BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bermukim
merupakan
salah
satu
cerminan
budaya
yang
merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara hidup, norma, aturan, tata nilai, dan kepercayaan, dan juga merupakan cara pandang suatu masyarakat terhadap alam semesta yang ditransformasikan dalam bentuk ruang bermukimnya. Tempat (place) adalah suatu ruang (space) dengan karakter yang unik. Karakteristik suatu tempat bukan hanya mewadahi kegiatan fungsional, melainkan menyerap dan menghasilkan berbagai kekhasan suatu tempat, antara lain setting, komposisi, konfigurasi bangunan serta kehidupan masyarakat setempat. Begitupun halnya dengan karakteristik suatu lingkungan permukiman adalah kumpulan berbagai artefak yang merupakan gabungan antara tapak (site), peristiwa (event), sejarah, pola kehidupan sosial masyarakat dan kumpulan berbagai macam elemen fisik lainnya. Sehingga mempelajari ruang dalam
suatu permukiman harus dipelajari juga kondisi sosial budaya
masyarakatnya untuk membantu memberikan makna terhadap bentukan ruang yang terjadi termasuk didalamnya hal-hal yang menjadi dasar suatu kelompok masyarakat dalam memilih tempat bermukimnya. Keadaan lingkungan alam penting untuk dipelajari dan diperhatikan dalam mempelajari keanekaragaman kebudayaan. Kondisi alam setempat juga mempunyai pengaruh terhadap bentukan fisik lingkungan. Dalam hubungan perubahan budaya, bentuk perubahan lingkungan permukiman tidak berlangsung
1
secara spontan dan menyeluruh, tetapi tergantung pada kedudukan elemen lingkungan tersebut dalam sistem budaya. Hal ini mengakibatkan adanya elemen-elemen yang tidak berubah serta ada elemen-elemen yang berubah mengikuti perkembangan jaman. Keadaan lingkungan alam sangat penting dalam mempelajari keanekaragaman kebudayaan, sehingga kondisi alam setempat memiliki pengaruh yang cukup besar. Suku Muna merupakan salah satu dari tiga etnis terbesar di provinsi Sulawesi Tenggara, dua diantaranya adalah suku Tolaki dan suku Buton. Menurut Ibu (1980), karakteristik ketiga suku tersebut dapat dibedakan atau dikenali berdasarkan kondisi geografis tempat bermukimnya. Suku Tolaki mendiami daratan pulau Sulawesi bagian tenggara, sedangkan suku Muna bermukim dipulau Muna, dan suku Buton dipulau Buton (gambar 1.1) Perkembangan selanjutnya, terjadi perpindahan suku Muna ke kota Kendari (pada waktu itu disebut Kendari Caddi) dengan membentuk pemukiman di lereng pegunungan Nipa-nipa kawasan Gunung Jati, menempati lahan-lahan pemukiman suku Tolaki yang merupakan penduduk asli kota Kendari dan bekas lahan perkebunan pembibitan jati milik Belanda (Tamburaka, 2001). Kawasan Gunung Jati merupakan tanah yang subur, ditetapkan sebagai hutan konservasi dan tidak diperuntukkan sebagai lahan pemukiman. Untuk menghindari pembukaan lahan pemukiman, pemerintah kota Kendari menutup akses ke kawasan tersebut dan menyediakan kawasan siap bangun yang lebih layak di daerah dataran rendah sebagai pemenuhan kebutuhan ruang pemukiman. Namun demikian, komunitas suku Muna di kota Kendari tetap memilih bermukim di kawasan Gunung Jati yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh. Hal tersebut sangat berbeda dengan kondisi
2
pemukiman suku Muna di pulau Muna yang berada didataran rendah, pegunungan dengan kondisi tanah tandus dengan tingkat kesuburan yang rendah, dijadikan sumber mata pencaharian hidup sebagai peladang/petani palawija tadah hujan atau membuka perkebunan jati. Saat ini, pemukiman komunitas suku Muna semakin meluas seiring dengan perkembangan wilayah kota. Berdasarkan periodesasi pembentukan pemukimannya dapat dibedakan, yaitu; (i) tahun 1931 awal terbentuknya pemukiman suku Muna, di kelurahan Gunung Jati, (ii) tahun 1964, membentuk pemukiman baru di kelurahan Mangga Dua, (iii) tahun 1987 di kelurahan Sanua, dan (iv) tahun 1999, membentuk pemukiman yang dekat dengan kota baru di kelurahan Labibia. Sebagian besar wilayah ke-empat kelurahan tersebut berada dalam kawasan hutan konservasi pegunungan Nipa-nipa. (gambar 1.1)
(a)
(b)
Gambar 1.1 (a). Peta Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara; (b) Peta Wilayah Kota Kendari dan Kawasan Pemukiman Suku Muna di Pegunungan Nipa-Nipa Sumber : dimodifikasi dari peta tata guna lahan, Dinas Tata Ruang Kota Kendari 2006
3
Pemukiman suku Muna di daerah Gunung Jati kota Kendari dalam hubungannya dengan pemukiman didaerah asalnya di pulau Muna terdapat keunikan dan perbedaan, yaitu; (i) pemukiman komunitas suku Muna dipulau Muna berada didataran rendah sedangkan di kota Kendari berada di pegunungan, (ii) keadaan tanah di pulau Muna, tandus dan berkapur tetapi sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan di kawasan Gunung Jati dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi , sebagian besar bermata pencaharian hidup sebagai buruh, baik buruh tani, buruh bangunan dan buruh pelabuhan. (iii) status tanah suku Muna di pulau Muna sebagian besar berstatus hak milik namun kondisi rumah bersifat semi permanen atau non permanen, berbeda dengan pemukim suku Muna di kawasan Gunung Jati yang sebagian besar status tanah merupakan tanah negara dan berada dalam kawasan hutan konservasi, tetapi pada umumnya kondisi fisik rumah bersifat permanen. (iv) biaya membangun rumah di dataran rendah lebih murah dibandingkan dengan membangun rumah di dataran tinggi karena bahan material diangkut dengan menggunakan tenaga manusia, tetapi suku Muna tetap bertahan untuk bermukim di kawasan tersebut. Keteguhan suku Muna yang selalu memilih bermukim di kawasan Gunung Jati yang berdasarkan dengan periodesasi perkembangan pemukiman suku Muna di Kota Kendari, memunculkan fenomena tentang adanya keunikan dan perbedaan dengan tempat bermukimnya di pulau Muna yang berada di dataran rendah. Keunikan dan perbedaan tersebut perlu dilakukan pendalaman tentang hubungan emosional suku Muna dan ruang bermukimnya, dimungkinkan terkandung suatu nilai tertentu, nilai-nilai tersebut perlu digali dalam fenomena
4
yang terjadi. Nilai apa yang ada, mengapa dan bagaimana pemukim suku Muna mempertahankan nilai tersebut, dalam konteks keteguhan suku Muna tetap bertahan untuk membentuk pemukiman di pegunungan yang berbeda dengan pemukiman di pulau Muna. Hal ini diduga terdapat tata nilai ruang (space) bermukim yang diyakini komunitas suku Muna dalam menentukan tempat (place) sebagai kawasan bermukimnya. Penelitian ini penting dilakukan, karena merupakan salah satu bagian yang esensial dalam mengungkap secara menyeluruh tentang tata nilai ruang bermukim suku Muna sebagai khasanah dan warisan budaya yang belum digali secara mendalam.
1.2
Rumusan Permasalahan Manusia dalam membentuk wadah bermukimnya sangat dipengaruhi oleh
budaya yang telah berakar dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupannya. Selain itu aspek sosial menjadi faktor berikutnya yang sangat dipertimbangkan dan biasanya selalu beriringan dalam proses pembentukan wadah hunian bagi masyarakat tertentu. Aspek-aspek lain seperti iklim, kondisi geografis, akan menjadi faktor pengubah yang mengikuti aspek-aspek budaya dan sosial. Menurut Jayadinata (1992), bahwa didalam kawasan kota terdapat dua faktor yang tidak dapat dipisahkan yaitu lahan dan ruang, sebab didalam penggunaan lahan terdapat nilai-nilai sosial yang kuat yang menunjukkan ikatan lahan secara emosional dengan manusianya. Penggunaan lahan menunjukkan pengaruh budaya yang besar dalam adaptasi ruang, dan ruang merupakan lambang bagi nilai-nilai sosial dan budaya.
5
Pemukiman suku Muna di kawasan Gunung Jati di satu sisi tidak menyimpang dari konsep bermukim secara umum, namun disisi lain dengan latar belakang bermukim suku Muna di daerah asal dan pengembangan kawasan permukiman siap bangun oleh pemerintah kota Kendari didataran rendah, serta ditinjau dari biaya pembangunan rumah yang relatif mahal di pegunungan, diduga suku Muna meyakini suatu konsep nilai ruang bermukim yaitu adanya keterkaitan budaya bermukim, ruang bermukim dengan tata nilai bermukim, atau adanya hubungan antara nilai-nilai yang teraga (fisik/tangible) dan tak teraga (non fisik/intangibel). Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu kajian khusus tentang nilai-nilai yang mendasari pemukim suku Muna memilih ruang bermukim di kawasan Gunung Jati kota Kendari. Dari uraian diatas, timbul keinginan peneliti untuk mengetahui dan mendeskripsikan tata nilai ruang bermukim suku Muna di kawasan Gunung Jati Kota Kendari. Hal ini menimbulkan pertanyaan penelitian, yaitu :
Mengapa suku Muna tetap teguh memilih bermukim di daerah Gunung Jati yang merupakan kawasan hutan konservasi dan membutuhkan biaya mahal untuk membangun rumah, sedangkan didaerah asalnya bermukim pada daerah dataran rendah?
Pertanyaan tersebut diatas merupakan pertanyaan besar, lebih rinci diuraikan menjadi 2 (dua) sub pertanyaan, yaitu : 1.
Adakah nilai-nilai bermukim yang diyakini oleh suku Muna sebagai dasar dalam memilih tempat bermukimnya?
2.
Apa penyebab sehingga suku Muna tidak memilih bermukim dikawasan siap bangun yang telah disediakan oleh pemerintah kota Kendari didataran rendah ?
6
1.3
Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran peneliti, belum pernah dilakukan penelitian
yang sejenis baik lokus dan fokus tentang tata nilai ruang bermukim suku Muna. keaslian penelitian ini didasarkan pada : (i) fokus penelitian yaitu nilai ruang bermukim, (ii) lokus (kawasan Gunung Jati kota Kendari) dan (iii) metoda yang akan digunakan adalah metoda eksploratif- fenomenologi. Namun demikian, terdapat
beberapa penelitian yang membahas
mengenai permukiman dan nilai ruang, seperti : Tabel I.1 Rangkuman Penelitian Sebelumnya
No . 1.
Peneliti, Tahun Mastutie 2001 Thesis
2.
Irma Nurjannah 2003 Thesis Rimadewi 2007 Disertasi
3.
Fokus Penelitian Keragaman Perubahan Rumah di Permukiman Nelayan Biringkanaya Mengetahui bagaimana perubahan rumah dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan. Fokus amatan dalam penelitian ini adalah fisik lingkungan hunian dan non fisik (menyangkut aktifitas penghuninya) Karakteristik Arsitektur Permukiman Bugis Mengetahui arsitektur permukiman bugis serta faktor-faktor pembentuknya Nilai Ruang di Kawasan Ampel Membangun Konsep Nilai Ruang di Kawasan Ampel.
Lokus Permukiman Nelayan Biringkanaya Makassar
Kelurahan Mata dan Puunggaloba Kendari Kawasan Ampel, Surabaya
Sumber : Peneliti, 2014
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan
penelitian
ini
adalah
mengeksplorasi,
menemukan
dan
mendeskripsikan tata nilai ruang bermukim suku Muna yang merupakan budaya bermukim turun-temurun, sehingga dimanapun suku Muna bermukim tetap memegang teguh nilai-nilai bermukim sebagai masyarakat tradisional, walaupun terdapat pengaruh iklim, geografis dan sumber mata pencaharian hidup pada
7
tempat bermukim yang berbeda, namun tetap dalam tatanan nilai bermukim yang sama. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka dapat dijabarkan hubungan antara pemukim (suku Muna) dan ruang bermukimnya (kawasan Gunung Jati) sehingga dapat ditransformasikan dan diskripsikan informasi empiri etik dan transendental ke dalam sebuah konsep tentang nilai-nilai ruang bermukim yang diyakini suku Muna dalam menentukan kawasan bermukimnya. Dalam hal ini, nilai-nilai tersebut akan membangun perilaku bermukim sebagai bentuk tuntutan akan kebutuhan penggunaan ruang bermukim, sehingga akan nampak kepermukaan
adanya
hubungan
emosional
pemukim
dengan
ruang
bermukimnya.
1.5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan ilmu
pengetahuan
maupun
kepentingan
praktis.
Untuk
kepentingan
ilmu
pengetahuan, diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang nilai-nilai ruang bermukim dan memperluas cakrawala pengetahuan tentang makna suatu ruang (space) yang didalamnya terkandung nilai-nilai yang diyakini oleh pemukimnya sebagai kawasan bermukim. Kepentingan praktis diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan dalam upaya perbaikan kualitas permukiman perkotaan, dan disesuaikan dengan latar belakang budaya pemukimnya. Pengungkapan pandangan suku Muna terhadap ruang bermukimnya diharapkan pemerintah kota Kendari akan lebih bijak dalam menentukan fungsi-fungsi kawasan sehingga kehidupan bermukim menjadi lebih manusiawi.
8
1.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan disusun sebagai berikut : Bab I.
Pendahuluan Mendeskripsikan
tentang
latar
belakang
dan
tangkapan
fenomena yang akan diteliti berdasarkan tangkapan fakta empiri dan dilanjutkan dalam merumuskan permasalahan. Selanjutnya membahas mengenai keaslian penelitian dan penelitian sejenis yang pernah dilakukan dan mengungkapkan tujuan dan manfaat penelitian.
Bab II. Tinjauan Pustaka Bab ini membahas mengenai beberapa pandangan tentang kisikisi teori, konsep-konsep yang berkaitan dengan lingkup penelitian. Pemahaman konsep-konsep yang telah ada sebelumnya disusun menjadi sebuah konsepsi, hal ini dimaksudkan agar menyatukan pemahaman pada pengertian-pengertian tertentu untuk mengarahkan pada fokus penelitian. Fungsi dari konsepsi-konsepsi maupun kisi-kisi teori tersebut sebagai
background
knowledge
peneliti
digunakan
sebagai
perbendaharaan pengetahuan tentang konteks penelitian, menentukan posisi penelitian, yang menyangkut : konsepsi nilai konsepsi nilai ruang konsepsi ruang dalam arsitektur, konsepsi ruang dalam konteks tempat (place) konsepsi ruang (space), konsepsi hubungan space dan place, konsepsi manusia dan ruang, konsepsi ruang sebagai tempat bermukim, konsepsi ruang bermukim dalam konteks manusia dan budaya, konsepsi permukiman dan kebudayaan, konsepsi pengaruh sosial budaya terhadap bentukan ruang bermukim, konsepsi ruang bermukim dalam masyarakat
9
tradisional. Selanjutnya, menberikan gambaran umum tentang pola kehidupan masyarakat
suku Muna di daerah asalnya yaitu di pulau
Muna, menyangkut : sejarah singkat suku Muna, sistem pelapisan sosial, penggunaan bahasa dalam pelapisan sosial, sistem kekerabatan, pola pemukiman dan sistem mata pencaharian.
Bab III. Cara dan Langkah-langkah Penelitian Menjelaskan pendekatan penelitian yang akan digunakan dan langkah-langkah penelitian, menerangkan sumber-sumber data, jenisjenis data dan informasi yang akan diekplorasi, materi amatan, penentuan lokasi penelitian, cara dan teknik informasi, teknik observasi, teknik wawancara, alat yang akan digunakan dalam proses penelitian dan proses wawancara. Bab ini juga menjelaskan teknik analisa yang akan digunakan yaitu
teknik
analisa
induksi
dalam
membangun
pengetahuan,
menjelaskan pula langkah-langkah penelitian dalam memproses data, mengkategorisasi
kasus,
membangun
tema
dan
pada
akhirnya
merumuskan makna dan nilai pada objek penelitian.
Bab IV. Pemukiman Suku Muna Gunung Jati Kota Kendari Mengulas dan mendeskriskan hasil amatan, mengekplasi pemukiman suku Muna di kawasan Gunung Jati, mengali pola kehidupan masyarakat,
merekam
dan
menganalisa
fenomena
masyarakat,
menganilisa keterkaikat anatar fenomena dan ungkapan masyarakat. Mengamati pola keruangan kawasan, sehingga akan tertangkap tema-
10
tema yang menguat dalam membangun suatu konsep-konsep lokal yang tumbuh dan lahir dalam pola kehidupan masyarakat suku Muna di Gunung Jati.
Bab V. Nilai Ruang Bermukim Suku Muna di Kawasan Gunung Jati Membangun sebuah konsepsi nilai ruang berdasarkan temuan tema-tema yang menguat untuk merumuskn suatu nilai ruang bermukim dalam msyarakat Muna Gunung jati. Menemukan konsep-konsep lokal yang tumbuh dlam kehidupan masyarakat dan menggali fungsi dan peranan konsep-konsep lokal tersebut dalam pola kehidupan masyarakat
Bab VI. Kesimpulan dan Saran Uraian hasil penelitian yang merupakan suatu kesimpulan dari seluruh proses penelitian, dibagi dalam : kesimpulan temuan penelitian dan saran berupa
sumbangan pemikiran bagi penelitian lebih lanjut,
pemerintah daerah dan masyarakat suku Muna di kawasan Gunung Jati.
11