1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan suatu sistem informasi yang relevan dan bermanfaat bagi pemakai informasi laporan keuangan meliputi: investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat umumnya. Laporan keuangan digunakan sebagai acuan para investor menilai sebuah perusahaan. Semakin banyaknya perusahaan yang harus melaporkan ke publik, semua perusahaan berusaha membuat laporan keuangan perusahaannya menjadi baik. Salah satunya dengan melakukan manajemen laba. dimana perusahaan menggunakan teknik tersebut untuk melakukan kecurangan, akibatnya investor salah membeli saham pada perusahaan. Manajemen laba merupakan cara yang digunakan manajemen untuk meningkatkan nilai laporan keuangan. Scott (2009:409)1 menyatakan terdapat banyak alasan yang mendasari manajemen melakukan manajemen laba. Dari sisi teori kontrak, manajemen laba dapat digunakan sebagai jalan untuk memperkecil biaya untuk melindungi perusahaan dari konsekuensi kontrak yang dilakukan dan dari sisi laporan keuangan manajer dapat mengubah nilai pasar perusahaan melalui tindakan manajemen laba. Manajemen laba umumnya dilakukan dengan 4 1
Rahmat Haryo Wibowo, 2009. Manajemen Laba dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi Laba dan Nilai Buku. Jurnal Akuntansi, Universitas Brawijaya. Vol 6, No 4, Hal 7.
1
2
(empat) pola, yaitu: big bath, minimisasi laba (income minimization), maksimisasi laba (income maximization), dan perataan laba (income smoothing). Deteksi
atas
kemungkinan
dilakukanya
manajemen
laba
dalam
laporankeuangan, diteliti melalui penggunaan estimasi total akrual. Total akrual terdiri dari nondiscretionary accrual (normal akrual) dan discretionary accrual (abnormal akrual). Menurut Satwika dan Damayanti (2005)2, normal akrual merupakan pengakuan akrual yang wajar dan tunduk pada suatu standar atau peraturan akuntansi yang berlaku umum. Sebaliknya, abnormal akrual merupakan pengakuan akrual yang bebas, tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Akrual yang digunakan untuk melakukan manajemen laba adalah discretionary accrual (abnormal akrual), contohnya percepatan pengiriman barang agar perusahaan dapat mengakui pendapatan lebih awal. Motivasi manajemen melakukan manajemen laba adalah adanya program bonus, perusahaan akan go public, motivasi perjanjian utang, pergantian CEO, meningkatkan kepercayaan kreditor dan investor, ataupun menghindari pajak dan kebijakaan pemerintah (Scoot, 2006)3. Menurut Scoot (2006), manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari Standar Akuntansi Keuangan yang ada dan secara alamiah dapat memaksimalkan utilitas mereka atau nilai pasar perusahaan. Manajemen memanfaatkan fleksibilitas yang 2
Yufenti Oktavia, 2009. Pengaruh Good Corporate Governance terhadap manajemen laba. Jurnal akuntansi. Jurusan akuntansi. Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya. Hal : 3, Vol :14 3 ibid
3
diperbolehkan oleh standar akuntansi dalam menyusun laporan keuangan untuk modifikasi laba yang dilaporkan. Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar modal Indonesia, khususnya pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Contoh kasus terjadi pada PT Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal, 2002)4, diperoleh bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk, berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar. Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terhadap PT Indofarma Tbk. (Badan Pengawas Pasar Modal, 2004)5, ditemukan bukti bahwa nilai barang dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp 28,87 miliar. Akibatnya penyajian terlalu tinggi (overstated) persediaan sebesar Rp 28,87 miliar, harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah (understated) sebesar Rp 28,8 miliar dan laba bersih disajikan terlalu tinggi overstated dengan nilai yang sama. Kejadian yang sama juga terjadi di Asia pada tahun 1997, banyaknya perusahaan yang bangkrut memicu terjadinya krisis ekonomi yang diyakini 4
