BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Berkembangnya Teknologi Informasi (TI) memegang peranan yang penting, baik
dimasa kini maupun dimasa yang akan datang. Teknologi informasi diyakini membawa keuntungan dan kepentingan yang besar bagi negara-negara di dunia. Ada banyak hal yang membuat teknologi informasi begitu penting dan hal itu dikarenakan bahwa teknologi informasi memacu pertumbuhan ekonomi dunia. Hal ini membawa dampak kompleksitas pada sebuah realitas virtual yang memecahkan kebuntuan yang dimiliki oleh kehidupan nyata mengenai konsep ruang dan waktu. Realitas virtual memungkinkan orang yang berada di dalamnya berada pada tempat dan waktu yang berbeda. Informasi dan teknologi komunikasi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, aspek ekonomi, sosial, budaya. Dampak keberadaan Teknologi informasi telah mengubah perilaku dan peradaban masyarakat global. Teknologi informasi selain memberikan manfaat juga menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Salah satu dari perkembangan informasi dan teknologi komunikasi tersebut ialah media internet. Perkembangan internet telah membawa pengaruh yang besar dalam segala aspek kehidupan manusia dan dipakai hampir pada semua kegiatan. Perkembangan ini membawa konsekwensi yang penting serta mempengaruhi lalu lintas hukum. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, semakin lama manusia semakin menggunakan alat teknologi digital, termasuk dalam berinteraksi antar sesamanya. Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat, maka tidak sepantasnya lagi dipersyaratkan suatu tatap muka di antara pihak yang melakukan kontrak, tetapi cukup memakai internet dengan teleconfrence maupun video confrence. Umum dan luasnya pemanfaatan teknologi informasi dipakai
sebagai alat komunikasi, penyimpanan informasi, pengolah informasi sehingga paradigma dan perila ku masyarakat telah berubah dari yang tak tertulis kemudian menjadi tertulis dan selanjutnya ter-elektronik. Transaksi tertulis (paper based) yang semula digunakan oleh masyarakat pada umumnya, mulai beralih menjadi transaksi elektronik (electronic based). Alat bukti yang berada dalam format tertulis (paper based) pun telah beralih dalam format elektronik (digital evidance). Respon terhadap perkembangan informasi dan teknologi komunikasi pun beragam yaitu, transaksi elektronik (e-commerce) yang semakin tinggi, maraknya produk E-banking dan Internet banking perbankan yang memudahkan pelayanan terhadap nasabah, tidak hanya itu perkembangan informasi dan teknologi komunikasi telah membuat suatu sistem pemerintahan terintegrasi melalui E-government. Banyaknya bentuk perbuatan hukum baru juga telah berpengaruh pula pada produk hukum yang dibuat oleh para professional hukum khusunya notaris yang biasa membuat akta suatu perjanjian bagi para pihak. Notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai kewenangan dalam membuat akta otentik dan kewenangan lainnya.1 Kehadiran internet sebagai perkembangan dari teknologi informasi dan teknologi komunikasi dapat mempercepat pengiriman dan penerimaan suatu dokumen atau informasi yang dibutuhkan dalam transaksi elektronik, sehingga dapat mempersingkat jarak dan waktu yang ditempuh. Notaris sebagai salah satu pilar penegakan hukum nasional melalui UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (saat ini telah dirubah dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), berfungsi menjalankan prinsip-prinsip negara hukum yakni menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan pada kebenaran dan keadilan.2 Sebagai pejabat umum yang terpercaya, akta-akta yang dibuatnya harus
1
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 2 Sunarto,Siswanto, Peranan Kode Etik Profesi Dalam Pemuliaan Jabatan Notaris, Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2007.
menjadi alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum dipengadilan.3 Hal inilah yang tidak boleh dilanggar mengingat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, notaris wajib membacakan akta yang dibuatnya, dihadapan para pihak serta menandatangani akta tersebut. Penerapan teknologi informasi dan teknologi komunikasi dalam segala bidang membuat peluang notaris dapat melayani kebutuhan masyarakat dengan cepat, praktis, serta efisien sesuai dengan kewenangannya melalui media tersebut. Adanya sistem online, bertatap muka secara fisik bukanlah suatu keharusan.4 Hal ini dimungkinkan karena hadirnya teleconfrence maupun video confrence melalui perangkat 3G. Ahmad M. Ramli dalam sebuah wawancara mengatakan5: “…kalau di UUJN tidak disebutkan bahwa klien haruslah hadir secara fisik, maka bolehlah dilakukan transaksi secara virtual, yang terpenting orang yang bersangkutan telah teridentifikasi secara jelas.”
