1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke 58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (selanjutnya disebut WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke-58 mengeluarkan
resolusi
yang
menyatakan,
pembiayaan
kesehatan
yang
berkelanjutan melalui Universal Health Coverage diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada World
2
Heath Organization (WHO) agar mendorong negara-negara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage. Sebagai salah satu negara ASEAN, Indonesia didorong untuk segera memiliki sistem jaringan pengaman sosial di Asia Tenggara yang tetap berkelanjutan dan pada saat ini Indonesia sedang menyongsong penerapan sistem jaminan sosial nasional universal pada tahun 2015. 1 Jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-taip warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan Pasal 28H ayat 3 yaitu “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang, seperti terbaca pada Perubahan UUD 1945 tahun 2002, Pasal 34 ayat 2, yaitu “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. 2 Tujuan sebuah negara adalah memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya. Siapapun dan apapun statusnya, berhak mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya. Jadi keberadaan institusi bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (selanjutnya disebut BPJS) adalah salah satu cara untuk dapat memenuhi
1
Mustakim Muhammad, “BPJS”, http://www.mustaqimjnet.com/bpjs.html diakses 5 Januari 2015 2 Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, USU Press, Medan, 2010, Hal. 116
3
kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Dalam hal ini BPJS mendistribusikan kesejahteraan sekaligus perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia. 3 Program Jaminan Sosial merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat dari terjadinya risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program jaminan sosial terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua, dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan atau membutuhkan perawatan medis. 4 Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (selanjutnya disebut JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam 3 4
Mustakim Muhammad, Op.cit. Agusmidah, Op.cit.,Hal. 115
4
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (selanjutnya disebut PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional). 5 Undang-Undang BPJS memberi arti kata ‘transformasi’ sebagai perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial, menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai penyesuaian atas perubahan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial. Perubahan karakteristik berarti perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan budaya organisasi. 6 Maka penulisan skripsi ini akan membahasnya dengan judul : “ Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh Setelah Berlakunya
Undang-Undang
No.
24
Tahun
2011
Tentang
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ”.
B. Perumusan Masalah Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu dan menarik untuk diteliti. Oleh karena itu dapatlah dirumuskan permasalahan dalam penulisan adalah sebagai berikut:
5
Ridwan Max Sijabat, "Askes, Jamsostek asked to prepare transformation". The Jakarta Post, diakses 5 Januari 2015 6 Bill Nadzibillah,”Jaminan Kesehatan Nasional”, 30 November 2014, http://www.nadzibillah.com/2014/11/jaminan-kesehatan-nasional-jkn-dan.html diakses 24 Februari 2015
5
a. Bagaimana Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengatur tentang sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh? b. Bagaimana sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh setelah berlakunya Peraturan tentang BPJS Kesehatan? c. Bagaimana sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh setelah berlakunya Peraturan tentang BPJS Ketenagakerjaan?
C. Tujuan Penulisan Sesuai dengan masalah yang dibahas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh setelah berlakunya Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 2. Untuk mengetahui sistem jaminan sosial setelah berlakunya Peraturan tentang BPJS Kesehatan. 3. Untuk mengetahui sistem jaminan setelah berlakunya Peraturan tentang BPJS Ketenagakerjaan.
D. Manfaat Penulisan Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis :
6
1.
Secara teoritis, penulisan karya ilmiah ini dapat dijadikan bahan kajian ataupun masukan terhadap pelaksanaan sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh setelah berlakunya Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
2.
Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pembuat undang-undang dan pejabat yang berwenang dalam membuat isi perjanjian ataupun sumbangan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, memberi manfaat bagi dunia perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya. Selain itu diharapkan agar tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Pustaka 1. Jaminan Sosial Kata “Jaminan sosial” berasal dari kata social dan security. Security diambil dari Bahasa Latin “se-curus” yang bermakna “se” (pembebasan atau liberation) dan “curus” yang berarti (kesulitan atau uneasiness). Sementara itu, kata “social” menunjuk pada istilah masyarakat atau orang banyak (society). Dengan demikian, jaminan sosial secara harfiah adalah “pembebasan kesulitan masyarakat” atau “suatu upaya untuk membebaskan masyarakat dari kesulitan”. 7
7
Edi Suharto, Konsepsi Dan Strategi Jaminan Sosial, http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_09.htm, diakses 9 Maret 2015
7
Jaminan sosial mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli dan ketentuan yang ada, yaitu: a. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyebutkan jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. 8 b. Menurut Kamus Populer Pekerja Sosial, jaminan sosial adalah suatu program perlindungan yang diberikan oleh negara, masyarakat dan organisasi
sosial
kepada seseorang/individu
yang
menghadapi
kesukaran-kesukaran dalam kehidupan dan penghidupannya, seperti penderita penyakit kronis, kecelakaan kerja dan sebagainya. 9 c. Menurut Imam Soepomo, jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh diluar kesalahanya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam
hal
buruh
kehilangan
upahnya
karena
alasan
diluar
kehendaknya. 10 d. Menurut Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal International Security Association (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional Trainning ISSA, seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta, mengemukakan perumusan jaminan sosial sebagai berikut :
8
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pasal 1 ayat (2) 9 Ridwan Marpaung, Kamus Populer Pekerja Sosial, 1988, Hal. 36 10 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1981, Hal. 136
8
“Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”. 11 2. Hak Asasi Manusia dan Jaminan Sosial Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Pasal.9) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang Undang No. 11 Tahun 2005, menyatakan bahwa ‘Negara-negara pihak dari Kovenan ini mengakui hak semua orang atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial.’ Hak atas jaminan sosial penting untuk menjamin martabat kemanusiaan bagi semua orang, ketika mereka dihadapkan pada keadaankeadaan yang melemahkan kapasitasnya untuk mewujudkan sepenuhnya hak-hak yang dinyatakan dalam Kovenan. Hak atas jaminan sosial melindungi hak untuk mengakses dan memperoleh tunjangan, baik dalam bentuk uang tunai maupun bukan tunai, tanpa diskriminasi, untuk memastikan adanya perlindungan, antara lain, dari keadaan-keadaan:
11
Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet. I, Mutiara, Jakarta, Hal. 29
9
a. tidak adanya pendapatan yang diperoleh dari bekerja, karena keadaan sakit, melahirkan, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, lanjut usia, kematian anggota keluarga; b. akses kepada perawatan tidak terjangkau; c. tidak cukup mampu untuk menyokong keluarga, terutama anak dan orang dewasa yang bergantung. Unsur yang terpenting dari hak atas memperoleh jaminan sosial adalah: a) Ketersediaan Hak atas jaminan sosial mensyaratkan, agar dapat dijalankan, tersedianya sebuah sistem, baik dengan satu skema tunggal atau paduan dari beberapa, yang bekerja baik untuk menjamin tersedianya manfaat perlindungan dari risiko-risiko sosial dan keadaan tak terduga yang relevan. Sistem harus ditegakkan di bawah undang-undang, dan kewenangan publik harus mengambil tanggungjawab agar tata kelola atau pengawasan terhadap sistem tersebut efektif. Skema tersebut harus dijaga keberlangsungannya, termasuk skema yang berkaitan dengan penyediaan jaminan pensiun, untuk menjamin agar hak ini dapat dinikmati generasi sekarang dan yang mendatang. b) Risiko-risiko
sosial
dan
keadaan-keadaan
yang
tidak
terduga
Suatu sistem jaminan sosial harus menyediakan perlindungan untuk sembilan cabang utama dari jaminan sosial : perawatan kesehatan, keadaan sakit, usia lanjut, pengangguran, kecelakaan kerja, tunjangan
10
keluarga dan anak, melahirkan, penyandang disabilitas, keluarga yang ditinggalkan c) Kecukupan Tunjangan, baik berbentuk tunai maupun bukan, harus dalam besaran dan jangka waktu yang cukup, agar semua orang dapat mewujudkan hak atas perlindungan dan bantuan bagi keluarga, hak atas standar penghidupan yang memadai dan akses kepada perawatan kesehatan yang memadai, sebagaimana dimuat dalam pasal 10, 11 dan 12 dari Kovenan. d) Aksesibilitas Semua orang harus dilindungi oleh sistem jaminan sosial, khususnya individu
dari
kelompok
yang
paling
tidak
diuntungkan
dan
terpinggirkan, tanpa diskriminasi. Kondisi yang dipersyaratkan untuk mendapatkan manfaat/tunjangan harus beralasan, pada tempatnya, dan transparan. Pembatalan, pengurangan atau penundaan pemberian manfaat harus sesuai aturan, didasarkan alasan yang dapat diterima, dapat diperiksa, dan tercantum dalam undang-undang. Apabila suatu skema jaminan sosial menyaratkan adanya iuran, maka hal tersebut tersebut harus dinyatakan di muka. Biaya langsung dan tidak langsung dan biaya lain yang berkaitan dengan kepesertaan dalam iuran harus terjangkau oleh semua, dan tidak mengorbankan perwujudan dari hakhak lain menurut Kovenan. Para penerima manfaat dari skema jaminan
11
sosial harus dapat berpartisipasi dalam penatalaksanaan sistem jaminan sosial. Manfaat jaminan sosial harus diberikan tepat pada waktunya dan penerima manfaatnya harus memiliki akses fisik pada layanan jaminan sosial untuk dapat mengakses manfaat dan informasi, dan membayarkan iuran dimana perlu. Perhatian khususnya harus diberikan kepada penyandang cacat, migran, dan orang-orang yang tinggal di tempat jauh terpencil atau kawasan rawan bencana, dan daerah konflik bersenjata, agar mereka memiliki akses terhadap layanan ini. Hak atas jaminan sosial memainkan peranan yang penting dalam mendukung perwujudan dari banyak hak-hak lain dalam Kovenan, namun juga perlu langkah-langkah lain untuk melengkapi hak atas jaminan sosial. Negara-negara pihak, misalnya, harus menyediakan layanan rehabilitasi sosial bagi korban kecelakaan dan penyandang disabilitas. 12 3. Hak Pekerja dan Jaminan Sosial Sebelum BPJS yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 berdiri, telah menjalankan beberapa program jaminan sosial, yaitu Jaminan Sosial Tenaga Kerja (selanjutnya disebut JAMSOSTEK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang JAMSOSTEK yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi tenaga kerja. 12
Louvikar Alfan Cahasta, Hak https://www.cahasta.com , diakses 24 April 2015
Asasi
Manusia
dan
Jaminan
Sosial,
12
Dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PNS) telah dikembangkan program Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (selanjutnya disebut TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981, dan program Asuransi Kesehatan (selanjutnya disebut ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dan anggota keluarganya. Untuk Prajurit Tentara Nasional Indonesia (selanjutnya disebut TNI), anggota Kepolisian
Republik
Indonesia
(POLRI)
dan
PNS
Kementerian
Pertahanan/TNI/Polri beserta keluarganya telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Indonesia (selanjutnya disebut ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 1971. Berbagai program tersebut baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Di samping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta. Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional yaitu suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial yang dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat
13
yang lebih besar bagi setiap peserta. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional maka dibentuklah BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Kepesertaan dalam program jaminan sosial nasional BPJS bidang kesehatan adalah kepesertaan dari PT Askes (Persero) yang selama ini mengelola
pemeliharaan
kesehatan
bagi
para
PNS/Penerima
Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dan anggota keluarganya. Namun sejak 1 januari 2014 lalu, setelah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan lembaga tersebut harus mengelola sekitar 116 juta penduduk Indonesia mulai dari PNS, TNI/Polri, pekerja swasta, dan bahkan rakyat miskin, yang sebelumnya masuk dalam sistem Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) maupun Jamkesda (jaminan kesehatan daerah). 13
F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan atau menginventarisasi hukum positif yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan mengacu kepada norma-norma hukum
13
Abu S. Lubis, “Sistem Kesehatan Di Indonesia Upaya Memahami BPJS Melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS”, 7 Agustus 2014, http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum , diakses 8 Januari 2015
14
yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan atau mengkaji data sekunder. Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan penelitian doktirnal (Doctrinal Research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis, baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided by judge through judicial process. 14 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat Deskriptif Analitis, dimaksudkan untuk menggambarkan dan sekaligus menganalisis mengenai fakta-fakta dalam tujuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan implikasi atau penerapannya dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). 3. Tahap Pengumpulan Data Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok meliputi : a. Bahan Hukum Primer, yang meliputi bahan peraturan perundang undangan terkait hukum ketenagakerjaan. b. Bahan hukum Sekunder, yang meliputi buku-buku, dokumen hasil penelitian bidang hukum khususnya tentang masalah jaminan sosial bagi pekerja/buruh. 14
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum dan Hasil Penulisan pada Majalah Akreditasi, Medan, FH-USU, 2003, Hal.2
15
c. Bahan Hukum Tersier, yang meliputi bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dalam hal ini kamus hukum dan ensiklopedia. 4. Alat Pengumpulan Data Data dalam penelitan ini dilakukan melalui studi pustaka yang dilakukan melalui pengumpulan data sekunder. Data tersebut buku-buku, dokumen hasil penelitian bidang hukum khususnya tentang masalah jaminan sosial bagi pekerja/buruh. 5. Analisis Data Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan terhadap data yang terkumpul melalui pengamatan. Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh tersebut disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif yaitu dalam bentuk uraian. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan diklasifikasikan guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Melakukan kegiatan penelitian dengan penelusuran teori-teori hukum, yang berkaitan dengan hukum perburuhan, hukum jaminan sosial serta kebijakan pemerintah. Dalam mencermati peraturan hukum, diperlukan bantuan ajaran interpretasi 15. Metode interpretasi dalam rangka memahami hukum dengan
15
W. Poespoprodjo, Interpretasi, Bandung, Remadja Karya, 1987, Hal. 63
16
cara mencari kesesuaian asas hukum yang ada yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Selanjutnya melakukan analisis secara deskriptif terhadap hukum positif yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, terutama dalam kaitannya dengan hukum perburuhan terkait dengan tujuan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Melalui proses data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dijawab. 16
G. Keaslian Penulisan Penulis telah menelusuri seluruh daftar skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Administrasi Negara, akan tetapi penulis tidak menemukan adanya kesamaan judul ataupun permasalahan dengan judul dan permasalahan yang penulis angkat yaitu
tentang
“PELAKSANAAN
SISTEM
JAMINAN
SOSIAL
BAGI
PEKERJA/BURUH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)”. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan buah karya asli penulis yang disusun berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah. Dengan demikian, dapat penulis simpulkan bahwa skripsi yang penulis susun ini merupakan karya asli penulis dan tidak meniru dari kepunyaan orang 16
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2001, Hal. 195-196
17
lain. Penulis berani bertanggung jawab apabila ditemukan adanya kesamaan judul dan permasalahan skripsi penulis dengan skripsi yang sebelumnya yang terdapat di perpustakaan Departemen Hukum Admistrasi Negara.
H. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I
: Pendahuluan Pendahuluan
merupakan
pengantar.
Didalamnya
termuat
mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II
: Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh Didalam bab ini penulis mencoba menguraikan pengaturan sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh secara keseluruhan. Penulis mengawalinya dengan membahas tentang sejarah pengaturan sistem jaminan sosial bagi pekerja/buruh meliputi Pasca Indonesia Merdeka, Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 Tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang
No.
24
Tahun
2011
Tentang
Badan
18
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan jaminan sosial bagi pekerja/buruh menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) meliputi program jaminan sosial pekerja dan badan penyelenggara sistem jaminan sosial. BAB III
:
Sistem Jaminan Sosial Kesehatan Setelah Berlakunya Peraturan Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Dalam bab ini penulis membahas mengenai perubahan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, jaminan pemeriksaan kesehatan pada pekerja, prosedur dan mekanisme kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan pelaksanaan sistem jaminan kesehatan.
BAB IV
: Sistem Jaminan Sosial Kesehatan Setelah Berlakunya Peraturan Tentang
Badan
Penyelenggara
Jaminan
Sosial
(BPJS)
Ketenagakerjaan Dalam bab ini penulis membahas mengenai ruang lingkup Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, prosedur dan mekanisme kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, sanksi bagi pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerja/buruh ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
19
BAB V
: Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi. Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.