Erwin Yulianto, Senin, 21 Maret 2011. 8:18:00 AM. Praktik-praktik manajemen laba. http: //estehmanishangatnggakpakegula.blogspot.com//2011/03/manajemen-laba-baik-atau-buruk-5.html 5 ibid
4
karena kegagalan sistem tata kelola perusahaan, krisis tersebut juga dialami di Indonesia yang menjadikan Corporate Governance sebagai sebuah isu penting dikalangan para eksekutif, konsultan korporasi, akademis dan regulator (pemerintah) di berbagai dunia. Banyak kasus yang terjadi di Indonesia mengenai kegagalan mekanisme Good Corporate Governance. Pada perusahaan Sinar Mas Group, Melakukan pelanggaran kegagalan mengumunkan kepada publik informasi material berupa penandatanganan perjanjian penyelesaian dengan krediturnya, tidak mengumumkan laporan keuangan tahunan dan tidak menginformasikan kepada Bapepam mengenai gugatan piutang dagang dalam jumlah yang cukup material.6 Pada perusahaan Indomobil, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan bahwa tender penawaran saham perusahaan ini mengandung praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan pemegang tender. Pada perusahaan Lippo Bank, Menerbitkan 3 versi laporan keuangan sekaligus yang saling berbeda antara satu dengan yang lain, yaitu laporan keuangan yang dipublikasikan dalam media massa, dilaporkan pada Bapebam, dan kepada manajer perusahaan. Sumber : Sri Sulistyanto (2008)7 Tidak hanya itu saja, masih banyak kasus yang terjadi di Indonesia yang menunjukkan bahwa Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia ternyata masih sekedar formalitas belaka. Terungkapnya skandal Waskita Karya, salah 6 7
Sri sulistyanto, manajemen laba : Teori dan Model Empiris tahun 2008. Grasindo Ibid
5
satu BUMN Jasa Kontruski yang diduga melakukan rekayasa laporan keuangan patut dicermati secara mendalam. Di tengah gembar gembor pelaksanaan implementasi GCG BUMN, kasus ini memberikan tamparan keras untuk kementerian Negara BUMN. Kasus Waskita, yang disebut-sebut sebagai Enronnya Indonesia menunjukkan bahwa Kementerian Negara BUMN perlu berupaya lebih keras lagi dalam implementasi GCG di BUMN.8 Terbongkarnya kasus ini berawal saat pemeriksan kembali neraca dalam rangka penerbitan saham perdana tahun lalu. Direktur utama Waskita yang baru, M. Choliq yang sebelumnya menjabat Direktur Keuangan PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, menemukan pencatatan yang tak sesuai, dimana ditemukan kelebihan pencatatan Rp 400 miliar. Direksi periode sebelumnya diduga melakukan rekayasa keuangan sejak tahun buku 2004-2008 dengan memasukkan proyeksi pendapatan proyek multitahun ke depan sebagai pendapatan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang melakukan internal kontrol mulai dari Dewan Komisaris sampai dengan Internal Audit tidak melakukan fungsinya dengan baik. Hal ini patut disayangkan mengingat GCG merupakan alat kontrol yang menciptakan check and balances yang digunakan dalam pengawasan pengelolaan perusahaan.
8
Mohammad Fajri M. P, 27 September 2009, 15:32:31. Kasus Waskita dan Kelemahan Implementasi GCG Indonesia. Link: , Akses Link :http//www.hrcentro.com/artikel/kasus_waskita_dan_kelemahan_implementasi_GCG_Indonesia_0909 27.html, 00:28 am, 5 Desember 2013.