Kehadiran internet memungkinkan sistem kerja secara online yang dapat dikerjakan maupun diakses kapanpun dimanapun oleh pengguna atau user tersebut berada, 6 termasuk notaris. Saat ini, internet telah dirasakan oleh notaris dalam praktek secara online melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) milik Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam hal pengesahan suatu Perseroan Terbatas menjadi badan hukum, seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) pasal 9 ayat 1 dan pasal 10 ayat 6. Berdasar pada hal tersebut, maka sistem online ini dapat dikembangkan tidak hanya notaris dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, akan tetapi pemakai jasa dengan notarispun juga dapat dikembangkan untuk diterapkan. Hingga pada saatnya nanti pada keadaan tertentu cukup duduk dihadapan komputer dan mengumpulkan data-data dokumen yang dikirim oleh para 3
Marsudi Triatmojo, 2007, “Fakultas Hukum UGM sebagai Lembaga Pendidikan Notaris”, artikel Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, 4 Juni 2007. 4 Imam Sjahputra, 1999, Problematika Hukum Internet Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, hlm. 109. 5
Ahmad M. Ramli, 2997, Wawancara Majalah Berita Bulanan Notaris, PPAT, dan Hukum RENVOI dengan Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi, Sebagaimana yang termuat dalam Majalah tersebut edisi No. 1. 49. V, Juni, hlm. 58. 6 Lani Sidharta, 1995, Internet Informasi Bebas Habatan, Gramedia, Jakarta, hlm. 17.
pihak agar keinginan para pihak tercapai tepat sasaran dengan mengindahkan keamanan dan keabsahan data pada perjanjian tersebut sehingga substansi perjanjian tercakupi seluruhnya.7 Terhadap pelaksanaan tugas jabatannya notaris harus berdasar pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi Notaris serta peraturan hukum lainnya. Keberadaan kode etik merupakan konsekuensi logis untuk suatu pekerjaan yang disebut sebagai profesi, karena dengan tidak adanya kode etik maka harkat dan martabat sebagai profesinya akan hilang. Saat ini, cukup banyak
penyelenggaraan jasa notaris yang memanfaatkan media
elektronik seperti media internet8 sebagai sumber informasi. Terlebih lagi masyarakat di dunia cenderung memanfaatkan fasilitas jejaring sosial sebagai alat komunikasi tanpa batas selain telepon dan perpesanan tak terkecuali orang-orang yang berprofesi sebagai notaris. Bukan hal yang sulit seseorang membuat website, blog, bahkan account email di internet, sebagai salah satu penunjang kinerja profesinya. Beragamnya perbuatan hukum baru, seperti kontrak elektronik, dokumen elektronik, RUPS PT yang dapat dilakukan melalui media telekonfrensi, dibutuhkan suatu lembaga pihak ketiga yang terpercaya (trusted third party) . Di negara maju sendiri peranan notaris yang menggunakan media informasi teknologi elektronik sudah mulai berkembang, baik negara pada sistem common law maupun negara pada sistem civil law seperti pada negara Belanda. Notaris tersebut lebih dikenal dengan istilah e-notary atau biasa disebut cyber notary. Cyber notary adalah notaris yang melakukan pelayanan jasa notaris dokumen secara elektronik dengan perangkat (tools) berupa Digital Notary Services yang membantu notaris dalam pekerjaannya serta mengorganisir komunikasi terhadap pihak-pihak dan notaris yang melakukan transaksi elektronik. Indonesia sendiri telah memiliki peraturan mengenai hal
7
Sutan Remi Sjahdeini, 2002, ”Sistem Pengamanan E-Commerce”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 18, hlm. 6. Internet, singkatan dari Interconnection Networking. Diartikan sebagai a global network of computer network atau sebuah jarinan computer untuk skala global/mendunia. Jaringan ini berskala internasional yang dapat membuat masing-masing computer saling berkomunikasi. Ibid, hlm. 247. 8
tersebut seperti yang diatur dalam Bab IV Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka dari beberapa fenomena tersebut timbul beberapa pertanyaan. Apakah cyber notary dapat diterapkan dalam sistem hukum di Indonesia? serta Bagaimanakah konsep cyber notary dalam sistem hukum di Indonesia setelah ditetapkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris? Pertanyaan-pertanyaan tersebut timbul mengingat perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat dan beragam, namun dalam kenyataannya belum dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusia yang memadai (pengetahuan dan kemampuan notaris dalam hal Teknologi Informasi) sehingga dalam praktiknya banyak notaris yang tadinya ingin memanfaat peluang cyber notary service menjadi salah kaprah dengan pemanfaatan teknologi informasi yang dibuatnya karena masih belum tepat guna menggunakan sarana ini secara profesional. Terlebih lagi belum adanya pengaturan tata pelaksanaan cyber notary seperti yang tertuang dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan juga kode etiknya membuat banyak pro dan kontra terhadap penggunaan teknologi informasi elektronik oleh notaris sebagai penunjang tugas seorang notaris di Indonesia. Salah satu ketentuan yang menjadi perhatian di kalangan notaris adalah dengan adanya ketentuan dalam Undang Undang Perubahan UUJN mengenai sidik jari yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c9 yang menentukan “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: …c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;”. Ketentuan ini masih belum mendapatkan pengaturan lebih rinci bagaimana tata cara pelaksanaan yang tepat sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang walaupun penjelasan tersebut telah menyatakan cukup jelas. Maksud ditetapkannya
9
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3
pasal mengenai sidik jari menurut penulis mungkin agar dapat dilakukan pembuktian terhadap akta yang dibuat seorang notaris apakah pada saat itu seorang penghadap benarbenar hadir secara fisik dihadapan notaris untuk menandatangani suatu akta atau tidak. Pada umumnya sidik jari yang digunakan untuk akta tertentu diambil pada tinta basah dan kemudian dilekatkan pada kertas atau media tertentu. Namun seiring berkembangnya jaman, pengambilan sidik jari saat ini juga dapat digunakan dengan media elektronik sebagaimana digunakan dalam mesin absensi atau mesin otorisasi diri. Sehingga timbul suatu pertanyaan apakah sidik jari yang dimaksud dalam Undang-Undang dapat dilakukan secara elektronik? Mengingat belum adanya pengaturan atau larangan jelas dalam perubahan UUJN mengenai tata cara pengambilan sidik jari sebagaimana diamanatkan dalam pasal 16 ayat 1 huruf c Perubahan UUJN. Maka berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana sebenarnya penyelenggaraan cyber notary dalam perspektif hukum di Indonesia setelah ditetapkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, saat ini beberapa Departemen Pemerintah salah satunya Departemen Dalam Negeri yang telah menerapkan sistem informasi terintegrasi salah satunya melalui elektronik KTP sehingga memungkinkan identifikasi sidik jari pengahadap dalam komparisi Akta yang dibuat oleh Notaris melalui fingerprint yang terintegrasi oleh elektronik KTP (e-KTP). B.
Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang sebelumnya, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi cyber notary service dalam praktek kenotariatan saat ini?
2. Bagaimanakah penggunaan cybernotary dimasa yang akan setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?
C.
Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penyelenggaraan cyber notary pada profesi notaris telah beberapa
kali dilakukan, namun yang dapat ditemukan adalah penelitian yang mengupas tentang tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum terhadap dalam pembuatan akta elektronik, pelaksanaan kode etik notaris, pelaksanaan e-commerce, seperti beberapa judul berikut ini :
Tinjauan Yuridis Terhadap Akta Notaris Dalam Transaksi Elektronik (suatu wacana)10, Tahun 2012, Oleh : Hijrah Aulia Marta (08/278690/PHK/5464) Rumusan Masalah: 1. Apakah akta notaris dapat dibuat dalam bentuk akta elektronik yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik? 2. Bagaimanakah konsep penerapan akta notaris dalam bentuk akta elektronik yang diakui sebagai akta otentik di masa yang akan datang? Kesimpulan: 1. Bahwa sampai saat ini, akta notaris yang berbentuk akta elektronik hanya diakui sebagai akta di bawah tangan. Namun besar kemungkinannya dimasa yang akan datang akta notaris yang berbentuk elektronik dapat diakui sebagai akta otentik. 2. Kedepannya penerapan akta notaris dalam bentuk akta elektronik yang diakui sebagai akta otentik dapat dilakukan yaitu dengan dierlakukannya cybernotary.
10
Hijrah Aulia Marta, 2012, Tinjauan Yuridis Terhadap Akta Notaris Dalam Transaksi Elektronik (suatu wacana), Tesis, Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Cybernotary merupakan konsep pelayanan di bidang notaris yang dilakukan secara online. Dimungkinkannya notaris memiliki website tersendiri dimana notaris mempunyai akun masing-masing. Sehingga nantinya akta elektronik yang diunggah ke website tersebut dapat diuatkan berita acara tersendiri yang nantinya berita acara tersebut dapat dijadikan sebagai pembuktian yang kuat dipersidangan apabila terdapat sengketa diantara para pihak.
Kajian Tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Praktik Kenotariatan (Cybernotary) Dalam Perspektif Hukum Di Indonesia11, Tahun 2012, Oleh : Ni Luh Putu Diantina Wulandari(10/308919/PHK/06508) Rumusan Masalah: 1. Bagaimanakah pemanfaatan teknologi informasi dalam praktek kenotariatan yang berkembang dan diterapkan di Indonesia? 2. Apakah dimungkinkan terselenggaranya praktek Cybernotary dilihat dari hukum yang berlaku di Indonesia? 3. Apa saja upaya hukum dibidang kenotariatan yang relevan guna terwujudnya praktek notaris dengan memanfaatkan Teknologi Informasi seiring dengan kebutuhan masyarakat? Kesimpulan: 1. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam praktek kenotariatan yang berkembang dan diterapkan diantaranya adalah E-mail, Faximili, Scanning, Google Search, Google Doc, Internet Banking,maupun melalui Blog-blog pribadi dan sosial media online, seperti facebook, Twitter, My Space ataupun sosia media lainnya yang sejenis baik secara real time maupun yang dapat diakses kemudian, dan
11
Ni Luh Putu Diantina Wulandari, 2012, Kajian Tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Praktik Kenotariatan (Cybernotary) Dalam Perspektif Hukum Di Indonesia, Tesis, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
pemanfaatannya hanya sebatas korespondensi dengan para pihak sebelum akta tersebut ditandatangani. Perkembangan teknologi tersebut sesungguhnya juga memberi manfaat dalam hal penyimpanan informasi data para pihak serta transfer data dalam bentuk Portable Document Format (PDF), hingga konsep penggunaan teleconfrence, videoconfrence, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas (RUPS). 2. Terkait dengan penyelenggaraan praktek Cybernotary di Indonesia dilihat dari hukum yang berlaku di Indonesia masih sulit untuk dilaksanakan karena antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lain terjadi kontradiksi dan hambatanhambatan dari Undang-Undang Jabatan Notaris itu sendiri. Pemanfaatan Teknolgi Informasi dalam pelaksanaan tugas dan jabatan notaris tidak diatur dalam kode etik notaris serta tidak sesuai dengan asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo, khususnya jabatan notaris selaku peraturan yang identik mengatur kewenangan notaris. 3. Sebagai
landasan
upaya
hukum
yang
relevan
agar
dikemudian
hari
penyelenggaraan jasa notaris dengan memanfaatkan Teknologi Informasi (Cybernotary) dapat diterapkan seiring dengan kebutuhan masyarakat, maka revisi terhadap barbagai peraturan sebagai bentuk pendekatan keamanan guna menjamin informasi didunia maya terutama adalah pendekatan teknologi yang berkaitan dengan tanda tangan elektronik yakni teknik kriptografi untuk mengenkripsi jaringan maupun dengan teknik alogartima pada finger print, kemudian penyesuaian terhadap definisi akta otentik dari dokumen elektronik, peraturan mengenai penyimpanan dokumen maupun terkait sahnya bukti elektronik tidak saja melihat pada ketentuan yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai definisi suatu akta otentik, serta Undang-Undang Jabatan
Notaris sebagaimana dikehendaki dalam pasal 16 huruf L, maupun UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yakni pasal 5 ayat 4 huruf b, namun juga diharapkan dapat memperhatikan ketentuanketentuan dalam peraturan perundang-undangan lain. Pemberlakuan konsep Cybernotary di Indonesia harus ditunjang oleh konsep perubahan hukum efektif. Tujuanya tidak hanya menjaga otentisitas sebuah akta melalui penerapan asas-asas pembentukan hukum akan tetapi juga untuk meminimalisir dampak negatif dari pemanfaatan teknologi berupa dematerialisasi dan deteritorialisasi agar konsep hukum baru ini bersifat responsif dan dapat dierima oleh semua pihak terutama notaris sebagai pelaksana utama peraturan kenotariatan.
Akta Elektronik Sebagai Bagian Cyber Notary Ditinjau Dari Asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo12, Tahun 2014, Oleh : Fidwal Indrajab (11/321795/PHK/06681) Rumusan Masalah: 1. Bagaimanakah status hukum akta elektronik sebagai cyber notary dalam praktek kenotariatan? 2. Bagaimanakah eksistensi asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo dengan berlakunya konsep akta elektronik? Kesimpulan: 1. Status hukum Akta Elektronik di Indonesia hingga saat ini belum diakui dikarenakan belum adanya Undang-Undang yang mengatur mengenai akta otentik yang dibuat secara elektronik, terutama dengan adanya ketentuan pasal 1868 KUHPerdata mengenai ketentuan suatu akta otenti serta pasal 1 ayat 7 UUJN
12
Fidwal Indrajab, 2014, Akta Elektronik Sebagai Bagian Cyber Notary Ditinjau Dari Asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo, Tesis, Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Perubahan mengenai ketentuan akta notaris yang merupakan akta otentik, sehingga akta elektronik tidak dapat dinyatakan sebagai akta yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik melainkan adalah akta dibawah tangan. 2. Hingga saat ini peraturan perundang-undangan belum memberikan kesempatan terhadap pelaksanaan akta elektronik, tidak dapat terlaksananya akta elektronik di dalam praktek kenotariatan hingga saat ini memberi ketegasan bahwa eksistensi asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo, khususnya pada ketentuan pembuatan akta otentik yang mewajibkan para penghadap dalam membuat akta harus hadir dihadapan notaris secara fisik. Dari keseluruhan judul yang ada, penelitian ini bermaksud untuk memberikan suatu pemikiran baru dibidang kenotariatan terutama terhadap peraturan hukum kenotariatan dengan mengacu pada hasil penelitian penelitian sebelumnya. Tujuannya adalah untuk menemukan suatu formulasi terhadap hukum yang berlaku saat ini agar dapat mengakomodir perkembangan hukum yang akan terjadi dimasa yang akan datang. D.
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui implementasi cyber notary service di Indonesia saat ini. 2. Untuk mengetahui penerapan terhadap terciptanya cyber notary yang profesional salah satunya terhadap implementasi penggunaan sidik jari secara elektronik melalui E-KTP yang terintegrasi dimasa yang akan datang.
E.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi ilmu hukum pada umumnya dan khususnya mengenai kesalahan tulis atau ketik pada akta notaris dan akibat hukum bagi akta notaris yang tidak dilakukan pembetulan.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran yang bersifat ilmiah dan objektif, khususnya bagi para notaris dalam menjalankan tugasnya yaitu membuat akta otentik.