BAB I PENDAHULUAN
A.
Alasan Pemilihan Judul
China merupakan negara yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di dunia dan wilayah yang luas. Hal ini menjadi alasan munculnya keberagaman agama, budaya, dan bahasa di masing-masing wilayah China yang tersebar. Bangsa China menganggap bahwa mereka adalah pusat peradaban dunia. Dalam buku putih China disebutkan bahwa Tibet sejak pertengahan abad ke 13, resmi menjadi bagian dari wilayah Dinasti Yuan, namun pernyataan ini dipatahkan oleh para pemimpin Tibet, karena Tibet tidak pernah sekalipun membayar pajak atau administratif lainnya yang dapat membuktikan Tibet merupakan bagian dari China. Pemerintah China menganggap bahwa kontak individual dengan para Lama (Pemimpin Tibet) tersebut menunjukan adanya otoritas Dinasti Ming terhadap Tibet. Tetapi ketika Tibet sudah tidak lagi dipimpin oleh para Lama itu, apapun sifat dari kontak tersebut, tidak berpengaruh sama sekali terhadap status independen Tibet.1
Hal ini berarti Tibet tanpa pemerintahan Lama bukan lagi suatu wilayah yang merdeka atau bebas, sehingga China merasa berhak untuk mengatur dan menguasai Tibet sesuai dengan sistem pemerintahan China yang didominasi oleh kekuasaan komunis. Konflik antara China dan Tibet akhir-akhir ini menjadi perbincangan dan
1
Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika Serikat, Garasi, 2008, hal 30
1
isu utama di Dunia Internasional. Hal ini menjadi menarik untuk disimak karena terlebih konflik antara Tibet dan China ini mulai kembali mencuat menjadi isu internasional yang nampaknya akan mengundang banyak tanggapan dunia internasional. Hal ini menjadi sangat menarik karena isu ini kembali mencuat setelah China dipilih menjadi tuan rumah kejuaraan olahraga bertaraf internasional yaitu Olimpiade Beijing 2008. China terus dibayangi dengan isu pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah China kepada demonstran ProTibet (Lihat Lampiran pada Gambar III).
China dan Tibet yang sudah hampir 40 tahun mengalami konflik, hingga saat ini masih sulit menemukan jalan keluar untuk mencapai kesepakatan demi kedamaian bersama. Ada kisah menarik yang sering "diabaikan" yaitu suatu kenyataan yang pernah terjadi berabad-abad di Tibet, yaitu perbudakan. Bagaimana kaum elite, kaum tuan tanah, para Lama mengambil keuntungan-keuntungan dari manusia dengan kasta terendah ini, yang terjadi dalam sistem kebudayaan, kehidupan spiritual dan sejarah panjang perbudakan yang pernah terjadi di Tibet.
Beberapa alasan inilah yang membuat penulis tertarik untuk menelitinya dengan sebuah skripsi yang berjudul Tindakan Represif Pemerintah China terhadap wilayah Tibet Dengan Migrasi Etnis Han dan Rekayasa Sosial.
B.
Tujuan Penelitian
Suatu penulisan biasanya dilakukan untuk memberikan gambaran obyektif terhadap fenomena tertentu. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :
2
1.
Mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan Pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap Budaya di wilayah Tibet.
2.
Memberikan gambaran tentang konflik yang terjadi antara China dan Tibet khususnya dalam masalah budaya Tibet dengan migrasi Etnis Han China dan rekayasa sosial.
3.
Mengetahui sejauh mana tindakan pemerintah China untuk memusnahkan Etnis asli Tibet kepemimpinan rejim Dalai Lama demi meyatukan Tibet kedalam wilayahnya kembali. Serta mengetahui tanggapan dunia internasional terhadap kasus ini.
4.
Mengaplikasikan teori-teori yang penulis dapatkan selama proses belajar di perkuliahan.
5.
Penelitian ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana S1 pada Jurusan
Ilmu
Hubungan
Internasional,
Fisipol
Universitas
Muhammadyah Yogyakarta.
C.
Latar Belakang Permasalahan
China merupakan salah satu wilayah yang memiliki luas wilayah yang cukup besar dan populasi tertinggi di dunia. Keluasan wilayah China, serta keragaman suku dan populasi yang tinggi, menjadikan China sebagai negeri yang sulit menciptakan persatuan. Dibalik sejarah kedinastian China sendiri serta lamanya peradaban yang terjadi, tersembunyi suatu kenyataan yang semakin membuat China berbeda dengan negara Asia lainnya. China memilki beberapa kelompok minoritas di antara kehidupan sosialnya. Kuatnya kebudayaan China dengan masih terpeliharanya
3
kebudayaan asli China, mulai dari Bahasa, serta identitas nasionalnya yang bermacam-macam, membuat daerah di perbatasan dan terpencil dari wilayahnya dengan jarak yang cukup jauh dari pusat pemerintahan semakin terlupakan.
Tibet dahulunya adalah sebuah kerajaan merdeka yang mengalami interaksi maupun benturan terutama secara politik dengan dinasti-dinasti yang ada di dataran China. Raja Tibet diberi gelar Dalai Lama dimana Dalai Lama yang sekarang, Tenzin Gyatso adalah Dalai Lama ke-14. Dalai Lama adalah pemimpin negara Tibet dan sekaligus pemimpin keagamaan. Tibet menjadi provinsi China pada tahun 1950 setelah tentara merah China menyerbu wilayah ini, dan berhasil menguasai ibu kota provinsi Tibet yaitu Lhasa dan mengusir Dalai Lama dari kekuasaannya. Pada tanggal 17 Maret 1959, Dalai Lama berhasil meloloskan diri dari penangkapan tentara China ke India oleh usaha pelarian yang dipimpin oleh Gampo Tashi, dan mendirikan semacam pemerintahan pelarian di Dharamsala, India utara sampai sekarang.
Jika dilihat dari sejarah China, Tibet merupakan wilayah kesatuan China (Lihat Lampiran pada Peta I dan II). Tibet menjadi sebuah wilayah yang penting, karena negeri ini berbatasan langsung dengan negara India yang di klaim sebagai negara “kontroversi” bagi China. Wilayah Tibet menjadi kunci keamanan diperbatasan dengan selatan. Secara ekonomi Tibet merupakan negeri miskin dan media seakan meyakinkan khalayak bahwa kemiskinan Tibet adalah akibat dari sikap diskriminatif pemerintah China. Padahal, kemiskinan Tibet adalah akibat feodalisme keagamaan yang masih tersisa sejak berabad-abad, di mana kalangan
4
aristokrat dan para Dalai Lama hidup enak di istana, sedang kebanyakan rakyat menderita kekurangan. Tibet mulai mencuat menjadi sorotan masyarakat internasional.
Tibet yang dikenal mempunyai sejarah keunikan peradaban yang arif kembali menorehkan polemik yang cukup dramatis. Aksi para biksu Tibet dalam menggalang tuntutan terhadap China seakan mengulang kembali pemberontakan Tibet yang pernah bergolak di Tahun 1959. Sebagaimana yang telah santer diberitakan oleh berbagai media, sekurangnya 300 biarawan atau rahib berbaris di pusat kota Lhasa Tibet pada 10 Maret 2008 untuk menggelar aksi damai memperingati kegagalan pemerintah China menundukkan Tibet serta pengusiran Dalai Lama, Pemimpin Spiritual Buddha Tibet ke pengungsian di tahun 1959.2
Selama bertahun-tahun masalah Tibet nyaris terlupakan dan kehilangan sorotan internasional. Dalai Lama dan para pelarian di pemerintahan pengasingan terus menyerukan agar China memberikan kemerdekaan kepada Tibet. China sendiri yang tidak ingin terus terjadi perlawanan di Tibet pun memberikan hak otonomi khusus. Alasan lain pemberian otonomi khusus adalah karena mayoritas penduduk Tibet, seperti halnya juga daerah Mongolia Dalam, bukan berasal dari suku Han. 93% merupakan suku Tibet dan hanya 6% dari suku Han, itu pun berasal dari luar Tibet. Pada dekade 1980, China mengadakan reformasi Pintu Terbuka dan mulai melakukan pembangunan di Tibet. Masalah Tibet nyaris dianggap selesai ketika
2
http://id.shvoong.com/books/1866289-revolusi-tibet/ 8 Februari 2009
5
Panchen Lama, pemimpin tertinggi kedua Tibet, menyatakan bergabung dengan China pada awal dekade tahun 2000-an.
Gejolak terjadi karena pemerintahan China bereaksi keras dengan menahan antara 50 hingga 60 rahib. Aksi tersebut berbuntut panjang, demonstrasi dan aksi massa pun meluas. Beijing mempertahankan keyakinan bahwa Tibet secara historis merupakan bagian dari China. Sementara itu, banyak orang Tibet beralasan bahwa wilayah Himalaya selama berabad-abad adalah wilayah merdeka. Dibalik konfrontasi Tibet untuk melepaskan diri dari pemerintah China ternyata menyimpan berbagai fakta terselubung.
Belum pernah Isu Tibet begitu mencuat dan menjadi isu hangat dunia internasional. Ada yang bersimpati, ada yang netral, namun ada pula yang sangat keras terhadap China. China mencoba mengubah sikap rakyat Tibet akan tetapi hal itu sulit untuk dilakukan. Kebijakan politik penempatan warga China di Tibet diambil sebagai satu-satunya penyelesaian. Jika tidak dapat membuat mereka menjadi orang China, maka warga China-lah yang ditempatkan di Tibet. Melalui kebijakan itu warga Tibet menjadi penduduk minoritas yang termarjinal. China beranggapan masalah dapat diselesaikan melalui langkah itu.
D.
Pokok Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat diajukan suatu pokok permasalahan sebagai berikut, yaitu Faktor-faktor apa yang menyebabkan Pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap wilayah Tibet?
6
E.
Kerangka Teori
KONSEP NATION BUILDING
Nation building dipahami sebagai proses konsolidasi dan integrasi dari kelompok-kelompok pembentuk negara sehingga tidak mudah terpecahpecah baik dari luar maupun dari dalam.3 Nation Building berhubungan erat dengan Etnis (nation) dalam satuan wilayah teritorial yang kemudian disebut negara, sehingga kuat lemahnya nation building tersebut tergantung pada bagaimana etnis-etnis didalamnya berinteraksi baik berkonflik ataupun berkerjasama.4 Sehingga proses nation building melalui integrasi dapat berjalan dan dapat dikatakan sebagai proses yang tak pernah selesai karena menyangkut keamanan negara.
Keanekaragaman ini disisi lain membawa keunggulan tersendiri yang turut membentuk identitas nasional sebagai modal dasar pembangunan termasuk dalam berinteraksi dengan negara lain. Ketidakstabilan ini lebih karena upaya kelompok dalam mengakomodasikan kepentingannya. Berbagai kepentingan tersebut menyangkut segala hal kebutuhan kelompok dalam mempertahankan eksistensinya ditengah-tengah masyarakat.
3 4
Trans-Vol1.pdf-No3-artikel/ Kelompok Sosial Dalam Integrasi Nasional/4-Desember-2006/hal.8 Ibid., hal 9
7
Upaya pengakomodasian kepentingan dari berbagai kebutuhan ini bukan hanya berhadapan dengan elit namun juga berhadapan dengan kepentingan kelompok lain dengan upaya yang sama. Dapat dikatakan persinggungan kepentingan yang tidak terakomodasikan dengan baik akan menagkibatkan terjadinya konflik. Konflik ini terkadang tidak dapat dihindari meskipun pemerintahan suatu negara selalu berusaha untuk mengakomodasikan berbagai kepentingan warganya dalam kerangka besar kepentingan nasional yang di dalamnya termasuk nation building.
Konflik ini pula yang berpotensi menjadi ancaman terhadap integritas nasional. Lemahnya derajat integrasi nasional akan menyebabkan jarum spektrum nation building yang pada sejarah suatu negara bangsa telah mencapai pada titik kematangan (mature), mengalami pergeseran kearah ketidak matangan (immature). Pergeseran kearah negatif ini tidak bisa hanya dibebankan kepada masyarakat atau warga negara selaku modal utama dalam nation building. Peranan pemimpin atau pemerintah juga sangat berpengaruh dalam pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam integrasi nasional.
Menurut pakar politik Morgenthau, Kepentingan Nasional (National Interest) merupakan pilar yang utama tentang teori politik internasonal dan politik luar negeri. Kepentingan nasional suatu negara yaitu mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan
8
pengendalian suatu negara atas negara lain.5 Tentunya hubungan kekuasan atas kekuasaan dan pengendalian dapat dilakukan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama. adapun kepentingan nasional suatu negara dapat meliputi integritas teritorial suatu negara, kedaulatan, dan prestige.
Nation Building seharusnya menjadi suatu proses terpenting dalam mengkonsolidasi kemerdekaan dan keutuhan bagi China adalah sebuah negara yang terdiri dari berbagai suku, termasuk Tibet. Dengan begitu tentunya, diskriminasi rasial tidak akan bisa dilegitimasikan, karena setiap warga negara China tentunya memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kewarganegaraan China tidak mengenal asal usul keturunan, agama dan status sosial-nya. Namun dalam persoalan Tibet, isu dan masalah yang berkembang juga berbeda.
Dalai Lama menggunakan istilah ‘Genosida budaya’ Tibet dengan melihat pada aksi Pemerintah China yang mendorong masukkan Etnis Han, dari China bagian lain, ke Tibet. Selain itu, Etnis Tibet juga makin terpinggirkan dari pembangunan ekonomi di Tibet. Namun faktor kenyataan internasional, dengan tidak ada satu negara dan pemerintahan di dunia ini yang mempertentangkan status Tibet dan mengakuinya sebagai bagian dari China, dan bersedia untuk memberikan pengakuan legal apa pun kepada Dalai Lama yang berada dalam pemerintahan pengasingan di Dharamsala, wilayah India yang berbatasan dengan Tibet. 5
Mas’oed Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: Displin dan Metodologi hal.140/1990
9
KONSEP OTORITERISME
Otoriterisme menurut Guillermo O`Donnel, dapat berarti Pemerintah yang dipegang oleh militer bukan sebagai diktator melainkan sebagai suatu lembaga, berkolaborasi dengan teknokrat sipil dan masyarakat bisnis internasional, Pengambilan keputusan dalam rezim otoriterisme-birokratis bersifat birokratik-teknokratik, sebagai lawan pendekatan politik dalam pembuatan kebijaksanaan yang memerlukan suatu proses tawar-menawar yang lama diantara berbagai kelompok kepentingan dengan demobilisasi massa melalui tindakan-tindakan represif.6
Suatu pemerintahan otoriter dan terbiasa dengan gaya sistem kepemimpinan yang otoriter hanya saja pembangunan yang dikatakan berhasil pada saat bersamaan juga telah mengorbankan hak asasi manusia (HAM), demokrasi dan negara hukum yang semuanya seringkali diterlantarkan karena sistem otoriter berkaitan dengan sistem budaya, sosial dan politik di China. Sistem otoriter yang berlaku tidak memberi kesempatan untuk keterbukaan, kebebasan, dan dialog yang tulus.
Persoalan cenderung diselesaikan lewat represi dan kekerasankekerasan yang melanggar hak asasi serta mengasingkan rakyat di daerah dari kebersamaan dan persaudaraan. Sistem, kebijakan, budaya dan
6
Lutfiwahyudi, “Netralitas Birokrasi”, 16 Maret 2007 di http://lutfiwahyudi.wordpress.com/2007/03/16/netralitas-birokrasi/
10
pendekatan serba represif, serta tidak adil itulah yang biasanya tinggalkan melalui reformasi yang telah diberi legitimasi lewat pemilihan umum yang demokratis. Itulah mengapa konsep itu tanpa disadari tetap bertahan dan berlaku dengan kenyataan bahwa pada situasi tertentu konsep otoriterisme mengungkapkan itikad yang cukup populer dan dalam semua masyarakat terdapat berbagai situasi dimana kebebasan bisa jadi bertentangan dengan kepentingan negara atau masyarakat misalnya dalam suasana kekacauan seperti yang terjadi dalam masalah China dan Tibet.
F.
