BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi ruang angkasa pada masa sekarang telah bergerak cepat dan menghasilkan kejadian-kejadian yang luar biasa, misalnya pesawat ruang angkasa berawak Amerika Serikat “Apollo” berhasil melakukan penjelajahan-penjelajahan di ruang angkasa dan kemudian pesawat Amerika Serikat “Viking I” berhasil mendarat di Planet Mars. Selain itu peluncuran pertama benda angkasa yang merupakan momentum bersejarah dalam perkembangan ilmu teknologi dan ruang angkasa adalah pada tahun 1957 dengan diluncurkannya satelit pertama dari bumi, yaitu Sputnik 1 oleh Rusia.1 Sejak saat itu, peningkatan ilmu dan teknologi ruang angkasa semakin berkembang, khususnya pada masa pertengahan Perang Dunia ke-II dimana terjadi peningkatan jumlah yang signifikan dalam peluncuran benda angkasa dari bumi. Sejarah penting lainnya yang tercatat dalam perkembangan ilmu dan teknologi ruang angkasa adalah dengan adanya penerbangan manusia pertama ke ruang angkasa pada tahun 1961. Diikuti dengan adanya penjejakan manusia pertama di bulan pada tahun 1968 oleh Neil Armstrong dengan pesawat angkasa Apollo 11 serta peluncuran stasiun angkasa pertama, Salyut 1, pada tahun 1971.
1
Robert C. Harding, Space Policy in Developing Countries, (Oxon: Routledge, 2013),
hal. 10-11.
1
2
Peningkatan ini tidak hanya terjadi dari jumlah peluncurannya saja, melainkan dari pemanfaatan benda angkasa dan lingkungannya. Mulai dari kepentingan ilmiah, telekomunikasi, navigasi, militer, pertahanan, hingga untuk tujuan komersil. Selain itu, sekarang terdapat juga perkembangan terhadap pemeran atau subjek dari teknologi ruang angkasa. Pada awalnya subjek dari perkembangan teknologi ruang angkasa hanya terbatas pada negara saja. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan masyarakat, sekarang sudah sangat banyak subjek ruang angkasa yang bukan merupakan negara, yaitu badan hukum privat dan organisasi-organisasi internasional. Pada tahun 1980, peluncuran satelit pertamakalinya tidak dilakukan sepenuhnya oleh pihak pemerintah. Disinilah peluncuran benda angkasa pertamakalinya dilakukan oleh pihak privat. Perkembangan dalam sektor privat ini mengalami kemajuan yang cukup banyak pada pertengahan abad ke-20. Dalam sebuah majalah dikatakan bahwa sejauh ini dilihat dari perkembangannya, tahun 2012 merupakan “the year of private space”. Perkembangan ini tidak terjadi hanya pada sektor pemerintah dan privat saja, namun masyarakat internasional kemudian membentuk kerjasama dalam hubungan mereka pada perkembangan ruang angkasa. Selanjutnya terbentuklah organisasi-organisasi internasional sebagai wadah kerjasama mereka dalam pengembangan ilmu dan teknologi ruang angkasa. Organisasi yang dibentuk dalam pengembangan ruang angkasa diantaranya adalah ESA (European Space Agency), UNOOSA (United Nations Office for Outer Space Affairs), UNCOPUOS (United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space),
3
ISA (International Space Agency) tahun 1958.2 Dilihat dari fakta-fakta tersebut, bukan hal yang mustahil jika peningkatan teknologi ruang angkasa akan semakin bertambah dan meluas di kemudian hari. Di samping hasil-hasil yang positif tadi tidak bisa kita abaikan kenyataankenyataan yang telah menimbulkan masalah bagi masyarakat internasional. Ada beberapa negara maju tampak berlomba-lomba dalam penjelajahan ruang angkasa ini, tanpa memperhatikan kepentingan negara-negara yang sedang berkembang. Dan perlombaan ini didasarkan kepada kehausan untuk dominasi politik dan militer, keadaan yang harus kita hindarkan. Suasana perlombaan yang bertitik tolak pada pendapat bahwa barang siapa yang menguasai ruang udara dan ruang angkasa, negaranyalah yang kuat dan akan dapat menguasai bangsa-bangsa dunia yang ada, tanpa memperhatikan kepentingan negara-negara yang belum maju hanya akan menjauhkan kita dari perdamaian dunia. Apalagi masalah eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa masih merupakan masalah baru bagi sebagian besar umat manusia di Bumi. Selain menimbulkan kerusakan lingkungan juga dapat menimbulkan efekefek dalam jangka waktu yang lama maupun sebentar. Semakin banyaknya kegiatan keruangangkasaan ini kemungkinan akan terjadinya kecelakaan yang dapat merugikan negara lain semakin tinggi pula. Kecelakaan pada peluncuran roket peluncur satelit ini bisa dikarenakan dari kegagalan dalam peluncuran. Kegagalan dalam peluncuran roket peluncur satelit ini sehingga meledak dan 2
Julian Hermida, Space Regulation Library Volume 3, Legal Basis For National Space Legislation, (New York: Kluwer Academic Publishers, 2004), hal. XVI.
