BAB I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan air, baik yang diolah maupun tidak yang diperuntukan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makan atau minuman. Pangan, khususnya beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan nasional, ketahanan ekonomi, dan stabilitas politik nasional.
Pengalaman tahun 1966 dan 1998 menunjukan bahwa
goncangan politik dapat berubah menjadi krisis politik bahkan krisis multi dimensional antara lain karena harga pangan khususnya beras melonjak dalam waktu yang singkat. Mengingat 95 persen dari penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai pangan utamanya dengan rata-rata konsumsi beras yang cukup tinggi hingga mencapai 139,15 kg/jiwa/tahun (BPS,2010), kemudian dalam laporan BPS menyatakan bahwa beras adalah komoditas yang paling penting bagi penduduk miskin. Pada Maret 2007 sumbangan beras terhadap garis kemiskinan 28,6% di perdesaan dan 18,56% di perkotaan, maka beras merupakan komoditas strategis dalam kehidupan sosial ekonomi nasional. Berdasarkan data jumlah penduduk tahun 2010 sebesar 237.556.363 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,49 % mulai tahun 2011 maka pada
1
tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 252.034.317 jiwa. Apabila konsumsi beras per kapita per tahun 139,15 Kg pada tahun 2010 dan dengan laju penurunan konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 1,5 % maka kebutuhan beras pada tahun 2014 sebesar 33.013.214 ton. Sehingga kebutuhan beras sebesar 33 juta ton pada tahun 2014, maka kembali lagi bahwa keamanan, keterjangkauan, dan pasokan beras menjadi sangat vital bagi penduduk Indonesia dan menuntut adanya intervensi pemerintah. Kondisi strategis tersebut tercermin pada sasaran utama pembangunan nasional sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014, Pemerintah Republik Indonesia berupaya menekan tingkat kemiskinan menjadi 8-10 persen pada tahun 2014 dan inflasi pada kisaran 4-6 persen/tahun melalui kebijakan yang menyeluruh, konsisten dan adil. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Inflasi juga menjadi salah satu indikator ekonomi makro yang
menjadi prasyarat bagi tercapainya sasaran makroekonomi lainnya seperti pertumbuhan dan penyediaan lapangan kerja. Beras merupakan komoditi penting yang masuk dalam penghitungan inflasi di setiap kota. Harga beras dalam penghitungan inflasi dihitung dari harga beras tertimbang dengan jenis beras dan bobot setiap jenis beras ditentukan dalam Survei Peredaran Beras oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tingginya angka Inflasi pada tahun 1998 sebagai akibat dari adanya krisis moneter yang berdampak pada naiknya harga beras eceran kemudian diikuti dengan kenaikan harga-harga barang yang lain berdampak pada naiknya angka inflasi hingga mencapai 77 persen.
2
Gambar 1.1.1 Perkembangan Harga Beras dan Inflasi Nasional (1980-2010). (Sumber : BPS dan Bulog, 2012) Mekanisme pasar dan globalisasi tidak dapat diandalkan untuk secara otomatis menyejahterakan rakyat. Bahkan, mekanisme pasar yang liberal tanpa batas telah membuahkan krisis keuangan global yang berdampak luas dan dapat menyengsarakan masyarakat dunia. Peranan pemerintah sangat penting dalam rangka melindungi kelompok masyarakat yang rentan dan menjaga kepentingan negara dan rakyat dari eksploitasi pasar yang tidak terbatas. Persoalan kemiskinan adalah persoalan yang harus ditangani secara lebih substantif dan mendasar. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan menjamin pemerataan (growth with equity) mensyaratkan stabilitas dan dukungan fundamental negara yang kuat. Perlindungan sosial, juga harus terus diberikan bukan hanya karena merupakan kewajiban konstitusional, namun juga karena pertimbangan strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang produktif, terdidik, terampil, dan sehat sehingga akan menjadi modal berharga bagi bangsa yang kuat dan berdaya saing dalam menghadapi berbagai tantangan, baik pada lingkup nasional, regional maupun global.
3
Pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius untuk menjamin ketersediaan, akses terhadapnya, dan kontinuitas penyediaan serta keamanannya. Oleh karena itu pemerintah harus melakukan intervensi dalam perberasan nasional, meskipun Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas. Pasal 12 PP No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai berikut “Pengendalian harga pangan tertentu yang bersifat pokok di tingkat masyarakat diselenggarakan untuk menghindari terjadinya gejolak harga pangan yang mengakibatkan keresahan masyarakat....”. lebih lanjut pada Pasal 13, UU No. 18 tahun 2012 tentang pangan menyebutkan bahwa pemerintah berkewajiban mengelola stabilitas pasokan dan harga pangan pokok, mengelola Cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi pangan pokok untuk mewujudkan kecukupan pangan pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat. Dalam pengendalian harga beras yang dilakukan bukan hanya sebagai bagian upaya pengendalian inflasi, namun juga merupakan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat terutama masyarakat berpendapatan rendah untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.
Salah satu bentuk intervensi
pemerintah dalam pengendalian harga beras adalah dari sisi penawaran yaitu dengan menambah pasokan melalui operasi pasar (OP) beras/Raskin. Dalam kondisi normal, operasi pasar biasanya dilakukan pada saat paceklik, pada saat harga beras melambung tinggi karena panen berkurang. Dengan stok yang cukup besar saat itu yang dimiliki Bulog, pelaksanaan operasi pasar dengan ‘mengguyur’ pasar relatif cukup efektif mengendalikan harga beras maupun membantu pengendalian inflasi. Pada periode 1985 – 2001 stabilitas harga konsumen terjaga dan fluktuasi harga beras dapat dikendalikan (Saifullah, 2001).
4
Penyaluran Operasi Pasar merata di seluruh Indonesia, hal ini mengingat setiap kenaikan harga beras 10 persen akan menyebabkan pertambahan peduduk miskin sebesar satu persen (Ichsan dalam Sulandari, 2007), maka disamping upaya menurunkan tingkat kemiskinan, pemerintah juga berkewajiban menjaga ketersediaan dan keamanan pasokan beras sehingga aman dan terjamin. Intervensi pemerintah terhadap harga beras bukan hanya melalui penambahan suplly dengan OP atau Raskin, namun juga melalui kebijakan impor untuk memperkuat stok yang dimiliki oleh Bulog melalui SK Menteri Perdagangan. Diberlakukannya kebijakan impor dan hadirnya beras impor secara fisik di pelabuhan, akan menimbulkan reaksi pedagang untuk menetapkan harga beras tingkat konsumen. Di satu sisi pedagang melihat kurangnya stok beras dalam negeri sehingga pedagang akan menahan harganya, namun di sisi lain penambahan stok ini akan menambah penawaran sehingga akan menurunkan harga namun setelah selang waktu tertentu. Bentuk intervensi lain dari pemerintah dalam menjaga ketersediaan dan keamanan pasokan adalah dengan mengeluarkan kebijakan perberasan yang hampir setiap tahun mengalami perubahan. Untuk tahun 2012 pemerintah mengeluarkan kebijakan perberasan melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 3 tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras yang memberikan mandat kepada Perum Bulog untuk melaksanakan 1). Menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran beras bersudsidi bagi kelompok masyarakat rendah, dan 2). Menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran Cadangan Beras Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana dan rawan pangan, bantuan
5
dan/atau kerjasama international, serta keperluan lain yang ditetapkan oleh pemerintah. Peran Perum Bulog merupakan implemetasi dari Kebijakan pengadaan
beras dan penyaluran beras bersubsidi antara lain 1). Melakukan
pengadaan gabah/beras dengan harga pembelian pemerintah, 2). Stabilisasi harga beras, 3). Pengamanan cadangan beras pemerintah, dan 4). Penyaluran beras untuk keperluan yang ditetapkan pemerintah.
1.2.
Rumusan Masalah Tingginya ketergantungan penduduk Indonesia terhadap konsumsi beras
sebagai pangan pokoknya, serta terus menerus bertambahnya jumlah penduduk, menjadikan beras sangat penting bagi stabilitas ekonomi dan politik nasional. Pengalaman tahun 1998 menjadi contoh dimana akibat naiknya harga beras memicu kekacauan yang berujung pada terganggunya stabilitas ekonomi maupun politik nasional. Akibat kenaikan harga beras juga memicu naiknya tingkat kemiskinan sebagai dampak dari naiknya harga-harga atau inflasi, oleh karena itu pemerintah berkewajiban untuk menjaga harga pangan khususnya beras agar tetap stabil, disamping juga berkewajiban untuk menjaga pasokan pangan (beras) baik dari aspek ketersediaan, keterjangkauan, dan keamanannya sesuai amanat UU pangan No. 18 tahun 2012. Salah satu bentuk intervensi pemerintah agar pangan khususnya beras terjaga dari kekurangan pasokan adalah menerbitkan Instruksi Presiden (INPRES) tentang kebijakan perberasan yang mengamanatkan kepada Perum Bulog untuk melaksanakan sebagian dari tugas-tugas pemerintah, adapun tugas tersebut adalah 1). Menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran beras bersubsidi kepada
6
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, dan 2). Menetapkan kebijakan pengadaan dan penyaluran Cadangan Beras Pemerintah untuk stabilisasi harga. Besarnya kontribusi beras terhadap total pengeluaran rumah tangga yang mencapai 20% dari total pengaluran rumah tangga yang digunakan untuk pembelian pangan sebesar 63% menjadikan aspek ketersediaan sangat penting untuk diperhatikan. Selain upaya peningkatan produksi beras dalam negeri dengan kendala
lahan yang semakin menyempit, pemerintah juga mengeluarkan
kebijakan impor untuk menutupi kurangnya ketersediaan beras akibat hasil produksi yang tidak cukup untuk menutupi kebutuhan konsumsinya. Selain aspek ketersediaan, pengelolaan stok beras juga sangat penting dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi fluktuasi harga. Pemerintah melalui Bulog melakukan pembeliaan hasil pertanian sesuai harga ketetapan pemerintah (HD/HDG/HPP) yang disebut pengadaan gabah/beras Bulog. Hasil Pengadaan kemudian digunakan untuk penyaluran salah satunya melaui operasi pasar. Pada masa orde baru, Bulog melakukan penyaluran beras pada saat paceklik untuk mengendalikan harga beras eceran di tingkat konsumen melalui operasi pasar, namun sejak tahun 1998 pemerintah mengubahnya menjadi Operasi Pasar Khusus (OPK) atau yang dikenal dengan sebutan Raskin dengan sasaran Rumah Tangga Miskin. Tugas penyaluran operasi pasar mempunyai tujuan agar berkurangnya beban pengeluaran rumah tangga kurang mampu, tersediannya akses beras bagi masyarakat kurang mampu/miskin, dan upaya stabilisasi harga beras agar dapat terjangkau oleh masyarakat. Stabilisasi/pengedalian harga beras melalui penambahan penawaran ke pasar melalui OP diharapkan akan mampu menjadi
7
pendorong terkendalinya harga beras. Terkendalinya harga beras akan menjaga kebutuhan lain untuk tidak mengalami kenaikan yang kemudian akan berdampak pada terkendalinya inflasi. Sehubungan dengan hal tersebut, dapat disampaikan bahwa perumusan permasalahannya adalah: 1.
Bagaimana pengaruh Operasi Pasar, produksi beras, harga ketetapan pemerintah, jumlah impor, dan harga paritas impor pada harga beras eceran di Indonesia?
2.
Bagaimana pengaruh Operasi Pasar, produksi beras, selisih harga beras eceran dengan harga ketetapan pemerintah, dan stok beras awal tahun pada pengadaan beras Bulog?
1.3.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Menganalisis pengaruh Operasi Pasar, produksi beras, harga ketetapan pemerintah, jumlah impor, dan harga paritas impor pada harga beras eceran di Indonesia.
2.
Menganalisis pengaruh Operasi Pasar, produksi beras, selisih harga beras eceran dengan harga ketetapan pemerintah, dan stok beras awal tahun pada pengadaan beras Bulog.
8
1.4.
Manfaat Penelitian Sesuai dengan latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka
kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Peneliti, penelitian ini selain dapat menambah pengetahuan juga merupakan salah satu syarat guna memperoleh derajat Master of science pada Sekolah Pascasarjana Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan baru maupun penajaman target pembangunan ekonomi dalam rangka stabilitas harga pangan khususnya beras. 3. Bagi Masyarakat, sebagai bahan informasi, sumbangan pemikiran dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi penelitian lanjutan.
9