6
Contoh kasus lain yang terjadi di Indonesia saat ini (2013)9 mengenai penerapan Good Corporate Governance (GCG) adalah PT. Garuda Indonesia. PT. Garuda Indonesia Tbk yang kontraproduktif dengan Good Corporate Governance seperti yang diiklankan di media televisi dan media cetak. Pertama, kisruh sejumlah pilot lokal yang tergabung dalam Asosiasi Pilot Garuda (APG). Para awak pilot ini, bahkan sempat melakukan mogok setengah hari setelah melakukan pertemuan antara Direktur Utama Emirsyah Satar yang dimediasi oleh Menteri BUMN Mustofa Abu Bakar. Kedua, dalam laporan keuangan tengah tahun, PT. Garuda Indonesia (Persero) mengalami kerugian sepanjang semester pertama sebesar Rp 185,73 miliar. Pendapatan Garuda sebenarnya naik dari 7,75 triliun menjadi Rp 11,21 triliun. Namun beban usaha Garuda, juga melonjak tinggi dibanding periode sebelumnya. Dua berita ini, sangat menggelitik dan sangat tidak elok. Karena selama ini perusahaan plat merah ini katanya telah menerapkan prinsip GCG, sehingga meraih penghargaan sebagai The Most Trusted Company dua kali berturut-turut pada 2009 dan 2010. Dengan penghargaan itu, Garuda dianggap sangat terpercaya dalam transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness. Namun kedua berita tersebut menunjukkan bahwa GCG garuda hanya slogan. Faktor lain yang mempengaruhi GCG terhadap praktik manajemen laba yaitu ukuran perusahaan. Terdapat dua pandangan tentang bentuk ukuran 9
Kompas.com, 2013. Sumber: maskapai penerbangan PT. Garuda Indonesia Tbk. GCG Garuda, Jangan Sekedar Slogan. Link: http://m.kompasiana.com/post/read/385590/gcg-garuda-jangan-sekedarslogan ,Akses link 23:57 pm, 4 Desember 2013
7
perusahan terhadap manajemen laba. Pandangan pertama, ukuran perusahaan yang kecil dianggap lebih banyak melakukan praktik manajemen laba daripada perusahaan besar. Hal ini dikarenakan perusahaan kecil cenderung ingin memperlihatkan kondisi perusahaan yang selalu berkinerja baik agar investor menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan sehingga berdampak perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat (Nasution dan Setiawan, 2007)10. Penelitian mengenai efektifitas good corporate governance dan pengaruhnya terhadap manjemen laba, dilakukan oleh Ujiyantho dan Pramuka (2007)11. Hasil yang diungkapkan menurut Ujiyantho dan Pramuka (2007) mengungkapkan bahwa keberadaan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba artinya keberadaan komisaris independen pada dewan komisaris akan mengurangi tindakan manajemen laba. Hasil penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba juga berbeda beda. Dari hasil yang dilakukan oleh Rahmawati dan Baridwan (2006) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil 10
Robert Jao, 2010. Corporate Governance, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap manajemen laba perusahaan manufaktur Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing. Universitas Hasanuddin. Hal 5, Vol 8. 11 Eka Setiana, 2008. Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada perusahaan Perbankan. Jurnal Akuntansi. Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma. Vol 2, No 1, Hal:2
8
penelitian yang dilakukan Siti Amaliyah (2012)12 yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Kesimpulannya, Ukuran Perusahaan tidak bepengaruh terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan kontruksi dan bangunan yang tergabung dalam BEI 2008-2012. Penelitian ini menggunakan perusahaan real estate dan property sebagai objek penelitian mulai dari tahun 2011-2012. Alasan peneliti memilih perusahaan ini karena perusahaan real estate dan property memiliki prospek yang cerah di masa yang akan datang dengan melihat potensi jumlah penduduk yang terus bertambah besar sebanyak 241 juta jiwa, semakin banyaknya pembangunan di sektor perumahaan, apartemen, pusat-pusat perbelanjaan, gedung-gedung perkantoran dan memiliki rasio kepemilikan rumah yang cukup rendah sehingga banyak perusahaan yang mengalami kenaikan hutang sebagai salah satu bentuk pengembangan usaha sehingga membutuhkan tambahan dana dari luar yaitu hutang. Total Kebutuhan rumah per tahun dapat mencapai 2,6 juta unit di dorong oleh pertumbuhan penduduk. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini pada bisnis real estate dan property sangat menarik untuk diamati karena terjadinya krisis finansial global 200813 yang dimulai dari Amerika Serikat akibat subprime mortgage yang menjalar 12
Siti Amaliyah, 2013. Analisis Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap manajemen laba pada Perusahaan Kontruksi dan Bangunan. Jurnal Akuntansi. Universitas Brawijaya. Vol 5, No 1 13 Aang Ananda Suherman, 2008. Kasus Property dan Real Estate. Jurnal akuntansi dan bisnis. Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya. Hal : 3, Vol : 8.
