1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus dengan cara bekerja. Bekerja dapat dilakukan sendiri tanpa harus bekerja dengan orang lain, misalnya dengan berwiraswasta. Untuk berwiraswasta dibutuhkan modal kerja. Untuk mendapatkan modal kerja tersebut ada berbagai cara yang ditempuh, di antaranya adalah dengan meminjam kepada pihak lain. Adanya hubungan pinjam-meminjam tersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan anatara peminjam (debitur) dan yang meminjamkan (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian tersebut dapat berupa perjanjian lisan dapat pula dalam bentuk perjanjian tertulis. Perjanjian utang-piutang dalam perjanjian tertulis ada yang dibuat dengan akta dibawah tangan, ada pula yang dibuat dengan akta notaris. Perjanjian utang antara debitur dan kreditur dituangkan dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit memuat hak dan kewajiban dari debitur dan kreditur. Perjanjian kredit diharapkan akan membuat para pihak yang terikat dalam perjanjian memenuhi segala kewajibanya dengan baik. Namun didalam perjanjian pinjam-meminjam tersebut ada kalanya salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian sesuai dengan yang telah disepakati bersama.
2
Perjanjian kredit hendaknya dibuat secara tertulis karena dengan bentuknya yang tertulis akan lebih mudah untuk dipergunakan sebagai bukti apabila dikemudian hari ada hal-hal yang tidak diinginkan. Didalam hukum perdata bukti tertulis merupakan bukti utama dengan dituangkannya perjanjian ke dalam bentuk tertulis maka masing-masing pihak akan mendapat kepastian hukum terhadap perjanjian yang dibuatnya. Apabila di dalam hubungan perutangan debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempuyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya bila utang tersebut sudah dapat ditagih, yaitu terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan. Hak pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara menjual benda-benda jaminan dari debitur yang kemudian hasil dari penjualan tersebut digunakan untuk memenuhi hutang debitur. Akan tetapi penyitaan barang jaminan itu harus ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak debitur dan harus ada persetujuan dari pihak debitur juga. Apabila penyitaan barang jaminan tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak debitur maka pihak kreditur dapat dinyatakan wanprestasi karena memang sudah ada perjanjian atau kesepakatan bahwa pihak kreditur boleh menyita barang jaminan nasabah apabila nasabah terlambat melakukan pembayaran tetapi penyitaan barang jaminan itu harus mendapat persetujuan dahulu oleh pihak debitur sebagai pemilik barang jaminan. Untuk dapat melaksanakan pemenuhan haknya terhadap benda-benda tertentu dari debitur yag dijaminkan tersebut yaitu dengan cara melalui eksekusi
3
benda jaminan maka kreditur harus mempuyai alasan untuk melakukan eksekusi melalui penyitaan eksekutorial. 1
Contohnya dalam pasal 1365 KUH Perdata yang dikategorikan sebagai
perbuatan melawan hukum. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut :” Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian kepada sesorang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut “ Juga dalam pasal 1366 KUH Perdata diatur sebagai berikut : “ Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kekurang hati-hatiannya .” Dalam UUPK, hal itu diatur dalam pasal 45 ayat (1) bahwa: “ Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum .” Begitu pula perjanjian yang dilakukan oleh pihak Koperasi Mekar Surya. Dalam hal tertentu Koperasi Mekar Surya dapat disebut sebagai pihak kreditor yakni ketika berhak menerima pembayaran sejumlah uang dari nasabah yang melakukan kredit atas pinjaman yang telah diberikan dari pihak koperasi mekar surya. yang sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian yang telah disepakati.Dan pihak kedua disebut sebagai debitor ketika wajib melunasi kredit yanag telah didapat dari pihak kreditor. Namun dilain pihak koperasi mekar surya dapat
