BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, diketahui bahwa persentase proporsi penduduk berusia 60 tahun ke atas akan mengalami peningkatan dari 7,56% pada tahun 2010 menjadi 15,77% pada tahun 2035. Pada tahun 2012, penduduk lansia paling tinggi berada di provinsi D.I.Yogyakarta (13,04%), Jawa Timur (10,40%), dan Jawa Tengah (10,34%). Jumlah penduduk lanjut usia yang meningkat menjadi salah
satu
indikator
keberhasilan
sekaligus
tantangan
dalam
pembangunan (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pertambahan jumlah lansia akan menyebabkan berbagai permasalahan kompleks yang meliputi
aspek
fisik,
biologis,
mental
maupun
sosial
ekonomi
(Kementerian Kesehatan RI, 2012). Lansia memiliki risiko yang lebih untuk mengalami permasalahan gizi karena beban komorbiditas penyakit yang lebih besar dan perubahan umum fisiologis yang disebabkan penuaan
(Wells
&
Drumbell,
2006).
Peningkatan
jumlah
lansia
memberikan tantangan untuk dilakukannya upaya-upaya mengatasi atau menanggulangi permasalahan gizi yang sering muncul pada lansia. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu wujud upaya tersebut adalah dengan mendirikan panti wreda. Pelayanan gizi merupakan
1
bagian dari pelayanan kesehatan lanjut usia. Peningkatan pelayanan gizi diharapkan dapat mengatasi masalah gizi lansia sehingga dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan lansia (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Salah satu pelayanan gizi pada lansia di panti wreda adalah pelayanan makan. Peran pelayanan makan di panti wreda adalah memberikan makanan yang bergizi dan memenuhi kebutuhan gizi konsumennya (Puckett, 2004, Morley & Thomas, 2007). Lansia di panti wreda bergantung pada panti untuk menyediakan makanan yang akan dikonsumsi (Williams, 2009), namun penyelenggaraan makan di panti wreda seringkali kurang mendapat perhatian seperti belum adanya pedoman teknis penyelenggaraan manajemen gizi untuk panti wreda (Amran, dkk, 2012), tidak ada standar porsi (Andrini, 2012) dan kurang memperhatikan kebutuhan atau kecukupan gizi lansia (Amran, dkk, 2012, Andrini, 2012, Solikhah, 2012). Berdasarkan penelitian terdahulu di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Abiyoso, Sleman, Yogyakarta diketahui bahwa pembagian porsi dilaksanakan oleh salah satu lansia di tiap wisma, lansia tersebut membagi porsi makanan sesuai kebiasaan makan dari lansia-lansia tersebut (Rochmawati, 2005). Hal yang sama juga ditemui di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta. Pemorsian awal dilakukan di dapur yaitu membagi makanan per wisma yang disesuaikan dengan jumlah lansia tiap wisma. Pemorsian makanan selanjutnya dilaksanakan di wisma oleh salah satu lansia di tiap wisma atau pramurukti, sedangkan pembagian makanan tidak sama dan hanya dikira-kira. Oleh karena itu tidak diketahui
2
apakah porsi makanan yang sampai di lansia sudah tepat sesuai dengan porsi yang seharusnya diterima lansia. Nilai gizi dari makanan yang disajikan dapat diketahui melalui porsi makanan (Sethi, 2004). Lansia makan dari porsi makanan yang diberikan di panti. Peningkatan porsi makanan pada orang dewasa dapat meningkatkan asupan makan dan energi (Kral & Rolls, 2004, Ello-Martin, et al, 2005, French, et al, 2014), sedangkan pengurangan pada besar porsi mengakibatkan penurunan asupan energi (Rolls, et al, 2006). Lansia memiliki gangguan dalam mengontrol asupan makannya (Rolls & McDermott, 1991 dan Moriguti, et al, 2000), padahal asupan makanan mempengaruhi status gizi (Nisa, 2006). Studi yang dilakukan oleh Donini, et al (2013) menekankan pentingnya memperhatikan status gizi lansia yang tinggal di institusi. Status gizi yang tidak baik pada lansia dapat membawa dampak buruk bagi kesehatan dan kehidupan lansia (Ahmed & Haboubi, 2010, Visvanathan & Chapman, 2009, Ferry, et al, 2012 dalam Divert, et al, 2014). Oleh karena itu, porsi dan asupan makan pada lansia di panti wreda perlu mendapatkan perhatian yang lebih.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
diuraikan,
dapat
dirumuskan masalah yaitu “Apakah terdapat hubungan antara ketepatan porsi dan asupan makan pada lansia di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta?”.
3
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara ketepatan porsi dan asupan makan pada lansia di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran ketepatan porsi di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta. b. Mengetahui gambaran asupan makan lansia di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta. c. Mengetahui hubungan antara ketepatan porsi dan asupan makan makanan pokok pada lansia di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta. d. Mengetahui hubungan antara ketepatan porsi dan asupan makan lauk hewani pada lansia di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta. e. Mengetahui hubungan antara ketepatan porsi dan asupan makan lauk nabati pada lansia di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta. f.
Mengetahui hubungan antara ketepatan porsi dan asupan makan sayur pada lansia di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta.
g. Mengetahui hubungan antara ketepatan porsi dan asupan makan buah pada lansia di PSTW Budi Luhur, Bantul, Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi panti wreda Hasil
penelitian
pengaturan
diharapkan
porsi makanan
dapat yang
menunjukkan
tepat
dan
pentingnya
terstandar
yang
4
terdistribusi sampai kepada lansia dengan tepat untuk memenuhi kecukupan gizi lansia di panti sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Pihak panti maupun instansi yang membawahi panti diharapkan dapat memberi perhatian terhadap penyelenggaraan makanan di panti wreda. 2. Bagi ilmu pengetahuan Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan ilmu terkait porsi makanan dan asupan makan lansia di panti wreda. 3. Bagi peneliti Hasil penelitian dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut atau yang terkait dengan hal-hal yang diteliti dalam penelitian ini.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
:
1. Rochmawati (2005), dengan judul Hubungan antara penyelenggaraan makanan dengan daya terima dan asupan energi lansia di panti sosial tresna werdha Yogyakarta unit Abiyoso. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Asupan energi diukur dengan menggunakan metode food record (makan pagi dan siang) dan food recall (makan malam), analisis
gizi
menggunakan
Food
Processor.
Uji
hipotesis
menggunakan uji korelasi. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara porsi makanan yang disajikan dengan daya terima, ada hubungan yang sangat erat antara porsi makanan yang disajikan dengan asupan energi.
5
Persamaan
: subyek penelitian, uji hipotesis, desain penelitian
Perbedaan
: variabel penelitian, metode pengukuran asupan
2. Septiani (2011), dengan judul Ketepatan pemorsian bahan makanan lauk hewani dan nabati menurut tingkat pengetahuan, pendidikan dan lama bekerja tenaga persiapan di RSUD Wonosari. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan variabel bebas tingkat pengetahuan tenaga persiapan tentang standar porsi bahan makanan lauk nabati dan lauk hewani, tingkat pendidikan tenaga persiapan, lama bekerja sebagai tenaga persiapan, pelatihan ketrampilan kerja bagian persiapan dan pengolahan seperti seminar, workshop, kursus dan pelatihan kerja, dan variabel terikat ketepatan porsi bahan makanan hewani
dan
nabati.
Ketepatan
porsi
diukur
dengan
metode
penimbangan makanan. Uji hipotesis menggunakan independent sample t test. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan ketepatan pemorsian menurut tingkat pengetahuan, pendidikan dan lama bekerja. Persamaan
: metode pengukuran ketepatan porsi, dan desain
penelitian. Perbedaan
: variabel ketepatan porsi pada penelitian ini
menjadi variabel bebas, uji hipotesis dan variabel terikatnya, subyek penelitian. 3. Rolls, B.J., Roe, L.S., & Meengs, J. S. (2006), dengan judul Reductions in portion size and energy density of foods are additive and lead to sustained decreases in energy intake. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan 25% pada besar porsi menghasilkan
6
penurunan 10% asupan energi dan penurunan 25% densitas energi menghasilkan penurunan 24% asupan energi. Desain penelitian ini adalah studi eksperimental dengan subyek 24 wanita muda. Asupan energi diukur dengan metode penimbangan makanan dan dianalisis nilai gizinya dengan tabel komposisi makanan dari standar yang ada. Persamaan
: metode pengukuran asupan makan
Perbedaan
: desain penelitian, subyek penelitian, variabel
penelitian
7