BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang. Bila kita amati wilayah Negara Republik Indonesia ternyata telah banyak
mengalami dan menyimpan berbagai peristiwa sejarah. Peristiwa yang terjadi dalam ruang lingkup Negara Republik Indonesia ini biasa kita sebut dengan sejarah nasional. Tetapi satu hal yang tidak boleh di lupakan adalah Negara Republik Indonesia terdiri dari berbagai wilayah-wilayah yang lebih kecil lagi, yaitu Propinsi, Kabupaten/Kota Madya, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan. Sebab secara umum, tidak semua peristiwa sejarah itu mempunyai pengaruh dalam kehidupan Rakyat Indonesia. Untuk itulah penelitian dan penulisan sejarah daerah mempunyai peranan yang sangat penting dan merupakan dasar daripada penulisan sejarah nasional untuk memperkaya khasanah Sejarah Indonesia. Menurut Taufik Abdullah, lokal adalah tempat, ruang. Jadi pengertian Sejarah lokal adalah sejarah dari suatu tempat (locality) dan kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di dalamnya, yang batas geografisnya ditentukan oleh penulis sejarah 1 . Batas-batas geografis antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya kadangkadang sukar untuk ditegaskan, hanya dalam ketentuan administratif antara satu daerah dengan daerah yang lainnya menjadi jelas 2 Pada awalnya Kota Pematang Siantar merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Simalungun, namun melihat perkembangannya yang terjadi pada daerah 1
Taufik Abdullah, Sejarah Lokal Di Indonesia, Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press, 1979, hal 15. 2 Kuntowijoyo, metodologi Sejarah, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994, hal 52.
Universitas Sumatera Utara
tersebut, pada akhirnya oleh Pemerintah Pusat di ubah menjadi daerah yang otonom 3 . Perkembangan ekologi di Wilayah Pematang Siantar menjadi salah satu alasan dan faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan status Pematang Siantar menjadi Kota Madya. Ekologi yang dimaksudkan disini adalah interaksi manusia dan lingkungannya 4 . Kota Pematang Siantar merupakan kota terbesar kedua di wilayah Sumatera Utara setelah Kota Madya Medan, dan juga merupakan Ibukota dari Kabupaten Simalungun. Dalam pola dasar pembangunan Sumatera Utara, Kota Pematang Siantar menyandang predikat pengembangan wilayah dan sesuai perkembangannya memiliki ragam fungsi. Pada hakekatnya kota ini berasal dari sebuah kampung kecil tempat bersemayamnya seorang Raja Simalungun yaitu Raja Siantar. Daerah ini terletak di areal yang berbentuk pulau di apit oleh Sungai Bah Bolon yang bercabang dua yang oleh masyarakat Simalungun di namai “Pulau Holing” yang akhirnya disebut dengan Pematang yang berarti tempat kedudukan Istana Raja yang berkedudukan di Pulau Holing yakni Raja Siantar 5 . Daerah Pematang Siantar juga telah menjadi incaran oleh bangsa asing khususnya Pihak Belanda. Hal ini di buktikan dengan kedatangan Belanda ke Tanah Simalungun. Sebenarnya pihak Belanda sudah lama mengadakan persiapan untuk menaklukan Simalungun dan daerah sekitarnya. Hal ini terjadi pada tahun 1865, Pasukan Kompeni Belanda telah menjelajahi daerah Simalungun bagian hilir dan pasukan tentara Belanda di bawah kepemimpinan Controleur Batubara (L.L. Scheemaker), telah masuk sampai ke kempung Pining, Bunut, Parhutaan Silai, Kwala Gunung, Bosar Maligas, dan juga Perdagangan. 3 4 5
Lembaran Negara Republik Indonesia No.59 Tahun 1956, Jakarta : 1956, Hal 474. Kuntowijoyo, op.cit, hal 56. Edisaputra, Simalungun Jogjanya Sumatera, Medan : U.P.Bina Satria 45, 1978, hal 226.
Universitas Sumatera Utara
Pada Tahun 1866-1867 pasukan Belanda yang di pimpin oleh J.A.M. Van Baron de Raet menjelajahi daerah Simalungun bagian hulu yang dating dari Bangun Purba melalui Deli Tua, Tangkahan, Salah Buah, Bukum, Barus Jahe, Sinaman, Nagasaribu, Saribu Dolok, dan Pematang Purba. Kedatangan Belanda ini membawa perlawanan oleh Rakyat Simalungun dan Rakyat Tanah Karo. Berbagai perlawan di lakukan oleh Rakyat Simalungun yang di pimpin oleh Raja yang berkuasa pada saat itu. Perlawanan itu juga di lakukan oleh Raja Sang Na Ualuh Damanik. Ia adalah seorang raja yang sangat gigih berjuang dan juga memiliki kepribadian yang kuat dan pantang menyerah sampai menjelang hayatnya. Pada akhir hayatnya di pembuangan, Raja Sang Na Ualuh mengungkapkan politiknya yang berbunyi “Orang Tua Kami Bersatu Di Dunia, Saya Di Pembuangan”. Pada permulaan Abad ke-20 kira-kira pada tahun 1904 adalah titik permulaan timbulnya Pematang Siantar menjadi sebuah kota yang tidak terlepas dari campur tangan bangsa asing. Dari tahun-ketahun, Kota Pematang Siantar mengalami berbagai perkembangan dari berbagai aspek seperti : aspek pemerintahan, aspek ekonomi, aspek social-budaya, dan juga aspek pendidikan. Keseluruhan aspek ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dalam perkembangan akhirnya pada tahun 1949 status Geemente menjadi Ibukota Kabupaten Simalungun dan pada tahun 1957 Pematang Siantar menjadi Kota Madya Pematang Siantar dan jalannya pemerintah sepenuhnya di pegang oleh seorang Walikota 6 . Dengan system pemerintahan tersebut dan juga status kota yang dikepalai
6
Kota Madya Pematang Siantar Dalam Angka Tahun 1974. Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Pematang Siantar, 1975, hal 8.
Universitas Sumatera Utara
oleh seorang Walikota, maka Pematang Siantar sudah terlepas dari Kabupaten Simalungun. Daerah Tingkat II Kota Pematang Siantar merupakan salah satu daerah dari Wilayah Republik Indonesia yang banyak menyimpan berbagai peristiwa sejarah. Pembentukan Pematang Siantar menjadi salah satu daerah Kota Madya, ternyata telah mampu memberi sejumlah perubahan terhadap corak kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Didalam penulisan ini, proses perkembangan Kota Madya Pematang Siantar menyangkut fisik maupun fungsinya, yang sudah pasti melibatkan partisipasi masyarakatnya. Perubahan ekologi yang di maksudkan disini terjadi apabila salah satu dari komponen itu mengalami perubahan. Perubahan ekologi di suatu wilayah ini di sebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah perubahan keadaan alamiah lahan karena penggunaan tanah kota untuk berbagai keperluan. Selain itu, pola pembagian pemukiman, kemajuan tekhnologi, kemajuan transportasi, perubahan organisasi masyarakat, pembangunan jalan-jalan beraspal, rumah sakit dan perlengkapannya, pusatpusat pendidikan, semuanya itu sangat mempengaruhi perkembangan ekologi kota. Padatnya kegiatan yang terjadi dalam suatu wilayah tertentu membutuhkan tempat atau ruang yang memadai. Maka itu perlu di lakukan perluasan wilayah agar aktifitas masyarakat tidak terganggu karena lahan kota yang sempit. Demikian halnya dengan Kota Pematang Siantar, dimana pertambahan penduduk dan segala aktifiatas masyarakatnya terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga menyebabkan daerah tersebut tidak mampu lagi menampung segala bentuk aktifitas penduduknya. Sempitnya lahan daerah yang ada, menghambat pembangunan fasilitas kebutuhan masyarakat seperti
Universitas Sumatera Utara
perumahan, sekolah, fasilitas kesehatan, maupun penyediaan sarana listrik dan juga air minum. Guna mengantisipasi perkembangan ke depan, perlu di lakukan pemekaran wilayah agar mampu mengurangi beban kota dan memberikan ruang gerak yang lebih luas lagi bagi kebutuhan masyarakatnya. Luas wilayah Kota Pematang Siantar dapat di lihat dari tabel berikut ini :
Tabel.1. Luas Wilayah Kota Pematang Siantar NO.