9
keseluruh dunia termasuk Indonesia, yang juga berdampak pada bisnis real estate dan property Indonesia. Namun hal ini tidak menyurutkan perkembangan bisnis real estate dan property untuk terus melakukan ekspansi. Hal ini terjadi karena para pengembang bisnis real estate dan property percaya bahwa krisis yang terjadi
tidak
akan
mengguncang
perekonomian
Indonesia
apalagi
menghancurkanya seperti yang terjadi pada tahun 1998 dimana jatuhnya sektor property di Indonesia. Ekspansi bisnis real estate dan property dari tahun pascakrisis 2003 hingga 2008 terus meningkat, Pengingkatan ini terutama digerakkan oleh banyaknya pembangunan berbagai proyek seperti perumahan, apartemen, pusatpusat perbelanjaan (mall dan trade center), gedung perkantoran dan lain-lain. Perkembangan yang terus-menerus ini bisa dilihat dalam tempo waktu 2 tahun (2007-2009) tidak kurang dari 33.000 unit rumah susun sederhana milik (rusumami) diluncurkan oleh para pengembang selain itu keyakinan para pebisnis real estate dan property pada tahun 2009 pemerintah akan membuat kebijakan terobosan yaitu membuka akses yang lebih luas bagi investor asing untuk masuk ke bisnis property Indonesia.14 Fenomena lainnya di perusahaan property dan real estate yaitu, Kisruh pembayaran surat utang antara kreditor dan manajemen PT Bakrieland
14
Ibid
10
Development Tbk (ELTY) akhirnya membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK)15 angkat suara. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mendesak perusahaan untuk memberikan laporan terbuka kepada publik. Sebagai perusahaan terbuka yang sudah mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), keterbukaan diperlukan agar investor bisa melihat kondisi perusahaan secara langsung. Ketentuannya sudah jelas, peraturannya pun sudah ada di OJK. Bagi perusahaan terbuka, setiap kejadian penting yang bisa memberi pengaruh kepada publik, harus diungkapkan ke publik, Nurhaida (27/9/2013). Nurhaida menjelaskan, semua yang berkaitan dengan keterbukaan informasi akan berdampak pada pasar. Namun diakui OJK, manajemen ELTY sudah memberikan laporannya kepada OJK. Keterbukaan informasi bisa lewat Public Expose atau dari website. Adapun laporannya juga sudah kami terima. Untuk saat ini, OJK mengaku tidak bisa mengintervensi persoalan utang yang tengah melilit perusahaan. Persoalan itu sudah diberikan dan ditanggung oleh perusahaan yang terkait. Motivasi peneliti dalam penelitian ini adalah ingin melihat bagaimana pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris, dewan direksi, komite audit, dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. 15
Riza Khairi, Jumat, 23 September 2013, 07:53 pm. OJK minta BakrieLand terbuka dalam kasus
utang oblogasi. http: suarapengusaha.com/2013/09/27/OJK-minta-bakrieland-terbuka-dalam-kasusutang-obligasi . Akses Link : 1/23/2014, 1:29 pm.
