BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai masalah gizi yang cukup beragam. Menurut Soekirman (2000) definisi dari masalah gizi adalah adanya gangguan pada perorangan atau pada kelompok masyarakat yang disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi tersebut tidak terlepas dari masalah pangan karena masalah gizi timbul akibat kekurangan atau kelebihan kandungan zat gizi dalam makanan (Purwatini dan Ariani, 2008). Oleh karena itu, setiap individu memerlukan pangan yang cukup (tidak kurang atau lebih) agar terwujud sumber daya manusia yang berkualitas yang akan berperan dalam pembangunan suatu bangsa. Rachman (2004)
menyebutkan bahwa
salah satu syarat mutlak
dalam pembangunan nasional adalah dengan membangun sistem ketahanan pangan yang mantap. Berdasarkan definisi oleh United States Agency for International Development atau USAID (1999), ketahanan pangan adalah suatu kondisi apabila setiap orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosio dan
ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai dan
memenuhi kebutuhan pangan mereka untuk hidup secara produktif dan sehat. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan merupakan kebutuhan bangsa.
dasar bagi sumberdaya manusia suatu
Indonesia mengalami masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000). Masalah gizi kurang disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang
gizi,
menu
seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi. Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu, kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan (Almatsier, 2009). Masalah gizi kurang tersebut banyak dijumpai di negara-negara miskin dan dapat dialami baik oleh orang dewasa, terutama wanita maupun anak-anak (Soekirman, 2000). Salah satu masalah gizi kurang yang dapat dialami oleh wanita adalah kurang energi kronis (KEK). Prevalensi wanita usia subur (WUS) berisiko kurang energi kronis di Indonesia sebanyak 20,8% (Riskesdas, 2013). Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dimana rata-rata wanita usia subur yang berisiko KEK di atas ratarata nasional. Prevalensi tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2007. Sedangkan masalah gizi lebih juga banyak ditemukan pada wanita. Prevalensi obesitas pada wanita usia >18 tahun di Indonesia sebesar 32,9% (Riskesdas, 2013). Prevalensi obesitas wanita >18 tahun di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih di bawah prevalensi nasional. Prevalensi obesitas pada wanita usia lebih dari 18 tahun juga mengalami kenaikan sebesar 17,5% dari tahun 2010. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten dengan jumlah wanita usia 15-44 tahun sebesar 26,71% dari jumlah total penduduk (Profil Kesehatan DIY, 2010).
Masalah gizi yang dialami oleh wanita tersebut disebabkan karena wanita dalam keluarga atau rumah tangga berperan dalam menjaga ketahanan pangan tingkat rumah tangga (Quisimbing et al., 1995). Selain itu masalah gizi
kurang pada wanita juga disebabkan karena adanya faktor
sosial budaya atau tradisi yang melekat dalam keluarga dimana kebiasaan makan dalam keluarga yang mendahulukan suami, anak laki-laki, baru kemudian anak perempuan dan istri (Banjarnahor, 2002). Kebiasaan atau tradisi wanita yang sering mengalah untuk makanan dalam keluarga tersebut dapat menyebabkan wanita lebih berisiko untuk mengalami masalah kurang energi kronis (Tobing, 2009 dalam Senjani, 2013). Wanita dalam rumah tangga terutama wanita usia subur merupakan kelompok usia yang status gizinya perlu diperhatikan. Menurut Arisman (2010), wanita usia subur dengan masalah gizi kurang atau KEK yang bersikeras hamil akan lebih berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lebih rendah daripada mereka yang berstatus gizi baik, selain itu bayi juga lebih berisiko mengalami kematian. Malnutrisi atau masalah gizi kurang bukan hanya mengancam keselamatan janin namun juga melemahkan fisik dan membahayakan jiwa ibu. Salah satu penyebab dari masalah gizi kurang adalah adanya masalah pangan. Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan prevalensi rawan pangan. Pada tahun 2011, prevalensi rawan pangan di Indonesia mencapai 17,41% atau sekitar 42,08 juta penduduk di Indonesia mengalami rawan pangan. Angka tersebut mengalami peningkatan dari sebelumnya yaitu 11,07% pada tahun 2008 (Badan Ketahanan Pangan, 2010).
Jumlah desa rawan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2011 adalah sebanyak 94 desa yang tersebar dalam empat kabupaten. Hal tersebut dinilai dari tiga indikator yaitu aspek ketersediaan pangan, aspek akses pangan, serta aspek pemanfaatan pangan. Terdapat 10 desa yang termasuk dalam kategori desa rawan pangan di Kabupaten Sleman. Salah satu di antaranya adalah desa Margoagung di Kecamatan Seyegan. Indikator penyebab desa Margoagung di Kecamatan Sayegan sebagai desa rawan pangan adalah berdasarkan aspek akses pangan yang masih rendah (BKPP, 2011). Hasil penelitian Shariff et al (2005) di Malaysia menunjukkan adanya masalah gizi lebih pada wanita di daerah rural dan rawan pangan. Kontras dengan Tobing (2009) dalam Senjani (2013) yang menyebutkan bahwa wanita pada rumah tangga yang rawan pangan berisiko mengalami masalah gizi kurang atau KEK. Berdasakan uraian tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana ketahanan pangan tingkat rumah tangga dan indeks massa tubuh (IMT) wanita usia subur di desa Margoagung kecamatan Seyegan kabupaten Sleman.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah, bagaimana hubungan antara ketahanan pangan rumah tangga
dengan indeks massa tubuh (IMT) wanita usia subur di kecamatan Seyegan kabupaten Sleman.