4
pecah beberapa saat setelah peluncuran sering disebabkan oleh kesalahan teknis. Sebagai contoh kasus yaitu pada tahun 2007 roket peluncur milik Rusia (Proton M Rocket) yang membawa satelit Jepang (Jesat) yang diluncurkan pada tanggal 6 September 2007 dari Baikonur Cosmodrom yang disewa oleh Rusia kepada Kazakhstan meledak setelah beberapa saat peluncuran. Roket tersebut pecahannya jatuh di Kazakhstan 50 km sebelah tenggara kota Dehezkazgan. Jatuhnya pecahan dari roket peluncur satelit tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan. Atas kerusakan lingkungan yang terjadi Kazakhstan meminta pertanggung jawaban dari Rusia. Hal ini bukan pertama kalinya dan satu-satunya kejadian benda yang diluncurkan ke luar angkasa jatuh ke bumi, sederet kejadian jatuhnya benda antariksa lain telah jatuh ke bumi diantaranya sebagai berikut3: 1. Mars 96 (Russia) telah jatuh pada tanggal 16 November 1996 di Chile, Bolivia yang bermuatan 0.44 lbs plutonium. 2. COSMOS 1402 (USSR) telah jatuh pada tanggal 7 Februari 1983 di South Atlantic yang bermuatan 68 lbs of uranium - 235. 3. RORSAT mission (USSR) telah jatuh pada April 1973 di Samudra Pacific, bagian utara Jepang yang menyebarkan radiasi. 4. APOLLO 13 (US) telah jatuh pada April 1970 di bagian utara Fiji, mengandung muatan 5.5 lbs plutonium - 238.
3
Peace Research, “Radioactive space vehicles have crashed to earth”, The Bulletin of Atomic Scientists, (Jan./Feb. 1997, p. 70, 72): 87.
5
5. NIMBUS B - 1 (US) telah jatuh pada tanggal 18 Mei 1968 di Santa Barbara bermuatan 4.2 lbs plutonium – 238. 6. TRANSIT 5BN - 3 (US) telah jatuh pada tanggal 21 April 1964 di Samudra India bermuatan 2.1 lbs plutonium – 238. Terhadap jatuhnya benda antariksa ke bumi menjadi latar belakang terbentuknya Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects, 1972 (Konvensi Tentang Tanggung Jawab Internasional Terhadap Kerugian Yang Disebabkan Oleh Benda Benda Antariksa, 1972) yang bertujuan utnuk memberikan pengaturan subjek hukum yang bertanggung jawab dalam hal timbulnya kerugian akibat eksplorasi dan penggunaan antariksa, khususnya peluncuran benda-benda antariksa yang mengakibatkan kerugian terhadap pihak ketiga.4 Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan tanggung jawab internasional tersebut muncul diawali dengan telah diatur di dalam The Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Explroration and Use of Outer Space, Including the Moon and Other Celestrial Bodies (Traktat Mengenai PrinsipPrinsip Yang Mengatur Kegiatan Negara-Negara Dalam Eksplorasi dan Penggunaan Antariksa, Termasuk Bulan dan Benda-Benda Langit Lainnya, 1967) sebagaimana diratifikasi oleh Indonesia oleh Undang-Undang 16 Tahun 2002 Tentang Pengesahan Treaty On Principles Governing The Activities Of States In The Exploration And Use of Outer Space, Including The Moon Another Celestial
4
Gerardine Meishan Goh, Dispute Settlement in International Space Law (a Multi-Door Courthouse for Outer Space), (Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2007), Hal. 32.
6
Bodies, 1967 (Traktat Mengenai Prinsip-Prinsip Yang Mengatur Kegiatan Negara-Negara Dalam Eksplorasi Dan Penggunaan Antariksa, Termasuk Bulan Dan Benda-Benda Langit Lainnya, 1967) yang telah menyatakan bahwa. “Setiap Negara Pihak memikul kewajiban secara internasional atas kegiatan antariksa nasionalnya, baik yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah maupun non pemerintah, dan menjamin kegiatan nasionalnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Traktat Antariksa, 1967. Badan-badan non pemerintah (swasta) yang hendak melaksanakan kegiatan antariksa harus mendapatkan otorisasi dan pengawasan secara terus menerus oleh negara yang bersangkutan. Negara peluncur bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kegiatan benda antariksanya yang dilakukan oleh negara, badan hukum, warga negaranya dan organisasi internasional di mana negara tersebut ikut serta.” Terkait dengan hal di atas, kewajiban secara internasional yang dibebankan
terhadap
negara
peluncur
dimaksudkan
untuk
memberikan
kompensasi terhadap negara ketiga yang mengalami kerusakan atau risiko/potensi kerusakan atas kontaminasi muatan berbahaya yang terkandung dalam benda antariksa. Peristiwa jatuhnya Cosmos 954 di daratan Canada kemudian memberikan gambaran nyata dimana Canada telah mengajukan klaim kepada Uni Soviet berdasarkan Convention on International Liability for Damage by Space Objects, 1972 (selanjutnya disebut sebagai “Liability Convention 1972”) dalam rangka meminta pertanggungjawaban hukum dan kompensasi atas kerusakan yang
7
timbul termasuk didalamnya operasi pencarian dan pengembalian lingkungan sebagaimana keadaan semula dari kontaminasi bahan berbahaya.5 Klaim Canada terhadap Uni Soviet didasarkan pada Pasal 2 dan Pasal 7 Liability Convention 1972 menuang perhatian yang banyak, dimana Uni Soviet sebagai negara peluncur wajib bertanggung jawab secara mutlak atas kerusakan yang timbul. Dimana para pihak dalam hal ini telah meratifikasi Outer Space Treaty 1967 dan Liability Convention 1972, sehingga harus tunduk terhadap traktat-traktat tersebut baik terhadap hak dan kewajiban yang timbul karenanya. Implementasi yang berarti dalam pertanggungjawaban hukum internasinal pada peristiwa jatuhnya Cosmos 954 berdasarkan Liability Convention 1972 menimbulkan banyak pendapat di kalangan ahli hukum internasional khususnya di bidang hukum luar angkasa. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk membahas lebih lanjut mengenai lembaga ganti rugi sebagai tanggung jawab negara peluncur dalam memberikan ganti rugi terhadap korban berdasarkan Liability Convention 1972 melalui peristiwa jatuhnya Cosmos 954. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka dari itu terdapat dua rumusan masalah yang akan penulis angkat sebagai rumusan masalah dari skripsi ini, yaitu:
5
Eilene Galloway, op.cit., hal. 407.
8
1.
Apakah realisasi ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan telah memenuhi harapan korban dan tujuan-tujuan pengaturan ?
2.
Apakah bentuk kebijakan lembaga-lembaga internasional yang berkompeten dalam memperbaiki fungsi lembaga ganti rugi dalam penyelesaian kerugian akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah Dalam melakukan penulisan karya tulis ilmiah ini, memang perlu untuk di berikannya suatu batasan dalam pembahasan permasalahan yang diangkat pada karya tulis ilmiah ini untuk membantu pembaca agar mampu dengan mudah untuk mengetahui maksud dan tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini, dan juga melihat keterbatasan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini maka dilakukan pembatasan pembahasan agar tidak terjadi penyimpangan dalam pembahasan permasalahan tersebut karena sangat luasnya cakupan dalam teori hukum ruang angkasa. Dengan melihat rumusan permasalahan yang di angkat sebelumnya, maka penulis menaruh suatu objek kajian dalam penulisan karya tulis ini yaitu kebijakan internasional pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan, yang mana ditinjau berdasarkan Liability Convention 1972.
9
1.4. Orisinalitas Penulisan karya tulis ilmiah (skripsi) yang memfokuskan mengenai kebijakan internasional pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan belum pernah diteliti sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Udayana. Maka dari itu penulis mengangkat penulisan skripsi yang fokus membahas mengenai pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian bendabenda angkasa buatan. Dari beberapa penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Unversitas Udayana, perpusatakaan Universitas Indonesia, perpustakaan Universitas Padjajaran dan internet penulis tidak menemukan penelitian sejenis. Selain pertimbangan bahwa belum pernah ada skripsi yang serupa, ada juga manfaat dari penelitian ini yang kiranya dapat membantu masyarakat dalam menumbuhkan kesadaran hukum dalam diri masyarakat pada segala perilakunya dalam masyarakat (khususnya dalam kegiatan keruangangkasaan) sehingga terciptanya suatu efektifitas dalam penerapan ganti rugi dalam hal penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan. 1.5. Tujuan Penulisan 1.5.1 Tujuan Umum : 1.
Untuk memenuhi syarat menyelesaikan pendidikan Program Strata-1 (S1) sehingga dapat memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
10
2. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Melalui penulisan skripsi ini, maka penulis sebagai mahasiswa telah menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam hal ini yaitu penelitian, yang mana penulis disini berusaha untuk mencari suatu kebenaran pengetahuan ilmiah yang tidak pernah ada habisnya, yang juga sebagai bahan dalam penelitian ini yaitu ilmu yang di dapat selama melaksanakan perkuliahan efektif dan fakta yang terjadi di dalam masyarakat. Harapan penulis dalam menulis karya tulis ilmiah ini agar mampu bermanfaat baik dibidang akademik maupun sosial. 3. Memberikan kontribusi terhadap ilmu hukum khususnya dalam bidang ruang angkasa mengenai pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan, sehingga nantinya pengetahuan ini dapat dianggap sebagai sesuatu hal yang penting, berguna, dapat mampu diterapkan dalam kegiatan keruang angkasaan, sehingga membutuhkan ketentuan-ketentuan yang memang memiliki kepastian hukum yang memadai apabila Indonesia memiliki pegaturannya di dalam Undang-Undang. 4. Mengetahui bagaimana pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan, serta akibat hukum dari adanya Liability Convention 1972. Sehingga harapan penulis nantinya masyarakat dapat mengetahui bagaimana pengaturan lembaga ganti rugi tersebut.
11
5. Untuk menganalisis lebih mendalam mengenai lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan. 1.5.2 Tujuan Khusus : 1. Dalam pembahasan penulisan skripsi ini penulis ingin menyampaikan informasi dan pemahaman hukum mengenai pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan. 2. Berdasarkan pembahasan dalam skripsi ini maka diharapkan informasi terkait pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan dapat menjadi sebuah pemahaman dan informasi. 1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis : Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum internasional, khususnya pemahaman dalam bidang hukum ruang angkasa mengenai pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian bendabenda angkasa buatan. Selain itu juga dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam bidang hukum internasional dan mengembangkan wawasan mahasiswa dalam hal pengetahuan mengenai hukum ruang angkasa dan mahasiswa juga mampu berkontribusi dalam pengembangan ilmu hukum di
12
Indonesia, khususnya ilmu hukum di bidang hukum internasional, dengan menyerap bahan pembentukan hukum dari aspek sosial. 1.6.2 Manfaat Praktis : Secara praktis, penulisan ini diharapakan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran, serta dapat memberikan sedikit pengetahuan tentang hukum ruang angkasa bagi para praktisi hukum di lingkungan fakultas hukum maupun di luar dari fakultas hukum. Mahasiswa juga ingin memberi sedikit pengetahuan tentang adanya Liability Convention 1972 yang isinya mengatur tentang keruang angkasaan dan seberapa efektif keberlakuan konvensi tersebut. 1.7. Landasan Teoritis Landasan teoritis ialah meliputi filosofi, teori hukum, asas-asas hukum, norma, konsep-konsep hukum, dan doktrin yang dipakai sebagai dasar untuk membahas pemasalahan, dalam hal ini membahas permasalahan pada rumusan masalah yang terdapat pada skripsi ini.6 Dalam skripsi ini terdapat beberapa landasan teoritis, antara lain : 1. Negara peluncur atau Launching State (Menurut Liability Convention 1972)
6
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, Hal. 79.