TAHUN
LUAS WILAYAH
1.
1960
1.248 Ha
2.
1970
1.248 Ha
3.
1980
7.023 Ha
4.
1990
7.997 Ha
Sumber : Kota Madya Pematang Siantar Dalam Angka Tahun 1975, Kantor Statistik Kota Madya Pematang Siantar.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis meneliti dan ingin mengungkapkan perkembangan Kota Pematang Siantar secara fisik dengan mengambil judul “Perkembangan Kota Pematang Siantar 1960-1990”. Adapun alasan penulis memulai tahun 1960 di karenakan, Kota Pematang Siantar mengalami perkembangan secara fisik, namun perkembangan Pematang Siantar tidaklah dapat dikatakan berkembang secara pesat bahkan dapat dikatakan mengalami perkembangan yang lambat di bandingkan dengan perkembangan kota-kota lainnya di Sumatera Utara antara lain Kota Medan, Kota Binjai, dan kota lainnya. Adapun alasan penulis membatasi penulisannya sampai tahun 1990, hal ini di karenakan pada tahun tersebut Kota Pematang Siantar telah berhasil
Universitas Sumatera Utara
menerima penghargaan dari pemerintah pusat yakni Penghargaan Adipura dan Penghargaan Wahana Tata Nugraha.
1.2.
Permasalahan. Dalam perkembangannya sebagai daerah kota madya, Pematang Siantar telah
mengalami berbagai peristiwa sejarah. Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut sangat banyak dan tidak semua bias di tulis dan di teliti satu persatu. Melihat begitu banyaknya peristiwa sejarah yang ada di Kota Pematang Siantar, maka pokok permasalahan yang akan di bahas oleh penulis adalah sebagai berikut :
1.3.
1.
Bagaimana latar belakang terbentuknya Kota Madya Pematang Siantar.
2.
Bagaimana perkembangan Kota Madya Pematang Siantar.
Tujuan dan Manfaat. Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian mengenai perkembangan
Kota Madya Pematang Siantar, adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui proses terbentuknya dan pemekaran wilayah Kota Madya Pematang Siantar.
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pertumbuhan dan perkembangan Kota Madya Pematang Siantar.
Sehubungan dengan penulisan dan penelitian yang di lakukan oleh penulis, maka ada beberapa hal yang bermanfaat bagi kita, antara lain adalah : 1.
Untuk memperkaya informasi bagi masyarakat khususnya masyarakat Kota Pematang Siantar.
Universitas Sumatera Utara
2.
Memberikan wawasan pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai pertumbuhan dan perkembangan Kota Madya Pematang SIantar yang dinamis.
3.
1.4.
Memberikan kepada penulis mengenai penulisan suatu karangan ilmiah.
Tinjauan Pustaka. telaah pustaka atau tinjauan pustaka adalah suatu pengamatan terhadap buku-buku
yang ada relevansinya dengan bahan penulisan. Dalam penulisan ini ada beberapa buku yang dapat di jadikan telaah pustaka, antara lain adalah Program Report Wali Kota Madya KDH.TK.II Pematang Siantar, yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kota Madya Pematang Siantar. Buku ini berisikan laporan Wali Kota Madya Pematang Siantar mengenai perkembangan-perkembangan yang di capai dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Selain itu juga Master Plan Kota Madya Pematang Siantar, yang di terbitkan oleh Pemerintah Daerah Kota Madya dan bekerjasama dengan Dinas Tata Kota Pematang Siantar. N. Daldjoeni dalam bukunya Seluk Beluk Masyarakat Kota, menyatakan perkembangan adalah suatu pertumbuhan yang menjadikan masyarakat untuk selalu berubah. Proses ini mengandung unsure-unsur yang ketat, karena itu perubahan tidak bias di ramalkan. Beliau dalam bukunya menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu wilayah berkembang menjadi sebuah kota yang lebih besar, faktorfaktor tersebut adalah : 1.
Pertambahan penduduk kota, baik secara alamiah maupun urbanisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.
Penemuan Tekhnologi, di tambah lagi dengan penggunaan modal besar dalam usaha dagang dan industri menciptakan pabrik-pabrik besar. Hal ini menarik banyak tenaga kerja dari daerah pertanian melalui tingginya upah dan aneka jaminan social, akibatnya produksi massal dari industri kota itu sendiri perkembangan yang lebih lanjut.
3.
1.5.
Peranan transportasi dan komunikasi merupakan hal penting di kota.
Metode Penelitian. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, sangat berpengaruh terhadap
ilmu sejarah, setiap gejala sejarah tampak sebagai kompleksitas yang mencakup berbagai aspek atau memiliki berbagai dimensi. Analisis terhadap suatu unsure dan faktor penyebab yang melatar-belakangi gejala sejarah, oleh karena itu penggarapan sejarah harus menggunakan metodologi dan teori serta konsep-konsep dari ilmu-ilmu lain seperti ilmu sosiologi, antropologi dan lain-lain. Metodologi adalah ilmu yang membahas mengenai cara-cara yang di gunakan untuk mengumpulkan data dan menjelaskan segala suatu peristiwa sejarah dengan bantuan seperangkat konsep dan teori 7 . Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyusun tulisan, dilakukan melalui tahapan-tahapan penulisan yang disesuaikan dengan syarat-syarat penulisan sejarah. Secara kronologis penulis menempuh langkah-langkah penulisan sebagai berikut : 1.
Heuristik
7
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993, hal 3.
Universitas Sumatera Utara
Yaitu proses pemilihan objek dan pengumpulan informasi atau sumber yang berkaitan dengan tulisan yang sedang dikaji. Untuk mengumpulkan sumbersumber atau data mengenai peralihan sistem Pemerintahan Kota Madya Pematang Siantar penulis melakukan dua metode. Metode yang pertama dilakukan melalui metode studi pustaka (library research). Penulis mengumpulkan sumber yang berupa buku-buku yang relevan dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan juga Perpustakaan Daerah Kota Madya Pematang Siantar yang sifatnya tidak di perjual-belikan. Selanjutnya penulis melakukan studi lapangan (field research), yakni penulis mengadakan peninjauan langsung ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan sumber-sumber primer dan sumber-sumber sekunder. Penulis mengumpulkan sumber-sumber dilapangan melalui narasumber/informan dengan teknih wawancara. Tekhnik penyaring data dari informan di lakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam/bebas terhadap informan. Untuk melakukan wawancara maka diambil beberapa informan yang dinilai dapat memberi keterangan-keterangan atau orang yang mengetahui banyak mengenai perkembangan Kota Madya Pematang Siantar sebagai lahan penulisan. 2.
Kritik Intern dan Ekstern Proses ini merupakan proses kedua sesudah pengumpulan data. Kritik intern yaitu melihat dan menyelidiki isi dari sumber-sumber sejarah dalam hal ini buku-buku yang dikumpilkan. Dalam proses menulis, penulis meneliti apakah pernyataan yang di buat merupakan fakta historis. Kritik intern meliputi isi dan bahasa. Selanjutnya, akan dilakukan kritik ekstern yang menyelidiki keadaan luar dari
Universitas Sumatera Utara
sumber-sumber penulisan yang meliputi penelitian terhadap otentik tidaknya tulisan, bentuk kertas dan usia dari sumber yang bersangkutan. 3.
Interpretasi Yaitu suatu hasil pengamatan dan menganalisa sumber-sumber dengan berpedoman pada fenomena yang telah di selidiki. Dalam menganalisis permasalahan, penulis juga menggunakan ilmu bantu sosiologi. Karena dalam permasalahannya, penulis berbicara tentang sistem dan struktur serta perubahan yang terjadi di Kota Madya Pematang Siantar.
4.
Historiografi Proses ini adalah tahapan terakhir dalam langkah-langkah penulisan sejarah dimana penulis melakukan pemaparan atas hasil sintesa dengan merangkum semuanya menjadi sebuah tulisan ilmiah.
Universitas Sumatera Utara