C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara ketahanan pangan rumah tangga dengan IMT wanita usia subur kecamatan Seyegan kabupaten Sleman. Tujuan Khusus 1. Mengetahui ketahanan pangan tingkat rumah tangga di kecamatan Seyegan kabupaten Sleman. 2. Mengetahui IMT wanita usia subur di kecamatan Seyegan kabupaten Sleman. 3. Mengetahui hubungan antara ketahanan pangan rumah tangga dengan IMT wanita usia subur di kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai
acuan
pengembangan
atau program
bahan
masukan
perbaikan
bagi
ketahanan
perencanaan
dan
pangan
gizi
dan
masyarakat. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai informasi tentang situasi ketahanan pangan di tingkat rumah tangga yang ada serta hubungannya dengan IMT wanita usia subur. 3. Bagi Peneliti
Untuk menambah ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam melakukan penelitian khususnya di bidang ketahanan pangan rumah tangga dan IMT wanita usia subur.
E. Keaslian Penelitian 1. Warnida (2007) dengan judul “Hubungan Ketahanan Pangan Rumah Tangga dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Gondomanan Daerah Istimewa Yogyakarta”. Rancangan penelitian cross sectional, dengan jumlah sampel sebanyak 97 anak balita dan teknik pengambilan sampel
secara
systematic
random
sampling.
Hasil
penelitian
menunjukkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga berdasarkan konsumsi energi dengan status gizi anak balita bermakna secara statistik. Sedangkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga berdasarkan konsumsi protein dengan status gizi anak balita tidak bermakna secara statistik.
Persamaannya
adalah
pada
rancangan
penelitian
yang
digunakan. Perbedaannya adalah pada responden penelitian adalah balita dan indikator ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan konsumsi energi dan protein. 2. Senjani (2013) dengan judul “Ketahanan Pangan Rumah Tangga, Asupan Makan, dan Status Gizi Ibu di Kecamatan Teluk Betung Provinsi Lampung”. Rancangan penelitian cross sectional dengan tujuan untuk mengetahui gambaran tentang ketahanan pangan rumah tangga, asupan makan, dan status gizi ibu di Kecamatan Teluk Betung Selatan Provinsi Lampung. Besar sampel penelitian sebanyak 152 keluarga dan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara ketahanan pangan rumah tangga dengan asupan makan dan status gizi ibu. Persamaannya adalah pada rancangan penelitian yang digunakan. Perbedaannya adalah pada responden penelitian adalah ibu dan penelitian tersebut juga menilai asupan makan ibu. Selain itu indikator ketahanan pangan rumah tangga dinilai berdasarkan konsumsi energi dan protein. 3. Ihab et al (2013) dengan judul “Nutritional outcomes related to household food insecurity among mothers in rural Malaysia”. Rancangan peneltian adalah cross sectional dan besar sampel 223 rumah tangga dengan ibu berusia 18-55 tahun yang sedang tidak hamil dan mempunyai setidaknya satu anak berusia 2-12 tahun. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui hubungan antara kerawanan pangan dan body mass index (BMI ) dan lingkar pinggang pada wanita di daerah pedesaan. Hasil penelitian menunjukkan ibu yang mengalami overweight dan obesitas sebanyak 52% dan yang memiliki lingkar pinggang ≥80 cm sebanyak 47%. Tidak ada hubungan signifikan antara kerawanan pangan, body mass index (BMI), dan lingkar pinggang. Persamaannya adalah pada rancangan penelitian yang digunakan. Perbedaannya adalah lokasi penelitian merupakan daerah rural atau pedesaan. 4. Chaparro (2012) dengan judul “Household food insecurity and nutritional status of women of reproductive age and children under 5 years of age in five departments of the Western Highlands of Guatemala: an analysis of data from the national maternal-infant survey 2008-09 of Guatemala”. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Instrumen penelitian yang digunakan untuk menilai kondisi ketahanan pangan
rumah tangga menggunakan (National Maternal-Infant Health Survey) ENSMI household questionnaire. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara variabel ketahanan pangan rumah tangga dengan status gizi pada wanita usia reproduktif dan balita. Persamaannya adalah pada rancangan penelitian yang digunakan dan juga melibatkan wanita usia reproduktif. Perbedaannya adalah pada responden penelitian yang melibatkan balita dan instrumen penelitian yang digunakan serta peneliti juga meneliti mengenai kadar Hb pada responden penelitian.