BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan. Manusia harus berusaha dengan cara bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut. Di zaman yang modern ini, kendaraan juga merupakan salah satu kebutuhan manusia, salah satunya adalah mobil. Dalam usaha bisnis jual beli mobil yang dilakukan para wiraswasta, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dengan memperhatikan kemampuan konsumen untuk membeli kendaraan roda empat. Kebutuhan dan keinginan masyarakat inilah yang mengakibatkan munculnya lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang mana lembaga tersebut menjadi tujuan dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan khususnya pembiayaan, baik itu pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana maupun barang modal. Dalam hukum pembiayaan di Indoensia terdapat bermacam-macam bentuk lembaga pembiayaan, salah satunya adalah lembaga pembiayaan konsumen. Yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen, adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem angsuran atau kredit, yang bertujuan untuk membantu perorangan ataupun perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan dan permodalan mereka, khususnya untuk pembelian kendaraan bermotor seperti mobil. Salah satu bentuk alternatif baru untuk memenuhi kekurangan modal yang dengan terbentuknya lembaga baru yaitu
lembaga pembiayaan konsumen, yang menawarkan bentuk baru terhadap pemberian dana atau pembiayaan. Perusahaan pembiayaan menyediakan jasa kepada nasabah dalam bentuk pembayaran harga barang secara tunai kepada pemasok (supplier). Dalam transaksi pembiayaan konsumen ada tiga pihak yang terlibat, yaitu: 1. Pihak Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Pemberi dana Pembiayaan atau Kreditor) 2. Pihak Konsumen (Penerima dana pembiayaan atau Debitor) 3. Pihak Supplier (Penjual atau Penyedia Barang) 1 Antara perusahaan pembiayaan dan konsumen harus ada lebih dahulu perjanjian pembiayaan yang sifatnya pemberian kredit. Dalam perjanjian tersebut, perusahaan pembiayaan wajib menyediakan kredit sejumlah uang kepada konsumen sebagai harga barang yang dibelinya dari pemasok, sedangkan pihak konsumen wajib membayar kembali kredit secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan tersebut. Sebagai contoh adalah dalam proses pembelian mobil bekas secara angsuran. Proses jual beli mobil ini tidak hanya dapat dilakukan dengan pembayaran secara lunas atau membayar secara keseluruhan, namun dapat juga dilakukan dengan cara angsuran atau kredit melalui lembaga pembiayaan konsumen. Lembaga jual-beli secara angsuran merupakan salah satu cara bagi masyarakat (konsumen atau perusahaan) untuk dapat memperoleh barang (barang konsumsi
1
Chidir Muhammad, 1993, Pengertian-pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata, CV. Mandar Maju, Bandung, h.166
atau barang untuk kebutuhan produksi) tanpa harus membayar keseluruhan harga barang. Harga barang kemudian dicicil secara angsuran dalam jangka waktu tertentu dengan memperhitungkan biaya lain seperti biaya administrasi dan beban bunga. Fasilitas kredit ini biasanya diberikan oleh lembaga pembiayaan konsumen yang berdiri dalam bentuk perusahaan, bekerja sama dengan penjual barang atau supplier mobil. Lembaga jual-beli secara angsuran disini, pengguna barang berlaku sebagai pemilik menurut titel jual-beli. Hanya saja, pembayarannya dilakukan secara mencicil atau secara angsuran. Adanya hubungan jual beli tersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan antara penjual dan pembeli yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 2 Perjanjian batasannya diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pembelian mobil secara angsuran tersebut tertuang dalam suatu perjanjian pembiayaan. Dalam perjanjian pembiayaan dimana bentuk, syarat atau isi yang dituangkan dalam klausul-klausul telah dibuat secara baku (standard contracstandard contrac) dimana hal ini mengakibatkan penerimaan fasilitas kredit tidak mempunyai kekuatan menawar (bargaining power). Agar suatu perjanjian sah menurut hukum diperlukan 4 (empat) persyaratan sebagai mana tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: 2
Subekti R., 2002, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta (selanjutnya disingkat Subekti I), h. 1