13
(i) Sebuah negara yang meluncurkan atau mendapatkan peluncuran atas suatu space object / benda luar angkasa; atau (ii) Sebuah negara dimana wilayah teritorialnya atau dari fasilitasnya sebuah space object/benda luar angkasa diluncurkan. 2. Benda antariksa atau space object (Menurut Liability Convention 1972) adalah segala benda buatan manusia yang diluncurkan ke ruang angkasa, termasuk bagian komponen dari suatu benda angkasa, serta kendaraan peluncur dan bagian-bagiannya. 3. Kerusakan atau damage (Menurut Liability Convention 1972) adalah hilangnya nyawa, cedera, gangguan kesehatan lainnya, atau hilangnya atau rusaknya properti dari sebuah Negara, atau milik pribadi, baik orang perseorangan maupun badan hukum, atau properti dari organisasi internasional antar pemerintah. 1.8. Metode Penelitian Didalam melakukan penelitian ilmiah, tentunya menggunakan metodemetode ilmiah dalam penelitiannya. Demikian pula pada penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode ilmiah, yaitu: 1.8.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah Yuridis-Normatif, artinya penelitian ini adalah penelitian mengacu pada norma hukum yang terdalam peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan, serta norma-norma
14
yang berlaku dan mengikat masyarakat. Penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam perjanjian internasional dan keputusan badan penyelesaian sengketa internasional serta sumber-sumber hukum internasional lainnya. Penelitian normatif seringkali disebut dengan penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka.7 1.8.2. Jenis Pendekatan Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan, yaitu penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundangundangan (Statute Approach), pendekatan kasus (Case Approach), dan pendekatan historis (Historical Approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang tanggung jawab negara peluncur dalam hal pengoperasian satelit. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Dalam hal ini digunakan kasus jatuhnya satelit Cosmos-954 milik Uni Soviet yang jatuh di daratan Kanada. Sedangkan pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi. Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai terbentuknya Convention on International Liability for Damage Caused by Space objects, 1972 (Liability Convention 1972). 7
Soejono dan H. Abdurahman. 2003. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. h. 56
15
1.8.3. Sumber Bahan Hukum Didalam melakukan penelitian hukum normatif, terdapat dua jenis data yang akan digunakan, yaitu : 1. Sumber bahan hukum primer ialah bahan-bahan hukum primer berupa Convention on International Liability for Damage Caused by Space Object 1972 (“Liability Convention”), Treaty on Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies 1967 (“Outer Space Treaty”), serta konvensi-konvensi atau traktat lainnya yang merupakan perjanjian antar negara, peraturan perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan penelitian 2. Sumber bahan hukum sekunder ialah merupakan data yang bersifat kepustakaan/Buku, makalah, jurnal, artikel dan internet. 1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara menggali kerangka normatif menggunakan bahan hukum yang membahas tentang hukum keruang angkasaan serta bagaimana pengaturan lembaga ganti rugi dalam penyelesaian ganti rugi akibat pengoperasian benda-benda angkasa buatan. Baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkhinya untuk dikaji secara komperehensif.
16
1.8.5. Teknik Analisis Bahan Hukum Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari penelitian lapangan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan.