BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia pada saat ini tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental, dari sistem pemerintahan yang otoriter dan sentralistik menuju ke sistem pemerintahan yang demokratis dan menerapkan perimbangan kewenangan pusat dan daerah otonom. Perubahan yang tengah dialami tersebut memberikan peluang bagi penataan berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana kepentingan rakyat dapat kembali diletakkan pada posisi sentral. Perubahan yang sedang dijalani terjadi pada saat dunia sedang mengalami transformasi menuju era masyarakat informasi. Kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Perubahan- perubahan di atas menuntut terbentuknya pemerintahan yang bersih, transparan, dan partisipatif serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Pemerintah harus mampu memenuhi dua modalitas tuntutan masyarakat yang berbeda namun berkaitan erat, yaitu: masyarakat menuntut pelayanan publik yang memenuhi kepentingan masyarakat luas serta dapat diandalkan dan terpercaya, dan juga mudah dijangkau secara interaktif. Selain itu masyarakat menginginkan agar partisipasi mereka didengar. Untuk menjawab
Page | 1
tantangan tersebut di atas pemerintah daerah otonom harus mampu membentuk dimensi baru ke dalam organisasi, sistem manajemen, dan proses kerjanya. Dengan demikian pemerintah daerah otonom harus segera melaksanakan proses transformasi menuju e-government. Melalui proses transformasi tersebut, pemerintah daerah otonom dapat mengoptimasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat- sekat organisasi dan birokrasi, serta
membentuk
jaringan
sistem
manajemen
dan
proses
kerja
yang
memungkinkan instansi- instansi pemerintah bekerja secara terpadu untuk menyederhanakan akses ke semua informasi dan layanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah (Kebijakan & Strategi Pengembangan e-Gov Kemenkominfo RI, September 2002). Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif, dan juga mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah daerah otonom, dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pada saat ini telah banyak instansi pemerintah daerah otonom berinisiatif mengembangkan pelayanan publik melalui jaringan komunikasi dan informasi. Di antara pilihan media yang ada, website merupakan media yang paling banyak dimanfaatkan. Pemanfaatan website oleh pemerintah daerah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat pesat (Lampiran Tabel 1.1). Meskipun
Page | 2
demikian, dalam praktiknya tidak semua pemerintah daerah telah mengelola website-nya secara serius. Salah satu indikasinya adalah tidak dapat diaksesnya website itu sendiri (Prabowo, 2005; Sosiawan, 2005). Selain itu juga banyak ditemukan situs website pemerintah daerah yang dibangun seadanya tanpa memperhatikan acuan seperti yang dituangkan dalam buku panduan sehingga situs web hanya sebatas proyek tanpa ada pengelolaan lebih lanjut. Mayoritas situs web pemerintah kabupaten/kota masih berada pada tingkat pertama (persiapan), baru sebatas menampakkan informasi, belum menunjukkan tahapan interaksi maupun transaksi. Pemerintah Kabupaten Belu merupakan salah satu instansi pemerintah daerah yang juga telah memanfaatkan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah Kabupaten Belu menyadari bahwa keberadaan dan keunggulan website dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi pemenuhan hak warga dalam penyelenggaraan pemerintahan. Website dapat dimanfaatkan untuk menyediakan
informasi
mengenai
berbagai
aktivitas
penyelenggaraan
pemerintahan yang akan, sedang, maupun telah dilakukan dan menyediakan fasilitas untuk melakukan sesuatu, seperti masyarakat dapat berpartisipasi menyampaikan aspirasi dan mengakses layanan. Saat ini website resmi pemerintah Kabupaten Belu dikelola oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. Website tersebut berdiri pada tahun 2004 dengan nama www.atambua.go.id. Sejak berdirinya tahun 2004, website pemerintah daerah dikelola oleh Kantor PDE (Pengelola Data Elektronik). Berdasarkan Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika RI No. 65 Tahun 2002
Page | 3
tentang Nomenklatur Situs Resmi Kabupaten/Kota dan Propinsi, maka pada tahun 2007 website pemerintah Kabupaten Belu berubah menjadi www.belukab.go.id. Pada tahun 2008, oleh karena adanya restrukturisasi organisasi perangkat daerah (konsekuensi adanya PP No. 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Daerah), Kantor PDE dilikuidasi dan pengelolaan teknologi informsi dialihkan ke Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu. Kesimpulan sementara yang diperoleh dari hasil pengamatan dalam prasurvei, penulis menemukan website pemerintah Kabupaten Belu saat ini sebagai tolok ukur yang paling sederhana dalam melihat implementasi egovernment, juga masih berada pada tingkat pertama (persiapan). Komunikasinya masih bersifat satu arah. Informasi- informasi yang ditampilkan dalam website resmi pemerintah pun hampir dipastikan minim serta jarang diperbaharui. Dan website tersebut belum mampu memenuhi dua modalitas tuntutan masyarakat yang berbeda namun berkaitan erat, yaitu: pelayanan publik yang memenuhi kepentingan masyarakat luas serta dapat diandalkan dan terpercaya, dan juga mudah dijangkau secara interaktif. Selain itu, ada permasalahan terkait pengelolaan website resmi pemerintah daerah: (1) Struktur organisasi pengelolaan e-government yang belum memadai, (2) kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pada instansi pemerintahan yang terbatas (belum siap menerima perubahan kultur ke teknologi informasi komunikasi), (3) belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai (belum
Page | 4
ada IT master plan dan grand strategy e-gov), dan (4) belum tersedianya anggaran operasional yang memadai. Permasalahan- permasalahan terkait pengelolaan website pemerintah daerah tersebut, tentu dapat menghambat upaya penerapan konsep good governance dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di Kabupaten Belu. Apabila
pemerintah
Kabupaten
Belu
berkomitmen
untuk
mewujudkan
pemerintahan yang transparan dan partisipatif melalui pemanfaatan website sebagai media komunikasi pemerintah daerah, maka pengelolaannya pun harus dibenahi. Pengelolaan yang berkualitas dan profesional merupakan salah satu faktor penting dalam memengaruhi efektivitas komunikasi yang dilakukan pemerintah Kabupaten Belu kepada publiknya. Berangkat dari paparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis praktik website pemerintah Kabupaten Belu dalam rangka e-government. Kajian ini difokuskan pada tinjauan tentang pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu periode 2010- 2013. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu pada periode 2010- 2013?
Page | 5
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kepentingan praktis maupun akademis. Bagi kepentingan praktis, penelitian ini dapat menghasilkan informasi yang memadai kepada Pemerintah Kabupaten Belu serta dapat menjadi sarana evaluasi terkait pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu. Sedangkan bagi kepentingan akademis diharapkan dapat memperkaya pengetahuan pengguna dan pemerhati governance studies khususnya mengenai praktik website pemerintah daerah dalam rangka e-government. 1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Mewujudkan Good Governance melalui Pengembangan EGovernment; Pengertian, cakupan dan peran strategis e-government Salah
satu
kebutuhan
penting
di
dalam
upaya
memperbaiki
penyelenggaraan pemerintahan adalah perlunya menjamin terpenuhinya hak warga untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu dengan mewujudkan pemerintahan yang terbuka (transparan) dan memfasilitasi warga untuk dapat menyampaikan aspirasinya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dilakukan
melalui
mengembangkan
berbagai
kelembagaan
strategi, yang
yang mampu
intinya membuat
ditujukan
untuk
penyelenggaraan
Page | 6
pemerintahan menjadi lebih terbuka dan memfasilitasi partisipasi warga di dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Hal itu dilakukan misalnya membentuk peraturan perundangan, yang kemudian diikuti dengan pengembangan strategi di dalam implementasinya, seperti pelembagaan forum partisipasi multi-stakeholder untuk pengelolaan pembangunan dan kebijakan tertentu (Purwanto, 2006; Hanif, 2006; Hayati, 2006, Anggana, 2006; Suharyani, 2006); pengembangan kontrak pelayanan (citizen’s charter) untuk memberdayakan warga pengguna layanan (OECD, 2005; Purwanto, 2006; Dwiyanto, 2006); membentu lembaga dan media untuk menerima pengaduan pelayanan publik, seperti ombudsman yang bersifat independen atau unit pelayanan informasi dan pengaduan pada struktur kelembagaan pemerintah; mengembangkan media dan mekanisme untuk keterbukaan informasi termasuk membentuk komisi khusus untuk mengawasi efektifnya media dan mekanisme tersebut, dan lain sebagainya. Berbagai inovasi untuk melembagakan pemerintahan yang terbuka dan partisipatif terus dikembangkan dengan nilai efektivitasnya yang beragam. Berbagai inovasi pelembagaan pemerintahan
yang terbuka dan
partisipatif semakin berkembang terutama dengan adanya peluang untuk melakukan semua itu dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology). Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di dalam penyelenggaraan pemerintahan ini biasa disebut dengan electronic government atau lebih sering disebut secara singkat sebagai egovernment. Pengertian e-government sangat beragam, namun pada intinya egovernment adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang dapat
Page | 7
meningkatkan kualitas hubungan antara pemerintah dan pihak- pihak lain, yaitu warga (citizens), pihak swasta ( business enterprises), pemangku kepentingan lainnya (other related governmental organizations), dan internal pemerintah sendiri (inter- agency relationship) (Siau & Long, 2005). Begitu kompleks bentuk dan cakupan relasi yang diharapkan dapat dikelola melalui pengembangan e-goverment. Hal ini mendorong berkembangnya konsep e-government menjadi konsep yang lebih luas, seperti e-governance, kemudian juga dikenal sebagai digital governance, e-democracy, dan edemocratic governance. E-government berkembang menjadi e-governance ketika pengguna teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya untuk keperluan internal pemerintah, tetapi menyertakan juga peran dan kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders), baik dari unsur masyarakat sipil maupun masyarakat pengusaha, untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan (UN, 2008). Sedangkan e-democracy merupakan bentuk pengembangan e-government yang ditandai dengan bentuk keberlangsungan keterlibatan warga secara lebih aktif dan memadai
dalam
proses
pengambilan
keputusan
pada
penyelenggaraan
pemerintahan yang difasilitasi oleh penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang masif. Beragamnya definisi mengenai e-government disebabkan oleh sejumlah hal (Indrajit, 2004), di antaranya yaitu: (1) Konsep e-government memiliki prinsip- prinsip dasar yang umum, tetapi karena implementasinya di setiap negara berbeda- beda, maka konsep e-government pun menjadi beraneka ragam; (2) Wahana aplikasi e-government sangatlah luas mengingat sedemikian banyaknya
Page | 8
tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam mengatur masyarakatnya melalui berbagai jenis interaksi dan transaksi; (3) Pengertian dan penerapan e-government di sebuah negara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi internal baik secara makro maupun mikro dari negara yang bersangkutan, sehingga pemahamannya sangat ditentukan oleh sejarah, ideologi, budaya, pendidikan, pandangan politik, dan kondisi ekonomi dari negara yang bersangkutan. Penggunaan TIK di sini adalah sebagai pendukung upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan berbagai karakteristik yang menandainya. Penggunaan TIK dalam penyelenggaraan pemerintahan atau pengembangan egovernment bukan tujuan akhir, melainkan sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau manfaat yang lebih besar (OECD, 2007). Penggunaan TIK juga bukan satu- satunya sarana untuk mencapai tujuan atau manfaat itu, tetapi diperlukan juga dukungan dan –sebaliknya- mendukung sejumlah aspek penting lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau manfaat yang diharapkan, seperti dukungan dan komitmen kepemimpinan, dukungan regulasi dan kelembagaan yang jelas, transformasi budaya birokrasi, pengembangan kapasitas sumber daya (SDM, ekonomi/finansial, waktu, dan informasi), serta dukungan dari warga dan pemangku kepentingan (Indrajit, 2004; OECD, 2003). Manfaat yang diharapkan dalam pengembangan e-government ini adalah memfasilitasi partisipasi publik termasuk di dalamnya adalah menyampaikan aspirasi dan komplain (United Nations, 2008; Indrajid, 2005) dan meningkatkan transparansi (UN, 2008; OECD, 2003; Indrajid, 2005) dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Page | 9
Transparansi, penyampaian aspirasi (voice), dan partisipasi selain merupakan bagian dari wujud tata pemerintahan yang baik, juga merupakan dimensi strategis yang perlu diperhatikan dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik itu sendiri. Mendorong pemerintahan menjadi institusi yang terbuka dan memfasilitasi pemangku kepentingan dan warga untuk menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan mengembangkan penggunaan TIK maka berbagai manfaat dapat diperoleh, seperti mencegah dan mengeliminasi praktik korupsi dan manipulasi, memperbaiki kualitas sekaligus mengefisienkan layanan publik, memperbaiki akuntabilitas pemerintah, dan memulihkan kepercayaan terhadap penyelenggara pemerintahan (OECD, 2003; UN, 2008). Berbagai manfaat tersebut merupakan karakteristik lainnya dari tata pemerintahan yang baik. 1.5.2. Transparansi, Penyampaian Aspirasi (Voice) dan Good Governance Transparansi merupakan konsep yang semakin mengemuka pada dekade terakhir ini, dan juga merupakan konsep yang berdimensi luas dan digunakan pada banyak bidang (Pasquier & Villeneuve, 2007). Karena itu wajar apabila tidak ada pengertian yang seragam mengenai transparansi (Chapman, 2008). Sejumlah organisasi internasional menekankan pada keterbukaan informasi, seperti World Trade Organization (dalam World Bank, 2005) yang menyatakan bahwa transparansi mencakup tiga kebutuhan, yaitu: (1) membuat informasi mengenai hukum, regulasi, dan kebijakan lainnya tersedia bagi umum; (2) memberitahu pihak yang berkepentingan secara khusus mengenai hukum,
Page | 10
regulasi, dan kebijakan; (3) memastikan bahwa hukum dan regulasi dikelola secara seragam, adil, dan dapat diterima oleh akal sehat. Transparansi merupakan konsep yang menunjukkan kemudahan warga untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, seperti anggaran, peraturan daerah, program dan proyek (Dwiyanto, 2006; 2007). Sedangkan Florini (dalam Bellver & Kaufmann, 2005), melihat transparansi sebagai publikasi informasi oleh institusi, khususnya informasi yang relevan digunakan untuk mengevaluasi institusi itu sendiri, yaitu informasi mengenai kinerja institusi. Organization for Economic Co-operations and Development (OECD) memaparkan konsep yang mengandung pengertian lebih luas yaitu dengan menggunakan istilah pemerintahan terbuka (open government). Konsep keterbukaan pemerintah menurut OECD tidak hanya sekedar bersikap transparan, tetapi juga mencakup aspek aksesibilitas dan responsivitas di dalam relasi antara pemerintah dan warga yang dilayaninya. Transparansi dalam arti setiap tindakan pemerintah dapat dicermati oleh publik; aksesibel dalam arti setiap tindakan pemerintah tersebut dapat diketahui oleh setiap orang, setiap saat, dan di manapun; serta responsif atau tanggap terhadap ide dan kebutuhan publik yang baru (OECD, 2005). Dengan demikian, pemerintah terbuka di sini dimaknai sebagai penyelenggaran pemerintahan yang dilakukan secara transparan dan melibatkan warga dan pemangku kepentingan sejak pengambilan keputusan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi.
Page | 11
Dari berbagai pengertian mengenai transparansi di atas menunjukkan sejumlah kata kunci yaitu keterbukaan pemerintah, ketersediaan informasi, kemudahan bagi publik untuk mengakses informasi, dan untuk mendukung terwujudnya transparansi ini pemerintah perlu mengembangkan keterlibatan publik (partisipasi) dan tanggap terhadap kebutuhan publik (responsif). Transparansi ini merupakan jawaban atas hak asasi manusia untuk mendapatkan informasi secara bebas, yang perlu mendapatkan jaminan kepastian hukum. Sangat dekat dengan konsep transparansi dan juga relevan dengan manivestasi penggunaan hak asasi manusia lainnya adalah voice. Voice adalah penyampaian aspirasi yang mencakup komplain, protes yang terorganisasi, melobi, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan dan penyelenggaraan layanan dari warga untuk menekan penyedia layanan agar memberikan layanan yang lebih baik (Goetz & Gaventa, 2001; Hirschman, 1970). Di dalam studi yang dikembangkan Bank Dunia sejak 1999 untuk menilai kualitas tata pemerintahan (Governance Matter I-VII), voice yang disandingkan dengan akuntabilitas merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai kualitas tata pemerintahan atau governance. Voice dan accountability ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh warga di suatu negara terlibat atau berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di dalamnya adalah kebebasan berekspresi atau menyampaikan pendapat, kebebasan berorganisasi dan kebebasan media. Semua itu terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah yang para pejabat publiknya terpilih melalui mekanisme pemilihan umum (Kaufmann, Kraay, & Mastruzzi, 2008; World Bank, 2007; Piotrowski & Ryzin, 2007).
Page | 12
Berdasarkan konsep dari Bank Dunia tersebut, Agus Dwiyanto memaparkan
pentingnya
ketersediaan
mekanisme
bagi
warga
untuk
menyampaikan aspirasi, keluhan, dan protes terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik sebagai bagian dari ukuran penting untuk menilai kinerja tata pemerintahan. Kinerja tata pemerintahan berdimensi luas, dan salah satu dimensi yang penting untuk dilihat adalah kemampuan pemerintah dalam memenuhi hak politik warga untuk mendapatkan informasi, berpartisipasi, dan menyampaikan aspirasi dalam penyelenggaraan pemerintahan (Dwiyanto, 2007). Di sini terlihat jelas bahwa antara transparansi dan voice memiliki keterkaitan yang sangat erat. Penyampaian aspirasi, keluhan, atau protes warga terhadap penyelenggaraan pemerintahan (voice) merupakan manivestasi dari penggunaan hak asasi manusia untuk berekspresi dan menyampaikan aspirasinya. Penggunaan hak menyampaikan aspirasi ini memerlukan dukungan dari penjaminan hak atas kebebasan mendapatkan informasi. Voice tidak akan berkembang jika transparansi belum dikembangkan dengan baik. Relasi antara voice dan transparansi ini ditunjukkan di dalam tulisan Bellver dan Kaufmann (2005). Di dalam tulisannya tersebut, Bellver dan Kaufmann menggunakan data Governance Matter (2004) khususnya mengenai dimensi voice & accountability dan data dari Global Survey of Freedom of Information Law (2004). Transparansi dan voice ini memiliki nilai strategis dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik melalui penguatan kapasitas warga dalam memenuhi haknya untuk mengetahui, mengkritisi dan mengontrol setiap kebijakan yang diambil pemerintah. Sejumlah hasil studi menunjukkan
Page | 13
kontribusi dari keterbukaan informasi (transparansi dalam memperbaiki berbagai dimensi dan indikator tata pemerintahan yang baik lainnya (Roumeen, 2003; Bellver & Kaufmann, 2005). Di dalam laporan hasil studi Roumeen Islam (2003) terlihat data yang relevan sebagai indikator untuk masing- masing dimensi tata pemerintahan yang baik memiliki hubungan yang kuat dengan kualitas transparansi. Apabila pemerintah dapat bersikap terbuka atau transparan dalam mengelola
kekuasaan
maka
partisipasi
publik,
akuntabilitas,
efektivitas
pemberantasan korupsi, dan penegakan hukum, yang juga merupakan ciri penting lainnya dari tata pemerintahan yang baik, memiliki peluang yang lebih baik untuk terwujud (Roumeen, 2003; Dwiyanto, 2006). Partisipasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung apabila penyelenggaraan pemerintahan berlangsung secara terbuka (Dwiyanto, 2006; Pasquier & Villeneuve, 2007). Warga akan bersedia dengan penuh kesadaran terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan apabila rasa memiliki (sense of belonging) melingkupi semangat warga. Semangat dan rasa memiliki dari warga ini dapat tumbuh dan berkembang hanya apabila warga mengetahui aturan main dan konsekuensi (hak dan kewajiban) untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. 1.5.3. Memfasilitasi pemenuhan hak warga dalam pemerintahan melalui website Website dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi pemenuhan hak warga dalam penyelenggaraan pemerintahan (La Porte, et al, 2000). Dalam hal ini website dapat dimanfaatkan untuk menyediakan informasi mengenai berbagai
Page | 14
ativitas penyelenggaraan pemerintahan yang akan, sedang, maupun telah dilakukan dan menyediakan fasilitas untuk melakukan sesuatu, seperti berpartisipasi menyampaikan aspirasi dan mengakses layanan (UN, 2008). Penggunaan TIK di dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya dalam (1) mendiseminasikan informasi penting, (2) menyelenggarakan konsultasi publik, dan (3) memfasilitasi partisipasi aktif dari warga dan pemangku kepentingan, tidak dimaksudkan untuk menggantikan atau meniadakan upayaupaya tradisional (tanpa menggunakan TIK) yang telah ada. Upaya yang menggunakan TIK ditujukan untuk melengkapi dan mendukung upaya tradisional. Keduanya diselenggarakan untuk mengatasi kesenjangan digital (digital divide) dan memberikan kemudahan bagi warga dan pemangku kepentingan, baik yang memiliki kapasitas dan peluang untuk memanfaatkan TIK ataupun tidak, untuk dapat
menggunakan
haknya
dan
berpartisipasi
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan (OECD, 2001a; OECD, 2001b). OECD (Organization for Economic Co-operations and Development) merekomendasikan penggunaan teknologi berbasis komputer dan internet dalam mengembangkan
e-government
(OECD,
2001a).
Untuk
keperluan
mendiseminasikan informasi, pengembangan website dan portal yang dilengkapi dengan fasilitas mesin pencari (search engines) dan penghubung (link); dan kios elektronik (e-kiosks) yang dapat digunakan untuk mencari informasi secara online (dilengkapi dengan koneksi internet) maupun offline (dilengkapi dengan CDROMs) yang diletakkan di tempat- tempat tertentu menjadi pilihan yang efisien. Sedangkan penggunaan TIK dalam memfasilitasi konsultasi dan partisipasi aktif
Page | 15
dari warga dan pemangku kepentingan dapat dilakukan dengan menyediakan perangkat jaringan komputer (online tools) berupa penyediaan sarana surat elektronik (electronic letterboxes); dan penyelenggaraan forum diskusi terbuka melalui surat elektronik (e-mail distribution lists/milists dan newsgroups) atau melalui sarana percakapan (online live chatevents dan online discussion groups). Pengelolaan fasilitas tersebut dapat dilakukan secara terintegrasi dalam website pemerintah. 1.5.3.1. Website untuk transparansi pemerintahan Kegunaan website sebagai media di dalam pengembangan e-government yang paling dasar adalah menyediakan informasi penyelenggaraan pemerintahan agar dapat dilihat, diakses (download), dan dimiliki oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Melalui website, warga dan pemangku kepentingan lainnya dapat mengetahui bagaimana pemerintah bekerja, bagaimana prosedur mengakses layanan dari pemerintah, dan bahkan bagaimana mengubah kebijakan dan peraturan yang berpengaruh bagi kehidupan warga. Menyediakan informasi yang diperlukan warga melalui website akan lebih efisien daripada melayani kebutuhan informasi dari warga melalui media konvensional, seperti telepon, atau media cetak berupa leaflet, buku laporan, dan koran (UN, 2008b). Apabila pemerintah menyediakan informasi yang memadai melalui website, maka warga dan pemangku kepentingan lainnya dapat mencari informasi tersebut dari mana saja, kapan saja, dan oleh siapapun tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.
Page | 16
Penyediaan informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan secara memadai dan mudah untuk diakses dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat dapat berpartisipasi memberikan masukan sekaligus mengontrol jalannya pemerintahan. Informasi penting penyelenggaraan pemerintahan seperti penyelenggaraan layanan publik, perencanaan dan penggunaan anggaran, pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa, proses pengelolaan program dan proyek pemerintah, proses
pembuatan
peraturan
dan
dokumen
peraturan
daerah,
laporan
pertanggungjawaban, dan sebagainya dapat diketahui secara online sehingga warga pemangku kepentingan dapat menyampaikan aspirasinya terhadap pemerintah misalnya tentang bagaimana sebaiknya anggaran publik dialokasikan, atau mengkritik pemerintah apabila pemerintah telah mengambil langkah yang tidak tepat. Dengan proses yang serba transparan dan mengurangi kontak fisik antara penyedia dan pengguna layanan maka peluang bagi praktik penyimpangan, seperti korupsi dan manipulasi, akan menjadi sempit (Im & Jung, 2001). 1.5.3.2. Website untuk memfasilitasi partisipasi warga Website pemerintah yang telah lebih matang dalam pengembangannya tidak hanya dapat digunakan untuk menyediakan informasi secara terbuka tetapi juga dapat memfasilitasi warga dan pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Warga tidak hanya dapat mencari dan membaca informasi dari website tetapi juga merespon informasi tersebut. Warga dapat menyampaikan aspirasi (kritik, saran, pandangan alternatif) yang relevan untuk merespon tindakan dan rencana pemerintah yang diinformasikan melalui
Page | 17
website yang sama. Penyampaian aspirasi ini dapat difasilitasi melalui berbagai perangkat yang tersedia pada website, seperti e-mail, live chat, online polls/surveys, dan online forums. Melalui website, warga dan pemangku kepentingan lainnya juga dapat menyampaikan aspirasi dan mendiskusikan topik- topik tertentu yang menjadi isu kebijakan dengan pemerintah. 1.6. Kerangka Konsep Penelitian Penelitian ini mengangkat judul Praktik Website Pemerintah Kabupaten Belu Dalam Rangka E-Government. Dalam penelitian ini, penulis coba mengidentifikasi dan menganalisis manajemen pengelolaan website sebagai media untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu. Maka kerangka konsep yang dipakai adalah sebagai berikut: a. Konsep,
Definisi
Konsep
dan
Indikator
dari
Pengelolaan
yang
TRANSPARAN.
KONSEP Transparansi
DEFINISI KONSEP Memberikan kemudahan bagi warga untuk mengakses informasi penyelenggaraan pemerintahan.
INDIKATOR - Ketersediaan informasi: Kebijakan, Anggaran, Pengadaan barang/jasa, Pelayanan publik (perijinan), Pengawasan, DPRD, dan Pelayanan informasi. - Kemudahan akses informasi. - Kebaruan informasi.
Page | 18
b. Konsep,
Definisi
Konsep
dan
Indikator
dari
Pengelolaan
yang
PARTISIPATIF. KONSEP Partisipasi
DEFINISI KONSEP - Melibatkan warga dalam penyelenggaraan pemerintahan. - Memfasilitasi warga untuk menyampaikan aspirasi.
INDIKATOR - Ketersediaan dan jenis fasilitas komunikasi/ penyampaian aspirasi. - Kualitas interaktivitas. - Kualitas pengembangan partisipasi publik.
1.7. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata yang tertulis dan yang tidak tertulis atau secara lisan. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna (Sugiyono, 2012). Sifat deskriptif diarahkan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi berkaitan dengan praktik website pemerintah Kabupaten Belu dalam rangka e-government. Sifat kualitatif mengarah pada latar belakang institusi dan konteks sosial secara komprehensif berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Penelitian yang bersifat kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau data statistik.
Page | 19
1.7.1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif interpretatif (Denzim & Lincoln, 2009). Paradigma interpretatif memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik atau utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan hubungan gejala interpretatif (reciprocal). Oleh karena itu, pendekatan interpretatif memandang penelitian ilmiah tidaklah cukup untuk menjelaskan ‘misteri’ pengalaman manusia sehingga diperlukan unsur manusiawi yang kuat dalam penelitian. Pendekatan interpretatif memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahami kerangka berpikir objek yang sedang dipelajari/diteliti. Fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada realitas independen yang berada di luar mereka. Tujuan pendekatan interpretatif adalah menganalisis realitas sosial semacam ini dan bagaimana realitas sosial itu terbentuk. Untuk memahami sebuah lingkungan sosial yang spesifik, peneliti menyelami pengalaman subjektif para pelakunya. Penelitian interpretatif tidak menempatkan objektivitas sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa demi memperoleh pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digali sedalam mungkin. 1.7.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Pemerintah Kabupaten Belu, Jalan El Tari No. 1 Atambua- Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Page | 20
1.7.3. Objek Penelitian Objek penelitiannya adalah website resmi Pemerintah Kabupaten Belu www.belukab.go.id. 1.7.4. Sumber Data 1.7.4.1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui interview (wawancara) yang dilakukan dengan informan atau narasumber dan dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan terhadap fenomena- fenomena empiris yang terjadi berkaitan dengan pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu. Dalam penelitian ini sendiri, data primer tersebut didapatkan melalui wawancara dengan Kepala Bidang Telematika pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala Seksi Pelayanan Data pada Dinas Perubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala Seksi Jaringan Komunikasi Data pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala Seksi Pengembangan Sistem Aplikasi pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala LPSE Kabupaten Belu; Administrator LPSE Kabupaten Belu; Pelaksana LPSE Kabupaten Belu terdiri dari Verifikator dan Help Desk/Layanan Pengguna, Penyedia Informasi dan Konsultasi; Sekretaris Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Belu; Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Belu; Administrator Website Bappeda Kabupaten Belu.
Page | 21
Selain itu, data primer juga diperoleh melalui wawancara dengan pihakpihak lain seperti masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap keberadaan website pemerintah Kabupaten Belu. 1.7.4.2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen- dokumen, arsip- arsip, dan studi kepustakaan dalam bentuk peraturan perundang- undangan, contohnya Keputusan Bupati, Peraturan Daerah serta
data lain
yang
terdokumentasi yang digunakan untuk mendukung penelitian ini. Data sekunder tersebut digunakan untuk memperkuat temuan maupun melengkapi informasi yang telah didapatkan dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Telematika pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala Seksi Pelayanan Data pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala Seksi Jaringan Komunikasi Data pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Kepala Seksi Pengembangan Sistem Aplikasi pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu; Ketua LPSE Kabupaten Belu; Administrator LPSE Kabupaten Belu; Pelaksana LPSE Kabupaten Belu terdiri dari Verifikator dan Help Desk/Layanan Pengguna, Penyedia Informasi dan Konsultasi; Sekretaris Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Belu; Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Belu; Administrator Website Bappeda Kabupaten Belu.
Page | 22
1.7.5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui: 1. Wawancara Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan wawancara tak terstruktur bersama informan yang telah ditentukan untuk mendapatkan informasi yang detail tentang
pengelolaan
website
sebagai
upaya
untuk
mewujudkan
pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu. 2. Observasi Langsung Dengan membuat kunjungan lapangan. Observasi adalah teknik di mana peneliti mengamati secara langsung objek yang diteliti. Observasi yang dilakukan peneliti merupakan observasi non-partisan, agar peneliti dapat melakukan penelitian secara objektif. 3. Dokumentasi. Teknik dokumentasi yaitu pengambilan data sekunder dengan mempelajari berbagai dokumen. Pertimbangan jenis dokumen yang bisa digunakan, meliputi: (1) data berupa sejarah, berita atau informasi mengenai pemerintah Kabupaten Belu, (2) data mengenai website pemerintah Kabupaten Belu, (3) surat, memorandum, atau surat keputusan yang mendukung untuk penelitian ini. 1.7.6. Teknik Analisis Data Analisis data diperoleh secara simultan dengan proses pengumpulan data. Tahap- tahap yang digunakan dalam analisis data adalah:
Page | 23
a. Data Reduction (reduksi data) Data yang diperoleh di lokasi penelitian (data lapangan) akan dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terinci setelah direduksi dan dirangkum, untuk kemudian dipilih mana data pokok yang terfokus pada hal- hal yang penting terkait dengan judul penelitian Praktik Website Pemerintah Kabupaten Belu Dalam Rangka E-Government. Data yang dihasilkan dari proses reduksi data tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan serta mempermudah peneliti untuk mencari kembali data tambahan jika diperlukan. b. Data Display (penyajian data) Data yang telah direduksi disajikan secara sistematis untuk memudahkan peneliti dalam melihat dan memahami gambaran hasil penelitian secara keseluruhan dengan logika runtut sesuai dengan alur logika dalam desain penelitian ini. Penyajian data yang lebih terfokus meliputi ringkasan terstruktur, deskripsi singkat, gambar, matriks dengan teks daripada angkaangka. c. Verifikasi (penarikan kesimpulan) Proses ini dilakukan dengan melibatkan kegiatan verifikasi terus- menerus selama penelitian berlangsung yaitu sejak awal datang ke lokasi penelitian, selama pengumpulan data, dan selama proses penyusunan hasil penelitian (Denzin & Lincoln, 2009).
Page | 24
d. Proses Analisis Langkah terakhir dari analisis data dalam penelitian ini adalah melakukan analisis terhadap data tentang identifikasi pengelolaan website sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif di Kabupaten Belu, yang telah diperoleh berdasarkan konsep- konsep yang berkaitan dengan Transparansi, Partisipasi, Penyampaian Aspirasi (voice), Good Governance, E-Government, dan Website. Di samping itu, hasil dari wawancara yang telah dilakukan dengan para informan kemudian dikonfrontir dengan data sekunder guna mengidentifikasi topik penelitian ini. 1.7.7. Uji Validitas Validitas merupakan derajat ketepatan data yang terjadi pada objek penelitian yang dilaporkan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan triangulasi sebagai uji validitas. Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu. Terdapat tiga jenis triangulasi, yaitu (1) triangulasi sumber, (2) triangulasi data, dan (3) triangulasi waktu. Penelitian ini sendiri menggunakan triangulasi sumber sebagai uji validitas. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda (Moleong, 2005). Teknik triangulasi sumber dalam penelitian ini sendiri dilakukan dengan membandingkan serta mengecek balik derajat kepercayaan atas informasiinformasi yang didapat dari:
Page | 25
Informan I
Informan III
Informan II Wawancara
Data Gambar 1.1 Triangulasi Sumber
Informan I: Kepala Bidang Telematika pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. Kepala Seksi Pelayanan Data pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. Kepala Seksi Jaringan Komunikasi Data pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. Kepala Seksi Pengembangan Sistem Aplikasi pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika. Informan II: Kepala LPSE Kabupaten Belu. Administrator LPSE. Pelaksana LPSE. Sekretaris Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Belu. Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Belu. Administrator Website Bappeda Kabupaten Belu. Informan III: Masyarakat.
Page | 26
1.8. Sistematika Penulisan Pada penelitian ini, peneliti memaparkan praktik website pemerintah Kabupaten Belu dalam rangka e-government ke dalam empat (4) Bab, yaitu:
Bab I:
merupakan Bab Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka konsep penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II:
berisikan penjelasan tentang gambaran umum objek penelitian yakni website pemerintah Kabupaten Belu.
Bab III:
berisikan pemaparan hasil penelitian dan analisis data. Pemaparan dalam Bab ini dikembangkan menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah analisis mengenai pengelolaan website yang transparan dan partisipatif. Selanjutnya, pada bagian kedua, penulis mengelaborasi analisis bagian pertama tersebut dengan 6 (enam) strategi pengembangan e-government di Kabupaten Belu yang berkaitan erat, yaitu: (1) Mengembangkan sistem pelayanan yang handal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat; (2) Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah daerah secara holistik; (3) Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal; (4) Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan
industri
telekomunikasi
dan
teknologi
informasi; (5) Mengembangkan kapasitas SDM pemerintah daerah, disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat; (6) Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapantahapan yang realistik dan terukur.
Bab IV:
merupakan Bab Penutup. Pada bab ini peneliti menyimpulkan hasil penelitian dan memberikan saran kepada pemerintah Kabupaten Belu serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
Page | 27