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu pokok persoalan tertentu, 4. Suatu sebab yang tidak terlarang. Di kota Denpasar, sebagai pusat perekonomian terdapat lembaga keuangan non bank antara lain perusahaan pembiayaan konsumen seperti PT. Adira Finance Denpasar. Dengan adanya perusahaan lembaga pembiayaan konsumen ini, dapat membantu jalannya proses pengkreditan dalam pembayaran jual beli mobil bekas secara angsuran tersebut. Tetapi dalam praktek hubungan perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas ini tidak tertutup kemungkinan terjadinya faktorfaktor yang disebabkan oleh tidak terwujudnya atau tidak sesuai dengan isi perjanjian yang telah mereka sepakati bersama, misalnya terjadi karena debitur atau nasabah mengingkari kewajibannya yaitu melakukan pembayaran secara angsuran setiap bulannya pada tanggal jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati dalam perjanjian yang menimbulkan kerugian bagi kreditur (perusahaan pembiayaan konsumen) yang disebut dengan wanprestasi. Kerugian yang terjadi ini dapat dituntut karena apa yang telah disepakati kedua belah pihak mengikat sebagai undang-undang. Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. 3 Menurut Wirjono Projodikoro, dalam wanprestasi terdapat tiga bentuk atau kriteria, yaitu: “pihak yang berwajib sama sekali tidak melaksanakan, pihak yang berwajib terlambat melaksanakan
3
Yahya Harahap, M., 1982, Segi-segi Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, h. 60.
kewajibannya, serta melaksanakan kewajiban tetapi tidak semestinya atau sebaikbaiknya.”4 Berdasarkan latar belakang diatas mendorong penulis untuk melakukan penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul : “PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SECARA
ANGSURAN
MOBIL
BEKAS
MELALUI
LEMBAGA
PEMBIAYAAN KONSUMEN DI PT. ADIRA FINANCE DENPASAR”.
1.2. Rumusan Masalah 1.
Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui perusahaan pembiayaan konsumen pada PT. Adira Finance di Denpasar?
2.
Bagaimana
upaya
penyelesaian terjadinya
wanprestasi dalam
perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui perusahaan pembiayaan konsumen pada PT. Adira Finance di Denpasar?
1.3. Ruang Lingkup Masalah Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat, maka dipandang perlu adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas nanti. Adapun permasalahan pertama dibatasi pada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas pada perusahaan pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance 4
Wirjono Projodikoro, 1985, Asas-asas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, (selanjutnya disingkat Wirjono Projodikoro I) h. 45.
Denpasar. Sedangkan permasalahan yang kedua dibatasi pada upaya penyelesaian terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas pada perusahaan pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance Denpasar.
1.4. Orisinalitas Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan
di
Indoensia,
maka
mahasiswa
diwajibkan
untuk
mampu
menunjukkan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian skripsi terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan beberapa skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan “Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Secara Angsuran Mobil Bekas Melalui Lembaga Pembiayaan Kosumen di PT. Adira Finance Denpasar” Tabel 1.1. Daftar Penelitian Sejenis No. 1.
Judul Skripsi Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor Second Hand Dengan Sistem Sewa Beli (Studi di PT. Malang Indah Motor)
Penulis Nurul Winarsih (Mahasiswa Departemen Pendidikan Nasional Universitas Brawijaya Fakultas Hukum Malang) Tahun 2007
Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pembeli Sewa Dinyatakan Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Beli Sepeda Motor Second Hand oleh PT. Malang Indah Motor? 2. Bagaimana Hambatan Dan Upaya Penyelesaian Yang Dilakukan oleh PT. Malang Indah Motor Dalam Hal Wanprestasi Oleh Pembeli Sewa?
2.
Pelaksanaan Wanprestasi Dan Akibat Hukum Dalam Perjanjian Jual Beli Mobil (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Denpasar)
I Ketut Maha Wiranatha (Mahasiswa Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana) Tahun 2007
1. Bagaimanakan pelaksanaan persyaratan wanprestasi dalam kasus jual beli mobil dalam praktek pengadilan? 2. Bagaimanakah akibat hukum dari wanprestasi dalam perjanjian jual beli mobil pada praktek pengadilan?
Berdasarkan penelusuran dari skripsi dengan judul dan pokok permasalahan seperti yang dijelaskan diatas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Secara Angsuran Mobil Bekas Melalui Lembaga Pembiayaan Kosumen Di PT. Adira Finance Denpasar belum ada yang membahasnya, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah orisinalitas atau keasliannya. 1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1. Tujuan Umum 1. Untuk mengetahui lembaga pembiayaan konsumen itu sebagai suatu pembiayaan alternatif selain bank; 2. Untuk memahami mekanisme pada perjanjian jual beli secara angsuran melalui pembiayaan konsumen. 1.5.2. Tujuan Khusus 1. Untuk memahami lebih dalam faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui perusahaan pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance Denpasar;
2. Untuk memahami lebih dalam upaya penyelesaian terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui perusahaan pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance Denpasar.
1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1. Manfaat Teoritis 1. Secara teoritis hasil penelitian akan dapat menambah wawasan pada ilmu pengetahuan mengenai ilmu hukum pada umumnya dan khususnya yang berkenaan dengan studi hukum perjanjian dan hukum pembiayaan; 2. Menambah referensi bagi para pihak yang sedang mengalami wanprestasi dalam perjajian dalam jual beli secara angsuran mobil bekas melalui lembaga pembiayaan konsumen baik pihak perusahaan pembiayaan maupun pihak nasabah. 1.6.2. Manfaat Praktis 1. Dapat menambah pengalaman dan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian hukum. 2. Untuk memberikan masukan dalam penyelesaian yang terjadi dalam praktek perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas.
1.7. Landasan Teoritis Landasan teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas, dan pendapatpendapat
hukum dalam
membangun atau memperkuat
kebenaran dari
permasalahan analisis. 5 Dalam menyelesaikan masalah diatas digunakan teoriteori dan konsep-konsep ini karena antara debitur dengan kreditur mengadakan suatu perjanjian kredit. Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana suatu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur).6 Perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun unsur-unsur perjanjian menurut teori perjanjian adalah adanya perbuatan hukum, penyesuaian kehendak dari beberapa orang, persesuaian kehendak harus dinyatakan, perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantungan satu sama lain, kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum, akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain
5
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,
h. 141 6
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.31
atau timbal balik, dan persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan. 7 Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksankan suatu hal. 8 Dalam membuat suatu perjanjian harus memperhatikan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu pokok persoalan tertentu; 4. Suatu sebab yang tidak terlarang. Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dijelaskan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak ditentukan isinya oleh para pihak dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Penjelasan tersebut juga berlaku pada perjanjian yang dilakukan oleh seseorang yang ingin melakukan perjanjian dengan lembaga pembiayaan konsumen. Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Kegiatan usaha Perusahaan
7
Salim H.S., 2010, Hukum Kontak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, h. 25 8 R. Subekti,1976, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti II) h. 45
Pembiayaan meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit, dan pembiayaan konsumen. Pembiayaan konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 pasal 9 lembaga pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat baik dalam bentuk giro, deposito, maupun tabungan. Pada setiap kegiatan usaha pembiayaan, termasuk juga Pembiayaan Konsumen, inisiatif mengadakan hubungan kontraktual berasal dari para pihak terutama Konsumen. Dengan demikian, kehendak para pihak pula menjadi sumber hukumnya. Kehendak para pihak tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis berupa rumusan perjanjian yang menetapkan hak dan kewajiban para pihak dalam hubungan kontrak Pembiayaan Konsumen. Dalam perundangundangan juga diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak dan hanya berlaku sepanjang para pihak tidak menentukan lain secara khusus dalam kontrak yang dibuat. Ada dua sumber Hukum Perdata yang mendasari Pembiayaan Konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan bidang hukum perdata.9 1.
Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan hukum perjanjian dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis yaitu asas kebebasan berjanji dalam arti yang luas (lisan dan tulisan) dan asas kebebasan berkontrak dalam arti yang sempit (hanya secara tertulis). Dalam
9
Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 98
hubungan hukum Pembiayaan Konsumen, perjanjian selalu dibuat tertulis sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty). Perjanjian Pembiayaan Konsumen dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak, memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban Perusahaan Pembiayaan Konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund lender) dan Konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user). 2.
Undang-Undang Bidang Hukum Perdata
Perjanjian Pembiayaan Konsumen adalah salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUHPerdata diantaranya Pasal 1313, 1320, 1338 yang membahas mengenai perjanjian secara umum, pasal 1754 sampai 1773 mengenai perjanjian pinjam pakai habis, pasal 1765 mengenai perjanjian peminjaman dengan bunga, dan pasal 1457 sampai 1518 mengenai perjanjian jual beli bersyarat. Kemudian aspek hukum perdata dalam pembiayaan konsumen selain asas kebebasan berkontrak dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga terdapat pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut Khotibul Umam, Consumer Financing atau sering disebut dengan Pembiayaan Konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang atau jasa yang akan langsung dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi ataupun distribusi.
Pada pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan disebutkan bahwa kegiatan Pembiayaan Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kebutuhan konsumen antara lain meliputi: a. Pembiayaan kendaraan bermotor; b. Pembiayaan alat-alat rumah tangga; c. Pembiayaan barang-barang elektronik; d. Pembiayaan perumahan. Perjanjian pembiayaan dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan, tetapi ada kalanya perjanjian kredit tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur. Kata wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. 10 Seseorang yang telah terikat dalam suatu perjanjian dapat dikatakan wanprestasi apabila tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan, atau apabila alpa/lalai/ingkar janji. Menurut
Munir
Fuady,
yang dimaksud wanprestasi adalah tidak
dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
10
Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Subekti III) h. 45.
oleh kontrak kepada pihak-pihak tertantu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.11 Wanprestasi yang dilakukan debitur dapat berupa empat macam : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, 2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. 12 Adapun jalur penyelesaian wanprestasi dapat dilakukan melalui dua cara yakni, malalui jalur litigasi dan non litigasi. Pihak perusahaan pembiayaan dalam menyelesaikan wanprestasi yang terjadi seminimal mungkin untuk tidak mengambil jalur peradilan umum atau jalur litigasi, karena dalam penyelesaian perkara akan menghabiskan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal, sehingga tidak dapat sesuai dengan prinsip bisnis yang mencari keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu jalur litigasi dirasakan tidak efisien oleh perusahaan pembiayaan yang berkembang saat ini. Mereka berinisiatif untuk menyelesaikan suatu perkara melalui jalur non litigasi atau penyelesaian di luar pengadilan, mengkaji penyelesaian wanprestasi dengan Alternatif Dispute Resolution.13 Sedangkan dalam
bahasa Indonesia
dapat
diartikan sebagai
Alternatif
Penyelesaian Senngketa. Sesungguhnya Alternatif Penyelesaian Sengketa
11
Munir Fuady, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 105 12 Subekti III, loc.cit. 13 Sayud Margono, 2004, ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum, Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Bandung, h. 13
merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan secara damai. Menurut Takdir Rahmadi alternatif penyelesaian sengketa adalah sebuah konsep yang mencakup berbagai bentuk penyelesaian sengketa selain dari proses peradilan, melalui cara-cara yang sah menurut hakim, baik berdasarkan pendekatan konsensus maupun tidak berdasarkan konsensus. Sedangkan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Dengan demikian, yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan par pihak dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan. Alternative penyelesaian sengketa merupakan implementasi dari nilai luhur masyarakat Indonesia yaitu musyawarah mufakat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Daniel S. Lev, yang menyatakan bahwa budaya hukum Indonesia dalam penyelesaian sengketa mempunyai karakteristik tersendiri yang disebabkan oleh nilai-nilai tertentu. 14
14
Ade Maman Suherman, 2004, Perbandingan Sistem Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 16.
1.8. Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode yuridis empiris. metode yuridis yaitu suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan pada teori-teori hukum, literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan metode empiris yaitu suatu metode dengan melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan skripsi ini. Jadi Metode yuridis empiris dipergunakan dalam usaha melakukan penelitian langsung ke lapangan dan mengkaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat.
1.8.2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif (Penggambaran). Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini menggambarkan wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui lembaga pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance Denpasar.
1.8.3. Jenis Pendekatan Penelitian ini mempergunakan Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach) dan Pendekatan Fakta (The Fact Approach). Pendekatan Perundang-undangan dipergunakan untuk mengkaji beberapa aturan hukum yang ada, untuk mengetahui pengaturan hukum yang berlaku bagi pelaksanaan dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui lembaga pembiayaan konsumen. Pendekatan analisa kasus (Case Approach), pendekatan ini dipergunakan untuk mengetahui kasus-kasus wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui lembaga pembiayaan konsumen. Pendekatan fakta adalah menjelaskan fakta-fakta yang terjadi dilapangan.
1.8.4. Data dan Sumber Data 1.8.4.1. Data Primer Data primer yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini bersumber atau diperoleh dari penelitian di lapangan yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian pada perusahaan pembiayaan di PT. Adira Finance Denpasar. Adapun sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh dari narasumber yang paling utama, dalam hal ini adalah pelaku usaha dalam perjanjian jual beli secara angsuran.
1.8.4.2. Data Sekunder Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Adapun bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat, yaitu: a.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
b.
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan;
c.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
2. Badan hukum sekunder, yaitu badan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu buku-buku, literatur, makalah, tesis, skripsi, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubunngan dengan permasalahan penelitian, 15 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,yaitu berupa kamus, yang terdiri dari:
15
141
a.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta;
b.
Kamus Hukum.
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke-IV, Kencana, Jakarta, h.
1.8.5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumentasi. Bahan hukum yang diperolehnya, diinfentarisasi dan diidentifikasi serta kemudian dilakukan pengklasifikasian bahan-bahan sejenis, mencatat dan mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 1.
Teknik studi dokumentasi Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam melakukan
penelitian
ini
dengan
cara
mengumpulkan
data
berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari, dan memahami data-data sekunder
yang
berhubungan
dengan
hukum
sesuai
dengan
permasalahan yang dikaji yang berupa buku-buku, majalah, literatur, dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. 2.
Teknik wawancara Metode wawancara adalah metode untuk mengumpulkan data dengan cara tanya jawab. Dalam penelitian ini wawancara yang merupakan teknik untuk memperoleh data dilapangan dipergunakan untuk menunjang dari data-data yang diperoleh melalui studi dokumen. Dimana peneliti sebagai penanya dan sumber informan sebagai obyek
yang akan dimintai keterangan dan informasi terkait peelitian tersebut. Pedoman daftar pertanyaan dibuat secara terstuktur. Penelitian yang dilakukan dengan wawancara kepada narasumber sebagai pelaku usaha pada perusahaan pembiayaan yang melakukan perjanjian jual beli secara angsuran yaitu di PT. Adira Finance. Narasumber diberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik skripsi yang dibuat.
1.8.6. Teknik Pengumpulan Sampel Penelitian Adapun lokasi penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada PT. Adira Finance di Denpasar. Terpilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan ditemukan kasus wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan pada perusahaan pembiayaan tersebut. Dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah sampel secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu PT. Adira Finance di Denpasar. Penentuan responden atau informan dilakukan dengan menggunakan teknik Snowball Sampling yang dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari sampel sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh peneliti yaitu dengan mencari responden kunci
maupun informan kunci, kemudian responden maupun informan berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung rekomendasi responden maupun informan kunci. 1.8.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Artinya pengumpulan data menggunakan pedoman studi dokumen, dan wawancara. Penelitian dengan teknik analisis kualitatif ini keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikategorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan dengan interpretasi untuk memahami makna data, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.