BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Fungsi bahasa secara umum yaitu menyampaikan ide atau untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Di dalam masyarakat ada komunikasi atau saling berhubungan antaranggotanya. Dell Hymes dalam Soeparno (2002: 9) merincikan fungsi-fungsi bahasa menjadi tiga belas poin. Pada poin ke lima disebutkan bahwa fungsi bahasa yaitu untuk mengatur perilaku atau perasaan orang lain, misalnya untuk memerintah, melawak, mengancam, dan sebagainya. Dengan demikian manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan apa yang dipikirkannya, ide, obrolan, sapaan, protes, bahkan humor untuk membuat orang lain tertawa dan membuat suasana menjadi menyenangkan. Untuk menyampaikan cerita lucu atau lawakan, manusia menggunakan ekspresi dan mimik wajah serta memanfaatkan sifat bahasa yang bermacam-macam seperti homofon, homonim, homograf dan sebagainya sehingga dapat tercipta permainan kata-kata yang lucu. Ada salah satu jenis permainan kata dalam bahasa Indonesia yang dikenal dengan istilah ‘plesetan kata’.
Kata plesetan berasal dari kata p(e)leset yang
merupakan kata pinjaman dari bahasa Jawa (Heryanto, 1996 via Wahyuningsih 2012:37), artinya adalah meluncur di tempat licin untuk bersenang-senang atau bermain dengan kata-kata. Dalam bahasa Indonesia, kata peleset memiliki arti kurang
1
2
lebih ‘tidak mengenai sasaran, tidak mengenai yang dituju (alwi, dkk., 2007:845). Plesetan kata dari dulu hingga sekarang dipakai dalam kehidupan sehari-hari di wacana-wacana humor maupun dalam obrolan santai di kalangan anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Dalam bahasa Jepang, permainan kata yang mirip dengan plesetan disebut dengan dajare. Menurut Kobayashi (2004)1, peneliti dari Tokyo University of Foreign Studies: 駄洒落とは、同じ音から多数のイメージを生成して笑いを誘 う、高度な言葉遊びである。(Dajare to wa, onaji oto kara tasuu no imeeji o seisei shite warai o sasou, koodona kotoba asobi de aru.) Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, ‘Dajare adalah permainan kata tingkat tinggi yang mengombinasikan katakata dari bunyi yang sama, membuat imej bermacam-macam dan mengundang tawa’. Budaya humor dan lawak sangat kental di Jepang, contohnya rakugo, manzai, dajare dan lain-lain. Rakugo adalah salah seni bercerita tradisional Jepang yang umumnya menceritakan kisah-kisah humor. Seni ini ditampilkan secara individual, seorang penampil rakugo disebut dengan rakugoka. Manzai juga merupakan seni lawak Jepang, umumnya dibawakan oleh dua orang yang saling melontarkan leluconlelucon. Biasanya dua orang tersebut membagi perannya masing-masing menjadi ‘peran orang bodoh’ dan peran ‘orang pintar’. Peran orang bodoh melontarkan lelucon yang terkesan konyol, yang kemudian akan direspon peran orang pintar. Pada komik-komik yang bertema humor, atau yang lebih dikenal dengan gyagu man’ga, dajare adalah hal yang umum dijumpai. Kata gag (gyagu) berasal dari 1
http://www.tufs.ac.jp/st/personal/03/conanweb/dajare.htm
3
bahasa Inggris yang artinya lelucon, sedangkan man’ga adalah bahasa Jepang yang berarti komik. Gyagu manga umumnya banyak dimuat di majalah komik mingguan untuk remaja laki-laki. Sedangkan di Indonesia, walaupun komik humor atau komik plesetan tidak begitu populer, banyak acara lawak di televisi yang menggunakan plesetan sebagai salah satu bahan leluconnya. Begitu pula dengan teka-teki atau tebak-tebakan, banyak situs di internet dan buku yang menyajikan berbagai tebaktebakan dan plesetan. Baik di Indonesia maupun Jepang budaya teka-teki ini sangat populer, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Walaupun dajare berkaitan erat dengan lawak atau humor, dajare juga ditemukan penggunaannya dalam periklanan sebagai slogan atau motto. Para produsen berlomba-lomba mengiklankan produknya dengan slogan-slogan yang khas dengan permainan kata. Contohnya seperti slogan iklan berikut ini, ‘chanpion, chanpon’2. Slogan tersebut merupakan slogan iklan salah satu restoran bernama Ringerhut, yang memanfaatkan kemiripan bunyi antara ‘chanpion’, yang berarti champion, juara dan ‘chanpon’ yaitu salah satu jenis makanan khas Jepang. Berikut akan dipaparkan contoh permainan kata dalam bahasa Jepang dan Indonesia. Contoh pertama yaitu contoh dajare yang muncul pada acara Shoten, sebuah acara komedi yang berfokus pada rakugo. Ada berapa segmen dalam acara Shoten, dan segmen oogirilah yang mendapat perhatian tinggi dari pemirsa. Kata oogiri terdiri dari kanji ookii(大)(besar), yorokobu(喜) (senang), dan ri(利)
2
http://www.ceres.dti.ne.jp/~simart/Dajare.html
4
(keuntungan). Istilah ini merupakan istilah yang dipakai dalam seni pertunjukan panggung Jepang yang merujuk kepada acara atau progam penutup dari pertunjukan itu. Dilihat dari kanji pembentuknya, oogiri bisa diartikan ‘penonton sangat senang, penampilpun bisa mendapat keuntungan’. Seiring berjalannya waktu, kata oogiri tidak hanya dipakai dalam rakugo atau pertunjukan seni panggung lainnya. Oogiri berkembang menjadi istilah yang sering dipakai di berbagai acara hiburan khususnya lawakan. Dalam segmen oogiri di acara Shoten, rakugoka yang bertugas sebagai pembawa acara akan membacakan atau melontarkan sebuah wacana komedi, kemudian rakugoka peserta akan menjawab atau merespon wacana tersebut dengan berbagai macam improvisasi. Para rakugoka peserta sering melontarkan guyonan yang mengambil tema dari kehidupan sehari-hari maupun hal-hal yang berkaitan dengan rakugoka anggota shoten itu sendiri. Tidak jarang pula melontarkan dajaredajare yang bisa membuat penonton tertawa. Contoh di bawah ini adalah salah satu dajare yang muncul dalam acara shoten. Situasi: pembawa acara Shoten, Enraku, melontarkan satu wacana tentang sekolah kepada para rakugoka. Mereka diminta untuk membuat dajare yang berkaitan dengan pelajaran atau kejadian-kejadian di sekolah. Berikut dajare yang dilontarkan Rakutarou, salah satu rakugoka. (1) Kaachan, kaachan! Gakkou de hanamaru moratta yo. ibu sekolah PL lingkaran bunga V.lmp-dapat PSer Yokatta ne, V.lmp-baik PSer
Utamaru janakute. utamaru bukan
5
‘Ibu, ibu! Tadi aku dapat hanamaru (nilai bagus) di sekolah, lho.’ ‘Untung bukan Utamaru (nama salah satu rakugoka) ya.’ (SHO) Dajare di atas dapat dipahami sebagai berikut. Rakutarou memerankan dua tokoh, yaitu anak sekolah dasar dan ibunya. Tuturan pertama adalah tuturan sang anak yang melaporkan bahwa ia mendapat nilai bagus (hanamaru) di sekolah. Kemudian ibunya meresponnya dengan berujuar ‘Untung bukan Utamaru ya’. Utamaru adalah nama salah seorang rakugoka yang juga pengisi acara Shoten. Rakutarou memanfaatkan kesamaan lafal ‘maru’ pada kata hanamaru dan Utamaru untuk membuat dajare. Baik dalam bahasa Jepang maupun Indonesia, teka-teki atau tebak-tebakan juga berhubungan dengan dajare atau plesetan. Teka-teki atau tebak-tebakan dalam bahasa Jepang disebut dengan nazonazo. Berikut beberapa contoh nazonazo dan tebak-tebakan. Contoh nazonazo: (2) T: Booru wa booru demo, shikakui Bola PS bola tapi ADJ-persegi ‘Bola apakah yang berbentuk persegi?’ J:
Danbooru. kotak kardus ‘Kotak kardus.’
booru tte donna booru? bola PS bagaimana bola
(nazo2.net)
Nazonazo di atas dapat diuraikan sebagai berikut. Bola dalam bahasa Jepang disebut booru, sedangkan kardus disebut danbooru dan berbentuk persegi. Dalam kata
6
danbooru tersebut terdapat kata booru, dan danbooru (kardus) berbentuk persegi sehingga bisa diplesetkan menjadi jawaban untuk pertanyaan teka-teki tersebut. Perhatikan contoh tebak-tebakan berikut ini. (3) T: Bola apa yang mirip kucing? J:
Bolaemon.
(PLST.COM)
Kata ‘bolaemon’ merupakan plesetan dari Doraemon, yaitu tokoh komik Jepang yang berwujud robot kucing. Tebak-tebakan ini memakai trik perubahan bentuk bunyi mora, dari dora[emon] berubah menjadi bola[emon]. Ada sedikit kesamaan bunyi vokal pada kata dora dan bola, sehingga bisa diplesetkan. Selain contoh yang telah diberikan di atas, ada banyak lagi contoh permainan kata dalam bahasa Jepang maupun bahasa Indonesia yang menarik untuk dibahas. Masalah ini menjadi menarik untuk dibahas karena sebuah wacana humor bisa dibuat tidak hanya dengan menceritakan cerita lucu atau memainkan mimik dan ekspresi wajah saja, tetapi juga baik secara sadar maupun tidak, orang bisa membuat suatu permainan, memodifikasi kata sedemikian rupa sehingga bisa membuat suatu efek lucu maupun suatu wacana komedi. Selain bisa membuat lawakan atau wacana humor, dengan permainan kata juga bisa membuat kita melatih otak, menambah perbendaharaan kata dan bahasa, dan melatih komunikasi dengan orang lain. Tema permainan kata ini sangat menarik untuk dibahas karena semua bahasa di dunia mengenal dan menerapkan permainan kata. Dalam skripsi ini secara khusus akan dibahas mengenai dua jenis permainan kata dari Jepang yaitu dajare dan nazonazo, serta dua jenis permainan kata dari Indonesia yaitu plesetan dan teka-teki atau tebak-
7
tebakan. Akan dibahas mengenai teknik pembentukan dajare, nazonazo, plesetan, dan tebak-tebakan yang dipakai pada masing-masing bahasa, kemudian dibandingkan dan dilihat apa sajakah persamaan dan perbedaan dari permainan kata kedua bahasa tersebut. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah teknik pembentukan dajare dan nazonazo? 2) Bagaimanakah teknik pembentukan plesetan dan tebak-tebakan? 3) Apa sajakah persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam dajare dan nazonazo bila dibandingkan dengan plesetan dan tebak-tebakan? 1.3
Batasan Masalah Dari sekian banyak jenis permainan kata yang ada dalam bahasa Jepang dan
Bahasa Indonesia, pembahasan dalam penelitian ini akan dibatasi hanya pada permainan kata dajare, nazonazo, plesetan dan tebak-tebakan saja. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diambil dari situs kumpulan dajare (dajare.jp) dan nazonazo (nazo2.net), beberapa dari komik humor (gyagu man’ga) edisi bahasa Jepang, wacana parodi dan plesetan bahasa Indonesia serta dari situs-situs humor dan plesetan di internet.
8
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini
yaitu merincikan dan menjelaskan tentang teknik-teknik pembentukan dajare, nazonazo, plesetan, dan tebak-tebakan serta apa sajakah persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam dajare dan nazonazo dengan plesetan dan tebak-tebakan. 1.5
Landasan Teori Pada penelitian ini akan dipakai beberapa landasan teori untuk mendukung
penganalisisan data. Pada subbab landasan teori bab I ini, akan dijelaskan secara singkat tentang teori-teori yang akan dijadikan landasan. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada bab II. Yang pertama yaitu tentang teori analisis kontrastif antar bahasa, atau yang dikenal dengan Anakon. Parera (1997: 107) menuliskan tokoh utama pelopor Anakon adalah Robert Lado lewat bukunya yang berjudul Linguistics Accross Cultures. Anakon adalah suatu metode yang lazim digunakan dalam dunia pembelajaran dan pengajaran bahasa asing untuk membandingkan bahasa ibu dan bahasa asing yang dipelajari. Prasyarat pertama analisis kontrastif ialah satu analisis secara deskriptif yang baik dan mendalam tentang bahasa-bahasa yang hendak dikontraskan. Pengontrasan dua bahasa tidak mungkin dilakukan secara menyeluruh. Oleh karena itu, perlu seleksi. Salah satu metode untuk menyeleksi ialah memilih dan menentukan unsur dari subsistem dan kategori tertentu untuk dibandingkan (Parera; 1997: 109-110).
9
Teori kedua yaitu tentang permainan kata. Ada beberapa penjelasan dari para ahli mengenai istilah permainan kata, diantaranya sebagai berikut. Pawel Dybala 3, Rafal Rzepka4, Araki Kenji3, Sayama Kouichi5 dalam makalah mereka yang berjudul NLP Oriented Japanese Pun Classification menjelaskan permainan kata dilihat dari bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Dalam makalah tersebut disebutkan: “Joke: something, such as an amusing story or trick, that is said or done in order to make people laugh.” Artinya, “Suatu cerita menarik dan mengesankan yang diceritakan atau trik yang dilakukan untuk membuat orang lain tertawa.” Lalu ada juga pengertian tentang plesetan yang dikemukakan oleh Heryanto (1995:5) via Mansoer Pateda (2001:153), bahwa plesetan dapat digambarkan sebagai kegiatan berbahasa yang mengutamakan atau memanfaatkan secara maksimal pembentukan berbagai pernyataan dan aneka makna yang dimungkinkan oleh sifat sewenang-wenang pada kaitan pertanda makna realitas empirik. Kemudian, teori yang juga akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori tentang keterkaitan antara linguistik dan humor. William J. Pepicello dan Robert W. Weisberg dalam buku Handbook of Humor Research, menjelaskan bahwa ada hubungan yang erat antara humor dan linguistik. Mengutip pernyataan yang tertera pada penelitian tersebut, “Linguists have been primarily concerned with
3
JSPS Research Fellow / Otaru University of Commerce, Midori, Otaru, Japan.
4
Graduate School of Information Science and Technology, Hokkaido University, Sapporo, Japan.
5
Otaru University of Commerce, Department of Information and Management Science, Midori, Otaru,
Japan.
10
manipulations of grammatical categories in producing humorous effect” (Green & Pepicello, 1978; Hockett, 1977; Pepicello, 1980; Scott, 1965). “Para linguis telah lama menaruh ketertarikan pada manipulasi kategori secara gramatikal dalam memproduksi sesuatu efek yang bersifat humor.” Kemudian dijelaskan lagi bahwa lelucon linguistik kebanyakan berupa teka-teki atau permainan kata yang berdasarkan pada keambiguan kata atau frase. Dalam membuat sebuah teka-teki atau permainan kata, dapat memanipulasi unsur-unsur fonologi, morfologi dan sintaksis dari sebuah kata tersebut. Untuk menunjang analisis data, digunakan klasifikasi pembentukan dajare yang dikemukakan Araki Kenji, Pawel Dybala, Rafal Rzepka, dan Sayama Kouichi pada makalah mereka yang telah dipresentasikan dalam International Conference on Asian Language Processing tahun 2012, membagi pembentukan dajare ke dalam 12 kategori yaitu: homofon, penambahan mora, pengurangan mora, perubahan bentuk mora, metatesis mora, metatesis morfem, perubahan cara baca kanji, pencampuran frase, pembagian (membagi dua satu frase menjadi dua, kebalikan dari teknik pencampuran frase), teka-teki, pencampuran bahasa, dan pemindahan jeda. Penjelasan lebih lengkap mengenai teori-teori yang dipakai akan dijelaskan lebih lanjut pada bab II. 1.6
Tinjauan Pustaka Penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan yang berkaitan dengan
permainan kata atau plesetan di antaranya yaitu disertasi yang berjudul Wacana
11
Kartun Dalam Bahasa Indonesia (Universitas Gadjah Mada, 1995) yang ditulis oleh I Dewa Putu Wijana. Disertasi ini membahas tentang wacana kartun yang muncul dalam media cetak Indonesia. Wacana kartun dapat dibedakan menjadi non-verbal dan verbal. Kartun non-verbal mengandalkan unsur-unsur visual berupa gambar jenaka yang menyimpangkan logika sebagai sumber kelucuan. Sedangkan kartun verbal memanfaatkan elemen-elemen verbal di dalam mengreasikan kelucuan. Dalam disertasi ini, wacana-wacana kartun dibahas dari segi pragmatik dan juga aspek-aspek kebahasaan yang lain. Dari segi pragmatik yaitu tentang pelanggaran-pelanggaran maksim, dan pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan yang lain seperti aspek fonologis, ketaksaan leksikal, ketaksaan gramatikal, dan lain sebagainya. Selanjutnya, skripsi yang membahas salah satu jenis dari permainan kata dalam bahasa Jepang yaitu skripsi yang berjudul Pemakaian Goroawase Untuk Cara Baca Nomor Telepon Dalam Iklan Bahasa Jepang oleh Muhammad Fatkul (Sastra Jepang Universitas Gadjah Mada, 2004). Di dalamnya dibahas tentang goroawase, salah satu jenis permainan bahasa dalam bahasa Jepang, yaitu satuan bunyi dari suatu rangkaian kata atau deretan angka dibaca dengan memberikan arti lain padanya. Pada skripsi ini yang menjadi objek utamanya adalah permainan kata menggunakan nomor telepon untuk komersial. Penulis memusatkan perhatian untuk mencari variasi cara baca dan kaidahnya, jenis kata yang dipakai, ungkapan periklanan, dan jenis-jenis tindak tutur dari cara baca angka yang terbentuk dari goroawase. Dari penelitian ini diketahui bahwa masing-masing angka mempunyai beberapa tipe cara baca dan dapat
12
digolongkan menjadi empat kaidah pokok cara baca goroawase, yaitu kaidah umum, kaidah fonologis, kaidah khusus, kaidah gabungan. Kemudian penelitian berkaitan dengan dajare yaitu penelitian yang abstraksinya dipublikasikan lewat internet, karya Johan Gustafsson, dari Lund University, Swedia. Penelitian yang berjudul Puns in Japanese Advertisements -A Serious Approach on Japanese Humour- (2010) membahas tentang penggunaan dajare pada periklanan di Jepang. Penelitian yang berkaitan dengan dajare ialah penelitian yang berjudul NLP Oriented Japanese Pun Classification oleh Araki Kenji, Pawel Dybala, Rafal Rzepka, dan Sayama Kouichi (2012). Penelitian ini membahas tentang struktur dan klasifikasi rumus pembentukan dajare, membaginya ke dalam dua belas kategori yang sudah dijelaskan sekilas pada sub bab landasan teori dan akan dijelaskan lebih lanjut pada bab landasan teori. Penelitian yang berkaitan dengan permainan kata dan teka-teki dalam bahasa Indonesia adalah tesis yang ditulis oleh Nur’ani Wahyuningsih (Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, 2012) dengan judul Wacana Teka-Teki Humor Bahasa Indonesia Analisis Struktur, Aspek Kebahasaan dan Fungsi. Pada tesis ini dibahas mengenai teka-teki humor dan plesetan dalam bahasa indonesia dari segi struktur, aspek kebahasaan dan fungsinya. Dalam penelitian ini, digunakan teori pragmatik dan semantik untuk menganalisis data. Kesimpulan yang didapat adalah sebagian besar teka-teki humor diciptakan dengan teknik plesetan, sedangkan selebihnya dengan
13
teknik perbandingan dan oposisi. Kedua, wacana teka-teki humor memanfaatkan aspek kebahasaan yang meliputi aspek fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Semua itu tergantung kreativitas manusia dalam memainkan bahasa dan memanfaatkan aspek bahasa yang manakah untuk memunculkan efek humor. Ketiga, wacana humor berfungsi untuk menyindir, mengejek, membingungkan pembaca, mengacaukan pemahaman, dan memberi hiburan. Perbedaan penelitian-penelitian terdahulu dan penelitian ini yaitu, pada penelitian-penelitian terdahulu banyak dibahas tentang struktur dan makna dajare, nazonazo, maupun plesetan dan tebak-tebakan secara semantik maupun pragmatik. Sebagian besar hanya membahas dajare ataupun plesetan saja, penelitian ini membahas perbandingan antara dajare dan plesetan. Dalam penelitian ini akan dibahas apakah ada persamaan atau perbedaan dari dajare dan nazonazo dalam bahasa Jepang dengan plesetan dan tebak-tebakan dalam bahasa Indonesia. 1.7
Metode Penelitian Tahapan-tahapan
yang
akan
digunakan
dalam
penelitian
ini
yaitu
pengumpulan data, analisis data, dan pemaparan analisis data. Pada tahap pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka menggunakan metode simak. Data-data yang diambil berupa dialog berunsur dajare dan permainan kata pada komik, buku-buku kumpulan humor, dan situs-situs internet kumpulan dajare. Kemudian menganalisis struktur, rumus pembentukan dan makna dari permainan kata
14
kedua bahasa tersebut dan membandingkan apakah persamaan atau perbedaan dalam pembentukan dajare, nazonazo, dengan plesetan dan tebak-tebakan. Metode yang digunakan pada tahap analisis data adalah metode agih, yaitu metode analisis data yang alat penentunya justru bagian dari bahasa itu. Alat penentu dalam rangka kerja metode agih itu selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri. Seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbia), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat), klausa, silabel kata, titinada, dan yang lain (Sudaryanto, 1993: 15-16). Selanjutnya, tahap yang terakhir adalah tahap penyajian hasil analisis data. 1.8
Sistematika Penyajian Sistematika penyajian dalam penelitian ini dibagi menjadi empat bab yang
terdiri dari: Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi landasan teori yang terdiri atas penjelasan teori analisis kontrastif, linguistik dan humor, klasifikasi rumus pembentukan dajare, dan bentuk plesetan. Bab III berisi tentang pemaparan data yang didapat beserta pembahasan, penguraian data dan perbandingan antara data berbahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Serta bab IV yang terdiri dari hasil kesimpulan analisis data dan jawaban atas rumusan masalah kemudian diikuti daftar pustaka dan lampiran-lampiran.