmampuannya untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, studi ini berusaha untuk memberikan pertimbangan yang bersifat empiris melalui hasil-hasil pengujian yang dilakukan, sehingga pemasar dapat memanfaatkannya sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan kebijakan kebijakan yang disarankan. Berikut ini akan dijelaskan variabel-variabel yang menjadi objek amatan dalam studi ini dan hubungan kausalitas antar variabel amatan yang digunakan untuk mengkonstruksi model yang diikuti dengan perumusan hipotesis. Incongruity didefinisi sebagai ketidaksesuaian antara harapan terhadap nilai dalam sebuah gurauan (Schultz, 1972 dalam dalam Newton, Geraldine & Dowd, 1990). Sedangkan degree of incongruity adalah tingkat
16
kesesuaian antara maksud dan harapan iklan, dalam hal kepercayaan,sikap ataupun perilaku. Surprise adalah perasaan senang sekejap yang timbul ketika mengalami kejadian yang tak terduga atau yang tak diharapkan (Izard, 1977). Lebih lanjut dijelaskan surprise sebagai suatu perasaan sesaat yang muncul pada saat mengalami kejutan-kejutan yang tak terduga/situasi yang tidak diharapkan. Surprise merupakan reaksi pertama pada pengaruh yang diakibatkan incongruity (Meyer 1986; Meyer 1991). Schema familiarity diartikan sebagai tingkat pengenalan penonton terhadap iklan yang ditunjukkan. Kaitannya dengan surprise, surprise diperkirakan tinggi bila terdapat familiarity kuat terhadap iklan. Lebih lanjut oleh Larsen et al., (1992) menjelaskan bahwa pengaruh incongruity pada surprise akan lebih kuat bila dimoderasi
familiarity.
Dengan demikian,
hipotesis yang dirumuskan adalah: H1: schema familiarity memoderasi pengaruh incongruity terhadap surprise Playfulness didefinisi sebagai tingkat rasa senang yang melibatkan penonton dan menimbulkan kepuasan tersendiri (Glynn dan Webster, 1992). Dalam hal ini playfulness muncul untuk membangkitkan respon akan sebuah humor. Selanjutnya playfulness akan memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor. Perceived humor, variabel amatan ini merupakan variabel yang menjadi tujuan studi. Perceived humor diartikan sebagai persepsi individu
17
terhadap sebuah humor yang dapat ditangkap dalam sebuah iklan, selanjutnya pemirsa diharapkan memberikan respon pada iklan humor tersebut. Persepsi dari iklan pada humor merupakan faktor penting yang mempengaruhi efektivitas iklan. Penelitian terdahulu menyarankan bahwa apresiasi humor dibuat berbeda. Alden & Hoyer (1993) menyarankan bahwa perceived humor membutuhkan kreativitas pengiklan yang memvariasi penggunaan media dengan produk sebagai objeknya. Karena iklan yang sengaja mungkin tidak selalu diterima sebagai hal yang lucu atau menghibur penonton. Ini penting sebagai pertimbangan yang potensial pada ketidaksuksesan penempatan humor. Selanjutnya hubungan antara playfulness, surprise dan perceived humor dihipotesiskan hipotesis sebagai berikut: H2: playfulness memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor Warmth merupakan variable ketiga sebagai pemoderasi hubungan surprise-perceived humor yang ditimbulkan iklan. Warmth didefinisi sebagai reaksi positif yang menimbulkan perasaan yang nyaman di hati (Aaker, Stayman dan Hagerty, 1986). Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa apabila warmth sangat terasa pada sebuah iklan, hal ini akan berpengaruh terhadap sikap konsumen seperti menyukai iklan, kepercayaan terhadap merek, sikap konsumen pada merek yang selanjutnya disertai oleh keputusan pembelian (Edell & Burke, 1987; Holbrookke & Batra, 1987). Hipotesis selanjutnya memperlihtkan hubungan antara warmth, surprise dan perceived
18
humor. H3: warmth memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor Ease of resolution merupakan tingkat kemudahan individu dalam menguraikan situasi ketika terjadi ketidaksesuaian pada sebuah iklan. Pendapat dikemukakan oleh Raskin (1985) bahwa resolution yaitu resolusi diposisikan sebagai sebuah sebuah cara untuk mengevaluasi humor pada sebuah pesan dalam iklan. Ease of resolution dihipotesiskan untuk memoderasi
hubungan
surprise-perceived humor, dengan demikian hipotesis yang dirumuskan untuk menjelaskan hal tersebut adalah: H4: ease of resolution memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor Surprise berperan untuk memediasi hubungan incongruity-humor (Alden et al., 2000), ini menunjukkan kunci hubungan antara incongruity pada sebuah iklan dengan sebuah respon akan humor yang mana juga merupakan tingkatan surprise yang dibangun oleh sebuah iklan. Jika incongruity dalam iklan dapat menghasilkan surprise bagi pemirsa, maka respon humor lebih mungkin dapat terjadi. Selanjutnya hubungan antara incongruity, surprise dan perceived humor dihipotesiskan sebagai berikut: H5:surprise memediasi pengaruh incongruity terhadap perceived humor Attitude towards the ad (Aad). Attitude towards the ad merupakan reaksi dari iklan yang langsung
19
berpengaruh signifikan pada Attitude Toward the Brand dan tidak langsung berpengaruh pada brand cognition (Brown dan Stayman 1992; McKenzie, Lutz dan Belch 1986).Weinberger dan Gulas (1992) menyatakan bahwa beberapa studi penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan antara humor dan Aad adalah bahwa humor memberikan efek positif pada Aad. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan untuk menjelaskan hal tersebut adalah: H6: perceived humor berpengaruh terhadap attitude towards the ad
C. Model Penelitian Berdasarkan 6 hipotesis yang dirumuskan, hubungan antar variabel yang
dikonsepkan
dapat
digambarkan
dalam
bentuk
model
yang
mendeskripsikan proses pengaruh incongruity, surprise dan moderator positif terhadap perceived humor dalam periklanan di televisi. (Lihat gambar II.1)
20
Degree of Incongruity H1 Schema Familiarity
surprise H3
warmth
H2 playfulness Ease of Resolution
H4
H5
Perceived Humor H6 Aad Gambar II.1 Model Penelitian Sumber: Hasil konstruksian peneliti Keterangan: Gambar II.1 menjelaskan bahwa H1 menunjukkan schema familiarity memoderasi pengaruh degree of incongruity terhadap surprise, H2 menunjukkan playfulness memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor, H3 menunjukkan warmth memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor, H4 menunjukkan ease of resolution memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor, H5 menunjukkan surprise memediasi pengaruh incongruity terhadap perceived humor, H6 menunjukkan perceived humor berpengaruh terhadap Attitude towards the ad.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel untuk menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannnya, sehingga informasi yang dihasilkan dapat dipercaya dari segi metode dan prosedur pengujiannya. Untuk mendukung upaya tersebut, ada beberapa pembahasan yang diungkap, antara lain: ruang lingkup penelitian, metode pengambilan sampel dan teknik pengumpulan data, definisi operasional dan pengukuran instrument penelitian, pengujian validitas, pengujian reliabilitas, dan metode analisis data.
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kausal atau sebab akibat yaitu tipe penelitian yang diadakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel, variabel yang satu menentukan variabel lain (Cooper & Schindler, 2006). Penelitian yang berjenis ini berusaha untuk memahami hubungan antar variabel yang dapat dibedakan menjadi variabel independen yang merupakan suatu penyebab dan variabel dependen yang merupakan akibat dari suatu fenomena. Dengan demikian, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang memberikan pemahaman (understanding), penjelasan (explaining) dan prediksi (prediction). Penelitian ini bersifat cross sectional artinya penelitian ini hanya mengambil data penelitian pada satu kurun waktu tertentu dalam rangka
21
22
menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2003). Model yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak didesain untuk menangkap perubahan yang terjadi yang dikarenakan oleh pergeseran waktu. Fenomena ini kemungkinan berdampak pada ketidakmampuan model untuk digunakan sebagai alat prediksi jika asumsi dasar berubah seiring dengan pergeseran waktu yang terjadi. Oleh karena itu, untuk menggeneralisasi studi ini pada waktu yang berbeda diperlukan kehati-hatian untuk mencermati faktor-faktor eksternal yang berubah yang dapat menginflasi model. Dalam studi ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik survei, sehingga data yang terkumpul merupakan informasi yang bersumber pada fenomena riil yang diamati dengan peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden (Indriantoro & Bambang Supomo, 1993). Teknik ini dipandang relevan dalam studi ini sebab diperkirakan dapat memberikan dukungan terhadap pengujian konsep yang bersifat konfirmasi. Dengan demikian, teknik ini relatif efektif utnuk menghasilkan model prediksi yang valid untuk menjelaskan fenomena yang diuji.
B. Metode Pengambilan Sampel Dan Teknik Pengumpulan Data Target populasi dalam studi ini adalah calon konsumen yang mempunyai ketertarikan dengan terhadap iklan Im3. Sampel diambil dari mahasiswa yang mempunyai ketertarikan terhadap iklan Im3 dan berdomosili di Surakarta. Sampel diambil dari mahasiswa dikarenakan sudah cukup mewakili populasi dalam keterbatasannya pada konteks yang mempunyai
23
ketertarikan dengan iklan Im3. Pemilihan daerah tersebut didasarkan pada pertimbangan untuk membatasi ruang lingkup penelitian, sehingga hasilnya diharapkan dapat menjelaskan fenomena yang diteliti. Sedangkan sampel diambil sebanyak 100 responden yang merupakan bagian dari populasi yang representatif atau mewakili karakteristik populasi (Sekaran, 2003) Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan desain non probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiono, 2004). Dengan melihat karakteristik populasi yang ada dan tujuan penelitian ini, maka penentuan responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling, yakni dengan memilih responden anggota populasi yang memenuhi kriteria tertentu yaitu yang telah menonton iklan Im3 versi “Online bangeets! Tanpa batas” yang ditayangkan di televisi dengan model utama Saykoji serta Adly Fairus dan Pevita Pierce sebagai model pendukungnya, responden memiliki ketertarikan terhadap iklan Im3 dan selanjutnya responden berdomisili di Surakarta. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui survey yang dilakukan kepada responden dengan mewawancarainya secara langsung yang dipandu kuesioner yang telah didesain. Teknik ini dapat menghasilkan data dari konsumen riil sehingga data yang didapat akurat.
24
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Instrumen Penelitian Incongruity. Incongruity didefinisi sebagai ketidaksesuaian antara harapan dan tujuan terhadap nilai (ukuran) dalam sebuah gurauan (Schultz, 1972 dalam Newton, Geraldine R & Thomas Dowd, 1990). Sedangkan degree of incronguity adalah tingkat kesesuaian antara harapan dan tujuan terhadap iklan, dalam hal kepercayaan,sikap ataupun perilaku pemirsa terhadap iklan. Terdapat dua hal yang terdapat dalam incongruity yaitu expectancy dan relevancy (Heckler dan Childers, 1992). Expectancy ialah tingkat informasi yang terdapat pada pola yang sudah ada dari contoh adegan yang dimunculkan oleh sebuah iklan. Relevancy adalah tingkat dimana informasi mendukung identifikasi pesan utama yang dikomunikasikan oleh iklan. Incongruity dioperasionalisasi dengan menggunakan indikan-indikan sebagai berikut: (1) ketidaksesuaian antara harapan terhadap model yang digunakan dalam iklan, (2) ketidaksesuaian antara harapan terhadap objek yang digunakan dalam iklan, (3) ketidakesesuaian antara harapan terhadap adegan dengan isi pesan, (4) ketidakesesuaian antara harapan terhadap isi pesan dalam iklan. Masing masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert (1= sangat tidak setuju sampai dengan 5= sangat setuju). Surprise. Surprise adalah perasaan senang sekejap yang timbul ketika mengalami kejadian yang tak terduga atau yang tak diharapkan (Izard, 1977). Lebih lanjut dijelaskan surprise sebagai suatu perasaan sesaat yang muncul pada saat mengalami kejutan-kejutan yang tak terduga/situasi yang tidak diharapkan (Meyer 1986; Meyer 1991).
25
Surprise dioperasionalisasi dengan menggunakan indikasi-indikasi sebagai berikut: (1) tingkat keterkejutan penonton terhadap model iklan, (2) tingkat keterkejutan penonton terhadap objek iklan, (3) tingkat keterkejutan penonton terhadap adegan dalam iklan, (4) tingkat keterkejutan penonton terhadap isi pesan dalam iklan. Masing masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert (1= sangat tidak setuju sampai dengan 5= sangat setuju). Schema familiarity. Schema familiarity diartikan sebagai tingkat pengenalan penonton terhadap iklan yang ditunjukkan. Schema familiarity dioperasionalisasi dengan menggunakan indikanindikan sebagai berikut: (1) tingkat kefamiliaran penonton terhadap model iklan, (2) tingkat kefamiliaran penonton terhadap objek iklan, (3) tingkat kefamiliaran penonton terhadap adegan dalam iklan, (4) tingkat kefamiliaran penonton terhadap isi pesan yang terkandung dalam iklan. Masing masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert (1= sangat tidak setuju sampai dengan 5 = sangat setuju). Playfulness. Playfulness didefinisi sebagai tingkat rasa senang yang melibatkan penonton dan menimbulkan kepuasan tersendiri (Glynn dan Webster, 1992). Dalam hal ini playfulness muncul untuk membangkitkan respon akan sebuah humor Playfulness dioperasionalisasi dengan menggunakan indikan-indikan sebagai berikut: (1) tingkat kesenangan ketika melihat model iklan, (2) tingkat kesenangan ketika melihat objek iklan, (3) tingkat kesenangan ketika melihat
26
adegan-adegan dalam iklan, (4) tingkat kesenangan ketika mengetahui isi pesan dalam iklan. Masing masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert (1= sangat tidak setuju sampai dengan 5= sangat setuju). Perceived humor. Perceived humor diartikan sebagai persepsi individu terhadap sebuah humor yang dapat ditangkap dalam sebuah iklan, selanjutnya pemirsa diharapkan memberikan respon pada iklan humor tersebut. Persepsi dari iklan pada humor merupakan faktor penting yang mempengaruhi efektivitas iklan. Perceived humor dioperasionalisasi dengan indikan-indikan sebagai berikut: (1) tingkat kelucuan pada model yang digunakan dalam iklan, (2) tingkat kelucuan pada objek iklan, (3) tingkat kelucuan pada adegan-adegan iklan (4) tingkat kelucuan isi pesan dalam iklan. Masing masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert (1= sangat tidak setuju sampai dengan 5= sangat setuju ). Warmth. Warmth didefinisi sebagai reaksi positif yang menimbulkan perasaan yang nyaman di hati (Aaker, Stayman dan Hagerty, 1986). Warmth yang ditimbulkan oleh iklan dapat mempengaruhi sikap konsumen terhadap iklan (Edell & Burke, 1987; Holbrookke & Batra, 1987). Warmth dioperasionalisasi dengan menggunakan indikan-indikan sebagai berikut: (1) tingkat kehangatan yang ditimbulkan oleh model iklan, (2) tingkat kehangatan yang ditimbulkan oleh objek iklan, (3) tingkat kehangatan terhadap adegan-adegan yang ditampilkan dalam iklan, (4) tingkat kehangatan isi pesan dalam iklan. Masing masing item diukur dengan
27
menggunakan 5 point skala Likert (1= sangat tidak setuju sampai dengan 5= sangat setuju). Ease of resolution. Ease of resolution merupakan tingkat kemudahan individu dalam menguraikan situasi ketika terjadi ketidaksesuaian pada sebuah iklan. Pendapat dikemukakan oleh Raskin (1985) bahwa resolution yaitu resolusi diposisikan sebagai sebuah sebuah cara untuk mengevaluasi humor pada sebuah pesan dalam iklan. Ease of resolution dioperasionalisasi dengan menggunakan indikanindikan sebagai berikut: (1) tingkat kemudahan dalam memecahkan keputusan pembelian dikarenakan model yang digunakan dalam iklan, (2) tingkat kemudahan dalam memecahkan keputusan karena objek yang digunakan dalam iklan, (3) tingkat kemudahan dalam memecahkan keputusan karena adegan yang ditampilkan dalam iklan, (4) tingkat kemudahan dalam memecahkan keputusan karena isi pesan yang terkandung dalam iklan. Masing masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert (1= sangat tidak setuju sampai dengan 5 = sangat setuju). Attitude towards the ad (Aad). Attitude towards the ad merupakan hasil dari iklan yang langsung berpengaruh signifikan pada Attitude Toward the Brand dan tidak langsung berpengaruh pada brand cognition (Brown dan Stayman 1992; McKenzie, Lutz dan Belch 1986). Attitude towards the ad (Aad) dioperasionalisasi dengan menggunakan indikan-indikan sebagai berikut: (1) tingkat kesukaan terhadap model iklan, (2) tingkat kesukaan terhadap objek yang diiklankan, (3) tingkat kesukaan
28
terhadap adegan-adegan dalam iklan, (4) tingkat kesukaan terhadap isi pesan dalam iklan. Masing masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert (1= sangat tidak setuju sampai dengan 5= sangat setuju ). Attitude towards the Brand (Abr). Attitude towards the Brand (Abr)Sikap terhadap produk (attitude toward the brand) adalah evaluasi menyeluruh terhadap suatu produk yang diiklankan yang meliputi kemampuan produk tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam hal ini iklan Im3 versi”Online bangeets!” memperkenalkan produk kartu perdana dengan inovasi terbarunya yaitu tarif internet hemat, facebook bisa seharian, bisa Yahoo Masanger tanpa henti dan dapat download aplikasi tanpa kuatir pulsa jebol Attitude
towards
the
Brand
(Abr)
dioperasionalisasi
dengan
menggunakan indikan-indikan sebagai berikut: (1) tingkat kesukaan terhadap kartu perdana Im3 yang mempunyai tarif internet hemat, (2) tingkat kesukaan terhadap kartu perdana Im3 karena bisa facebook seharian, (3) tingkat kesukaan terhadap kartu perdana Im3 karena bisa YM seharian (4) tingkat kesukaan terhadap kartu perdana Im3 yang bisa download aplikasi seharian. Masing masing item diukur dengan menggunakan 5 point skala Likert (1= sangat tidak setuju sampai dengan 5= sangat setuju ).