1
Sri redjeki hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan.Sinar Grafiti, Jakarta, 1992 hal 32-33
4
berganti posisi sebagai debitor ketika wajib memberikan sejumlah dana pada nasabah yang memerlukan. Dan oihak kedua disebut sebagai kreditor ketika berhak menerima sejumlah uang atas kredit yang telah dilakukan. Koperasi Mekar Surya menganalogikan perjanjian yang dilaksanakan tersebut adalah perjanjian kredit. sebelum melakukan perjanjian harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Dan para pihak wajib mentaati semua perjanjian yang telah dibuat. Apabila ada salah satu pihak yang mengingkari maka dapat dikatakan perjanjian itu wanprestasi. Salah satu bentuk wanprestasi
yang dilakukan oleh pihak nasabah
terhadap pihak Koperasi Serba Usaha Mekar Surya ialah adanya pengingkaran janji oleh pihak nasabah yang mana pembayaran kembali dari pinjaman tesebut beserta bunga dan biaya administarsi yang terhutang oleh pihak kedua atau nasabah tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Disebut wanprestasi jika melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian, dan disebut sebagai perbuatan melawan hukum jika perbuatan itu dilakukan secara sepihak oleh pihak koperasi tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada nasabah atau ada perjanjian terlebih dahulu secara tertulis. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka judul yang
akan
diangkat
oleh
penulis
adalah”WANPRESTASI
DALAM
PERJANJIAN KREDIT SIMPAN PINJAM KOPERASI SERBA USAHA MEKAR SURYA KARANGANYAR SOLO
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian kredit pada koperasi serba usaha mekar surya? 2. Bagaimana cara penyelesaian hukumnya terhadap wanprestasi yang terjadi? C. Tujuan Penelitian Tujuan Penulis mengadakan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pihak nasabah terhadap pihak Koperasi Serba Usaha Mekar Surya di Kabupaten Karanganyar Surakarta 2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian bila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan pinjaman kredit simpan pinjam di Kabupaten Karanganyar.
D. TINJAUAN PUSTAKA 1. TINJAUAN TENTANG WANPRESTASI YANG TERJADI DALAM PERJANJIAN a. Tinjauan Umum Sebenarnya yang dimaksud wanprestasi itu sendiri adalah apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya. Ia alpa atau ”lalai” atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau
6
berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukanya. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) dapat berupa empat macam : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. 2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Karena wanprestasi (kelalaian) mempunyai akibat - akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan terlebih dahulu apakah pihak debitur atau kreditur wanprestasi atau lalai, dan apabila hal itu disangakal olehnya maka harus dibuktikan di depan hakim Pasal 1267 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata mengatakan :” Pihak yang merasa perjanjian tidak dipenuhi boleh memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lainnya untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai pengantian biaya rugi dan bunga.” Ada tiga kemungkinan bentuk gugatan yang mungkin diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat dari wanprestasi, yaitu : a.Secara Parate executie. Dimana debitur dapat melakukan tuntutan sendiri secara langsung kepada kreditur
tanpa melalui pengadilan. Dalam hal ini pihak yang bersangkutan
bertindak secara eigenrichting (menjadi hakim sendiri secara bersama sama).