Hipotesis
Faktor-faktor yang menyebabkan Pemerintah China melakukan tindakan represif di wilayah Tibet yaitu disebabkan oleh dua faktor antara lain:
1) Integritas Teritorial China atas wilayah Tibet 2) Kedaulatan Negara China terhadap wilayah Tibet
G.
Jangkauan Penelitian
Jangkauan Penelitian dalam penulisan skripsi ini ditekankan pada konflik China dan Tibet antara tahun 1959-2008. Sejak Partai Komunis China masuk dan berkuasa, Pemerintah China selalu bersikap anti-agama. Berbagai strategi telah disusun untuk mencegah berkembangnya agama termasuk dengan Dalai Lama. Namun berbagai hal yang menjadi latar belakang bagi peristiwa-peristiwa yang akan terjadi menjadi suatu gambaran selanjutnya sepanjang masih relevan dengan
11
penelitian untuk membatasi penelitian agar tidak terlalu luas dan memudahkan seleksi data.
H.
Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini bersifat deskriptif analisis, yaitu menjelaskan dan menganalisis permasalahan berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian pustaka (Library Research) dengan perolehan data sekunder yang bersumber dari majalah, buku-buku, jurnal, surat kabar, website online, dan dokumen pustaka lainnya.
I.
Sistematika Penulisan
BAB I.
PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan ini berisi antara lain mengenai alasan pemilihan judul, apa yang menjadi latar belakang masalah, tujuan penulisan, perumusan masalah, teori yang digunakan, hipotesa yang diajukan, jangkauan penelitian, dan metode pengumpulan data.
BAB II.
GAMBARAN UMUM TENTANG KONFLIK CHINA DAN TIBET
Bab ini menjelaskan tentang konflik antara China dan Tibet, tentang pergolakan Tibet, lebih khusus lagi akan dibahas mengenai Gambaran
12
Umum Konflik China dan Tibet, Sejarah Awal Tibet Dibawah Kendali China, Keberagaman Etnis dan Budaya, Kebijakan Pemerintah China Terhadap Etnis di China dan Otonomi Khusus Tibet, serta Munculnya Pergolakan dan Tindakan Represif China di wilayah Tibet.
BAB III. TIBET DIBAWAH KEKUASAN PEMERINTAH CHINA
Bab Tiga ini menjelaskan tentang kondisi Tibet dibawah kekuasaan pemerintah China sejak masuknya kekuatan Komunis tahun 1959, tindakan represif pemerinrtah China terhadap budaya Tibet dengan menyingkirkan etnis asli Tibet, Perlawanan oleh rakyat Tibet, dan Dukungan Internasional terhadap Penyelesaian masalah China dan Tibet.
BAB IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PEMERINTAH CHINA
MELAKUKAN
TINDAKAN
REPRESIF
DI
WILAYAH TIBET
Bab Empat ini akan menjelaskan tentang bagaimana faktor-faktor apa yang menyebabkan pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap budaya Tibet dengan melihat dua faktor yaitu Integritas Teritorial China atas wilayah Tibet, dan Kedaulatan China terhadap wilayah Tibet. BAB V.
KESIMPULAN
Bab Lima ini berisi kesimpulan dari bab satu hingga bab empat yang merupakan intisari dari tulisan ini.
13
BAB II GAMBARAN UMUM KONFLIK CHINA DAN TIBET
Masalah yang terjadi antara Pemerintah china dan Tibet adalah gangguan keamanan yang beberapa pekan terakhir terjadi karena protes rakyat Tibet atas berbagai kebijakan Pemerintah China yang dinilai tidak tepat untuk Tibet, meski pemerintah dan rakyat China menganggapnya benar demi kemakmuran dan perkembangan Tibet. Konflik yang sudah berlangsung cukup lama ini sangat kental hubungannya dengan budaya dan agama yang cukup berbeda antara China dan Tibet. Perbedaan inilah yang membuat China merasa ‘risih’, mengingat Tibet merupakan satu kesatuan wilayah China.
Ditinjau dari sejarah geografis, Tibet selalu dipandang sebagai kawasan tertutup yang mandiri, tapi sangat lama kerajaan di Himalaya itu berada di bawah pengaruh asing. Awal abad ke-20 Inggris mewakili politik luar negeri Tibet di panggung politik dunia. 400 tahun lalu Kaisar China memiliki hak suara dalam reinkarnasi pimpinan spiritual tertinggi Tibet.
Sejak berabad-abad Tibet menjadi lambang status kebanggaan kekaisaran China. Penguasa Tibet menghantarkan hadiah-hadiah bergengsi ke halaman istana di Beijing, dimana menurut tulisan China Kaisar China diakui sebagai putra surga. Sebagai imbalan mereka tidak diganggu gugat. Kaisar China mengirimkan utusannya ke Lhasa, tapi mereka jarang mencampuri urusan pribadi Tibet. Jika
14
negara-negara lain mengancam Tibet, Lhasa bahkan meminta bantuan kepada penguasa di China.7 Munculnya protes dari rakyat Tibet yang menginginkan kemerdekaan dari China membuat nasionalisme China muncul. Pemerintah China tidak segan untuk melakukan upaya-upaya yang dapat menghentikan budaya Tibet. Salah satu dari masalah tesebut adalah perbedaan antara agama Budha yang dianut oleh Etnis China dan agama Budha yang dianut oleh Etnis Tibet.
Tibet mempercayai Dalai Lama sebagai Budha serta pemimpin Tibet. Hal inilah yang membuat pemerintah China semakin gencar untuk memusnahkan budaya Tibet sebagai bentuk suatu kedaulatan negara. Namun tindakan pemerintah China ini mengundang protes dari beberapa LSM internasional dan "mendesak" serta "memaksa" Pemerintah China untuk memperbaiki masalah-masalah HAM di Tibet.
Pro dan kontra mulai muncul dalam usaha penegakan HAM di China, pada usaha pemberian otonomi lebih luas kepada Tibet. Namun kebijakan China untuk penegakan HAM akan tergantung pemerintah dan rakyat China sendiri yang sudah memahami adanya masalah, tetapi membutuhkan waktu dan perkembangan politik tertentu untuk dapat menyelesaikannya secara berarti dan sungguh-sungguh. Pemerintah china tentu saja akan mendahulukan kepentingan nasionalnya yang dianggap lebih penting dalam skala prioritas mereka. Berbagai tekanan bukan tidak
7
“Status Tibet yang Diperdebatkan”, 21-Mar-2008 di http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=1&jd=Status+Tibet+yang+Diperdebatkan&dn=200 80321035530
15
mungkin akan membangkitkan nasionalisme China yang lebih kuat, bahkan akan timbul sikap anti-asing seperti pernah terjadi pada zaman Mao Zedong.
Masalah Tibet dapat diselesaikan tanpa adanya koban maupun pelanggaran HAM melalui perbaikan strategi, sikap, dan kebijakan pemerintah China. Pemerintah China melalui pemimpin Tibet yaitu Dalai Lama menghendaki agar Tibet mengakui kedaulatan China atas Tibet secara konsekuen. Bentuk otonomi yang akan diterapkan merupakan masalah yang harus dirundingkan di antara mereka.
A.
Sejarah Tibet di Bawah Kendali China
Melihat sejarah awal terbentuknya hubungan China dan Tibet, dimulai pada saat kepemimpinan pengusaha Tibet Trisong Detsen yang berkuasa antara tahun 755 sampai dengan tahun 797.8 Penguasa Tibet ini memperluas wilayah Tibet dengan menguasai sebagian wilayah China. Pada tahun 763, Ibukota China, Chang'an atau Xian diserang dan hasilnya China harus membayar pajak tahunan pada Tibet. Lalu pada tahun 783, dibuatlah sebuah perjanjian untuk mengatur masalah perbatasan antara china dan Tibet. Perjanjian perdamaian tersebut baru dilaksanakan tahun 821. Teks perjanjian tersebut ditulis dalam bahasa China dan tibet.
Adapun isi dari perjanjian ini yaitu mengenai daerah perbatasan yang ditandai dengan tiga pilar yang ditancapkan di Gungu Meru, Lhasa, dan terakhir di 8
Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika Serikat, Garasi, 2008, hal 26
16
di chang'an, ibukota China..9 Semua yang ada di timur adalah milik China dan semua yang ada dibarat adalah milik Tibet. Hubungan antara China dan Tibet yang cukup panjang dan berliku.
Namun hampir sepanjang satu abad terakhir, Tibet senantiasa menjadi bahan polemik. Pada 1904 Kerajaan Inggris melakukan invasi terhadap Tibet dan berhasil menguasai ibu kota Lhasa sebagai respons atas serangan yang dilakukan pasukan Gurkha. Namun, kemenangan yang berhasil diraih Inggris mendapatkan tanggapan keras oleh Kerajaan China. Dinasti Ch'ing menganggap serangan tersebut ilegal serta menyatakan Tibet adalah bagian dari wilayahnya. Ketika Mao Zedong menguasai Republik Rakyat China, dia kembali menekankan kedaulatannya atas Tibet.
Di dalam “Buku Putih” China dinyatakan bahwa Tibet merupakan milik China. Sejak tahun 1912, Tibet telah mencapai kemerdekaan de facto dari China, tetapi kadang memang menunjukkan sikap yang seakan Tibet berada dalam keadaan sebagai “bagian China”.10 Namun Sebagai kelanjutannya, Mao mengirim Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menuju perbatasan Tibet serta menguasainya pada 1950. Kemudian Tibet dan China melakukan perjanjian yang isinya menjadikan Tibet sebagai wilayah otonomi di bawah pemimpin tradisional Tibet, Dalai Lama. Namun, pemerintah China mengingkari isi perjanjian dengan membatasi pemerintahan yang dipegang Dalai Lama. Alasannya, mereka ingin menghapus sistem pemerintahan 9
Ibid, hal 27 Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika Serikat, Garasi, 2008, hal 38
10
17
feodalisme dan mengubahnya menjadi sistem pemerintahan komunis.
Tindakan yang dilakukan pemerintah China membuat Dalai Lama tidak setuju sehingga mulai merencanakan pemberontakan terhadap pemerintahan komunis China. Pemberontakan pecah pada Mei 1956. Namun akibat kurangnya perhatian internasional terhadap perjuangan rakyat Tibet, pemberontakan tersebut berhasil ditutupi oleh pemerintah China. Dalai Lama melarikan diri ke Dharamsala, India, dan mendirikan pemerintahan sementara di sana hingga sekarang. Panchen Lama, figur spiritual terbesar kedua Tibet setelah Dalai Lama, kemudian mengumumkan dukungannya atas kekuasaan China. Dalai Lama kemudian didaulat sebagai pemimpin spiritual Tibet dan pada 1960, membentuk pemerintahan wilayah Otonomi Tibet.
B.
Keberagaman Etnis dan Budaya
China merupakan salah satu negara yang multietnis. China merupakan suatu negara kesatuan yang bersatu dan mempunyai banyak Etnis minoritas. Adapun Etnis-etnis yang ada di China meliputi: Han, Mongol, Hui, Tibet, Uigur, Miao, Yi, Zhuang, Buyi, Korea, Man, Dong, Yao, Tujia, Hani, Khazak, Dai, Li, Lisu, Wa, She, Gaoshan, Lahu, Shui, Dongxiang, Naxi, Jingpo, Khalkhas, Tu, Daur, Molao, Jiang, Bulang, Sala, Maonan, Yilao, Xibo, Achang, Pumi, Tajik, Nu, Uzbek, Rusia, Ewenki, De'ang, Bao'an, Yugu, Jing, Tatar, Dulong, Oroqen, Hezhe, Menba, Luoba dan Jino serta terdapat pula sejumlah kecil penduduk yang termasuk Etnis belum dikenal serta terdapat 20 Etnis minoritas China yang berpopulasi di bawah 100 ribu
18
orang yaitu antara lain Etnis Bulang, Tajik, Achang, Pumi, Ewenqi, Nu, Jing, Jino, De'ang, Bao'an, Rusia, Yugu, Uzbek, Menba, Oroqen, Dulong, Tatar, Hezhe, Gaoshan dan Lhoba.11
1. Beberapa Etnis China
Dalam perkembangan sejarah yang panjang, berbagai Etnis minoritas China tersebut mulai membentuk keadaan dan bercampur dengan Etnis Han yang utama, dan permukiman di daerah tertentu. China memiliki 1 Etnis mayoritas yang tersebar diseluruh pelosok negeri yaitu Etnis Han. Sedangkan 55 Etnis lainnya adalah Etnis minoritas. Hampir seluruh Etnis yang ada di China memiliki bahasa sendiri kecuali Etnis Hui dan Man yang menggunakan bahasa Mandarin, yang lain semua menggunakan bahasa Etnis sendiri atau bahasa Mandarin.
Berikut ini adalah beberapa Etnis China yang Berpopulasi di Atas 5 Juta:
a.
Etnis Han
Etnis Han merupakan Etnis yang paling banyak jumlah penduduknya dan juga adalah Etnis yang paling banyak populasinya di dunia. Etnis Han dahulu disebut Etnis penduduk Dataran Tengah Tionghoa, kemudian mulai berbaur dan berpadu dengan berbagai Etnis lain. Berbeda dengan Etnis lainnya yang ada di China. Etnis Han memiliki huruf bahasa sendiri. 11
“Keadaan Pokok Etnis Minoritas di Tiongkok (I)” dalam http://indonesian.cri.cn/1/2005/02/22/
[email protected]
19
Bahasa Mandarin termasuk cabang bahasa Sino-Tibeto, dan terbagi atas 8 bahasa daerah, antara lain bahasa Utara, bahasa Wu atau daerah hilir Sungai Yangtze, bahasa Xiang atau Propinsi Hunan sekarang, bahasa Gan atau Propinsi Jiangxi sekarang, bahasa Hakka, bahasa Hokian Selatan, bahasa Hokian Utara dan bahasa Kanton, dan bahasa yang digunakan bersama ialah bahasa Mandarin yang baku.12 Bahasa Mandarin menjadi salah satu bahasa umum internasional. Etnis-etnis minoritas China yang jumlahnya 55 etnis tersebut tersebar di daerah barat laut, barat daya dan timur laut Tiongkok.
b.
Etnis Man
Etnis Man paling banyak bermukim di Propinsi Liaoning Tiongkok timur laut. Etnis Man menggunakan bahasa Man yang termasuk rumpun bahasa Altai. Etnis Man ini memiliki hubungan yang erat dengan Etnis Han. Penduduk Etnis Man terbiasa menggunakan bahasa Mandarin, dan hanya di sejumlah kecil desa-desa permukiman yang terpencil dan sejumlah kecil orang lanjut usia masih bisa berbicara dalam bahasa Man.
Penduduk Etnis Man dulu pernah menganut agama Saman yang politeis. Etnis Man adalah Etnis yang bersejarah lama, nenek moyang mereka dapat ditelusuri sampai 2.000 tahun yang lalu. Mereka bermukim di daerah yang luas di bagian hilir dan tengah Sungai Heilongjiang dan Daerah 12
“Etnis yang Berpopulasi di Atas 5 Juta”, 22-02-2002 dalam http://indonesian.cri.cn/chinaabc/chapter6/chapter60102.htm
20
Aliran Sungai Wusuli di sebelah utara Gunung Changbai di Tiongkok timur laut.
c.
Etnis Zhuang
Etnis Zhuang China adalah salah satu Etnis yang paling banyak populasinya di antara Etnis minoritas Cin. Kebanyakan Etnis Zhuang bermukim di Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi yang dibentuk pada tahun 1958.13 Etnis ini menggunakan bahasa Zhuang yang termasuk cabang bahasa Sino-Tibeto. Orang Etnis Zhuang menganut agama primitif yang alam menyembah dan banyak dewa.
d.
Etnis Hui
Populasi Etnis Hui kebanyakan bermukim di Daerah Otonom Etnis Hui Ningxia, Tiongkok barat laut. Etnis Hui, merupakan Etnis minoritas yang paling luas penyebarannya di China.14 Penduduk Etnis Hui juga hidup berbaur dengan Etnis Han, maka kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa Mandarin. Penduduk Etnis Hui yang tinggal bersama dengan etnisetnis lain juga bisa menggunakan bahasa etnis-etnis tersebut. Sejumlah warga Etnis Hui paham bahasa Arab dan Persia. Penduduk Etnis Hui menganut agama Islam.