11
Berdasarkan fenomena diatas serta adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2011-2012.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi Masalah Dari hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang, dapat di identifikasi masalah-masalah sebagai berikut : a. Tindakan manajemen laba banyak di lakukan di perusahaan besar yang sudah go public. b. Manajemen laba dilakukan karena adanya program bonus, perusahaan akan go public, motivasi perjanjian utang, pergantian CEO, meningkatkan kepercayaan kreditor dan investor, ataupun menghindari pajak dan kebijakaan pemerintah. c. Pihak-pihak yang melakukan internal kontrol mulai dari Dewan Komisaris sampai dengan Internal Audit tidak melakukan fungsinya dengan baik. d. Tidak hanya pada perusahaan perbankan saja yang penerapan Good Corporate Governance-nya masih lemah tetapi juga perusahaan BUMN berdasarkan fenomena yang ada dan dilihat dari penelitian sebelumnya.
12
e. Perusahaan property dan real estate mempunyai masalah yang cukup kompleks. f. Kebanyakan
perusahaan
menyadari
pentingnya
Good
Corporate
Governance (GCG), tetapi mereka menerapkan GCG hanya karena dorongan regulasi dan menghindari sanksi yang ada. (Menurut Infobanknews.com, 2010) 2. Pembatasan masalah Untuk menentukan arah pembahasan yang lebih baik, mengingat luasnya keterkaitan yang mungkin dicakup pada pokok permasalahan yang diajukan, yaitu sebagai berikut : a. Penelitian dilakukan pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. b. Penulis hanya membahas pengamatan tentang pengaruh corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. c. Observasi yang dilakukan yaitu pada periode 2011 sampai dengan 2012.
C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di uraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang ada untuk mencari jawaban atas serangkaian pertanyaan berikut :
13
1. Apakah model ini dapat diterima? 2. Apakah terdapat pengaruh kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 20112012? 3. Apakah terdapat pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 20112012? 4. Apakah terdapat pengaruh dewan komisaris terhadap manajemen laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2011-2012? 5. Apakah terdapat pengaruh dewan direksi terhadap manajemen laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2011-2012? 6. Apakah terdapat pengaruh komite audit terhadap manajemen laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2011-2012? 7. Apakah terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI tahun 2011-2012?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui model penelitian dapat diterima. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Kepemilikan Manajerial, terhadap manajemen laba.
14
3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap manajemen laba. 4. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Dewan Komisaris terhadap manajemen laba. 5. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Dewan Direksi terhadap manajemen laba. 6. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh Komite Audit terhadap manajemen laba. 7. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba.
E. Manfaat dan Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagi para pengguna informasi (pemegang saham, manajer, kreditur, karyawan) untuk memahami pentingnya good corporate governance dalam memberikan suatu keputusan yang tepat dan bijaksana. 2. Bagi bidang akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya dan memberikan kontribusi bagi pengembangan teori. 3. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pengaruh good corporate governance dan ukuran
15
perusahaan terhadap manajemen laba pada Perusahaan Property dan Real Estate di Indonesia.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mempermudah pembaca dalam mendapatkan gambaran umum dari keseluruhan penulisan. Maka akan disampaikan secara ringkas tentang sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan tentang hal-hal yang menjadi Latar belakang, Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, serta Sistematika Penulisan.
BAB II
: LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis memberikan penjelasan tentang landasan teori good corporate governance, ukuran perusahaan dan manajemen laba, kajian-kajian penelitian terdahulu, kerangka pikir penelitian, dan pengembangan hipotesis.
BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini penulis menguraikan tentang waktu dan tempat penelitian, variabel- variabel penelitian (variabel independen dan variabel dependen) dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel penelitian, jenis data yang digunakan
16
untuk penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis untuk penelitian. BAB IV
: GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Bab ini menguraikan tentang profil perusahaan-perusahaan manufaktur yang meliputi sejarah singkat perusahaan, aktivitas ekonomi perusahaan serta tingkat laba perusahaan.
BAB V
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai analisa dan hasil penelitian berupa statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik, serta pengujian hipotesis data.
BAB VI
: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan dan diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait.