BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia menjadi masa yang berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas dari incaran negara imperialis untuk kembali menjajah. Indonesia dituntut mampu mempertahankan kemerdekaan yang telah diperoleh, dari pihak penjajah yang mencoba kembali untuk menguasai wilayah negara ini. Periode
rakyat
Indonesia
berjuang
untuk
mempertahankan
kemerdekaan negara dikenal sebagai periode revolusi dan berjalan selama 5 tahun yaitu terhitung sejak tahun 1945-1950. Periode revolusi ditandai dengan perlawanan fisik seluruh rakyat Indonesia dengan ciri dan lingkungan yang berbeda dari daerah satu dengan yang lain dalam menghadapi penjajah. Masa revolusi ditandai juga dengan tumbuhnya kesadaran nasional dan mulai diterimanya nilai-nilai revolusi, kemerdekaan, demokrasi, hak asasi, anti imperialisme, dan heroisme. Nilai-nilai revolusi yang tumbuh mampu menimbulkan banyak perubahan baik sosial, politik, dan ekonomi secara cepat dan drastis, yang mendorong perubahan untuk membebaskan diri dari segala bentuk imperialisme dan kolonialisme. Selain itu bermunculan gerakan perjuangan rakyat melawan kolonialisme dan imperialisme terhadap negara penjajah seperti Jepang dan Belanda. Gerakan perjuangan rakyat tumbuh
1
dalam waktu yang hampir bersamaan dan menyebar di seluruh wilayah tanah air. Tentara Sekutu datang ke Indonesia dengan dibonceng oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Kedatangan NICA ke Indonesia bertujuan menegakkan kembali kekuasaan kolonial Hindia Belanda. Hal ini diperburuk dengan sikap NICA mempersenjatai kembali bekas Koninklijk Netherlands-Indisch Leger (KNIL) yang baru dilepaskan dari tahanan Jepang. Situasi di Indonesia semakin memburuk dengan provokasi NICA dan KNIL yang memancing kerusuhan di Jakarta, Surabaya, Semarang dan Bandung (Sudharmono, 1981:45). Kedatangan
tentara
Sekutu
yang
diboncengi
oleh
NICA
menyebabkan terjadinya banyak insiden, bahkan pertempuran antara tentara Sekutu dengan pihak Indonesia yang disebabkan oleh tercorengnya kedaulatan bangsa Indonesia (Sudharmono, 1981:45). Untuk menengahi keadaan ini maka pada tanggal 15 November 1946 dibuat persetujuan Linggarjati yang berisi 17 pasal. Draft persetujuan tersebut tidak segera mendapat pengesahan baik dari pihak Indonesia maupun pihak Belanda. Pengesahan persetujuan Linggarjati baru ditandatangani oleh ke-dua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Gambir (sekarang Istana Merdeka) Jakarta. Penyimpangan terhadap persetujuan Linggarjati oleh pihak Belanda terjadi pada tanggal 21 Juli 1947 dengan melancarkan agresi militer I terhadap daerah-daerah di Indonesia. Keberhasilan NICA dalam agresi militer
2
I, tidak diiringi dengan keberhasilannya dipentas politik internasional. Inggris dan Amerika Serikat (AS) tidak menyetujui aksi militer tersebut. Inggris dan AS telah mengakui kemerdekaan Republik Indonesia (RI) secara de facto (Kahin, 1995:269). Segera setelah agresi militer I dihentikan kembali diadakan perundingan di atas kapal laut Renville, yang menghasilkan perjanjian Renville dan ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Seperti persetujuan Linggarjati, pihak Belanda kembali mengingkari dengan melancarkan agresi militer II pada tanggal 19 Desember 1948. Belanda bersikeras RI tidak melaksanakan gencatan senjata dan perjanjian Renville. Hasil dari agresi militer II, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta sebagai Ibu kota RI (C.S.T. Kansil dan Julianto, 1988:52). Selain itu, Belanda juga menyerang dan menduduki kota-kota RI. Sejarah mencatat perlawanan rakyat terhadap penguasaan sepihak oleh Belanda terjadi di banyak tempat. Dalam rangka menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan RI, segenap komponen bangsa dari berbagai daerah di Indonesia ikut berpartisipasi secara aktif. Demikian juga di Temanggung, rakyat Temanggung ikut
serta terlibat
dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan RI. Kota Temanggung menjadi ajang pertempuran, karena sebagian kekuatan pasukan divisi III Diponegoro bertahan di lereng SumbingSindoro. Mereka bertahan dan menyerang dengan bantuan dari rakyat. Alasan lain Belanda menyerang daerah Temanggung tidak terlepas dari faktor ekonomi. Daerah Temanggung sejak zaman penjajahan Belanda menjadi salah satu sumber utama pemasukan bagi negeri Belanda, telah
3
dimanfaatkan untuk menanam tanaman yang menghasilkan. Dalam rangka mengembalikan apa yang pernah dimiliki sebelumnya, dilakukan upaya merebut kembali daerah-daerah yang memiliki nilai strategis, khususnya dari sisi ekonomi (Nono Sukarno dan Eddy Tartiono, 2010:17). Temanggung pada masa Belanda merupakan salah satu daerah penghasil kopi dan teh sebagai komoditas dagang Belanda yang menguntungkan. Perkebunan kopi yang cukup besar berada di daerah Tuk Bandung dan Bojong Rejo yang berada di sekitar Candiroto, di Rowoseneng (Kandangan) dan di Badran (Kranggan). Kebun teh berada di daerah Kledung dan Banon (Tretep). Proses untuk menduduki Temanggung tidak semudah yang diduga oleh pihak Belanda. Pada hari Senin tanggal 20 Desember 1948 Temanggung dibumihanguskan untuk memperlambat gerak pasukan Belanda. Bersama pasukan TNI, Polisi, Pamong Praja, para pejuang dan rakyat membakar bangunan-bangunan dan menghancurkan jembatan yang kira-kira dapat dimanfaatkan oleh Belanda. Di kota Temanggung terdapat sedikitnya 28 bangunan dan jembatan yang dibumihanguskan. Namun jembatan Kali Progo yang menjadi akses strategis memasuki Kota Temanggung gagal dihancurkan oleh pasukan TNI. Setelah membumihanguskan Temanggung, mereka mengundurkan diri dan melakukan konsolidasi. Sesuai perintah untuk melakukan
perang
rakyat
dengan
bergerilya,
tidak
ada
upaya
mempertahankan Kota Temanggung secara mati-matian. Para birokrat ikut mengungsi dan bersama dengan TNI mendirikan pemerintahan darurat di wilayah Gunung Sumbing. Masyarakat Temanggung juga memberikan
4
bantuan berupa makanan, menyediakan rumah untuk tempat menginap dan kantor pemerintah darurat, memberi informasi tentang pasukan Belanda, dll untuk membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Tanggal 21 Desember 1948 pasukan Belanda melancarkan serangan besar-besaran dari udara dan darat terhadap Kota Temanggung. Sehari kemudian, tanggal 22 Desember 1948 pukul 10.00 WIB Belanda berhasil masuk Kota Temanggung yang hanya tinggal reruntuhan. Upaya Belanda untuk mengamankan kedudukannya di Temanggung dilakukan dengan menangkap orang-orang yang dicurigai. Para pejuang dari TNI, kelaskaran dan Tentara Pelajar, bahkan rakyat biasa yang tertangkap dipenjarakan di markas Inlichtingen Veiligheids Groep (IVG/Badan Penyelidik Pemerintah Militer Belanda). Jika tahanan merupakan orang-orang yang dianggap berbahaya bagi Belanda, mereka akan dibawa ke jembatan Kali Progo untuk dieksekusi mati (Nono Sukarno dan Eddy Tartiono, 2010:15). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka “PERJUANGAN RAKYAT TEMANGGUNG MELAWAN MILITER BELANDA PADA MASA AGRESI MILITER BELANDA II 1948-1950” menarik untuk diteliti. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah
yaitu
bagaimana
jalannya
perjuangan
rakyat
Temanggung melawan militer Belanda pada masa agresi militer Belanda II 1948-1950? C. Tujuan Penelitian
5
Sejalan dengan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan jalannya perjuangan rakyat Temanggung melawan militer Belanda pada masa agresi militer Belanda II 1948-1950. D. Manfaat Penelitian a.
Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipertimbangkan sebagai bahan masukan untuk: 1. Memperkaya pengetahuan tentang bagaimana perjuangan rakyat Temanggung melawan militer Belanda pada masa Agresi Militer Belanda II 1948-1950. 2. Memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan sejarah pada khususnya yaitu mengenai materi sejarah lokal.
b. Manfaat Praktis 1. Memberi informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan perjuangan rakyat Temanggung melawan militer Belanda pada masa Agresi Militer Belanda II 1948-1950. 2. Sarana menanamkan nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme pada masyarakat Temanggung pada umumnya dan generasi muda pada khususnya.
6