13 14
Ibid, Etnis Zhuang Ibid.,Etnis Hui
21
e.
Etnis Mongol
Populasi Etnis Mongol mencapai 5,8 juta orang, terutama bermukim di Daerah Otonom Mongol Dalam dan Daerah Otonom Uigur Xinjiang, Propinsi Qinghai, Gansu, Heilongjiang, Jilin serta Liaoning, keresidenan dan kabupaten otonom Etnis Mongol propinsi dan daerah otonom.15 Etnis Mongol menggunakan bahasa Mongol, yang termasuk cabang bahasa Altai. Tempat asal kelompok itu di sekitar pantai timur Sungai Erguna, kemudian berangsur-angsur memindah ke barat. Orang Etnis Mongol kebanyakan menganut agama Lama. Etnis Mongol memberi sumbangan besar terhadap pemerintah China di bidang politik, militer, ekonomi, iptek, astronomi, kebudayaan dan kesenian serta ilmu kedokteran China.
f.
Etnis Yi
Etnis Yi ini bermukim di provinsi atau daerah Yunan, Sichuan, Guizhou dan Guangxi. Etnis Yi menggunakan bahasa Yi yang tergolong keluarga bahasa Cino-Tibetan. Orang Etnis Yi yang bermukim di daerah Etnis Han dan berbaur dengan Etnis Han dapat menggunakan bahasa Mandarin. Etnis Yi merupakan suatu Etnis minoritas yang jumlahnya cukup banyak , tersebar cukup luas dan bersejarah panjang di Tiongkok. Suatu ciri penting dari Etnis Yi dalam sejarah ialah tetap mempertahankan sistem pemilikan budak dalam jangka panjang. Setelah berdirinya Republik Rakyat
15
Ibid, Etnis Mongol
22
Tiongkok pada tahun 1949, diadakan reformasi demokratis atas Etnis tersebut dan sistem perbudakan yang masih tersisa dalam masyarakat Etnis Yi baru berangsur-angsur dimusnahkan.16
g.
Etnis Miao
Etnis Miao berpopulasi sekitar 8,94 juta jiwa dan terutama bermukim di propinsi-propinsi Guizhou, Yunan, Sichuan, Hunan, Hubei dan Guangdong serta Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi. Etnis Miao menggunakan bahasa Miao yang tergolong keluarga bahasa Cino-Tibetan. Etnis Miao adalah salah satu Etnis tua yang sudah bersejarah panjang di Tiongkok, dan dalam kitab sejarah lebih 4000 tahun lalu sudah tercatat tentang Etnis tersebut. Etnis Miao kebanyakan menganut agama purbakala yang menganggap segala benda dan makhluk yang ada di dunia ini berjiwa.
2. Beberapa Etnis Tibet
Etnis Tibet merupakan penduduk utama Tibet. Bahasa Tibet tergolong bagian dari cabang bahasa Tibeto-Burma keluarga bahasa Sino-Tibetan. Orang Etnis Tibet menganut Agama Budha Tibet. Agama Budha Tibet dipimpin oleh Dalai Lama.
Sejak sebelum Masehi, nenek moyang Etnis Tibet yang bermukim di Dataran Tinggi Qianghai-Tibet sudah memiliki hubungan dengan Etnis Han yang hidup
16
Ibid, Etnis Yi
23
di daerah pedalamanan China. Melalui jangka panjang, banyak suku yang terpencar di Dataran Tinggi Tibet secara berkala berintegrasi dan menjadi Etnis Tibet sekarang. Tibet merupakan salah satu dari lima daerah otonom di China. Tibet adalah daerah otonom (Lihat Lampiran pada Peta III dan IV) Etnis yang didominasi Etnis Tibet. Tibet berpenduduk 2,6 juta orang antaranya 96 persen atau 2,5 juta tergolong Etnis Tibet, kepadatan penduduk di Tibet tidak sampai 2 orang per kilometer persegi. Daerah Otonom Tibet resmi dibentuk pada September tahun 1965.17
a.
Etnis Lhoba
Populasi Etnis Lhoba merupakan Etnis minoritas China yang paling sedikit jumlah penduduknya. Mereka terutama tersebar di bagian tenggara Daerah Otonom Tibet. Orang Lhoba yang bermukim di bagian utara Kabupaten Motuo menggunakan bahasa Tibet, sedang orang Lhoba lainnya menggunakan bahasa Lhoba. Bahasa Lhoba termasuk rumpun bahasa SinoTibeto. Etnis Lhoba tidak mempunyai tulisannya sendiri, sejumlah kecil warga Lhoba paham bahasa Tibet. Setelah berdirinya Tiongkok Baru, Etnis Lhoba menikmati persamaan hak seperti Etnis-etnis lain.
b.
Etnis Monba Etnis Monba merupakan etnis tua yang bermukim di Dataran Tinggi
Tibet, terutama tersebar di daerah Menyi Tibet selatan, dan ada sebagian 17
“Keadaan Pokok Tibet”, 01 Desember 2006 di http://indonesian.cri.cn/chinaabc/chapter11/chapter110601.htm
24
yang bermukim di kabupaten-kapupaten Meduo, Linzi dan Chouna. Orang Menba kebanyakan menganut agama Budha Tibet.
C.
Kebijakan Pemerintah China Terhadap Etnis di China dan Otonomi Khusus Tibet Sebagai satu negara multietnis yang bersatu Pemerintah China melaksanakan
kebijakan sederajat, bersatu dan saling membantu antara berbagai Etnis, menghormati dan memelihara hak kebebasan kepercayaan agama dan adat istiadat etnis minoritas. Sistem otonom regional Etnis merupakan satu sistem politik yang penting di Chna dan dibawah pimpinan persatuan negara, para Etnis yang ada di China melaksanakan otonom regional di daerah pemukiman berbagai Etnis minoritas, membentuk lembaga otonom dan melaksanakan hak otonom.18 Pemerintah pusat melindungi daerah otonom Etnis menurut keadaan, dan etnis setempat melaksanakan hukum dan kebijakan negara.
Masalah Etnis biasanya bercampur dengan masalah keagamaan di sejumlah daerah, pada saat penyelesaian masalah Etnis, juga memerlukan memperhatikan secara menyeluruh dan tepat melaksanakan kebijakan keagamaan negara. Dalam hal konflik budaya dan etnis antara China dan Tibet, terdapat salah satu jalan tengah yang dapat dijadikan suatu kebijakan pemerintah China untuk menyelesaikan konflik China dan Tibet dalam hal pemusnahan budaya Tibet. Kebijakan itu adalah pemberian otonomi khusus dan bukan kemerdekaan karena China merupakan negara 18
“Kebijakan Etnis Tiongkok”, 6 Januari 2004 di http://indonesian.cri.cn/chinaabc/chapter6/chapter60104.htm
25
kedaulatan yang memiliki satu wilayah dengan Tibet. Hal ini dapat dilakukan dengan budaya dialog dan antikekerasan yang menjadi suatu keharusan bagi masyarakat internasional demi keselamatan masa depan umat manusia.
Meskipun terdapat beberapa kemajuan dalam pembangunan infrastruktur dan pembangunan ekonomi, namun Tibet tetap menghadapi masalah fundamental yakni pelanggaran HAM yaitu penyiksaan para pro Tibet dan mendiskriminasikan rakyat asli Tibet bahkan akan memunculkan kebijakan yang bernuansa rasial dan diskriminasi budaya. Namun semua hal itu merupakan gejala dan konsekuensi dari masalah mendasar yang lebih dalam. Dan pemerintah China melihat perbedaan budaya dan agama sebagai sumber perpecahan. Pembebasan Tibet tanpa kekerasan dan melalui negosiasi dalam semangat rekonsiliasi dan kompromistis akan membuka jalan menuju dialog yang akan bermuara pada perundingan untuk memberikan otonomi khusus pada Tibet.
Berhubungan dengan otonomi khusus Tibet, diselenggarakan sebuah konferensi, yang dihadiri oleh perwakilan 10 kawasan otonomi yang ada di dunia, sebagai forum untuk berbagi pengalaman yang mereka miliki serta menggali pemahaman yang mungkin berguna bagi penyelesaian kasus Tibet, mempelajari berbagai cara dan sarana guna mendukung hak-hak rakyat Tibet bagi otonomi yang sebenarnya
dan membangun hubungan yang kokoh dengan administrasi
pemerintahan Tibet di pengasingan.
26
Adapun Lima Pokok Rencana Perdamaian (The Five Point Peace Plan) diumumkan pada tahun 1987 oleh Dalai Lama guna mencari tata pemerintahan yang mandiri (genuine self-governance), dimana memungkinkan rakyat Tibet hidup dalam kemerdekaan dan kehormatan, bebas menjalankan agama dan kebudayaan mereka, serta mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik, sosial, dan ekonomi.19 Persoalan Otonomi mendapat respon yang cukup berarti dari pemerintahan China dalam melakukan negosiasi dengan Dalai Lama dalam berbagai isu terkecuali mengenai kemerdekaan pada satu posisi, dan posisi konsistensi untuk tak menggunakan kekerasan.
Otonomi menjamin adanya sebuah desentralisasi dan pendelegasian kekuasaan. Pemimpin Tibet, dalai Lama menjamin dan memungkinkan sebuah komunitas atau masyarakat mengatur tata pemerintahan mereka sendiri, dengan mengacu pada wilayah yang secara khusus memang membutuhkannya, sehingga dapat dilihat sebagai kunci menuju pembangunan, tata pemerintahan yang baik, demokrasi, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia serta hak-hak dasar kebebasan manusia.
Pengaturan mengenai otonomi memiliki kontribusi yang signifikan dalam menjaga persatuan dan keutuhan suatu negara, dimana pada saat yang bersamaan juga memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap perbedaan yang ada dalam masyarakat serta budaya. Otonomi bukanlah suatu langkah awal menuju kehancuran
19
“Konferensi Internasional Tentang Kawasan Otonomi Bagi Tibet”, Rabu, Februari 25 2009 di http://www.kedai-kebebasan.org/berita/demokrasi/article.php?id=276
27
bangsa, seperti yang ditakutkan oleh sebagian orang. Bahkan sebaliknya, banyak negara mungkin tak akan dapat bertahan karena tidak mengakomodasi perbedaan ini melalui desentralisasi dan otonomi.
D.
Munculnya Pergolakan dan Tindakan Represif Pemerintah China di Wilayah Tibet Perselisihan antara pemerintah pusat China dan provinsi Tibet yang ingin
memisahkan diri dan merdeka merupakan akar dari pergolakan yang terjadi antar China dan Tibet (Lihat Lampiran pada Gambar I dan II). Dengan menggunakan momentum penyelenggaraan Pesta Olahraga Dunia atau Olimpiade Beijing 2008, para separatis Tibet ingin menarik lebih banyak perhatian negara-negara dunia melakukan tindakan anarkis, membuat rekayasa tentang adanya perseteruan antara Etnis Tibet dan Han, yang memancing tindakan pemerintah China untuk menindak dan menguasai kekacauan, pembakaran, perusakan, perampokan, pembunuhan yang dilakukan oleh Etnis Tibet pada Etnis Han. Tindakan pemerintah China adalah suatu respon yang wajar bagi kedaulatan suatu negara untuk mengembalikan ketertiban dan keamanan dan intergritas sosialnya dengan menyingkirkan pemimpin Tibet, Dalai Lama. Sikap Dalai Lama yang menghambat bahkan memecah dan melemahkan pemerintahan China ini yang justru terkesan provokasi dan hasutan untuk keperluan politik separatis. Kejadian ini tidak dapat lagi ditutup-tutupi oleh Pemerintah China terhadap Dunia internasional.
Persoalan tindakan represif China terhadap budaya Tibet sebagai salah satu
28
bentuk penekanan dengan identitas nasional China. Tindakan keras China itu merupakan tindakan represif terhadap rakyat Tibet karena sedikitnya 80 orang tewas di pengasingan akibat kekerasan tersebut. China juga membatasi akses media asing ke Tibet sehingga menyulitkan verifikasi atas jumlah korban maupun skala demonstrasi tersebut. Demonstrasi bertujuan untuk memperingati pemberontakan terhadap pemerintah China tahun 1959.
Dalai Lama menuduh China melakukan pendekatan terhadap Tibet tidak berdasarkan kenyataan apa yang sebenarnya terjadi. Padahal China sudah berada di Tibet sejak invasi tahun 1950. Pemerintah China hanya menggunakan pendekatan yang sederhana yaitu cukup dengan menggunakan senjata utntuk menguasai Tibet. Selain itu Pemerintah China dianggap tidak menghargai pemikiran orang Tibet. Serta pembangunan yang ada di Tibet yang di fasilitasi oleh Pemerintah China hanyalah sebuah kamuflase semata untuk menguasai wilayah Tibet yang kaya akan SDA dan budaya. Salah satu cara yaitu dengan menyingkirkan Etnis asli Tibet dan mengimigrasi Etnis Han China untuk menguasai sektor perekonomian dan industri di Tibet dan tidak memberikan lapangan kerja serta pendidikan yang layak bagi rakyat Tibet.
29
BAB III TIBET DIBAWAH KEKUASAN PEMERINTAH CHINA
Sebelum mencuatnya isu tentang tindakan represif yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap rakyat Tibet, hubungan antara China dan Tibet memang cukup panjang dan berliku sehingga membuat semakin banyak konflik yang terjadi antara dua wilayah ini. Konflik ini paling awal terjadi pada masa Dinasti Tang di abad ke-17, ketika Raja Tibet yang berkuasa saat itu Songtsen Gampo, berusaha menyatukan Tibet melalui hubungan pernikahan antara Raja Tibet Songtsen Gampo dengan putri China.20 Saat itu China dan Tibet masih sama-sama berada dalam kekuasaan Mongol tepatnya pada masa Dinasti yuan sekitar abad ke-13 sampai abad ke-14. manuver politik dan militer mulai muncul pada masa Dinasti Qing, dengan menempatkan daerah perbatasan yang dihuni oleh penduduk Tibet berada di wilayah kekuasaan Provinsi Sichuan dan Yunnan, hal ini menyebabkan adanya pembedaan antara Tibet secara politik (Political Tibet) dan Tibet secara Etnografis (Ethnographic Tibet).21
Dengan kebijakan yang dilakukan China pada masa dinasti Qing terhadap Tibet, semakin memperkuat hubungan China dan Tibet serta menambah 20
Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika Serikat, Garasi, 2008, hal 41 21 ‘Political Tibet’ biasanya mengacu pada wilayah yang secara terus menerus dikuasai pemerintah di Lhasa, sedangkan ‘ethnogrphic Tibet mengacu pada wilayah-wilayah yang dihuni oleh orang Tibet di Provinsi China seperti Qinghai, gansu, Sichuan, dan Yunnan. Melvyn C. Goldstein, The Snow Lion and The Dragon: China, Tibet and Dalai Lama (Berkeley: University of California Press, 1997), hal. x-xi.
30
kepercayaan orang bahwa Tibet merupakan bagian dari wilayah kesatuan China. Setelah kejayaan Dinasti Qing menurun, Tibet berangsur-angsur menuju kearah otonomi yang membuat Tibet mengurangi hegemoni China terhadap wilayah Tibet.
Revolusi yang terjadi tahun 1911 yang menghancurkan Dinasti Qing, kemudian melahirkan sebuah negara Republik China atau Republic of China. Secara de facto, Tibet dapat dikatakan memiliki status independent dengan pengakuan bahwa Tibet berdaulat. Pemerintah Lhasa juga tidak pernah melakukan upaya nyata untuk mengubah status Tibet dari de facto menjadi de jure Yang membuat Tibet dapat diakui secara internasioal.22
A.
Tindakan Pemerintah China sejak masuknya kekuatan Komunis tahun 1959
Pada tanggal 17 Maret 1959 pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama melarikan diri dari pasukan China yang memasuki Tibet. Sejak itu ia harus tinggal di pengasingan dan mengupayakan agar perjuangan rakyat Tibet untuk mendapatkan hak-haknya
dari
kekuasaan
pendudukan
China,
tidak
terlupakan.
Sejak
meninggalkan tanah airnya Tibet, Dalai Lama tampil di dunia sebagai pembela yang gigih bagi hak otonomi warga Tibet. Ketika Dalai Lama melarikan diri ke pengasingan tahun 1959, angkatan bersenjata China sudah sembilan tahun berada di Tibet dan kesepakatan 17 butir dari tahun 1951 yang menjamin otonomi Tibet sudah tak tersentuh. Pemerintah China saat itu mengambil langkah yang menentukan untuk
22
Ibid., hal. 64-74
31
memantapkan kekuasaannya di Tibet. Tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah China yaitu dengan menangkap Dalai Lama. Melalui pembungkaman Dalai Lama, obyek identifikasi rakyat Tibet akan lenyap dari Tibet. Tentunya China mengira, dengan begitu Dalai Lama akan dapat lebih mudah dimanipulasi.
Setelah perang sipil China dimenangkan oleh Partai Komunis China (PKC), mao Zedong dan para pimpinan Partai Komunis China mulai mempersiapkan tindakan “Pembebasan untuk Tibet”.23 Penyelesaian masalah Tibet dipercepat sebagai inisiatif para pejabat Pemeritahan China. Sejak awal Mao yakin bahwa mustahil untuk menyelesaikan masalah Tibet tanpa mempertimbangkan kekuatan militer. Dibawah pimpinan Partai Komunis China, China berusaha melaksanakan pembangunan modernisasi sosialisme dengan sekuat tenaga, meningkatkan perkembangan ekonomi dan kebudayaan di daerah otonom Etnis minoritas, serta membangun daerah otonom Etnis minoritas yang bersatu dan makmur. Masa Otonom regional Etnis merupakan sistem penting Partai Komunis China dan sebagai sistem dasar untuk menyelesaikan masalah Etnis China. Mengoptimalkan kinerja dari sumber daya manusia pada Etnis minoritas yang kuat dan serba pandai adalah salah satu upaya penyelesaian masalah Etnis minoritas.
Dibawah pemerintahan China selama hampir empat dekade terakhir, Tibet telah banyak mengalami perubahan mulai dari ekonomi, industri hingga tranportasi. Pemerintah China membuka wilayah Tibet dan membangun banyak jalan raya. Modal asing dan turis mancanegara pun banyak berdatangan untuk menikamati 23
Edgar Snow, Red Star over China, (Newyork: Grove Weidenfeld, 1968), hal. 444
32
keindahan panorama negeri Tibet. Tetapi dengan perkembangannya yang begitu pesat, rakyat Tibet tidak begitu saka mendapatkan kesejahteraan karena di lain sisi rakyat Tibet harus berusaha keras bersaing dengan pendatang Etnis Han.
Dalam segi perekonomian, rakyat Tibet seakan menjadi warga terpinggirkan di wilayahnya sendiri. Selain itu, kehidupan beragama mereka juga dikendalikan oleh rezim komunis China. Wakil Pemimpin Daerah Otonomi Tibet, Wu Yingjie menjelaskan posisi Beijing, “Kami tidak pernah mengakui pemerintahan ilegal Tibet diluar China. Jadi, tidak ada istilah “dialog” antara Beijing dengan pemerintahan Dalai lama. Jika Dalai Lama menghentikan upayanya untuk merdeka, mengakui Tibet dan Taiwan sebagai wilayah China dan menerima pemerintah pusat China, maka kami memperbolehkan ia kembali kapan saja.”24 Pengekangan terhadap kebebasan beragama di Tibet telah melahirkan kritik pedas dari komunitas dunia.
Pada tahun 1959, Tibet mengalami perubahan di bidang sosial, perubahan sosial tersebut sering disebut pengubahan demokratik dan juga suatu pengubahan besar dalam sejarah HAM di Tibet. Rakyat Tibet yang merupakan 95% dari jumlah total penduduk Tibet tidak memiliki hak apapun, khususnya kaum wanitanya diperlakukan sebagai hewan yang dapat berbicara, dan sama sekali tidak mempunyai HAM. Dibawah kekuasaan komunis China tahun 1959, rakyat Tibet masih sering ditangkap karena mengungkapkan aspirasi politik dan agama mereka dengan damai
24
“TIBET: Kehidupan Beragama Di Tibet Terancam Di Bawah Rezim Komunis China”, 9-04-2007 di http://asiacalling.kbr68h.com/index.php/archives/294
33
bahkan kuil-kuil Buddha di Tibet kesulitan memperoleh dana operasi dan izin pemerintah pusat.
Para pemimpin Buddha harus mencari dukungan untuk mempengaruhi kebijakan Beijing terhadap Dalai Lama. Dibalik keheningannya, Tibet masih menyimpan rasa takut dan ketidakpastian terutama dibawah tekanan pemerintah pusat. Sekarang, kuil yang sebenarnya merupakan salah satu bagian budaya dan agama di Tibet, telah menjadialat politik. Dengan begitu masa depan budaya dan agama rakyat Tibet makin terancam. Sejak Partai Komunis China membuka wilayah Tibet, warga China Han mulai bermigrasi, akibatnya tidak semua orang memperoleh pembagian yang sama dari penyebaran pembangunan. Pemerintahan China membangun jalur kereta api di Jembatan Sungai Lhasa. Pembangunan jalur kereta ini sepanjang seribu kilometer lebih ini akan memperpendek jarak yang harus ditempuh dari Tibet ke China daratan sehingga memudahkan warga china lain untuk masuk ke Tibet.
Proyek kereta api Qinghai-Tibet “By Train on the Roof of the World” yang dimulai pada tahun 2001 bertujuan untuk membuka wilayah Tibet kepada dunia luar serta diharapkan, ekonomi domestik juga akan meningkat. Namun begitu, meskipun pemerintah China menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Tibet adalah warga asli, tetapi warga Etnis Han dapat ditemui dengan mudah. Hal ini mengkhawatirkan penduduk lokal dan pengamat asing. Sejak kampanye “Menuju Barat” diresmikan oleh pemerintah pada tahun 1999, wilayah China Barat dibanjiri oleh warga Etnis
34
Han.25 Hal ini mempersulit penduduk asli Tibet untuk mendapatkan pekerjaan dan memperoleh uang. Bahkan rakyat asli Tibet mulai mengkhawatirkan kebudayaan dan agama mereka yang juga ikut terancam.
Banyaknya pendatang dari China yang mulai berdatangan ke Tibet, membuat khawatir rakyat Tibet karena jika jalur kereta api dari China selesai, Tibet harus dapat menyerap jutaan tenaga kerja yang datang. Hal ini akan menjadi ancaman bagi kehidupan warga lokal. Tetapi pemerintah Tibet juga mulai membuka program pelatihan untuk warga lokal Tibet. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penduduk untuk bersaing dengan pendatang yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan penduduk desa. Krisis Tibet menjadi permasalahan dalam nasionalisme China. Tibet biasanya dianggap sebagai isu yang kalah panas dibanding Taiwan. Namun banyak warga negara yang menganggap krisis Tibet sebagai upaya untuk memecah belah China.
B.
Tindakan Represif Pemerintah China terhadap Budaya Tibet dengan Menyingkirkan Etnis Asli Tibet
Tibet merupakan kasus yang khas yang terjadi pada sebuah bangsa di Asia dengan latar persamaan budaya dan bahasanya, yang berhubungan dengan sebuah ruang teritori tertentu. Pendudukan pemerintah Republik Rakyat China tahun 1949 atas Tibet didasarkan pada imagi relasi Tibet dengan imperium China selama 700
25
“TIBET: Penduduk Lokal Harus Bersaing Dengan Pendatang Untuk Menikmati Hasil Pembangunan”, 9 April 2007 di http://asiacalling.kbr68h.com/index.php/archives/297
35
tahun, terutama 200 tahun di masa lalu.26 Rakyat Tibet semakin tertekan melalui kebijakan bahasa, agama, dan budaya. Selain itu, rakyat Etnis Tibet yang ada hanya berjumlah setengah dari rakyat non-Tibet yang kebanyakan berasal dari migrasi Etnis Han.
Setelah Tibet diinvasi China tahun 1940-1950an China memasukkan banyak sekali penduduknya yang mayoritas Etnis Han ke Tibet sehingga penduduk asli Tibet menjadi minoritas. Selama masa pendudukan tersebut, militer China sangat keras mengubah sistem pendidikan dari yang terintegrasi dengan budaya agama Buddha menjadi sekuler sosialis komunis. Dengan dibubarkannya Pemerintahan Dalai Lama di Tibet, maka Dalai Lama membentuk pemerintahan darurat di India. Penghapusan budaya Tibet terlihat bukan hanya berubahnya status Etnis asli Tibet menjadi Etnis Minoritas di daerahnya sendiri, akan tetapi Pemerintah China ingin menghapus Budaya Tibet dengan membatasi ritual dan upacara yang hanya menarik untuk pariwisata. Seain itu, Budaya Tibet dinilai merupakan budaya terintegrasi yang meliputi pandangan dan gaya hidup hingga pemerintahan yang berbasis agama Buddha yang sangat tidak mungkin berdampingan dengan sistem komunis.
Permasalahan antara China-Tibet yang lebih spesifik selain isu tentang pemerintahan dan politik, yaitu permasalahan yang berdasar dari permasalahan budaya yang berlawanan. Budaya Marxisme-Komunisme China mendasarkan
26
Suhadi Cholil, “Tibet dan Masa Depan Gerakan Politik Global”, 18 April 2008 di http://suhadiblog.blogspot.com/2008/04/tibet-dan-masa-depan-gerakan-politik.html
36
revolusi yang harus dilakukan dengan kekerasan, sementara budaya Tibet lebih kearah sikap anti kekerasan, sesuai dengan citra Dalai Lama yang dikabarkan merupakan titisan dari Buddha kasih sayang. Namun hal yang kemudian akan tejadi lagi yaitu tentang perbedaan antara kepercayaan Buddha yang dianut oleh China dan Buddha Lama.
Agama Lama tidak sama dengan agama Buddha paa umumnya. Perbedaan itu antara lain, Agama Lama menyembah 'Buddha' yang masih hidup, yang disebut "Dalai Lama". Dalai Lama dianggap renkarnasi dari Buddha. Meskipun Tibet hanya bagian dari China tapi bagi sebagian besar rakyat Tibet, masih mengakui Dalai Lama sebagai pimpinan negara dan spiritualnya. Konflik yang berkembang yaitu Tibet ingin memiliki negara sendiri yang bebas dari pendudukan China. Namun, konfik ini semakin diperuncing dengan tuduhan bahwa pemerintah China telah melakukan pembunuhan atas budaya Tibet dengan cara migrasi Etnis Han dan rekayasa sosial untuk mengubah Tibet menjadi masyarakat modern yang bercirikan industri, pelayanan, dan urban.
Dalam rangka mengintegrasikan masyarakat Tibet ke arus besar masyarakat China, Pemerintah China menempatkan jutaan etnik Han ke wilayah itu dan inilah yang menimbulkan tuduhan dunia internasional dan komunitas etnik Tibet di luar negeri yang menjadi ujung tombak pemusnahan secara terencana atas Etnis Tibet dan kebudayaannya. Cara yang dipakai Pemerintah China untuk melakukan tindakan represif terhadap budaya Tibet ini yaitu dengan mengucurkan dana besar untuk menciptakan infrastruktur dan mendorong migrasi Etnis Han ke wilayah Tibet agar
37
masyarakat Tibet terasimilasi ke dalam arus besar masyarakat China. Namun pembangunan ini dianggap hanya menguntungkan pendatang dan menghancurkan kebudayaan Tibet. Terhadap tradisi budaya suku Tibet, sejak awal pemerintah China tidak menggunakan paksaan apalagi menekan dengan kekerasan agar mereka melepaskan kepercayaan agama atau tradisi budayanya akan tetapi lebih banyak digunakan pengaruh pendidikan dan melakukan saling mempengaruhi secara wajar dengan mempertahankan kehidupan bermasyarakat harmonis.
Dengan masuknya masyarakat Etnis Han di Tibet, guru-guru suku Han yang dikirim bekerja dan hidup di Tibet, dan banyaknya wisatawan asing yang datang ke Tibet, tentu saja akan mempengaruhi, dan bahkan dengan lambat akan menghilangkan tradisi kuno yang memang tidak seharusnya dipertahankan, misalnya tidak ada kebiasaan mandi, dan pujaan pada Potala yang terkesan memalukan China.27
Menurut Pemerintah China, Konsep 'genosida budaya' sama sekali salah dan hanya perbedaan pandangan, karena faktanya budaya Tibet berkembang dan maju di China termasuk bahasa, sastra, kebiasaan kehidupan sehari-hari dan arsitektur tradisional. Selain itu, Pemerintah China juga telah menerbitkan sejumlah besar koleksi buku, Surat kabar, dan majalah dalam bahasa Tibet, dan membebaskan media pers untuk berekspresi di Tibet. Perbedaan persepsi antara rakyat dan wakilwakil pemimpin agama Tibet yang sebagian besar warga Tibet mengakui apa yang dilakukan oleh China dengan pembangunan infrastruktur d Tibet merupakan bagian 27
http://www.budaya-tionghoa.org/24 Mar 2008
38
dari keterbukaan China terhadap dunia Sedangkan para pemuka agama Tibet mengatakan bahwa modernisasi masyarakat Tibet sebagai salah satu tindakan represif China terhadap budaya Tibet.
Tindakan Pemerintah China atas budaya Tibet yang berupa pemusnahan Etnis dan Budaya di Tibet merupakan suatu bentuk ancaman dari kebebasan hak rakyat Tibet untuk menjalankan kepercayaannya sesuai dengan kepercayaan yang dianut oleh pemimpinnya Dalai Lama. Perbedaan kepercayaan inilah yang membuat Pemerintah China melakukan penghancuran Etnis yang ada di Tibet dengan memasukan Etnis Han China Serta rekayasa sosial melalui pembangunan Tibet.
C.
Perlawanan oleh Rakyat Tibet Selama bertahun-tahun, Dalai Lama dan rakyatnya tak pernah lelah dalam
memperjuangkan kemerdekaan mereka. Puncaknya terjadi saat peringatan 49 tahun pemberontakan Tibet terhadap pemerintah komunis China yang gagal dan menyebabkan Dalai Lama mengungsi ke India sampai sekarang. Dalam demonstrasi yang dipimpin oleh para biksu itu, 100 orang diperkirakan tewas oleh tembakan ribuan tentara yang dikerahkan pemerintah China. Akibatnya, kerusuhan merebak di berbagai wilayah di Tibet atas aksi anarkis yang dilakukan tentara China itu.28 Protes Tibet dipandang sebagai serangan atas identitas nasional China.
28
“Dalai lama pembawa obor perdamaian dari Tibet”, 09 April 2008 di http://avrilious.blogspot.com/2008/04/dalai-lama-pembawa-obor-perdamaian-dari.html
39
Sebagian besar warga China tidak mengetahui interpretasi pemerintah China atas Tibet. Mereka hanya tahu bahwa pemerintah telah melakukan banyak hal di Tibet, mulai dari membangun jalan raya, rel kereta api di pegunungan dan infrastruktur lain di Tibet. Puncak perlawanan rakyat Tibet adalah terjadi pada pemberontakan tahun 1959. Perlawanan rakyat Tibet dan penindasan yang dilakukan tentara China, membuat Dalai Lama, pemimpin spiritual agama Budha Tibet harus menyingkir ke Dharamsala, kota yang tak berapa jauh dari perbatasan India-Tibet dan membentuk suatu pemerintahan dalam pengasingan.
Pemerintahan
dalam
pengasingan
itu
didukung
oleh
masyarakat
internasional, khususnya Barat yang menuduh China telah melanggar HAM. Di samping juga gerakan kemerdekaan didukung oleh komunitas Tibet dalam pelarian yang tersebar di seluruh dunia. Sejak 1950, apalagi setelah Deng Xiaoping memperkenalkan reformasi ekonomi, banyak hal yang telah dilakukan Beijing untuk membuat Tibet menjadi bagian yang tak terpisahkan dari wilayah China.29 Dengan dilakukannya memodernisasi wilayah Tibet masih belum dapat diterima oleh sebagian masyarakat Tibet.
Kerusuhan yang terjadi sebagai salah satu bentuk perlawanan rakyat Tibet yaitu di samping dendam lama karena merasa berada di bawah pendudukan militer dan penjajahan, juga dipicu oleh migrasi orang Han dan rekayasa sosial yang
29
A Dahana, “Tibet lagi, Tibet lagi”, 24 Maret 08 di http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=9750&coid=3&caid=31
40
dilakukan Beijing. Masyarakat Pro-Tibet menganggap kebijakan China yang tidak adil teradap rakyat Tibet membuat sebuah lembaga internasional menuduh pemerintah China tidak menghargai dan tidak toleran atas perbedaan budaya. Selain itu, Pemerintah pusat China telah menanamkan ratusan miliar yuan untuk pembangunan Tibet yang hanya dinikmati oleh para imigran Han.
Hal inilah yang memunculkan anggapan terjadinya kesenjangan sosial antara penduduk lokal dan para pendatang. Oleh karena itulah sasaran lain dari perlawanan rakyat Tibet ini selain tentara dan polisi yang dituduh sebagai alat penjajah, juga para imigran Han. Menghadapi kerusuhan ini, Pemerintah China tidak segan menggunakan kekuatan militer serta menuduh Dalai Lama dan para pendukungnya erusaha untuk merusak citra internasional China, terlebih adanya kegiatan untuk mempersiapkan penyelenggaraan Olimpiade 2008. namun, tindakan perlawanan rakyat Tibet ini membuat Dalai Lama sebagai pemimpin spiritual agama tidak setuju dengan terjadinya aksi kekerasan yang dilakukan para pengikutnya.
Dalai Lama masih berpegang pada prinsip bahwa aksi protes terhadap China harus dilakukan secara pasif, jauh dari kekerasan dan pertumpahan darah dan mengancam akan mengundurkan diri jika aksi kekerasan dan serangan terhadap Etnis Han tidak dihentikan. Terjadi perbedaan pandangan antara generasi muda Tibet dengan Generasi Tua Tibet yang masih menilai tidak perlu melakukan perlawanan dengan kekerasan untuk melawan China dan untuk menengahi perbedaan pandangan ini, Dalai Lama bersedia untuk berunding dengan pemerintah China dengan mengijinkan kembali Dalai ama kembali ke Tibet.
41
Reaksi dan ancaman Dalai Lama ini telah membuat masyarakat Tibet terpecah. Sementara itu tekanan dunia terhadap China makin kuat. Para aktivis HAM menganjurkan untuk memboikot Olimpiade yang untuk China akan menjadi kebanggaan nasional untuk menempatkan diri di panggung terhormat dunia internasional. Namun meskipun kuatnya tekanan internasional yang dihadapi oleh China, tidak menghentikan Pemerintah China untuk melakukan penumpasan perlawanan yang dilakukan rakyat Tibet. TV Kanada mengatakan pihaknya telah menyaksikan salah seorang dari para pengunjuk rasa di provinsi Gansu Selasa, dan merekam gambar-gambar yang dramatis.
Dalam video itu ditunjukkan, lebih dari 1.000 warga Tibet, yang sebagiannya naik kuda, berarak di sekeliling kota, menyerang satu gedung pemerintah, menurunkan bendera China di sebuah sekolah, membakar bendera itu, dan mengerek bendera Tibet. Laporan Xinhua itu sekaligus membenarkan klaim sebelumnya oleh kelompok-kelompok aktivis pengasingan Tibet yang menyatakan protes antipemerintah telah meluas.30
Gelombang protes yang menyapu Tibet belum lama ini seakan-akan menyatukan opini internasional tentang negeri itu. Reaksi yang banyak muncul adalah kecaman dan kutukan keras kepada pemerintah China yang dianggap menanggapi protes tersebut dengan pendekatan represif. Hal itu dibuktikan antara
30
“Tentara China Penuhi Tibet Jurnalis Dilarang Masuk”, 21 Maret 2008 di http://hariansib.com/2008/03/21/tentara-cina-penuhi-tibet-jurnalis-dilarang-masuk/
42
lain dengan foto-foto jurnalistik yang memerlihatkan aparat keamanan China memukuli para demonstran Tibet yang tidak melakukan perlawanan.31
Pemerintah China melihat Tibet sebagai provinsi ‘pemberontak” yang menginginkan kemerdekaan dan membentuk pemerintahan sendiri. Protes besarbesaran warga Etnis terjadi karena mereka tidak puas terhadap sikap pemerintahan China yang dianggap melakukan distorsi terhadap kebudayaan Tibet sedangkan Dalai Lama dan para biksu lainnya menjadikan Tibet sebagai daerah “suci” yang harus dijaga keasliannya karena menyangkut religiusitas agama Budha yang dianut oleh mayoritas warga Tibet.32
D.
Dukungan Internasional Penyelesaian Masalah China dan Tibet
Dalam konflik antara China dan Tibet ini, mendapat tanggapan dan dukungan masing-masing kepada China maupun Tibet. Dalam hal mendukung untuk menyelesaikan masalah Tibet, setidaknya ada lebih dari 100 negara yang mendukung pemerintah China menyelesaikan masalah di Tibet sesuai melalui undang-undang dan ketentuan serta kebijakan Pemerintah untuk menjaga kedaulatan Negara. Sejumlah negara berharap China dapat menjaga kedaulatan negara, kesatuan wilayah dan ketenangan di Tibet serta mengutuk kejahatan dan pihak di belakang kejadian itu.33
31
“Tibet dan Nasionalisme Cina”, 14 Maret 2008, di http://lakeinnisfree.blogspot.com/2008/03/gelombang-protes-yang-menyapu-tibet.html 32 “Tibet Kembali Membara.pdf”, Rabu, 19 Maret 2008 17:43/hal.1 33 “100 negara dukung Cina Selesaikan Masalah Tibet”, 25 Maret 2008 di http://www.antara.co.id/arc/2008/3/25/100-negara-dukung-cina-selesaikan-masalah-tibet/
43
Dalam menyelesaikan masalah Tibet ini Pemerintah China telah berupaya dengan baik dan semaksimal mungkin serta sesuai dengan undang-undang dalam menyelesaikan kemelut di Tibet itu dan meminta pihak terkait tidak mencampuri urusan dalam negeri China. Salah satu negara yang ikut mendukung kebijakan China dalam penanganan kerusuhan di Tibet adalah Singapura. Singapura mendukung kebijakan pemerintah China untuk melindungi keselamatan jiwa dan semua milik warga China dari pengunjuk rasa yang anti-pemerintah dan Pemerintah China seminimal mungkin untuk menggunakan kekuatan militernya dalam menyelesaikan masalah Tibet ini.
Namun dukungan bagi Tibet pun datang dari berbagai negara, salah satunya yaitu Australia yang meminta agar China menghormati hak azasi manusia para warga Tibet yang ditahan serta membebaskan media asing masuk ke Tibet agar mereka mendapatkan pemahaman yang benar tentang apa yang sesungguhnya terjadi di sana serta mengimbau Pemerintah China untuk dapat memberikan akses yang bebas kepada masyarakat dan media internasional untuk masuk ke Tibet dan wilayah-wilayah lain di China yang juga dilanda aksi kekerasan.
Menlu Stephen Smith juga kembali menyampaikan keprihatinan mendalam Australia atas situasi di Tibet dan adanya laporan tentang aksi kekerasan yang meluas ke sejumlah provinsi lain di China.34 Dunia internasional menilai penanganan situasi di Tibet dan wilayah-wilayah lain yang terkena imbas oleh
34
“Australia Minta Cina Izinkan Media Asing Masuk ke Tibet”, 20 Maret 2008 di http://id.newspeg.com/Australia-Minta-Cina-Izinkan-Media-Asing-Masuk-ke-Tibet-10270215.html
44
masalah di Tibet secara damai dan konstruktif merupakan kepentingan nasional China sendiri.
Adanya dukungan terhadap Tibet membuat Pemerintah China mengecam pemberitaan media-media asing yang meliput kerusuhan Tibet. Pemerintah China menduga apa yang diberitakan oleh media asing tersebut lebih banyak melenceng dari pada benarnya dan terkesan memojokkan pemerintah resmi dan mendukung perjuangan Tibet serta Dalai Lama sebagai pemimpin spiritual Tibet. Puncak dari kejengkelan pemerintah China terhadap media asing khususnya Amerika Serikat dan sekutunya tersebut adalah dengan mengunci Tibet dari akses penduduk asing. Baik yang dalam kapasitas sipil biasa seperti wisatawan juga yang berprofesi sebagai kuli tinta.
Dengan menyumbat akses media asing, pemerintah China berharap informasi yang diterima dunia internasional hanya berasal dari satu pintu sehingga spekulasi bisa diminimalisir. Bentuk kekuasaan yang otoriter dan tertutup atau tidak, campur tangan asing memang seringkali kerap merugikan dari pada sebaliknya. Dalam sebuah konflik, media rentan digunakan untuk kepanjangan tangan kepentingan tertentu dan bukannya berdiri sebagai penengah.
45
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PEMERINTAH CHINA MELAKUKAN TINDAKAN REPRESIF DI WILAYAH TIBET
Konflik yang terjadi antara China dan Tibet menajdi suatu bentuk permasalahan atas kurang mampunya satu negara untuk mengelola secara fisik wilayah perbatasaannya.. Tidak adanya administrasi yang efektif dalam mengatur batas wilayahnya antara China dan Tibet sejak era Dinasti menambah rumit persoalan batas wilayah Negara hingga akhirnya menjadi bagian tak terlepaskan dari isu pertahanan negara dan keamanan nasional. Sehingga kekuatan militer perlu dibangun untuk mengontrol batas dan luas teritorial suatu negara dan akan dapat melindungi suatu negara dari kemungkinan gangguan kedaulatan yang berasal dari luar negara.
Negara dan bangsa yang memiliki keunggulan akan mampu memenangkan kompetisi, berarti mampu mengejar kepentingan nasionalnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Hal inlah yang terjadi di China. Seiring dengan kemajuan Tibet, tindakan ilegal dan kriminal domestik dan isu separatisme makin merebak di Tibet. Kecenderungan hubungan masyarakat internasional dan hubungan antar negara dibangun atas dasar saling percaya dan saling menghormati. Penciptaan kondisi seperti itu memberikan peluang yang sangat baik bagi suatu dialog guna menghadapi perbedaan pandangan atas suatu isu bersama. Dialog dan
46
diplomasi menjadi sarana penting untuk meredam konflik dan memperoleh penyelesaian secara damai. Akan tetapi, perbedaan situasi dan kondisi serta lebarnya kesenjangan di bidang ekonomi, teknologi dan militer menjadi salah satu faktor penghalang dalam suatu dialog. Hal ini pula yang terjadi pada upaya perdamaian yang dilakukan pemimpin Tibet dan pemerintah China untuk dapat menyelesaikan konflik lama antara China dan Tibet melalui dialog damai, meskipun sampai saat ini masih blul menemukan titik temu yang dapat menguntungkan kedua wilayah.
Upaya memperoleh dukungan dari negara lain atau merebut pengaruh negara lain, mengembangkan dan mempertahankan hegemoni di berbagai bidang, seringkali menjadi sumber potensi konflik antar bangsa dan wilayah kesatuan dalam konflik domestik. Keinginan kemerdekaan atas Tibet ini yang akan mengancam stabilitas keamanan di China dan akan berpengaruh pada integritas wilayah atau territorial dan tentunya kedaulatan suatu negara. Namun untuk menjaga integritas teritorial dan kedaulatan suatu negara seharusnya tidak berhenti hanya pada pendekatan militer saja, melainkan dilakukan secara komprehensif dengan mengintegrasikan berbagai pendekatan lainnya seperti dialog dan negosiasi. Hal inilah yang menjadi faktor faktor penyebab Pemerintah China melakukan tindakan keras terhadap Etnis asli Tibet, sebagai alasan untuk menjaga integritas territorial dan kedaulatan negaranya.
A.
Integritas Teritorial China atas wilayah Tibet
Pada hakekatnya kepentingan nasional sebuah negara adalah menjamin kesejahteraan seluruh rakyat yang berada di dalam suatu negara tersebut karena itu
47
sangat penting untuk menjamin tegaknya sebuah Negara yang memiliki wilayah yurisdiksi nasional. Selain mengahadapi kelompok separatis, pemerintah China juga menghadapi ancaman dan gangguan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok separatis Tibet yang menginginkan pemerintahan Tibet yang dipimpin oleh seorang Lama.
Separatisme ini pada umumnya bersumber dari masalah ideologi, budaya dan politik, dimana terdapat beberapa kelompok masyarakat yang belum memiliki kedewasaan dalam berpolitik. Ideologi sering dipertentangkan dan berkembang menjadi gerakan-gerakan separatis yang mengganggu stabilitas keamanan nasional. Akibat dari fanatisme yang berlebihan dalam mempertahankan ideologi dan budaya masing-masing serta pengertian politik yang kurang mendorong para penggerak dan pengikutnya melakukan tindakan radikal yang dapat mengancam stabilitas nasional.
Sejak awal berdirinya Republik Rakyat China, Mao Zedong dan para petinggi Gong Chan Dang (Partai Komunis China) langsung menetapkan wilayah otonom untuk kantong populasi kelompok minoritas.35 Dengan membaurnya Etnis Tibet dan Etnis Han inilah yang membuat Dalai Lama menilai tindakan Pemerintah China sebagai bentuk dari pemusnahan agama dan budaya. Keberhasilan pembangunan, kemajuan ekonomi, dan meningkatnya kecerdasan menjadi tolak ukur kesuksesan hidup rakyat Tibet. Bagi para penguasa China (RRC) di Beijing, stabilitas domestik dan integritas teritorial menjadi bagian yang tidak terpisahkan
35
Iwan Santosa,”Konflik Etnis, Ujian Pluralisme China”, Sabtu, 06 November 2004 di http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0411/06/ln/1368849.htm
48
untuk menyusun strategi untuk menjadikan China sebagai negara adidaya yang berpengaruh dalam berbagai lingkup kehidupan global, ekonomi, dan politik. Integritas Teritorial China atas Tibet menjadi alasan Pemerintah China begitu gencar melakukan penghapusan dan rekayasa sosial atas budaya Tibet karena itulah faktor Tibet didera kerusuhan internal.
Keinginan Tibet untuk melepaskan diri dan mendapatkan kemerdekaan dari China inilah yang membuat China merasa integritasnya terancam dengan adanya gerakan separatis ini. Pemerintah China berusaha selalu menjaga kedaulatan dan integritas negeri sebagai wujud dari sikap China yang menentang segala bentuk intervensi oleh negara adidaya yang berusaha menciptakan ketidakseimbangan global. Sebagai kesatuan wilayah, Sejak tahun 1966 sampai 1970an perkembangan kebudayaan China, mulai masuk ke Tibet. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya biara Buddha dan artefak budaya Tibet yang hancur tidak terurus, serta masuknya Etnis mayoritas China Han ke Tibet.
Tibet telah mendapatkan otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintah China untuk dapat menata pemerintahan yang mandiri (genuine self-governance), yang dapat memungkinkan rakyat Tibet hidup dalam kemerdekaan dan kehormatan dan kebebasan menjalankan agama dan kebudayaan mereka. Namun, meskipun Tibet sudah independen, masyarakat internasional secara formal tidak mengakui Tibet sebagai sebuah negara yang merdeka.
49
Sebagian besar rakyat Tibet lebih memilih China daripada penguasa lama Tibet, ini karena mereka dari kaum miskin dan kaum budak, dan nyatanya Tentara Pembebasan membebaskan mereka sehingga sistem perbudakan itu tidak ada lagi di Tibet. Segolongan orang kaya dan elite yang pernah menikmati system perbudakan di Tibet tentu saja membenci China, karena "hak-hak privilege" mereka sebagai kaum elite terhapus. Sejauh ini pula Tibet berkembang menjadi suatu daerah yang lebih maju, orang yang berpendidikan yang dulunya dari kalangan rendah menjadi lebih banyak dan selalu bertambah.
Pembangunan infrastruktur, institusi pendidikan, rumah sakit, dll. Tentu saja ada kalangan-kalangan "borju" yang masih merindukan zaman keemasan mereka, berlindung di balik negara-negara barat mereka meneriakkan HAM. Tentu saja "HAM" mereka sebagai seorang mantan-"majikan" terinjak-injak karena mereka tidak lagi diberi kesempatan lagi menganiaya dan dan mempergunakan budakbudaknya sekehendak hatinya. Kalau sekarang para Lama di Tibet berteriak tentang HAM, ini berarti mereka menengok sejarah bahwa para Lama juga menjadi bagian elite dalam masyarakat Tibet yang tutup mata bahkan ikut menindas dan mempergunakan keringat dan jerih payah kaum budak.
Tentara Pembebasan memang dalam satu sisi "melanggar hak istimewa" kaum borju Tibet, tetapi di sisi lain Tentara Pembebasan ini menjadi pahlawan yang nyata di mata para budak. Pemerintah China, senantiasa memperbaiki sistem pemerintahan, pembangunan dan hubungan pusat dengan daerah ini. Pemerintah China telah menyelesaikan suatu mega proyek yaitu pembangunan jalan kereta api
50
menuju Tibet, satu-satunya di dunia, The Qinghai - Tibet Railway "road to heaven", jaringan kereta api ini dibangun di ketinggian 4.000 meter diatas pemukaan laut dan orang juga menyebutnya "By train on the roof of the world". Ada daerah-daerah tertentu dimana ketika menaiki kereta ini harus menggunakan masker oksigen. Kalau dulu orang susah sekali melakukan perjalanan dari dan ke Tibet, sekarang ada kereta super cepat ke Tibet. Perdagangan menjadi maju, ekonomi maju, pendidikan maju, sebaliknya ada juga pihak-pihak yang tidak menyukai perkembangan ini.
Perdebatan tentang globalisasi beserta dampaknya terhadap ‘nation state’ merupakan perdebatan yang menarik dan tidak dapat disederhanakan dalam hubungan antara subyek dan obyek. Perdebatan tentang globalisasi dan ‘nation state’ dalam kerangka pemahaman ‘era globalisasi’ menunjukkan bahwa apa yang terdapat dalam kotak tersebut melemahkan kedaulatan negara-bangsa China. Di sisi lain, faktor atas figur Dalai Lama menjadi problematik subyektif sekaligus obyektif yang terlihat dari sisi karisma religiusnya menarik simpati banyak kalangan dari dunia internasional, media massa global, sampai politisi, hingga pemimpin Tibet ini menjdi pemenang Hadiah Nobel 1989 dalam posisi dilematis antara dimensi internasional dan pada tingkat tertentu dimensi nasional. Figur politiknya dengan sejarah tradisi panjang inkarnasi agama Lama pada abad ke-17 mewakili kepentingan hamper seluruh rakyat Tibet yang terpaksa berhadapan dengan patriotisme dalam pemerintahan komunis China. Konflik kembali terjadi atas wilayah Tibet, karena Tibet menginginkan adanya Pemerintahan sendiri yang dipimpin oleh pemimpin spiritual mereka yaitu
51
Dalai Lama. Sejak awal, Partai Komunis China memperjelas bahwa syarat bagi solusi damai untuk Tibet adalah penerimaan penguasa Tibet di Lhasa untuk mengakui bahwa Tibet adalah bagian integral dari China. Para pemimpin China juga akan mengubah Tibet menjadi berdasar pada “demokrasi rakyat”.
Tibet secara Etnografis, pada dasarnya wilayah China saat ini adalah warisan Dinasti Qing dan Tibet memiliki hubungan klien-patron dengan Beijing. Setelah keruntuhan Qing China terbagi-bagi oleh kekuasaan para panglima perang. Proses unifikasi yang panjang ditambah kompetisi Kuomintang dengan Komunis menjadikan daerah-daerah terluar tidak diperhatikan. Tibet relatif tidak tersentuh oleh pemerintah China, Republik China hanya mengirimkan perwakilan untuk mengurus Tibet dan pada akhirnya China mengirimkan ekspedisi untuk “mengamankan” Tibet.
Melihat perspektif etnosentris yang kuat dari Han, bahkan ketika China dikuasai etnis non-Han, maka budaya Han dianggap lebih unggul daripada budaya yang lain. Oleh karena itu daerah-daerah ini dikuasai dan diperintah oleh orangorang Han dengan cara Han yang jika di masa lalu dengan cara konfusian maka saat ini dengan cara komunis.36
Dengan masuknya Etnis Han ke Tibet membuat wilayah Tibet meiliki perekonomian yang lebih baik mengingat Tibet merupakan salah satu provinsi termiskin di China. Kehadiran sekelompok orang dengan budaya dan bahasa yang 36
Aditthegrat, “Nasionalisme Etnis dan Problem Kebangsaan Cina”, 28 Mei 2008 di http://aditthegrat.wordpress.com/2008/05/28/nasionalisme-etnis-dan-problem-kebangsaan-cina/
52
berbeda dan konsisi yang lebih baik ini menimbulkan suatu konflik etnis tersembunyi dibawah kepemimpinan pemerintah pusat China. Demi menjaga integritas teritorialnya, pemerintah China menggunakan kekuatan militernya untuk menduduki Tibet. Dalai Lama sebagai pemimpin agama Buddha di Tibet menghendaki otonomi khusus dan pengakuan formal dari masyarakat internasional bahwa Tibet merupakan wilayah yang merdeka.
Hal ini membuat pemerintah China semakin menjaga kesatuan wilayahnya, terlebih para pro-Tibet mulai berani untuk berunjuk rasa dan berusaha menarik perhatian kepada dunia internasional dengan status Tibet sebagai wilayah yang terjajah. Namun dibalik itu semua, apa yang terjadi justru dinilai positif oleh masyrakat internasional dengan melihat kemajuan pembangunan dan perekonomian Tibet yang maju. Dukungan bagi China mulai berdatangan dan semakin meruncingkan konflik antara China dan Tibet. Setelah keadaan nasional mulai kembali stabil, pemerintah pusat mengucurkan dana besar untuk pembangunan daerah-daerah di bagian barat negeri yang tertinggal termasuk Tibet.
Dengan pembangunan Tibet yang berkembang begitu pesat, hal lain yang dapat menjadikan bukti nyata integritas teritorial China atas Tibet yang menjadi salah satu faktor penyebab pemerintah China melakukan tindakan represif di wilayah Tibet yaitu dengan dibangunnya berbagai fasilitas jalan raya yang menghubungkan Tibet dengan provinsi-provinsi tetangga sehingga melepaskan isolasi rakyat Tibet dari keterbelakangan Tibet sebagai suatu bentuk upaya China untuk mempertahankan integritas teritorialnya atas wilayah Tibet. Dengan adanya
53
kereta super cepat ke Tibet Qinghai-Tibet (Lihat Lampiran pada Lampiran I) perdagangan menjadi maju, ekonomi maju, pendidikan maju. China menginginkan pembangunan yang merata sehingga provinsi miskin di China mendapatkan pembangunan yang merata.
Perkembangan Tibet yang terbaru yang menandakan bukti kesatuan wilayah China dan Tibet yaitu pemerintah China mulai membangun sebuah bandara kelima di Tibet, dengan harapan untuk meningkatkan jumlah pengunjung ke wilayah pegunungan yang terpencil itu. Dengan adanya alat transportasi canggih ini akan memacu pembangunan dan membantu peningkatan standar hidup, sementara para aktivis Tibet mengatakan itu akan mempercepat migrasi warga China di sana dan menipiskan kebudayaan Buddha Tibet apalagi setelah Tibet dilanda protes antiChina yang menyebabkan jumlah turis merosot, sementara kerusuhan menyebabkan orang enggan ke sana dan pemerintah memperketat pengawasan terhadap semua orang yang memasuki wilayah itu.
Bagi pemerintah China, penguasaan atas Tibet merupakan aset yang sangat berharga. Di daerah Tibet tengah dan barat, para ahli China memperkirakan bahwa di sana terdapat kandungan mineral yang melimpah dan pemerintah China telah mengalokasikan investasi yang cukup besar untuk mengembangkan daya alam di wilayah Tibet ini. Pemerintah China juga telah membangun saluran pipa untuk meningkatkan eksploitasi minyak dan gas alam di wilayah Tibet. China telah menjadi negara yang pertumbuhan ekonominya tertinggi di dunia. Industriindustrinya membutuhkan bahan bakar yang luar biasa banyak. Dan Tibet adalah
54
kawasan yang mampu menyediakan sumber daya alam dalam jumlah melimpah. Tujuannya, agar China tak lagi menggantungkan kebutuhan minyaknya dari luar negeri, mengingat harga minyak dunia kian melonjak.
Pembangunanan di Tibet seperti fasilitas rumah sakit, sekolah, bahkan masuknya investor dan turis mancanegara membuat Tibet tidak lagi menjadi wilayah yang terisolir dan dapat terjamah globalisasi dan modernisasi. Hal ini sangat berbeda saat kepemimpinan Dalai Lama, perbudakan menjadi hal yang luar biasa terjadi bahkan Tibet terkesan sangat feodal karena yang berkuasa adalah para Lama dan pejabat
tinggi
yang
dapat
memperbudak
rakyat
Tibet
bahkan dibawah
kepemimpinan Dalai Lama, agama menjadi alat kekuasaan. Orang Tibet hidup dalam dunia mereka sendiri yaitu dunia spiritual mereka, pemujaan dan ritual mereka, kosmologi mereka sendiri, mereka mengorbankan waktu dan tenaga besar untuk ziarah ke tempat-tempat suci, dari pagi sampai malam hanya memutar roda doa dan tasbih, melantunkan doa tanpa henti.
Dengan penuh kekhusyukan, orang Tibet tradisional terseok mengelilingi Lapangan Barkhor, bersujud di hadapan Potala dan Kuil Jokhang, menempelkan dahi di bendera suci, terperangkap dalam kepercayaan mistis mereka.37 Hal inilah menjadi alasan pemerintah China melakukan pemusahan budaya Tibet yang terkesan ortodoks dan jauh dari modernisasi. Segala bentuk penyelesaian atau resolusi antar China dan Tibet yaitu agar rakyat Tibet sementara mendapatkan otonomi luas dan 37
“Titik Nol (20) Perayaan Akbar”, Jumat, 29 Agustus 2008 di http://www.kompas.com/lipsus102008/readib/xml/2008/08/29/07495186/titik.nol.20.perayaan.akba r
55
self-government di Tibet dalam Pemerintahan RRC, agar Tibet dapat mengatur wilayahnya sesuai dengan peraturan pusat Pemerintah China.
Dalam memandang suatu kedaulatan dapat melihat Home Land Securtiy yang mengedepankan pembangunan kekuatan bersenjata guna melindungi batasbatas wilayah teritori yang berdaulat atau Human Security yang lebih mengedepankan kerjasama keamanan lintas negara adalah bentuk pendekatan yang terbaik. Pengakuan Tibet sebagai bagian dari China didukung oleh India selain itu, terdapat faktor kenyataan internasional, dengan tidak ada satu negara dan pemerintahan di dunia ini yang mempertentangkan status Tibet dan mengakuinya sebagai bagian dari RRC, dan bersedia untuk memberikan pengakuan legal apa pun kepada Dalai Lama yang berada dalam pemerintahan pengasingan di Dharamsala, wilayah India yang berbatasan dengan Tibet.
Dengan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah China, rakyat Tibet semakin maju dan mendapatkan pendidikan yang layak. Masuknya Etnis Han ke Tibet membantu proses pembangunan Tibet itu sendiri, karena sebagian besar rakyat Tibet tidak berpendidikan. Meskipun etnis Han menjadi kelompok terbesar, yakni 91,96 persen dari seluruh populasi (sumber: sensus 1990-China New Star Publication), tidak serta-merta mereka menciptakan "tirani mayoritas" atas nama suku ataupun kepercayaan.
56
Integrasi Teritorial China atas Tibet telah membawa perubahan yang positif di Tibet meskipun dibayar mahal dengan lunturnya budaya asli Tibet yang identik dengan feodalisme Dalai Lama. Bagi China melindungi kedaulatan dan integritas teritorial adalah inti kepentingan negara, bangsa, dan menjadi kewajiban seluruh rakyat China, termasuk Tibet. China sebagai negara yang berdaulat tidak akan yang akan menoleransi pemisahan (wilayah), dan setiap negara berdaulat memiliki hak menggunakan segala upaya yang diperlukan untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorialnya.38
Dalam konteks penyelenggaraan pertahanan negara, teritorial meliputi wilayah negara, penduduk, sumber kekayaan alam dan buatan, sarana dan prasarana lainnya, serta kondisi sosial masyarakat. Teritorial merupakan wadah, alat dan sarana
bagi
berlangsungnya
penyelenggaraan
fungsi
pertahanan
negara.
Berlangsungnya penyelenggaraan pertahanan negara sangat tergantung dari kesiapan dan daya dukung teritorial. Untuk mencapai kesiapan dan daya dukung tersebut, maka teritorial perlu dibangun dan dikelola baik untuk kepentingan kesejahteraan, sekaligus bagi kepentingan pertahanan negara.
Penggunaan kekuasaan otoriter pemerintahan China mampu meredam kelompok-kelompok separatis Tibet yang menginginkan kemerdekaan dan kekuasaan penuh sendiri yang kepentingan nasional, sehingga gerakan ini tidak dapat berkembang. Hal itu dapat dilihat dari aksi-aksi demonstrasi massa yang
38
“China Rilis RUU Antipemisahan”, Rabu, 09 Maret 2005 di http://64.203.71.11/kompas-cetak/0503/09/1n/1611845.htm
57
berubah menjadi gerakan anarkhis, perusakan beberapa fasilitas umum, provokasiprovokasi yang kemudian menimbulkan konflik komunal berkepanjangan, seperti kerusuhan yang terjadi saat menyambut olimpiade Beijing tahun 2008 lalu yang telah menimbulkan korban jiwa dan terjadinya kontak senjata antara demonstran pro-Tibet dan pemerintah China.
B.
Kedaulatan Negara China terhadap wilayah Tibet
Pada dasarnya kedaulatan belum memiliki batasan yang jelas dan masih menjadi pro dan kontra. Salah satu definisi dari “kedaulatan” menyebutkan bahwa “Hak negara untuk melaksanakan kekuasaan penuh atas status kemerdekaannya tanpa boleh ada campur tangan pihak lain terhadap masalah internal dan eksternal. Setiap negara bebas membuat keputusannya sendiri namun kedaulatan tidak berarti bahwa negara memiliki kedaulatan mutlak dalam bertindak sebab berhubungan antar negara dan diatur oleh hukum internasional”.39 Orang memberikan definisi yang beragam mengenai kedaulatan. Tetapi secara tradisional kedaulatan dapat dirumuskan sebagai monopoli yuridiksi teritorial yang sangat eksklusif baik dilihat dari dimensi internal maupun eksternalnya.40
Ada tiga hal yang utama tentang Kedaulatan negara yaitu Penguasaan, Tujuan Memerintah (Hukum), Konstitusi.41 Kedaulatan negara berwujud sebagai
39
B. N Marbun, S.H, Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hal 313 DR. Bantarto Bandoro, “Masalah-masalah Keamanan Internasional Abad 21”, 14-18 Juli 2003 di http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/Masalah%20Keamanan%20Internasional%20%20bantarto%20bandoro.pdf 41 Bryan Veloso,”Kedaulatan Negara atau Sosialisme”, 2 Juli 2007 di http://pembebasan.wordpress.com/2007/07/05/kedaulatan-negara-atau-sosialisme/ 40
58
hak kemerdekaan dan otoritas untuk mengatur urusan domestik. Demokratisasi dan otoriterisme dalam suatu pemerintahan di sebuah negara berfungsi sebagai pengambil keputusan tertinggi dari penyelenggaraan negara, termasuk dalam hal mengendalikan SDA maupun SDM yang ada. Kekuatan budaya merupakan tujuan akhir dari pembangunan kekuatan dan jati diri bangsa, karena entitas dan karakter dari suatu bangsa dipengaruhi oleh budayanya, baik lokal maupun nasional. Hal ini dikarenakan kekuatan budaya merupakan suatu sistem pertahanan paling vital bagi suatu bangsa dan negara, kekuatan budaya merupakan fondasi dari pembangunan di segala aspek, kekuatan budaya secara historis merupakan modal utama berdirinya suatu negara. Dimana kekuatan budaya akan sangat menentukan kekuatan suatu bangsa dan negara dalam tata pergaulan dunia.
Selain itu kekuatan budaya akan melahirkan etos dan mitos, baik dalam kehidupan sosial masyarakat sendiri, maupun dalam pergaulan dunia internasional sebagai bangsa. Negara dapat menjadi objek primer yang harus dipertahankan kedaulatannya, dalam proses mempertahankan kedaulatan itu maka kekuatan militer menjadi instrumen utama untuk dapat dijadikan salah satu cara untuk mempertahankan kedaulatan suatu negara. Namun adanya pandangan interpedence (saling ketergantungan sama lain antar kelompok manusia) yang membutuhkan suatu interaksi dalam sebuah sistem sosial.
Sebagai sebuah negara, maka kecenderungan gangguan yang datang dari berbagai negara khususnya negara-negara besar dapat menimbulkan kecenderungan
59
campur tangan atau kepedulian yang tinggi dari negara-negara tersebut terhadap kemungkinan gangguan stabilitas keamanan di sebuah negara. Kepentingan pertahanan negara yang bersifat tetap merupakan bentuk penyelenggaraan usaha pertahanan negara untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara dan keutuhan wilayah negara, serta keselamatan dan kehormatan bangsa dari setiap ancaman, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Meskipun adanya ancaman menunjukkan bahwa ancaman fisik dari luar yang mengarah pada ancaman kedaulatan kecil kemungkinannya, namun sebagai negara merdeka, berdaulat, dan bermartabat, kepentingan strategis untuk mempertahankan diri harus selalu disiapkan dan dilaksanakan tanpa mempermasalahkan ada atau tidak adanya ancaman nyata.
Berdasarkan lima
prinsip
koeksistensi
secara
damai,
China
terus
mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama yang saling menguntungkan dengan negara-negara lain di seluruh dunia.42 Dalam melaksanakan kepentingan pertahanannya, China senantiasa memegang prinsip sebagai negara yang menganut koeksistensi damai yang cinta damai tetapi lebih cinta akan kemerdekaan dan kedaulatannya. Penggunaan cara-cara damai sebagai kekuatan pertahanan untuk tujuan perang hanya sebagai jalan terakhir setelah usaha-usaha diplomatik tidak membuahkan hasil. China sebagai negara yang memiliki kekuatan militer yang cukup kuat di kawasan Asia, penyelenggaraan pertahanan yang dilaksanakan dengan
42
Eddy Maszudi,” Makna Kunjungan SBY ke China”, Rabu, 27 Juli 2005 di http://www.suaramerdeka.com/harian/0507/27/opi3.htm
60
sistem keseluruhan melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya serta sarana dan prasarana nasional sebagai satu kesatuan pertahanan.
Dalam mengatasi isu keamanan aktual yaitu tindakan yang dapat mengganggu kedaulatan dan keutuhan wilayah China serta gangguan terhadap keselamatan dan kehormatan bangsa yang dapat berwujud ancaman non-tradisional yang bersifat lintas negara maupun sejumlah isu aktual yang timbul di dalam negeri membuat pemerintah menggunakan kekuatan militernya untuk mempertahankan kedaulatan di negarnya. Ancaman yang kemudian timbul yaitu ancaman dari dalam negeri dalam konflik Tibet, yang mengganggu stabilitas keamanan dan kedaulatan negara. Implikasi dari perkembangan yang terjadi pada lingkup regional dalam konflik Tibet tersebut mempengaruhi perubahan pada situasi keamanan dunia dengan munculnya isu-isu keamanan domestik seperti separatisme bersenjata, radikalisme dan konflik komunal masih melanda sejumlah negara terutama negaranegara berkembang.
Isu-isu keamanan dunia yang makin kompleks tersebut memerlukan cara penanganan yang lebih komprehensif. Silang hubungan yang berlangsung dalam proses perubahan global, regional dan domestik telah membentuk spektrum ancaman dan gangguan keamanan nasional China yang kompleks dan multidimensi. Kondisi tersebut tidak dapat diabaikan dan harus segera diatasi, sehingga stabilitas keamanan nasional dapat tercipta bagi terselenggaranya pembangunan nasional. Kebijakan pertahanan negara disusun berdasarkan kondisi obyektif yang dihadapi oleh pemerintah China berdampak serius pada keutuhan wilayah China dan
61
keselamatan bangsa. Isu-isu keamanan tersebut perlu penanganan serius dan mendesak, karena
itu menjadi prioritas dalam kebijakan pertahanan. Demi
menangani isu keamanan dalam negeri itu maka dalam konflik Tibet, Pemerintah China berusaha untuk dalam menyelamtkan kedaulatan negaranya dari tindakan separatisme Tibet yang semakin menjadi.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pemerintah Chian melakukan tindaan represif terhadap wilayah Tibet yaitu: Pertama, China bukan negara yang hanya terdiri dari satu etnis saja melainkan fakta terdapat 56 etnis termasuk Han, Mongol, Korean, Muslims, Tibetans, dll. Kedua, Tibet telah menjadi bagian dari China sejak ribuan tahun yang lalu (Dinasti Yuan 1271-1368, Dinasti Ming 13681644, Dinasti Qing 1644-1911, Republik China, sampai menjadi RRC 1949). Ketiga, Pada masa keruntuhan Dinasti Qing, Inggris telah menguasai Tibet sebagai wilayah koloni dan membuat rakyat Tibet menjadi budak. Keempat, Sebelum 1950, saat China menguasai Tibet masih dalam situasi perbudakan dibawah kepemimpinan rejim boneka Dalai Lama. Kelima, Dalai Lama dulu dan sekarang masih didanai ole CIA untuk membantu Dalai Lama memisahkan Tibet dari wilayah China dan memaksa pemerintah India untuk menerima Dalai Lama serta mendanai kampanye pemisahan diri Tibet dari China. Keenam, sebagai bentuk kedaulatan negaranya, China telah mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membangun Tibet, mendirikan sekolah, Rumah Sakit, serta infrastruktur. Hal-hal inilah mengapa alasan China kuat merasa memiliki kedaulatan sepenuhnya atas Tibet
62
Pengakuan kedaulatan pemerintahan sangat penting, karena pemerintah atau otoritas penguasa adalah pihak yang membuat peraturan dan menerapkan sanksi atas peraturan itu. Intervensi dan agresi negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang menjadi ancaman kedaulatan suatu negara, karena intervensi terhadap suatu negara dalam menjalankan kebijakan dalam negeri dan luar negerinya merupakan salah satu bentuk penjajahan. Kedaulatan sebuah bangsa atau negara yaitu dapat menciptakan sistem yang demokratis bagi negaranya.
Kemerdekaan inilah yang terutama diserukan kelompok warga Tibet di pengasingan serta pimpinan spiritual Tibet Dalai Lama saat ini, sementara China bersikeras bahwa kemerdekaan Tibet tidak diakui China maupun negara mana pun.43 Kedaulatan negara menjadi dasar terhadap suatu wilayah di dunia ini. Tujuannya kepada pemerintah-pemerintah untuk melatih secara total dan kewenangan yang eksklusif di antara beberapa spesifikasi atau bidang usaha tertentu. Dengan adanya globalisasi hubungan sosial timbul dan mempunyai tuan rumah yang secara kualitas tidak lagi mempunyai wilayah dan batasan yang larut mejadi satu di dalam derasnya aliran arus elektronik dan lain sebagainya, dengan kondisi awal secara krusial efektif dari kedaulatan telah bergeser. Bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang bisa menentukan nasib bangsanya sendiri (otonom), tanpa intervensi negara mana pun.
Pada tanggal 23 Mei 1951, juru runding Tibet di Beijing, menandatangani “Tujuh Poin Kesepakatan” yang berisi pernyatan bahwa”Rakyat Tibet harus bersatu 43
“Status Tibet yang Diperdebatkan”, 21-Mar-2008 di http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=1&jd=Status+Tibet+yang+Diperdebatkan&dn=200 80321035530
63
dan harus mengusir kekuatan imperialis dari Tibet dan harus kembali pada keluarga besar ibu pertiwi-Republik Rakyat China”, (The Tibetan People shall unite and drive imperialist forces fro Tibet and shall return to the big family of the Motherland-the People’s Republic of China).44 Salah satu poin perjanjian itu juga menyatakan Tibet adalah bagian dari Republik Rakyat China dengan otonomi khusus yang diberikan kepada Dalai Lama. Dengan adanya poin-poin perjanjian ini, membuka hubungan baru antara China dan Tibet. Rakyat Tibet wajib untuk mengakui dan menerima klaim China atas kedaulatan Tibet.
Meskipun perjanjian ini sudah disepakati oleh kedua belah pihak akan tetapi pihak Partai Komunis China dan rakyat Tibet tetap bersitegang. Hingga menimbulkan aksi demonstrasi yang menelan korban jiwa. Banyak kritikan datang dari masyarakat internasional yang menyatakan bahwa China telah melanggar HAM dengan menggunakan kekuatan militer yang tidak seimbang terhadap rakyat Tibet. Pemerintah China menilai ini merupakan suatu ancaman bagi kedaulatan negaranya.
Adapun ancaman bahwa Dalai Lama berusaha menarik simpati internasional dengan menuduh pemerintah China menghilangkan HAM rakyat Tibet atas adanya korban jiwa rakyat Tibet menjadi ancaman global bagi China dan bahkan mampu mengancam kedaulatan suatu negara dalam sebuah integrasi. China merasa terancam dengan tindakan pemimpin Tibet ini, Pemerintah China berusaha untuk menduduki Tibet dengan memasukan Etnis Han ke Tibet. Namun, di tahun-tahun berikutnya,
44
Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika Serikat, Garasi, 2008, hal 48
64
kedudukan Dalai Lama sebagai pemimpin spiritual sekaligus “dewa” di hati orang Tibet, secara perlahan mulai tergeser, hingga pada akhirnya sang pemimpin melarikan diri ke India tahun 1959. Setelah kepergian Dalai Lama, Tibet melewati “Revolusi Kebudayaan” dengan dirusaknya kuil-kuil, pembunuhan Biksu serta pembasmian adat kuno, kepercayaan, feodalisme.
Tanggal 1 September 1965, berdirilah Daerah Otonomi Tibet (T.A.R) dengan wilayah yang jauh lebih kecil daripada teritorial Tibet di bawah pimpinan Dalai Lama. Tibet yang dulunya terdiri atas Ü-Tsang, Amdo, dan Kham, kini hanya tersisa Ü-Tsang dan bagian barat Kham saja.45
Dengan bertumbuhnya kekuatan nasional komprehensif China atas pembangunan Tibet, China akan menjadi bangsa yang kuat.. Kedaulatan negaranya menjadi salah satu faktor alasan mengapa pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap Budaya di Tibet. Hal ini dilakukan untuk melawan Dalai Lama yang ingin menguasai Tibet dengan menggunakan alat agama Buddha Tibet yang telah dianut sebagian besar rakyat Tibet. Secara ekstrim, di bawah kondisi dari globalisasi kontemporer, pemerintah dengan berdasarkan atas kekuasaan yang tertinggi dan wilayah secara eksklusif mempunyai wewenang telah menjadi suatu yang sama sekali susah untuk dilaksanakan. Tidak sebanding dengan banyaknya jumlah bangunan institusi dan legislatif secara sepihak yang akan membolehkan
45
“Titik Nol (20) Perayaan Akbar”, Jumat, 29 Agustus 2008 di http://www.kompas.com/lipsus102008/readib/xml/2008/08/29/07495186/titik.nol.20.perayaan.akbar
65
suatu negara besar untuk mencapai kontrol atas kuasa mutlak di luar dari wilayahnya.
Kedaulatan China atas Tibet akan membuat China menjadi negara yang kuat dan bersatu, karena bagi China prinsip dari politik luar negerinya yaitu bersedia mengembangkan hubungan kerja sama bersahabat dengan semua negara di atas dasar saling menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah, saling tidak mengagresi, saling tidak mengintervensi urusan dalam negeri, persamaan derajat. Selain itu, China juga melaksanakan politik yang terbuka terhadap dunia luar secara menyeluruh, bersedia di atas dasar prinsip persamaan derajat dan saling menguntungkan baik itu dalam mengembangkan hubungan perdagangan, kerjasama ekonomi dan teknik serta pertukaran ilmu dan budaya secara luas dengan berbagai negara dan daeah di dunia, untuk mendorong kemakmuran bersama.
Kedaulatan negara yang terlalu kuat diselenggarakan oleh pejabatnya bisa menyebabkan otoritarianisme, totalitarianisme, dan bahkan menjelma menjadi fasis. Globalisasi dapat menjadi kekuatan yang membebaskan rakyat dari totalitarianisme apabila globalisasi hadir untuk melemahkan negara. Globalisasi yang masuk ke dalam suatu negara dan melemahkan kedaulatannya sehingga masuk bebas kepada rakyat juga dapat menimbulkan masalah ketika rakyat tidak pernah siap menghadapinya.
Krasner memulai pemaparannya dengan beranjak dari suatu asumsi bahwa :
66
“….sovereignty is not being fundamentally transformed by globalization. Globalization has challenged the effectiveness of state control; although it is not evident that contemporary challenges are qualitatively different from those that existed in the past. Globalization has not, however, qualitatively altered state authority which has always been problematic and could never be taken for granted.”46
Dari kutipan di atas nampak jelas bahwa eksistensi dan kedaulatan negarabangsa tidak berubah secara fundamental akibat globalisasi. Sebaliknya, eksistensi dan kedaulatan negara-bangsa (hanya) “challenged” (tertantang) oleh hadirnya globalisasi. Rekayasa sosial yang terjadi di Tibet merupakan salah satu cara untuk menyingkirkan sisa-sisa kepemimpinan Dalai Lama di Tibet, karena China hanya memiliki satu pemerintahan pusat yaitu di Beijing.
Dengan adanya Etnis asli Tibet yang dipengaruhi oleh Dalai Lama, mengancam kedaulatan China dan membuat China melakukan tindakan represif atas budaya Tibet pada masa Dalai Lama. Dalai Lama bukan seorang tokoh agama dan dia menggunakan agama untuk mencapai tujuan politiknya sehingga apa yang dilakukan Pemerintah China terhadap rakyat Tibet ini dapat membuat Rakyat Tibet terbuka terhadap dunia internasional dan ikut merasakan pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat Tibet sendiri. Hal inilah yang membuka kemungkinan cara pandang ataupun mekanisme baru dalam melakukan proses 46
Stephen D. Krasner, Globalization and Sovereignty, dalam David A. Smith et al (eds.), States and Sovereignty in the Global Economy (London: Routledge, 1999), hal 34.
67
pengidentifikasian budaya maupun perilaku individu. Individu-individu seolah ditawarkan alternatif-alternatif dari apa yang selama ini telah mereka pegang dan jadikan kebiasaan. Kecenderungan ini dapat mengarah kepada ‘global culture’ (budaya global) dan melemahkan budaya nasional (lokal). Dengan demikian alasan pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap budaya Tibet yang separatis menjadi jalan yang cukup kuat untuk menjaga stabilitas keamanan dan kedaulatan China sebagai suatu negara maju.
68
BAB V KESIMPULAN
Apa yang bisa disimpulkan dari paparan di atas, bahwa konflik antara China dan Tibet tentang tindakan pemerintah China yang terjadi di kalangan etnis Tibet sangat terkait dengan nuansa kebijakan politik pemerintah China untuk mempertahankan stabilitas keamanan, integritas territorial serta kedaulatan negara dimana Pemerintah China memiliki kepentingan tertentu untuk menempatkan etnis Tibet sesuai dengan kemauan politiknya. Posisi minoritas yang cenderung rentan, selalu memojokkan etnis Tibet dari waktu ke waktu. Krisis identitas etnis Tibet terus terjadi di Tibet terlebih dengan majunya pembangunan di Tibet yang mengundang orang etnis luar Tibet untuk datang dan hidup di Tibet.
Dalam upaya menemukan kembali citra identitas sosial yang positif, etnis Tibet menggunakan modus yang variatif
baik dalam bentuk mobilitas sosial
maupun dengan perubahan sosial. Dalam tingkat strategis, isu politik, ekonomi, dan tindakan ilegal lintas negara, memiliki jangkauan wilayah nasional, regional, serta global, dan isu tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keamanan nasional, regional, dan global. Isu politik, ekonomi, dan keamanan memiliki keterkaitan yang sangat erat dan saling mempengaruhi, selanjutnya isu tersebut akan selalu menjadi perhatian masyarakat internasional karena akan menyangkut pada kepentingan nasional masing-masing negara.
69
China sebagai salah satu wilayah yang cukup besar serta memiliki kebudayaan China yang kuat dengan masih terpeliharanya kebudayaan asli China, mulai dari Bahasa, serta identitas nasionalnya yang bermacam-macam, membuat daerah di perbatasan dan terpencil dari wilayahnya dengan jarak yang cukup jauh dari pusat pemerintahan semakin terlupakan.
Dalam kasus konflik China dan Tibet, menimbulkan banyak tuntutan bagi rakyat Tibet untuk pembangunan perekonomian. Keadaan Tibet yang semakin maju dengan pembangunan yang sangat pesat mengundang masuknya etnis luar ke Tibet sehingga etnis asli Tibet semakin tersingkirkan. Hal ini bukan tanpa beralasan karena memang sebagian besar rakyat Tibet masih memiliki pendidikan yang rendah sehingga rakyat Tibet memerlukan negara maju seperti China untuk membantu perekonomiannya meskipun budaya menjadi faktor yang dipertaruhkan karena asimilasi budaya luar yang modern masuk ke Tibet. Sejarah China menyebutkan bahwa Tibet merupakan wilayah kesatuan China namun dalam kenyataannya, Tibet justru pernah menguasai China. Rakyat China yang sudah pernah mengalami revolusi kebudayaan pada rezim Mao. Tibet dapat bebas melakukan kegiatan perekonomian dan sosial sampai pada akhirnya terjadi pemberontakan atas ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah pusat China. Konflik antara pemerintah pusat China dan provinsi Tibet yang ingin memisahkan diri dan merdeka merupakan akar dari pergolakan yang terjadi dan memuncak pada saat momentum penyelenggaraan Pesta Olahraga Dunia atau Olimpiade Beijing 2008.
70
Gerakan separatis Tibet ingin menarik lebih banyak perhatian negara-negara dunia melakukan tindakan anarkis, membuat rekayasa tentang adanya perseteruan antara Etnis Tibet dan Han, yang memancing tindakan pemerintah China untuk menindak dan menguasai kekacauan, pembakaran, perusakan, perampokan, pembunuhan yang dilakukan oleh Etnis Tibet pada Etnis Han hingga China diklaim telah melanggar HAM atas konflik ini. Tindakan pemerintah China dengan menggunakan militernya untuk mengatasi kerusuhan besar di Lhasa merupakan suatu respon yang wajar bagi kedaulatan suatu negara untuk mengembalikan ketertiban dan keamanan dan intergritas sosialnya dengan menyingkirkan pemimpin Tibet, Dalai Lama. Permasalahan antara China dan Tibet yaitu permasalahan yang berdasar dari permasalahan budaya yang berlawanan yaitu tentang perbedaan antara kepercayaan Buddha yang dianut oleh China dan Buddha Lama. Faktor-faktor pemerintah China melakukan pemusnahan budaya di Tibet yaitu untuk mempertahankan integritas teritorial China atas wilayah Tibet dan masalah tentang kedaulatan suatu negara. Salah satu bukti nyata integritas teritorial China atas Tibet dengan dibangunnya berbagai fasilitas jalan raya yang menghubungkan Tibet dengan provinsi-provinsi tetangga sehingga melepaskan isolasi rakyat Tibet dari keterbelakangan Tibet.
Sejak awal Tibet memang sudah menyatakan klaim China atas Tibet. Tibet merupakan Bagian dari China yang termasuk kesatuan wilayah Tibet dan harus mendapatkan pemerataan pembangunan sama dengan provinsi lain yang ada di Tibet. Tidak ada indikasi yang berhasil dikumpulkan bahwa tingkat penyebaran ide-
71
ide globalisasi yang mempengaruhi struktur politik domestik saat ini lebih besar dari yang terjadi di masa lalu. Globalisasi dan kedaulatan negara dinilai sebagai kekuatan yang cenderung melemahkan kedaulatan negara. Pemerintah China menginginkan pembangunan yang merata sehingga provinsi miskin di China mendapatkan pembangunan yang merata. Selain Tibet merupakan wilayah kestauan China, dengan adanya pembangunan di Tibet seperti fasilitas rumah sakit, sekolah, dan turis mancanegara membuat Tibet tidak lagi menjadi wilayah yang tertutup dan ikut terbawa arus modernisasi. Hal inilah menjadi alasan pemerintah China melakukan pemusahan budaya Tibet yang ortodoks dan jauh dari modernisasi.
Ada faktor-faktor kedaulatan China atas Tibet sehingga menyebabkan pemerintah China melakukan tindaakan represif terhadap wilayah Tibetyaitu: Pertama, China bukan negara yang hanya terdiri dari satu etnis saja melainkan fakta terdapat 56 etnis, Kedua, Tibet telah menjadi bagian dari China sejak ribuan tahun yang lalu (Dinasti Yuan 1271-1368, Dinasti Ming 1368-1644, Diansti Qing 16441911, Republik China lagi, Tibet 1911, sampai manjadi RRC 1949). Ketiga, Pada masa keruntuhan Dinasti Qing, Tibet telah dikuasai dan dijajah oleh Inggris, Keempat, saat China kembali menguasai Tibet situasi perbudakan masih kuat pada rejim Dalai lama. Kelima, adanya kucuran dana dari Amerika Serikat melalui CIA sebagai suatu usaha pemisahan Tibet dari wilayah China, Keenam, China telah mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membangun Tibet, mendirikan sekolah, Rumah Sakit, Tranportasi serta infrastruktur. Hal-hal inilah yang menjadi dasar atas tindakan pemerintah China melakukan pemusnahan budaya Tibet karena dinilai
72
tidak sesuai dan idak seimbang dengan budaya modern China. Tibet adalah bagian dari China dan masalah yang terjadi di Tibet adalah murni urusan dalam negeri China, tidak satupun pihak asing luar yang berhak mencampuri masalah ini.
Tindakan keras China yang merupakan tindakan represif terhadap budaya Tibet dalam menindaklanjuti kerusuhan di Lhasa tersebut telah menewaskan sedikitnya 80 orang akibat kekerasan pasukan militer China. Selain itu, China diduga membatasi akses media ke Tibet sehingga menyulitkan verifikasi dan informasi atas jumlah korban maupun seputar informasi demonstrasi yang dilakukan untuk memperingati pemberontakan terhadap pemerintah China tahun 1959 tersebut.
Rekayasa sosial yang terjadi di Tibet merupakan salah satu cara untuk menyingkirkan sisa-sisa kepemimpinan Dalai Lama di Tibet dan menjelaskan posisis Tibet terhadap dunia internasional, karena China sebagai suatu negara hanya memiliki satu pemerintahan pusat. Kepemimpinan Dalai Lama atas Tibet membuat terancamnya kedaulatan China sehingga membuat China melakukan tindakan represif atas budaya Tibet. China bukan negara berlandaskan agama dengan kepala pemerintahan Dalai Lama yang merupakan "pope" dari Tibetan Buddhism. Apa yang dilakukan Pemerintah China terhadap rakyat Tibet ini dapat membuat Rakyat Tibet terbuka terhadap dunia internasional dan ikut merasakan pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat Tibet sendiri.
Perkembangan teknologi terutama telekomunikasi, serta transportasi yang memungkinkan individu-individu dari berbagai belahan dunia saling mengetahui,
73
menyaksikan, dan berkomunikasi satu sama lain dapat membuka dan merubah cara pandang dalam melakukan proses pengidentifikasian budaya maupun perilaku individu yang cenderung dapat mengarah kepada ‘global culture’ (budaya global) dan melemahkan budaya nasional (lokal).
Selain adanya isu tindakan represif pemerintah China terhadap budaya di Tibet, konflik China dan Tibet diwarnai dengan isu rekayasa sosial yang terjadi di Tibet dapat dikatakan sebagai salah satu upaya menyingkirkan sisa-sisa rejim kepemimpinan Dalai Lama di Tibet yang penuh dengan sistem perbudakan dan kesengsaran bagi rakyat Tibet. Selama dalam kepemimpinan Dalai Lama, Tibet jauh dari pembangunan bahkan terkesan menjadi wilayah paling terbelakang di China. Selain sistem perbudakan itu, pemerintah China menyatakan hanya memiliki satu pemerintahan pusat yaitu di Beijing.
Pemerintah China menilai Dalai Lama bukanlah seorang tokoh agama tetapi Dalai Lama menggunakan alasan agama untuk mencapai tujuan politiknya sehingga apa yang dilakukan Pemerintah China terhadap rakyat Tibet yaitu agar dapat membuat Rakyat Tibet terbuka terhadap dunia internasional dan ikut merasakan pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat Tibet sendiri. Hal yang dilakukan oleh Dalai Lama ini juga idukung oleh inggris gan Amerika Serikat untuk memecah belah China.
Dengan demikian alasan pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap budaya Tibet yang separatis disebabkan oleh dua faktor yaitu integritas
74
territorial dan kedaulatan China sebagai suatu negara maju, kuat dan bersatu. Meskipun perbedaan pemikiran yang sangat kuat antara pemimpin Tibet dan pemerintah China dalam menentukan status Tibet itu, sudah banyak upaya dialog dan perundingan yang dilakukan antara kedua pihak. Dari keseluruhan perundingan dan dialog yang sudah terjadi didapatkan inti dari perundingan itu adalah bagaimana pemimpin Tibet
Dalai Lama dapat kembali ke Tibet dan tetap mempertahankan status Tibet di bawah sistem otonomi lebih luas. Perundingan ini diajukan di tengah desakan masyarakat internasional agar pemerintah China dapat menahan diri untuk menghindari pertumpahan darah meskipun desakan internasional ini tidak mendapatkan reaksi dan respon yang positif dari pemerintah China karena mengganggap Tibet merupakan isu domestik negara dan China berhak untuk mengatur wilayah kesatuannya sendiri sebagai wujud atas integritas teritorial serta kedaulatan negara China.
Tibet memang merupakan gudang kekayaan alam. Misalnya, pertambangan krom terpenting China terdapat di Tibet. Sungai-sungai terpenting Asia bersumber di negeri itu. Belum lagi peranan strategisnya. Tibet adalah zona penahan menghadapi negara tetangga di selatan dan India, saingan China. Pada tahun 60-an China bahkan pernah berperang dengan negara adidaya nuklir itu. Di sini mungkin juga tersimpan alasan-alasan kepentingan China terhadap Tibet. Tibet kini semakin mudah dicapai. Sejak 2006 bahkan ada jalur kereta api di wilayah itu. Jalur ini memungkinkan semakin banyak warga China yang datang ke Tibet.
75
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Amal, Ichlasul, Winarno, Budi. Metodologi Ilmu Politik (Yogyakarta: PAU Studi Sosial Universitas Gadjah Mada, ). Brown, Michael E., Causes and Implications of Ethnic Conflict: The Ethnicity Reader. Nationalism, Multiculturalism, and Migration (Great Britain, Guibernau dan John Rex (eds),Polity Press, 1997). Chen, Guidi., Wu, Chuntao., China Undercover-Rahasia di Balik Kemajuan China, (Jakarta: Ufuk Press, 2007). Heng, Liang & Shapiro, Judith, China Sesudah Revolusi Kebudayaan Dalam Reformasi tanpa Keterbukaan, (Jakarta: Pustaka Utama Rafiti,1989). Hunter, Alan dan Sexton, John, Contemporary China, (London: McMillan Press Ltd.,1999) Kustiasukarnaprawira Aa, China: Peluang atau Ancaman, (Jakarta: Restu Agung, 2009) Mas’oed Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: Displin dan Metodologi (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1990). Poerwadarmanta W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991).
76
Soyomukti, Nurani., Revolusi Tibet: Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan TibetChina-Amerika Serikat (Yogyakarta: Garasi, 2008). Sukma, Rizal, Pemikiran Strategis China, (Jakarta: CSIS, 1995). WD Sukisman, Sejarah China Kontemporer Jilid II: Dari Revolusi Nasional melalui Revolusi Kebudayaan Sampai Modernisasi Sosialis, (Jakarta: Padnya Paramita, 1992) Sumber-sumber dari Website: http://www.bbc.co.uk/2008 http://en.epochtimes.com/news/20,000 People March in New Delhi for Freedom in Tibet/7-8-12/2008 http://www.dailymail.co.uk/news/index.html/2009 http://id.shvoong.com/books/1866289-revolusi-tibet/8 Februari 2009 http://www.japanfocus.org/2008 http://niasonline.net/2008/04/12/presiden-hu-tibet-masalah-domestik-cina/ http://rezaantonius.wordpress.com/memahami-seluk-beluk-konflik-antar-etnisbersama-michael-e-brown/ http://www.savetibet.org/2008/ http://tibet.com/aidTibet.html/6 Mei 2009 http://www.tibettraintravel.com/TibetHistory.htm/2008
77
78
PETA I
SUMBER: http://www.google.com/
79
PETA II
SUMBER: http://www.google.com/
80
PETA III
Peta Provinsi Tibet (Sumber: The Official Web Site of the Central Tibetan Administration)
81
PETA IV
82
GAMBAR I
Demonstrsi para Biksu Tibet di Dharamsala India, 18 Maret 2008 GAMBAR II
Konflik Berdarah: Biksu Tibet terluka saat demonstrasi anti-China
83
GAMBAR III
84
Lampiran I
Qinghai-Tibet Railway History Archives
Chinese engineers tackled three major difficulties in building the world-highest railroad to rewrite the world's history of railway construction.
1919:
The national father of China democratic revolution and the first president of Republic of China - Sun Yat-sen published his famous Strategies for the Construction of New China in 1919, blueprinting China's rail network extending to the Qinghai-Tibet Plateau. Until mid 1940's, the Kuomintang (Nationalist) Government sent some engineers to explore the possibility of the construction of Gansu-Qinghai railway. 1956: After the founding of the People's Republic of China, the country's railway construction witnessed dramatic progress in 1950's. In 1956, the Ministry of
85
Railway officially launched the primary planning of the project. In the summer of 1957, a 13-person team was dispatched to start the survey. 1960: The route design draft and part of the survey of Qinghai-Tibet railway has been done. The 97-km railway from Xinning (the capital of Qingahi Province) to Haiyan was opened in November of the same year. However, in 1961 the whole project had to be terminated as China encountered 3-successive-year natural disasters starting from 1958. The government couldn't afford to extend the railway any longer. 1974: The Central government decided to resume the project of Xinning to Golmud. The project was finished by Railway Corps of China's Liberation Army in 1979 and opened for civil use in 1984. The railway is the only one in the world built on the salt lakes, which means the first phase of Qinghai-Tibet Railway is ready. 1978: The survey work of the Second Phase (Golmud - Lhasa) was suspended due to the uncertainty of building the railway on permafrost at such a high altitude. 2001:
The State Council approved the Qinghai-Tibet Railway Plan. The project has been listed in one of "the four symbolic projects" as the Central government attached
86
more importance to the development of the Western Regions ("Great Leap West" dubbed by some Western Media). On March 1, 2001 the construction work officially restarted. 2005: The railway building went through the highest point at Tanggula Mountain in August. On October 12, 2005, all the construction work was achieved. 2006:
In March, a cargo train was launched to test the ride on the railway. In May, a passenger train took the test (without passengers). In July 1, 2006, the Qinghai-Tibet railway was officially opened for public use.
Source: http://www.tibettraintravel.com/TibetHistory.htm
87
88