D. Teknik Pengujian Instrumen Pengujian instrumen meliputi uji validitas dan uji reliabilitas. Data yang digunakan adalah data hasil uji coba terhadap 100 responden, Penentuan
29
jumlah sampel ini didasarkan pada pertimbangan informasi dari aspek kualitas responden yang lebih diutamakan dan aspek kriteria minimal uji kelayakan dalam penganalisisan data sesuai dengan metode statistik yang dipilih, yaitu metode Regresi Linear Berganda. Perhitungan uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16 dan diuji dengan taraf signifikansi 0,05. 1. Uji Validitas Validitas menyatakan tingkat kemampuan suatu item instrumen untuk mengukur variabel yang hendak diukur. Validitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan teknik Confirmatory Analysis Factor (CFA). Teknik ini digunakan untuk menguji apakah penyusunan suatu instrumen sudah tepat dengan cara memeriksa ketepatan pengelompokan tiap-tiap item pada variabel-variabel yang diukur. Dengan teknik ini jumlah faktor (kelompok yang menyatakan variabel) sudah ditentukan yaitu sebanyak variabel yang diteliti, bukan berdasarkan Eigen Value. Proses ekstraksi faktor dilakukan dengan metode Principal Component Analysis. CFA, sebagaimana analisis faktor umumnya, memiliki uji kelayakan data yaitu Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (uji KMO) dan Bartlett’s Test of Sphericity (uji Bartlett). Sekelompok data dikatakan layak dianalisis faktor apabila memiliki nilai KMO > 0,5 dan nilai signifikansi uji Bartlett < 0,05.
30
Berdasarkan konsep analisis faktor, suatu item dikatakan valid apabila mengelompok pada satu faktor dengan item lain yang mengukur variabel yang sama dan tidak mengelompok pada faktor atau variabel lain. Secara matematis, suatu item dikatakan valid apabila memiliki factor loading > 0,4 hanya pada satu faktor dan pada faktor tersebut hanya terdapat atau didominasi item-item yang mewakili variabel yang sama (Ghozali, 2005). 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas menyatakan derajat kehandalan atau konsistensi dari instrumen. Sekumpulan item instrumen (yang mengukur suatu variabel) dikatakan reliabel apabila mampu melakukan pengukuran berulang-ulang dengan hasil yang konsisten. Reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan koefisien Cronbach’s Alpha. Indikator pengukuran reliabilitas berdasar pada asumsi Suharsimi Arikunto dalam Kurniawan (2000) yang membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut: 1. 0,8 – 1
= reliabilitas sangat tinggi
2. 0,6 – 0,799
= reliabilitas tinggi
3. 0,4 – 0,599
= reliabilitas rendah
4. 0,2 – 0,399
= reliabilitas sangat rendah
E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan meliputi metode regresi linier
31
ganda dan korelasi bivariat Pearson’s Product Moment. Keseluruhan perhitungan regresi dan korelasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16 dan diuji dengan taraf signifikansi 0,05. 1. Regresi Linier Metode regresi linier merupakan metode untuk menganalisis hubungan antara sebuah variabel dependen dengan sebuah variabel independen (Simple Regression) atau dengan dua atau lebih variabel independen (Multiple Regression). Bentuk umum model regresi linier adalah sebagai berikut (Ghozali, 2005). Y = a + bX
(sederhana)
Y = a + b1X1 + b2X2 + ….. + bkXk
(ganda)
Untuk mengetahui signifikansi model regresi baik secara keseluruhan maupun parsial (konstanta dan koefisien regresi) dilakukan pengujian statistik meliputi uji F dan uji t. Suatu model atau suatu koefisien regresi dikatakan signifikan apabila pengujian statistik menghasilkan signifikansi < 0,05. Dalam penelitian ini suatu variabel dikatakan berpengaruh terhadap variabel dependen apabila koefisien regresi variabel yang bersangkutan signifikan berdasarkan uji t. Dalam penelitian ini metode regresi digunakan dalam dua jenis analisis hubungan yaitu analisis moderasi dan analisis mediasi. a. Analisis Moderasi Analisis moderasi dilakukan dengan metode regresi yang melibatkan variabel moderator yaitu variabel yang memperjelas
32
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam model variabel moderator diperlakukan sebagai prediktor (sebagaimana variabel independen), kemudian ditambahkan prediktor baru berupa interaksi variabel independen dengan variabel moderator yang diperoleh dari hasil perkalian data kedua variabel. Berikut adalah bentuk umum model regresi untuk analisis moderasi (Ghozali, 2005). Y = a + b1X1 + b2 X2 + b3 X1X2 dimana: Y
= variabel dependen
a
= konstanta
b1, b2, b3 = koefisien regresi X1
= variabel independen
X2
= variabel moderator
X1X2
= interaksi independen dan moderator
Suatu variabel moderator dikatakan memoderasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen apabila koefisien regresi dari interaksinya dengan variabel independen (b3) menurut uji t berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini analisis moderasi dilakukan dalam dua model yaitu: (1) moderasi schema familiarity pada pengaruh degree of incongruity terhadap surprise, dan
33
(2) moderasi warmth, playfulness, dan ease of resolution pada pengaruh surprise terhadap perceived humor. b. Analisis Mediasis Analisis mediasi dilakukan dengan metode regresi yang melibatkan variabel mediator yaitu variabel yang menjembatani pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen atau menjadi penghubung kedua variabel. Analisis mediasi diselesaikan dengan konsep analisis jalur (Path Analysis) yaitu dengan melakukan analisis regresi terhadap model-model penyusun jalur hubungan sebagai berikut (Ghozali, 2005). (1) Y = a + bX (2) M = a + bX (3) Y = a + bM (4) Y = a + b1X + b2M dimana: Y = variabel dependen X = variabel independen M = variabel mediator Suatu variabel mediator dikatakan memediasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut (Alden et al., 2000). (1) variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (diuji dengan model pertama)
34
(2) variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel mediator (diuji dengan model kedua) (3) variabel mediator berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (diuji dengan model ketiga) (4) pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen berkurang secara signifikan apabila variabel mediator dimasukkan ke dalam model (diuji dengan model pertama dan keempat) Syarat pertama hingga ketiga merupakan syarat awal
yang
memungkinkan terjadinya hubungan mediasi, sedangkan syarat keempat merupakan syarat untuk benar-benar adanya hubungan mediasi. Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dinyatakan dengan kuadrat nilai beta (standardized coefficient). Dalam penelitian ini analisis mediasi dilakukan pada model mediasi surprise pada pengaruh degree of incongruity terhadap perceived humor. Pengujian Asumsi Klasik Pada dasarnya metode regresi linier merupakan teknik analisis hubungan dengan outcome utama berupa model persamaan linier yang menyatakan hubungan variabel dependen dengan variabel independen. Dengan persamaan tersebut nilai variabel dependen dapat diprediksi berdasarkan nilai variabel independen. Untuk mengetahui apakah model yang diperoleh termasuk prediktor yang baik (BLUE/Best Linear Unbiased Estimator) perlu dilakukan serangkaian pengujian data. Model
35
regresi mensyaratkan paling tidak 4 uji yang dikenal dengan pengujian asumsi klasik. a. Uji Normalitas Pengujian normalitas dilakukan terhadap data residual. Model regresi yang baik seharusnya memiliki residual yang berdistribusi normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan metode One Sample KolmogorovSmirnov Test. Data residual dikatakan berdistribusi normal apabila pengujian menghasilkan signifikansi > 0,05. b. Uji Autokorelasi Autokorelasi menyatakan kecenderungan atau tren atau hubungan antara satu nilai residual ke nilai residual berikutnya. Gejala ini umumnya terjadi pada data time series. Autokorelasi merupakan penyebab utama ketidakacakan data sampel yang tentu saja akan berakibat pada model regresi yang tidak baik. Autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Durbin-Watson. Nilai statistik uji dibandingkan dengan suatu angka kritis batas atas Durbin-Watson yang disebut DU. Suatu model regresi dikatakan tidak mengalami gejala autokorelasi apabila nilai statistik Durbin-Watson berada pada DU < D < 4 – DU. c. Uji Multikolinieritas Model regresi, sesuai konsepnya, seharusnya terdiri dari variabelvariabel independen yang berkorelasi dengan variabel dependen bukan dengan variabel independen lainnya. Korelasi signifikan antar variabel-variabel
independen
inilah
yang
disebut
sebagai
36
multikolinieritas. Multikolinieritas dapat diketahui dengan mudah berdasarkan analisis korelasi bivariat antara dua variabel independen (interaksi tidak diperhitungkan). Korelasi dapat dihitung dengan metode Pearson’s Product Moment. Tidak terjadi multikolinieritas apabila tidak terdapat hubungan yang signifikan antar variabel independen. d. Uji Heteroskedastisitas Sebagaimana model linier lainnya (misalnya Anova) akurasi model regresi ditentukan salah satunya oleh derajat homogenitas variasi (keragaman, penyebaran) nilai-nilai variabel dependen antar node (nilai atau kelompok) variabel independen. Heteroskedastisitas (hetero = berbeda, skedastik = menyebar) merupakan gejala ketidakseragaman variasi antar kelompok residual dalam suatu model regresi, yang menyebabkan penurunan akurasi model terkait fluktuasi error. Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan uji Park. Pengujian ini pada dasarnya adalah uji t untuk koefisien regresi pada model dengan variabel-variabel independen seperti pada model regresi utama, hanya saja variabel dependen diganti dengan nilai logaritma natural (Ln) dari kuadrat residual yang diperoleh dari model regresi utama.
Suatu
model
regresi
dikatakan
mengalami
gejala
heteroskedastisitas apabila berdasarkan uji t ada variabel independen (prediktor) yang berpengaruh signifikan terhadap dependen yaitu logaritma natural dari kuadrat residual.
37
2. Korelasi Bivariat Korelasi bivariat (dengan metode Pearson’s Product Moment) digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel (tanpa perlu diketahui mana variabel independen dan mana variabel dependen). Korelasi bivariat merupakan salah satu komponen dasar analisis regresi sederhana. Angka koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan, sedangkan tandanya menyatakan arah hubungan. Dua variabel yang dianalisis dikatakan memiliki hubungan yang signifikan apabila nilai signifikansi koefisien korelasinya < 0,05. Analisis korelasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara perceived humor dengan attitude towards the ad.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini bertujuan untuk mengungkap hasil analisis data penelitian dan pembahasannya. Langkah pertama yang dilakukan adalah pengujian instrumen penelitian meliputi uji validitas dan reliabilitas yang bertujuan untuk mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya, serta mengukur kehandalan atau konsistensi internal dari suatu instrumen penelitian. Hal ini dilakukan untuk menjamin kebenaran kualitas data penelitian yang diperoleh. Pembahasan selanjutnya adalah menginterpretasi hasil pengujian yang dilakukan. Namun sebelumnya, bab ini menjelaskan hasil analisis statistik deskriptif untuk memahami profil responden yang distudi. Dengan demikian, bab ini memfokuskan 4 sub bahasan yaitu: analisis statistik deskriptif,
analisis instrumen penelitian, dan analisis data penelitian
(Regresi Linier Berganda) serta pembahasan hasil-hasil hipotesis. Berikut adalah penjelasannya.
A. Analisis Statistik Deskriptif Analisis
statistik
deskriptif
dimaksudkan
untuk
mengetahui
karakteristik dan karakter responden terhadap item-item pertanyaan dalam kuesioner melalui tabel IV.1 hal ini dimaksudkan untuk mengetahui beckground faktor.
38
39
Tabel IV.1 Statistik Deskriptif N
Minimum
Maximum
Mean
Ukuran
21,57
Std Deviation 2,671
Age
100
17
26
Gender
100
0
1
0,40
0,492
1= Pria 0= Wanita
Income
100
1
3
1,78
0,629
1= <500ribu 2= 500ribu-1 juta 3= 1juta-2juta 4= 2juta-3juta 5= >3juta
Valid N
100
Tahun
Sumber: Data primer yang diolah, 2010
Dari tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa usia responden 22 tahun (mean 21,57). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang berumur 22 tahun lebih mendominasi penelitian. Dalam pengujian statistik deskriptif ini jumlah responden yang berjenis kelamin wanita nilai (mean 0,40) mengindikasi bahwa jenis kelamin wanita lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lakilaki. Dapat disimpulkan pula bahwa responden yang mempunyai tingkat pendapatan (income) Rp 500.000-1.000.000, lebih mendominasi, yang terbukti dengan nilai mean (1,78) yang lebih mendekati 2. Sub bahasan berikut menjelaskan mengenai analisis uji instrumen penelitian yang terdiri dari uji validitas dan reliabilitas berikut ini.
B. Analisis Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Uji validitas bertujuan menjelaskan ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen
40
dianggap memiliki validitas tinggi jika dapat memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan tujuannya. Pengujian validitas dilakukan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA), serta setiap item pertanyaan
harus
mempunyai
factor
loading
yang
≥
0,40
(Hair et al., 1998). Dari pengujian semua variabel melalui confirmatory factor analysis, menunjukkan convergent validity yang diterima apabila semua item mempunyai factor loading ≥ 0,40 dan signifikan pada taraf signifikansi 0,05. Hasil uji kelayakan data untuk analisis faktor dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel IV.2 Hasil Uji Kelayakan Analisis Faktor KMO
0,611
Bartlett’s Test of Sphericity Chi Square
Sig.
1,855E3
0,000
Sumber: Data Primer diolah, 2010 Berdasarkan tabel IV.2 diperoleh nilai KMO lebih besar dari 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa data secara keseluruhan layak dianalisis faktor. Kesimpulan ini juga didukung dengan nilai signifikansi uji Bartlett yang lebih kecil dari 0,05. Metode Principal Component Analysis mengekstrak 32 item menjadi 9 faktor berdasarkan nilai Eigen Value. Meskipun begitu sesuai dengan tujuan analisis maka 32 item diekstrak ke dalam 8 faktor. Besarnya sumbangan variansi (factor loading) dan penyebaran 32 item setelah hasil
41
analisis faktor dirotasi dengan metode Varimax diperlihatkan pada tabel IV.3 berikut Tabel IV.3 Hasil Analisis Faktor Variabel
Item
Faktor 1
Incongruity
Surprise
Familiarity
Humor
Warmth
Playfulness
Resolution
Aad
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2
3
4
5
6
7
8 0,834 0,716 0,694 0,665
0,619 0,785 0,816 0,807 0,810 0,838 0,803 0,796 0,804 0,839 0,830 0,873 0,890 0,913 0,834 0,921 0,787 0,819 0,807 0,630 0,753 0,774 0,781 0,798 0,867 0,861 0,811 0,868
Sumber: Data Primer diolah, 2010
Berdasarkan tabel IV.3 diketahui bahwa semua item memiliki factor loading di atas 0,4 dan setiap item mengelompok dengan item lain yang sekategori. Hal ini menunjukkan bahwa semua item termasuk valid.
42
2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan berdasarkan koefisien Alpha Cronbach. Hasil pengujian reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel IV.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Item yang dipertahankan
Koefisien Alpha
Incongruity
4
0,735
Surprise
4
0,750
Familiarity
4
0,839
Humor
4
0,871
Warmth
4
0,915
Playfulness
4
0,748
Resolution
4
0,772
Aad
4
0,880
Sumber: Data Primer diolah, 2010
Berdasarkan tabel IV.4 diketahui bahwa semua variabel minimal memiliki reliabilitas dengan kategori tinggi. Variabel incongruity, surprise, playfulness, dan resolution memiliki koefisien alpha di atas 0,6 (tetapi masih di bawah 0,8) sehingga termasuk memiliki reliabilitas tinggi atau dengan kata lain memiliki konsistensi internal yang baik. Variabel familiarity, humor, warmth dan aad memiliki koefisien alpha di atas 0,8 sehingga termasuk memiliki reliabilitas yang sangat tinggi atau dengan kata lain memiliki konsistensi internal yang sangat baik. Item yang dipertahankan untuk masing-masing variabel adalah sebanyak 4, artinya semua item dalam kuesioner dipertahankan (tidak ada yang dibuang).
43
Dengan demikian semua item instrumen yang mengukur 8 variabel dapat digunakan untuk mengumpulkan data.
C. Analisis Data Penelitian (analisis regresi berganda) dan Pembahasan Hipotesis 1. Moderasi Familiarity pada Pengaruh Incongruity terhadap Surprise Hipotesis pertama dapat diuji dengan melakukan analisis regresi ganda dengan surprise sebagai variabel dependen. Adapun variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi adalah incongruity, familiarity, dan interaksi keduanya yang diperoleh dari hasil perkalian nilai-nilai kedua variabel tersebut. Ringkasan hasil analisis regresi ganda untuk hipotesis pertama dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel IV.5 Hasil Analisis Regresi Ganda Pengujian Hipotesis I Variabel
Standardized Beta Coefficient
T
p
Incongruity
–0,349
–0,921
0,359
Familiarity
–0,513
–1,643
0,104
Incongruity X Familiarity
1,366
2,614
0,010
Sumber : Data Primer diolah, 2010
Dari tabel IV.5 diperoleh bahwa uji t untuk koefisien regresi variabel incongruity (p = 0,359) dan familiarity (p = 0,104) menunjukkan signifikansi atau p-value lebih besar dari a = 0,05. Dengan demikian disimpulkan bahwa incongruity dan familiarity masing-masing tidak berpengaruh signifikan secara langsung terhadap surprise (dalam hal
44
keduanya berada dalam satu model analisis). Hal ini memungkinkan kondisi bahwa salah satu merupakan variabel independen (dalam hal ini incongruity) yang memerlukan lainnya sebagai variabel moderator (dalam hal ini familiarity). Uji t untuk koefisien regresi interaksi incongruity dan familiarity menunjukkan signifikansi atau p-value sebesar 0,010. Oleh karena signifikansi lebih kecil dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa interaksi kedua variabel berpengaruh signifikan terhadap surprise. Hal ini mendukung hipotesis pertama yang menyatakan bahwa familiarity memoderasi pengaruh incongruity terhadap surprise. Pengujian Asumsi Klasik Untuk mengetahui apakah model regresi yang diperoleh dan digunakan untuk menguji hipotesis pertama termasuk kategori BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yaitu model dengan penduga yang tidak bias, maka perlu dilakukan pengujian asumsi klasik. Pengujian ini memberikan jaminan (secara statistik) bahwa model regresi yang diperoleh (termasuk pengujian hipotesisnya) memiliki hasil yang akurat. 1. Uji Normalitas Pengujian normalitas dilakukan terhadap data residual. Model regresi yang baik seharusnya memiliki residual yang berdistribusi normal. Berdasarkan uji normalitas dengan One Sample KolmogorovSmirnov Test diperoleh signifikansi atau p-value sebesar 0,358. Oleh
45
karena nilai signifikansi lebih besar dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa data residual berdistribusi normal. 2. Uji Autokorelasi Autokorelasi menyatakan kecenderungan atau tren atau hubungan antara satu nilai residual ke nilai residual berikutnya. Gejala ini umumnya terjadi pada data time series. Autokorelasi merupakan penyebab utama ketidakacakan data sampel yang tentu saja akan berakibat pada model regresi yang tidak baik. Berdasarkan uji DurbinWatson diperoleh nilai statistik sebesar 2,063. Adapun nilai kritis DU (Upper Critical Value for Durbin-Watson Test) untuk model regresi dengan 3 variabel independen (k = 4) dan jumlah data sebanyak 100 adalah sebesar 1,736. Oleh karena nilai statistik Durbin-Watson yang diperoleh berada pada rentang nilai DU < D < 4 – DU (1,736 < 2,063 < 2,264) maka disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi nilai residual dalam model. 3. Uji Multikolinieritas Model regresi, sesuai konsepnya, seharusnya terdiri dari variabel-variabel independen yang berkorelasi dengan variabel dependen bukan dengan variabel independen lainnya. Korelasi signifikan antar variabel-variabel independen inilah yang disebut sebagai multikolinieritas. Multikolinieritas dapat diketahui dengan mudah berdasarkan analisis korelasi bivariat antara dua variabel independen (interaksi tidak diperhitungkan). Dengan metode korelasi
46
Pearson’s Product Moment diketahui bahwa signifikansi korelasi antara incongruity dan familiarity adalah sebesar 0,101, lebih besar dari a = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi tidak mengalami masalah multikolinieritas. 4. Uji Heteroskedastisitas Sebagaimana model linier lainnya (misalnya Anova) akurasi model regresi ditentukan salah satunya oleh derajat homogenitas variasi (keragaman, penyebaran) nilai-nilai variabel dependen antar node (nilai atau kelompok) variabel independen. Heteroskedastisitas (hetero = berbeda, skedastik = menyebar) merupakan gejala ketidakseragaman variasi antar kelompok residual dalam suatu model regresi, yang menyebabkan penurunan akurasi model terkait fluktuasi error. Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan uji Park. Pengujian ini pada dasarnya adalah uji t untuk koefisien regresi pada model dengan variabel-variabel independen seperti pada model regresi utama, hanya saja variabel dependen diganti dengan nilai logaritma natural (Ln) dari kuadrat residual yang diperoleh dari model regresi utama. Tabel VI.6 Hasil Uji Park Model Regresi Untuk Hipotesis I Variabel Incongruity Familiarity Incongruity X Familiarity Sumber : Data Primer diolah, 2010
t
P
–0,026 0,157 –0,512
0,979 0,875 0,610
Berdasarkan tabel IV.6 diketahui bahwa uji t terhadap ketiga koefisien regresi model uji Park menghasilkan signifikansi atau
47
p-value lebih besar dari a = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa dalam model regresi utama tidak terdapat heteroskedastisitas. 2. Moderasi Warmth, Playfulness, Resolution pada Pengaruh Surprise terhadap Perceived Humor Hipotesis kedua hingga keempat diuji dengan melakukan analisis regresi ganda dengan perceived humor sebagai variabel dependen. Adapun variabel independen yang dimasukkan ke dalam model adalah surprise, warmth, playfulness, resolution, dan tiga interaksi satu arah yaitu surprise dan warmth, surprise dan playfulness, surprise dan resolution. Ringkasan hasil analisis regresi ganda untuk hipotesis kedua hingga keempat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel VI.7 Hasil Analisis Regresi Ganda Pengujian Hipotesis II – IV Variabel
Standardized Beta Coefficient
t
p
Surprise
–2,078
–4,111
0,000
Warmth
–0,413
–1,777
0,079
Playfulness
–0,347
–1,217
0,227
Resolution
–0,440
–1,813
0,073
Surprise X Warmth
1,159
3,403
0,001
Surprise X Playfulness
1,107
2,662
0,009
Surprise X Resolution
1,137
3,059
0,003
Sumber : Data Primer diolah, 2009
Dari tabel IV.7 diketahui bahwa keempat variabel independen tunggal (surprise, warmth, playfulness, resolution) memiliki nilai statistik uji t bertanda negatif dan hanya surprise yang memiliki signifikansi atau
48
p-value lebih kecil dari a = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa apabila dianalisis dalam satu model dengan menyertakan interaksi satu arah dengan surprise maka keempat variabel tersebut berkontribusi negatif terhadap perceived humor (mengurangi kontribusi total keseluruhan model). Informasi yang lebih penting yang diperoleh dari tabel IV.7 adalah hasil uji t terhadap koefisien interaksi variabel surprise dengan ketiga variabel lainnya. Berikut adalah rinciannya: 1. Signifikansi uji t interaksi surprise dengan warmth adalah sebesar 0,001. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa interaksi kedua variabel berpengaruh signifikan terhadap perceived humor. Hal ini mendukung hipotesis kedua yang menyatakan bahwa warmth memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor. 2. Signifikansi uji t interaksi surprise dengan playfulness adalah sebesar 0,009. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa interaksi kedua variabel berpengaruh signifikan terhadap perceived humor. Hal ini mendukung hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa playfulness memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor. 3. Signifikansi uji t interaksi surprise dengan resolution adalah sebesar 0,003. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa interaksi kedua variabel berpengaruh signifikan
49
terhadap perceived humor. Hal ini mendukung hipotesis keempat yang menyatakan bahwa resolution memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor. Dengan mengabaikan warmth, playfulness, dan resolution (karena ketiganya tidak berpengaruh signifikan terhadap perceived humor) maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh surprise secara langsung lebih kecil dibandingkan apabila dimoderasi dengan ketiga variabel lain atau dengan kata lain moderasi positif warmth, playfulness, dan resolution (nilai t ketiganya bertanda positif) memperkuat pengaruh surprise terhadap perceived humor. Pengujian Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test terhadap residual model regresi untuk hipotesis II – IV menghasilkan signifikansi atau p-value sebesar 0,492. Oleh karena signifikansi lebih besar dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa model memiliki residual yang berdistribusi normal. 2. Uji Autokorelasi Uji Durbin-Watson menghasilkan nilai statistik sebesar 2,073. Nilai kritis DU untuk pengujian terhadap model dengan variabel independen sebanyak 7 (k = 8) dan jumlah data sebanyak 100 adalah sebesar 1,826. Oleh karena nilai statistik yang diperoleh berada pada
50
rentang DU < D < 4 – DU (1,826 < 2,073 < 2,184) maka disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada residual dari model. 3. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas dilakukan dengan menghitung koefisien dan signifikansi korelasi antar variabel independen. Tabel IV.8 berikut menunjukkan matriks korelasi antara surprise, warmth, playfulness, dan resolution. Tabel VI.8 Matriks Korelasi Surprise, Warmth, Playfulness, dan Resolution
Surprise
Surprise
Warmth
Playfulness
Resolution
-
–0,099 (p = 0,325)
0,047 (p = 0,645)
0,035 (p = 0,732)
-
0,124 (p = 0,219)
0,066 (p = 0,511)
-
0,096 (p = 0,342)
Warmth Playfulness Resolution
-
Sumber : Data Primer diolah, 2009
Dari tabel IV.8 diketahui bahwa angka-angka koefisien korelasi antar variabel independen relatif kecil dengan signifikansi semuanya lebih besar dari a = 0,05. Dengan demikian disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antar variabel independen atau dengan kata lain tidak terdapat multikolinieritas dalam model.
51
4. Uji Heteroskedastisitas Ringkasan hasil uji Park terhadap model untuk hipotesis II – IV disajikan pada tabel IV.9 berikut. Tabel VI.9 Hasil Uji Park Model Regresi Untuk Hipotesis II – IV Variabel
t
p
Surprise
–0,318
0,751
Warmth
0,201
0,842
Playfulness
0,554
0,581
Resolution
–0,481
0,632
Surprise X Warmth
–0,085
0,933
Surprise X Playfulness
–0,312
0,755
Surprise X Resolution
0,889
0,376
Sumber : Data Primer diolah, 2009
Berdasarkan tabel IV.9 diketahui bahwa uji t terhadap ketujuh koefisien regresi model uji Park menghasilkan signifikansi atau pvalue lebih besar dari a = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa dalam model regresi utama tidak terdapat heteroskedastisitas. 3. Mediasi Surprise pada Pengaruh Incongruity terhadap Perceived Humor Hipotesis kelima dapat diuji dengan melakukan prosedur analisis jalur (Path Analysis) yaitu melakukan analisis regresi terhadap beberapa jalur hubungan untuk mengetahui perbandingan pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung (melalui suatu variabel mediator). Adapun untuk menguji apakah surprise memediasi pengaruh incongruity
52
terhadap perceived humor (incongruity – surprise – perceived humor) maka dilakukan
diperlukan empat syarat analisis hubungan-hubungan
(Baron & Kenny 1986) yaitu pertama, incongruity mempunyai pengaruh langsung terhadap surprise. Kedua, surprise berpengaruh langsung terhadap perceived humor. Ketiga, incongruity berpengaruh langsung pada perceived humor dan syarat terakhir agar hipotesis kelima terpenuhi adalah bahwa pengaruh incongruity terhadap perceived humor akan berkurang secara signifikan apabila surprise dimasukkan dalam model yang dijelaskan sebagai berikut: (1) Analisis pengaruh incongruity terhadap surprise Analisis regresi terhadap model hubungan ini menunjukkan bahwa signifikansi atau p-value uji t pada koefisien variabel incongruity adalah sebesar 0,000. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa pada model hubungan incongruity – surprise – perceived humor, incongruity berpengaruh signifikan terhadap surprise. (2) Analisis pengaruh surprise terhadap perceived humor Analisis regresi terhadap model hubungan ini menunjukkan bahwa signifikansi atau p-value uji t pada koefisien variabel surprise adalah sebesar 0,000. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa pada model hubungan incongruity – surprise – perceived humor, surprise berpengaruh signifikan terhadap perceived humor.
53
(3) Analisis pengaruh incongruity terhadap perceived humor Analisis regresi terhadap model hubungan ini menunjukkan bahwa signifikansi atau p-value uji t pada koefisien variabel incongruity adalah sebesar 0,001. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa pada model hubungan incongruity – surprise – perceived humor, incongruity berpengaruh signifikan terhadap perceived humor. Adapun angka koefisien beta (Standardized Beta Coefficient) untuk incongruity dalam model hubungan ini adalah sebesar 0,331. (4) Analisis pengaruh incongruity dan surprise terhadap perceived humor Analisis regresi terhadap model hubungan ini menunjukkan bahwa signifikansi atau p-value uji t pada koefisien variabel incongruity adalah sebesar 0,585. Oleh karena nilai signifikansi lebih besar dari a = 0,05 maka disimpulkan bahwa pada model hubungan incongruity – surprise – perceived humor, incongruity tidak berpengaruh signifikan terhadap perceived humor apabila surprise dimasukkan dalam model. Adapun angka koefisien beta (Standardized Beta Coefficient) untuk incongruity dalam model hubungan ini adalah sebesar 0,067. Adanya hubungan yang signifikan pada model hubungan (1), (2), dan (3) merupakan tiga dari empat syarat terpenuhinya hipotesis kelima yang menyatakan bahwa surprise menjadi mediator hubungan incongruity dengan perceived humor.
54
Syarat terakhir agar hipotesis kelima terpenuhi adalah bahwa pengaruh incongruity terhadap perceived humor akan berkurang secara signifikan apabila surprise dimasukkan dalam model sebagaimana diuraikan pada model hubungan (4). Besarnya pengaruh suatu variabel independen terhadap variabel dependen dalam suatu model regresi dinyatakan dengan nilai kuadrat dari koefisien beta (Standardized Beta Coefficient). Berikut adalah uraian perhitungan besar dan selisih pengaruh incongruity terhadap perceived humor pada model hubungan (3) yaitu tanpa surprise dan (4) yaitu dengan surprise. b tanpa surprise = 0,331 Pengaruh awal = (0,331)2 = 0,1096 b dengan surprise = 0,067 Pengaruh akhir = (0,067)2 = 0,0045 Selisih pengaruh = Pengaruh awal – Pengaruh akhir = 0,1096 – 0,0045 = 0,1051 Proporsi pengurangan pengaruh =
0,1051 ´ 100% = 95,903% 0,1096
Dari perhitungan di atas diketahui bahwa masuknya surprise ke dalam model hubungan incongruity – perceived humor menyebabkan pengurangan pengaruh incongruity terhadap perceived humor yang cukup signifikan yaitu hampir 96%. Di samping itu hasil uji t juga secara jelas memperlihatkan bahwa tanpa keterlibatan surprise, incongruity berpengaruh signifikan terhadap perceived humor. Ketika
55
surprise
dilibatkan
dalam
model,
incongruity
menjadi
tidak
berpengaruh signifikan terhadap perceived humor. Hal ini mendukung hipotesis kelima yang menyatakan bahwa surprise memediasi pengaruh incongruity terhadap perceived humor. 4. Pengaruh Perceived Humor terhadap Attitude Toward the Ad Hipotesis keenam dapat diuji secara sederhana dengan menghitung koefisien dan signifikansi korelasi antara perceived humor dengan attitude toward the ad. Analisis korelasi dengan metode Pearson’s Product Moment menunjukkan bahwa koefisien korelasi antar kedua variabel adalah sebesar 0,468 dengan signifikansi atau p-value sebesar 0,000. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari a = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa perceived humor berpengaruh signifikan terhadap attitude toward the ad, yang mana hipotesis keenam dipenuhi. Pembahasan Hasil-hasil Hipotesis Dari hasil analisis penelitian pada variabel familiarity, incongruity terhadap surprise, dapat disimpulkan bahwa hanya variabel familiarity memoderasi pengaruh incongruity yang signifikan terhadap surprise. 1. Hubungan familiarity, incongruity dan surprise Hasil pengujian analisis menunjukkan bahwa familiarity (β = 0,513; t-stat = -1,643; prob=0,104) dan incongruity (β = -0,349; t-stat = -0,921; prob=0,359) tidak berpengaruh signifikan secara langsung terhadap surprise sebagai variabel dependennya. Sedangkan apabila variabel familiarity dan incongruity diinteraksikan maka diperoleh (β =
56
1,366; t-stat = 2,6145; Prob = 0,010) yang menunjukkan bahwa kedua variabel berpengaruh signifikan terhadap surprise. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat familiarity maka akan semakin tinggi tingkatan pengaruh incongruity terhadap surprise pada pemirsa yang menyaksikan iklan Im3. Hal ini membuktikan bahwa pengenalan pemirsa terhadap iklan sangat mendukung untuk membuat suatu kejutan pada iklan sehingga menghasilkan humor (Alden et al.,2000)
2. Hubungan variabel warmth, playfulness, resolution
pada surprise
terhadap perceived humor. Hasil pengujian analisis menunjukkan bahwa variabel independen tunggal (surprise,warmth,playfulness,resolution) memiliki nilai statistik uji t bertanda negatif, yang berarti bila dianalisis dalam satu model yang nenyertakan interaksi satu arah dengan surprise maka keempat variabel akan berkontribusi negatif terhadap perceived humor. Selanjutnya apabila ketiga variabel diinteraksikan dengan surprise menunjukkan hasil surprise dengan playfulness (β= 1,107; t-stat = 2,662; Prob = 0,009) membuktikan bahwa interaksi kedua variabel signifikan terhadap perceived humor. Hal ini dapat disimpulkan bahwa apabila playfulness tinggi akan memperkuat hubungan surprise dan perceived humor. Sedangkan untuk interaksi surprise dengan warmth menunjukkan (β= 1,159; t-stat = 3,403; Prob = 0,001) membuktikan bahwa interaksi
57
kedua variabel signifikan terhadap perceived humor. Hal ini dapat disimpulkan bahwa apabila warmth tinggi akan memperkuat hubungan surprise dan perceived humor. Selanjutnya
untuk
interaksi
surprise
dengan
resolution
menunjukkan hasil (β= 1,137; t-stat = 3,059; Prob = 0,003) yang membuktikan bahwa interaksi kedua variabel signifikan terhadap perceived humor. Sehingga disimpulkan bahwa apabila resolution tinggi akan memperkuat hubungan surprise dengan perceived humor. Fenomena
ini
mengindikasi
pemirsa
iklan
membutuhkan
playfulness, warmth dan resolution untuk memperoleh respon akan perceived humor dalam hubungannya dengan surprise.
3. Hubungan surprise, pada pengaruh incongruity terhadap perceived humor Pengujian analisis variabel surprise pada pengaruh incongruity terhadap perceived humor dilakukan dengan empat syarat. Pada syarat pertama
dianalisis
pengaruh
incongruity
terhadap
surprise
dan
menunjukkan hasil (β= 0,671; t-stat = 8,960; Prob = 0,000) yang menyatakan bahwa surprise berpengaruh signifikan terhadap perceived humor pada model hubungan incongruity – surprise – perceived humor. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat surprise maka akan meningkat pula perceived humor yang direspon oleh pemirsa yang melihat iklan.
58
Selanjutnya
pengaruh
surprise
terhadap
perceived
humor
menunjukkan (β= 0,438; t-stat = 4,830; Prob = 0,000) yang hasilnya menyatakan bahwa surprise berpengaruh signifikan terhadap perceived humor pada model hubungan incongruity – surprise – perceived humor. Hal ini dapat disimpulkan bahwa apabila surprise meningkat maka perceived humor juga akan meningkat. Kemudian dilakukan adalah analisis hubungan incongruity terhadap perceived humor yang menunjukkan hasil (β= 0,331; t-stat = 3,476; Prob = 0,001) yang menyatakan incongruity berpengaruh signifikan terhadap perceived humor pada model hubungan incongruity – surprise – perceived humor. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan incongruity akan mengakibatkan peningkatan perceived humor. Pada analisis pengaruh incongruity dan surprise terhadap perceived humor, incongruity menunjukkan signifikansi (β= 0,067; t-stat = 0,548; Prob = 0,585) yang hasilnya dapat dilihat bahwa incongruity tidak berpengaruh signifikan bila dimasukkan dalam model. Selanjutnya syarat terakhir ialah pengaruh incongruity terhadap perceived humor akan berkurang secara signifikan apabila surprise dimasukkan kedalam model yang diuraikan yaitu, Pengaruh awalpengaruh akhir (0,1096 - 0,0045 = 0,1051) dan proporsi pengurangan pengaruhnya yaitu (0,151/0,1096 x 100% = 95,903%) yang menyatakan cukup signifikan dengan proporsi pengurangan 96%. Dari hasil analisis diatas menyatakan bahwa surprise memediasi pengaruh incongruity
59
terhadap
perceived
humor.
Dapat
disimpulkan
bahwa
pengaruh
incongruity terhadap perceived humor pada pemirsa yang melihat iklan akan lebih bagus, bila pemirsa mendapatkan surprise dibanding bila tidak.
4. Hubungan perceived humor terhadap attitude toward the Ad Hasil pengujian analisis menunjukkan bahwa variabel perceived humor berkorelasi secara signifikan dengan attitude toward the Ad dengan ditunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,468 dan p-value sebesar 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa apabila perceived humor meningkat begitu juga dengan attitude toward the Ad juga akan meningkat (Alden et al, 2000), pemirsa yang dapat merespon humor yang ditampilkan dalam iklan akan mempengaruhi juga tersebut.
pada perilaku mereka terhadap iklan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini bertujuan untuk menjelaskan kesimpulan penelitian yang selanjutnya diikuti dengan keterbatasan dan saran dari peneliti. Berikut adalah penjelasannya.
A. Kesimpulan Dari hasil pengujian yang diperoleh mengindikasi bahwa ada beberapa variable mempunyai hubungan signifikan. Hubungan antarvariabel yang signifikan antara lain: 1. Peran moderasi familiarity pada pengaruh incongruity terhadap surprise. Terjadi pola hubungan signifikan yang mengindikasi bahwa familiarity memoderasi pengaruh incongruity terhadap surprise. Untuk mendapatkan surprise maka diperlukan stimulus schema familiarity dengan indikan-indikan kefamiliaran penonton terhadap model iklan, objek iklan, isi pesan dalam iklan dan terhadap versi iklan Im3 yang lain, selanjutnya incongruity harus mempunyai indikan-indikan kesesuaian antara harapan dan tujuan terhadap isi pesan, objek,model,dan adegan yang digunakan dalam iklan.
60
61
2. Moderasi warmth, playfulness, resolution pada pengaruh surprise terhadap perceived humor. Terjadi hubungan yang signifikan antara tiga interaksi satu arah yaitu: surprise dan warmth, surprise dan playfulness, surprise dan resolution dengan perceived humor. Untuk penjelasan lebih lanjut, pertama, warmth memoderasi pengaruh surprise terhadap
perceived
humor, kedua playfulness
memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor dan selanjutnya ketiga ease of resolution memoderasi pengaruh surprise terhadap perceived humor. Untuk mendapatkan perceived humor maka diperlukan stimulus warmth, surprise dan playfulness dengan indikan-indikannya yaitu sebagai berikut: pada warmth, adanya kehangatan yang ditimbulkan oleh model iklan,objek iklan,isi pesan dan adegan yang ditampilkan dalam iklan sedangkan untuk ease of resolution yaitu dengan adanya kemudahan dalam memecahkan keputusan pembelian karena model,objek,isi pesan dan adegan yang digunakan dalam iklan, selanjutnya pada playfulness diharuskan adanya indikan-indikan kesenangan ketika melihat model, objek,adegan, dan isi pesan dalam iklan. Sedangkan surprise mempunyai indikan-indikan sebagai berikut: penonton diharuskan mendapat kejutan dari model, objek,adegan dan isi pesan pada iklan.
62
3. Mediasi surprise pada pengaruh incongruity terhadap perceived humor. Terdapat
pola hubungan
yang
signifikan
bahwa
surprise
memediasi pengaruh incongruity terhadap perceived humor. Hal ini mengindikasikan bahwa pemirsa dapat merespon humor ketika surprise memediasi incongruity. Untuk mendapatkan perceived humor maka diperlukan stimulus surprise dengan indikasi penonton mendapat kejutan dari model, objek,adegan dan isi pesan pada iklan. Selanjutnya incongruity harus mempunyai indikan kesesuaian antara harapan dan tujuan terhadap isi pesan, objek,model,dan adegan yang digunakan dalam iklan. 4. Hubungan perceived humor dan attitude toward the ad Terdapat hubungan yang signifikan antara variable perceived humor dan attitude toward the ad. Dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan attitude toward the ad maka diperlukan adanya pengaruh perceived humor dengan indikanindikan kelucuan pada model, objek,isi pesan dan adegan yang digunakan dalam iklan.
B. Daya Terap Penelitian Obyek amatan dalam penelitian ini difokuskan pada pemirsa televisi di wilayah Surakarta sehingga berdampak pada generalisasi studi yang bersifat terbatas. Hal ini mengindikasi bahwa perlu kecermatan terhadap karakteristik obyek yang diamati agar tidak terjadi kesalahan dalam merumuskan kebijakan
63
penelitian. Namun penelitian ini masih terbatas dalam lingkup pemirsa televisi yang pernah melihat iklan Im3 di wilayah Surakarta sehingga perlu kehatihatian dalam mencermati karakteristik responden yang distudi jika diaplikasikan pada setting research yang berbeda.
C. Saran Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat peneliti berikan adalah sebagai berikut: 1. Saran studi lanjutan Pengembangan model penelitian ini bertumpu pada metode riset yang terbatas ruang lingkupnya yaitu pemirsa televisi yang pernah menyaksikan iklan Im3, dan juga teknik pengumpulan data yang digunakan. Hal ini berdampak pada keterbatasan model untuk diaplikasi pada setting recearch yang berbeda. Keterbatasan ini mengisyaratkan perlunya studi lanjutan sehingga konsep yang dimodelkan dapat ditingkatkan generalisasinya. 2. Saran Teoritis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
referensi
dalam
merumuskan konsep pembentukan iklan, sebab konsep-konsep yang digunakan untuk mendukung model yang telah dikemukakan oleh studistudi sebelumnya (Lihat Chattopadhyay & Basu, 1990; Weinberger & Gulas, 1992; Alden et al., 1993; Alden & Hoyer, 1993; Spotts et al., 1997).
64
3. Saran Praktis Studi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman pada praktisi terhadap upaya-upaya untuk memahami bagaimana membentuk iklan yang positif agar iklan dapat diterima konsumen secara efektif. Dalam studi ini pengaruh incongruity, surprise dan moderator positif yaitu familiarity, playfulness, warmth, dan ease of resolution akan menimbulkan pengaruh yang positif pada attitude toward the Ad, sehingga diharapkan memberi wawasan pada pemasar agar mempertimbangkan faktor-faktor pendukung diatas untuk memberikan pemahaman terhadap kinerja perusahaan dalam membentuk iklan yang positif yang dapat diterima oleh pemirsa televisi.
65
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A., Douglas M, Stayman and Michael R, Hagerty. 1986. Warmth in Advertising: Measurement, Impact and Sequence Effects. Journal of Consumer Research, Vol 12, No.3, 365-381. Aaker , David A., Kumar, V., dan Day, George. S. 2001. Marketing Research, Edisi 7, John Wiley dan Sons, Inc. Alden, Dana L., Mukherjee, Ashesh., Hoyer, Wayne D. 2000. The Effects of Incongruity, Surprise and Positive moderators on Perceived Humor in Television Advertising. Journal of Advertising Vol XXIX, No. 2, 1-15. Alden, Dana L. and Hoyer,Wayne D. 1993. An Examination of Cognitive Factors Related to Humorousness in Television Advertising. Journal of Advertising,Vol 22, No.2, 29-37. Alden, Dana L., Hoyer,Wayne D, dan Lee, Chol. 1990. Identifying Global and Culture Spesific Dimensions of Humor in Advertising: A Multinational Analysis. Journal of Marketing, Vol 57, No.4, 64-75 Ashesh, Mukherjee and Hoyer,Wayne D. 1999. Extending a Contrast Resolution Model of Humor in Television Advertising. The Role of Surprise Humor: International Journal of Humor Research, Vol. 12, No.1, 15-22. Assael H. 2001. Consumer Behaviour and Marketing Action, Edisi ketiga, Kent Publishing Company, Boston Massachusset, AS. Ghozali, Imam 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar N, 2003, Basic Economic, International edition, Mc-Grawhill. New York Weinberger, Marc G dan Gulas, Charles S. 1992. The Impact of Humor in Advertising: A Review. Journal of Advertising, Vol XXI, No.4, 35-59 Hawkins, Del.I.,R.J. Best and C. Kenneth A.(1998), ”Consumer Behavior Building Marketing Strategy”,Irwin/McGraw-Hill, pp.433-434. Kotler, Philip. 2000. Marketing Management. 10 th edition. Upper Saddle River. Prentice-Hall International, Inc. Kelly, J Patrick., dan Solomon, Paul J. (1975), Humor in Television Advertising. Journal of Advertising, Vol.4, No.3, 31-35. Kent, Robert J, dan Allen, Chris T. 1994. Competitive Interference Effects in Consumer Memory for Advertising: The Role of Brand Familiarity. Journal of Marketing, Vol.58, No.3, 97-105
66
Krishnan, H Shanker., dan Chakravarti, Dipankar. 2003. A Process Analysis of the Effects of Humorous Advertising Execution on Brand Claims Memory. Journal of Consumer Psychology, Vol.13, No.3, 230-245. Lee, Yih Hwai., dan Mason, Charlotte. 1999. Responses to Information Inconruency in Advertising: The Role of Expectancy, Relevancy, and Humor. Journal of Consumer Research. Vol 26, No.6, 156-169. Shimp, Terence A., 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Edisi ke-5, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. Spots, Harlan E.,Weinberger, Marc G dan Parsons, Amy L. 1997. Assessing the Use and Impact of Humor on Advertising Effectiveness: A Contingency Approach. Journal of Advertising. Vol XXVI, No. 3, 17-32 Sugiono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alfa Beta. Suliyanto, 2006, Metode Riset Bisnis. Yogyakarta : Penerbit Andi. Swastha, Basu dan Irawan (2001) Yogyakarta
Manajemen Pemasaran Modern. Liberty.
Zhang, Yong. 1996. Responses to Humorous Advertising: The Moderating Effect of Need for Cognition. Journal of Advertising. Vol XXV, No.1, 15-32.