7
Pada prakteknya, parate executie berlaku pada perikatan yang ringan dan nilai ekonomisnya kecil. b. Secara arbitrage (arbitrase) atau perwasitan ; Karena debitur merasakan dirugikan akibat wanprestasi pihak kreditur, maka antara debitur dan kreditur bersepakat untuk menyelesaikan persengketaan masalah mereka itu kepada wasit (arbitrator). Apabila arbitratrator telah memutuskan sengketa itu, maka pihak kreditur maupun debitur harus mentaati setiap putusan, walaupun putusan itu menguntungkan atau merugikan salah satu pihak. c. Secara rieelee executie Yaitu cara penyelesaian sengketa antara kreditur dan debitur melalui hakim di pengadilan. Biasanya dalam sengketa masalah besar dan nilai ekonomisnya tinggi atau antara pihak kreditur dan debitur tidak ada konsensus penyelesaian sengketa dengan cara parate executie di depan hakim di pengadilan. Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam pasal 1365 sampai dengan pasal 1380 KUHPER. Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian ( Pasal 1365 KUHPER ). Dinamakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan ketentuan undangundang, tetapi juga aturan- aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat . Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum itu.; antara lain kerugian- kerugian dan perbuatan
8
itu harus ada hubungannya yang langsung kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian) Perbuatan melawan hukum tidak hanya terdiri atas satu perbuatan, tetapi juga dalam tidak berbuat sesuatu. Dalam KUHPER ditentukan pula bahwa setiap orang tidak saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang disebabkan karena perbuatanya sendiri, tetapi juga terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan orang-orang yang ditanggungnya, atau karena barang- barang yang berada dibawah pengawasanya. Dari ketentuan tersebut diatas dapat dilihat, bahwa dasar hubungan antara inti dan plasma adalah suatu perjanjian atau kontrak yang berarti para pihak dalam hal inti dan plasma mempunyai hak dan kewajiban. Adapun rumusan perjanjian menurut ketentuan pasal 1313 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yaitu ” suatu persetujuan adalah suatu perbuatan, dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Definisi yang disebutkan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut sebenarnya tidak lengkap, karena istilah perbuatan yang dipakai akan mencakup juga perbuatan melawan hukum dan perwalian sukarela, padahal yang dimaksudkan adalah perbuatan hukum2 Sarjana Hukum yang lain juga mengangap bahwa definisi perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata itu tidak lengkap dan terlalu luas. Abdulkadir Muhamad misalnya merumuskan perjanjanjian sebagai suatu persetujuan dengan mana orang dua orang atau lebih mengikatkan diri, untuk melaksanakan suatu hal
2
R.Setiawan 1979, Pokok_- Pokok Hukum Perikatan , Bina Cipta, Bandung, hal. 49.
9
dalam lapangan harta kekayaan3. Kemudian Wirjono Projodikoro mengartikan perjanjian sebagai sutu perhubungan hukum mengenai harta benda antara kedua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu4. Dari kesemua rumusan pengertian perjanjian menurut para sarjana tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur- unsur dari perjanjian yaitu: 1.) Ada pihak- pihak. Sedikitnya dua orang pihak, pihak ini disebut subyek perjanjian. Subyek dapat manusia maupun badan hukum dan harus mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan Undang- Undang. 2.) Ada persetujuan antara pihak- pihak. Persetujuan antara pihak pihak tersebut sifatnya tetap bukan suatu perundingan Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai syaratsyarat dan obyek perjanjian itu, maka timbulah persetujuan. 3.) Ada tujuan yang akan dicapai Mengenai
tujuan para pihak hendaknya tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh Undang-Undang. 4.) Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak- pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang dan penjual berkewajiban untuk membayar harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang. 3 4
Abdulkadir Muhhamad, 1990 Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung , hal 78 Wirjono Projodikoro, Asas -Asas Hukum Perjanjian, Balai, Bandung, hal 49
10
5.) Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. 6.) Perlunya bentuk tertentu ini karena ada ketentuan Undang-Undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan sebagai bukti yang kuat. 7.) Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Dari syarat-syarat tertentu ini dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Syarat-syarat ini terdiri dari syarat pokok yang menimbulkan hak dan kewajiban pokok. Dalam hukum perjanjian, selain unsur- unsur perjanjian juga terdapat jenis- jenis perjanjian yang ada. Jenis jenis perjanjian tersebut antara lain: 1.) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud maupun tidak berwujud seperti hak. 5 2.) Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan alas hak yang membebani Perjanjian
percuma
adalah
perjanjian
yang
hanya
memberikan
keuntungan pada satu pihak saja. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi ini ada hubungannya menurut hukum. 6 3.) Perjanjian Bernama dan tidak Bernama
5 6
Abdulkadir Muhammad , Op.Cit hal 18 Ibid ,hal 87
11
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya perjanjian jual beli. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.7 4.) Perjanjian kebendaan dan obligatoir Perjanjian Kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbul hak dan kewajiban pihak- pihak.8 5.) Perjanjian Konsensual dan perjanjian Real Perjanjian konsensual dalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak. Perjanjian real adalah perjanjian yang disamping ada persetujuan kehendak juga sekaligus ada penyerahan nyata atas barangnya.9 Contoh dari perjanjian Real adalah Perjanjian Pemasaran dibagi menjadi dua yakni perjanjian pemasaran Ekslusif dan perjanjian pemasaran selektif. Perjanjian pemasaran Ekslusif adalah perjanjian antara produsen dengan agen, dimana melalui perjanjian tersebut pemasok wajib memasok barang atau jasa ke wilayah tertentu untuk dijual kembali. Perjanjian
7
Ibid, hal 87 Ibid hal 87 9 Ibid hal 89 8
12
Pemasaran selektif adalah suatu organisasi penjualan, dimana produsen membatasi diri hanya kepada pemasok tertentu didalam wilayah tertentu. 6.) Perjanjian Liberatoir Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (kwijtschelding) Pasal 1438 Kitab UndangUndang Hukum Perdata10. 7.) Perjanjian Pembuktian Perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka 11. 8.) Perjanjian Untung- untungan. Perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian, misalnya perjanjian asuransi Pasal 1774 Kitab Undang- undang Hukum Perdata.12 9.) Perjanjian Publik Perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan, (subordinated) jadi tidak berbeda dalam kedudukan yang sama (co-ordinated) 10.) Perjanjian Campuran Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar tapi pula
10
Mariam Darus Badrulzaman dkk, Op.Cit, hal .68 Ibid , hal.69 12 Ibid, hal .69 11
13
menyajikan makanan.da juga memberikan pelayanan. 13 Dan pada masalah diatas perjanjian kredit simpan pinjam
dapat dikategorikan
sebagai perjanjian timbal balik yang maksud dari perjanjian timbal balik itu sendiri adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yaitu pihak bank itu sendiri dan juga pihak nasabah. Pasal 1338 KUH Perdata mengandung asas konsensualisme, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian mengikat setelah adanya kata sepakat. Keterikatan para pihak adalah keterikatan pada isi perjanjian yang mereka buat sendiri. Maka dengan ketentuan tersebut berarti para pihak harus mentaati dan melaksanakan apa yang telah mereka sepakati bersama. Namun yang sangat penting adalah suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dari kedua belah pihak. Apabila ada salah satu pihak yang menyimpangi perjanjian yang dibuat, hal ini dinamakan wanprestasi. Pengertian umum tentang wanprestasi adalah ” pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan menurut selayaknya”14. Dalam perjanjian kredit asas itikad baik dan kepercayaan sangat penting digunakan sebagai dasar perjanjian itu dibuat. Dengan adanya dua hal tersebut, maka perjanjian itu dapat dibuat. Namun dua hal tersebut pula wanprestasi dapat saja terjadi. Wanprestasi dapat berupa15. 1.) Sama sekali tidak memenuhi prestasi. 2.) Tidak tunai memenuhi prestasi.
13
Ibid, hal 69 M Yahya Harahap, Segi-segi Hukum perjanjian , Ctk Kedua, Alumni, Bandung, 1986, hal 60. 15 H.Riduan Syahrani , Seluk beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, ctk pertama, edisi kedua, PT Alumni , Bandung ,2004, hal 218 14
14
3.) Terlambat memenuhi prestasi. 4.) Keliru memenuhi prestasi. Pada dasarnya pengertian kredit itu sendiri adalah kredit menurut asal mula yaitu dari kata Credere yang artinya adalah kepercayaan maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sedangkan bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali.dari pengertian diatas dapatlah dijelaskan bahwa baik kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya uang, misalnya bank membiayai kredit untuk mendirikan bangunan atau pembelian kendaraan. Kemudian adanya kesepakatan keduanya dengan suatu perjanjian yang telah dibuatanya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama, serta sangsi apabila debitur serta kreditur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.
2. Prinsip- Prinsip Pemberian Kredit Dalam pemberian kredit bank harus memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang benar. Artinya sebelum fasilitas kredit diberikan bank harus merasa yakin terlebih dahulu bahwa kredit yang diberikan benar-benar kemabali. Hal ini diperoleh dari hasil penilaian sebelum kredit disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai prinsip untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabah. Prinsip Pemberian kredit dengan analisis 5 C daapt dijelaskan sebagai berikut:
15
a. Prinsip Character Character adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon debitur. Tujuanya untuk memberikan keyakinan kepada bank bahwa, sifat atau watak dari orang orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya. b. Capacity Untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuanya mencari laba. c. Capital. Biasanya bank tidak akan bersedia untuk membiayai suatu usaha 100% artinya setiap nasabah yang mengajukan permohonan kredit harus pula menyediakan dana dari sumber lainnya atau modal sendiri. d. Collateral Jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahanya. e. Condition Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk dimasa yang akan datang. Dalam kondisi perekonomian yang kurang stabil sebaiknya pemberian kredit untuk sektor tertentu ditangguhkan.
16
3. Teknik Penyelesaian Kredit Macet Hampir setiap Bank/ Koperasi mengalami kredit macet atau nasabah tidak mampu lagi untuk melunasi kreditnya. Kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh 2 faktor yaitu: a. Dari pihak Perbankan / Koperasi Dalam hal ini pihak analisis kredit kurang teliti dalam mengecek kebenaran dan
keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan perhitungan
dengan rasio-rasio yang ada. Akibatnya apa yang seharusnnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya. Kemacetan suatu kredit dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analisis kredit dengan debitur sehingga analisisnya dilakukan secara tidak obyektif. b. Dari pihak nasabah Kemacetan kredit disebabkan oleh nasabah diakibatkan 2 hal yaitu 1.) Adanya unsur kesengajaan 2.) Adanya unsur tidak sengaja Penyelamatan terhadap kredit macet dilakukan dengan beberapa metode yaitu: a.) Rescheduling (1.) Memperpanjang jangka waktu kredit. (2.) Memperpanjang jangka waktu angsuran. b.) Reconditioning (1.) Kapitalisasi bunga. (2.) Penundaan Pembayaran bunga sampai waktu tertentu.
17
(3.) Penurunan suku bunga. (4.) Pembebasan Bunga. C.) Restructuring (1.) Menambah jumlah kredit. (2.) Menambah equity. d.) Kombinasi Merupakan kombinasi dari ketiga jenis metode diatas. e.) Penyitaan Jaminan Penyitaan Jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar- benar tidak punya etika baik atau sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang- hutanngnya dangan syarat penyitaan harus ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak debitur.
4. Metode Penelitian a. Obyek Penelitian Pelaksanaan perjanjian kredit antara pihak Koperasi Serba Usaha Mekar Surya dengan Mitra Usaha di Kabupaten Karanganyar Solo b. Subyek Penelitian 1.)
Pimpinan Koperasi Serba Usaha Mekar Surya
2.)
Mitra Usaha / debitur Koperasi Serba Usaha Mekar Surya
3.)
Sumber Data Sumber data yang dipergunakan adalah :
18
a.)
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian yang dilakukan dilapangan, dilakukan melalui pengamatan secara langsung dan wawancara.Wawancara dilakukan dengan serangkaian pertanyaan secara lannsung dan atau tidak langsung dengan pihak responden berdasarkan pada pertanyaan yang telah disusun secara sistematis.
b.)
Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer terdiri dari : Berbagai bahan kepustakaan, hasil-hasil penelitian, seminar serta tulisan-tulisan yang mengupas materi penelitian.
c.)
Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, dalam hal ini yang dipergunakan adalah kamus atau ensiklopedia
d.)
Metode Pegumpulan Data Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu metode yang digunakan untuk melihat permasalahan berdasakan hukum tertulis maupun tidak tertulis
19
e.)
Analisis Data Dilakukan secara deskriptif kalitif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1). Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian . (2).Hasil klasifikasi data selanjutnya disestematisasikan (3).Data yang telah disestematisasikan kemudian dianalisis untuk dasar dalam mengambil kesimpulan.