15
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Konsumsi ikan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada 2012, konsumsi ikan di Indonesia berkisar 33,8 kilogram per kapita per tahun, sedangkan pada 2013 konsumsi ikan di Indonesia meningkat menjadi 35,6 kilogram per kapita per tahun. Pada 2014, konsumsi ikan di Indonesia akan ditingkatkan lagi mencapai 38 kilogram per kapita per tahun. Peningkatan konsumsi ikan tersebut diprakarsai oleh pemerintah Indonesia yang mengadakan program nasional, yaitu Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN) (Daud, 2014). Program pemerintah dilakukan untuk mengajak masyarakat Indonesia lebih tertarik mengkonsumsi ikan dibandingkan daging lainnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan gizi yang terkandung dalam ikan lebih baik dibandingkan kandungan gizi yang terkandung dalam daging lainnya, seperti ayam dan daging sapi. Perbandingan kandungan gizi ikan, ayam, dan daging sapi tertera pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Kandungan Gizi Ikan, Ayam, dan Daging Sapi
No
Kandungan Gizi
Jenis Daging (%/100 gr) Ikan Ayam Sapi 1. Protein 43,76 18,20 22 2. Lemak 7,01 25 13 3. Air 4,28 0,74 65 Sumber : (Murtidjo, 2003; Prasetyo, 2013; Purwani, 2009)
16
Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa ikan tidak memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi, tetapi protein yang dimiliki ikan lebih tinggi dibandingkan ayam sehingga ikan memiliki manfaat yang lebik baik untuk tubuh dibandingkan daging ayam. Ikan juga memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi. Selain itu, lemak yang terkandung di dalam daging ikan juga lebih rendah dibandingkan lemak yang terkandung di dalam daging sapi. Oleh karena itu, pemerintah mengajak masyarakat untuk hidup lebih sehat dengan cara meningkatkan konsumsi ikan. Sementara itu, belum semua daerah di Indonesia menjalankan dengan baik program GEMARIKAN. Salah satu daerah yang belum menjalankan program tersebut ialah Yogyakarta. Konsumsi ikan di Yogyakarta pada 2012 hanya mencapai 9,4 kilogram per kapita per tahun (Aditya, 2012). Hal tersebut terlihat dari rata–rata konsumsi protein dan kalori yang dikonsumsi oleh masyarakat Yogyakarta lebih banyak berasal dari daging sapi atau ayam, bukan dari ikan. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Banyak faktor penyebab rendahnya tingkat konsumsi ikan di Indonesia. Faktor tersebut antara lain , kurangnya pengetahuan masyarakat akan nilai gizi dan manfaat yang didapat dari ikan serta rendahnya suplai dan ketersediaan ikan. Rendahnya tingkat konsumsi ikan di Indonesia juga disebabkan karena masih adanya anggapan di kalangan masyarakat bahwa makan ikan kurang bergengsi atau identik dengan kemiskinan. Bahkan masih ada anggapan dalam masyarakat bahwa makan ikan akan menyebabkan cacingan atau alergi. Ada pula anggapan apabila mengkonsumsi ikan menyebabkan bau badan amis dan bila ibu-ibu yang
17
sedang menyusui mengkonsumsi ikan, maka air susunya menjadi kurang sedap. Ibu-ibu juga enggan untuk masak ikan karena harus membersihkan isi perut, membuang sisik dan duri, sehingga menimbulkan kesan bahwa masak ikan adalah sangat merepotkan (Dahuri, 2004). Permasalahan yang ada di masyarakat tersebut dikarenakan diversifikasi terhadap produk olahan ikan yang belum beragam sehingga masyarakat kurang suka mengkonsumsi ikan. Oleh karena itu, industri pengolahan ikan yang ada harus berupaya mengembangkan usahanya dengan menyediakan olahan pangan ikan yang disukai masyarakat agar permintaan dan keinginan masyarakat dapat terpenuhi serta program pemerintah dapat berjalan dengan baik. Diversifikasi pangan olahan ikan merupakan salah satu cara untuk mengembangkan usaha agar industri ikan dapat bersaing dengan industri lainnya. Pada Oktober 2013, produksi perikanan di Yogyakarta meningkat 7% (Sujatmiko, 2013). Pelaku industri pengolahan ikan menangkap adanya kesempatan tersebut, sehingga muncullah berbagai industri pengolahan ikan di Yogyakarta, salah satunya Unit Pengolahan Ikan (UPI) Mino Ngudi Lestari. Semakin banyak industri pengolahan ikan yang muncul, akan mengakibatkan semakin ketat pula persaingan antar industri untuk mencapai target penjualan yang diinginkan. Hal tersebut menuntut industri untuk memiliki strategi yang tepat dan perencanaan yang baik agar tidak kalah bersaing dengan industri lainnya. UPI Mino Ngudi Lestari merupakan salah satu industri pengolahan ikan yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). UPI berlokasi di Nayan,
18
Maguwoharjo. UPI Mino Ngudi Lestari mulai berproduksi sejak bulan Juli 2012. Industri ini membuat berbagai macam jenis olahan ikan yang berbahan dasar ikan nila. Produk unggulan dari UPI ini adalah baby nila crispy. Selain produk utama tersebut, dalam pengembangan usahanya agar masyarakat lebih tertarik pada olahan ikan dan untuk meningkatkan penjualannya, UPI ini juga memproduksi frozen food seperti nugget, bakso, dan otak-otak. UPI Mino Ngudi Lestari merupakan salah satu UKM yang mendapatkan bantuan dana dari CSR Pertamina. Namun, hal itu tidak cukup mempermudah industri dalam menghadapi persaingan dengan industri pengolahan pangan lainnya yang telah dibangun sebelum UPI Mino Ngudi Lestari berdiri. Oleh karena itu, industri ini harus dapat merencanakan produksi dengan baik. Pengembangan UPI Mino Ngudi Lestari tidak bisa hanya mengandalkan diversifikasi olahan ikan saja. Selain dengan diversifikasi produk olahan ikan yang bermacam–macam, perencanaan produksi juga menjadi satu poin yang penting untuk dapat memajukan usaha pengolahan produk ikan. Perencanaan produksi ini merupakan proses untuk merencanakan input, melakukan proses, dan menghasilkan output dari suatu sistem produksi sehingga permintaan konsumen dapat dipenuhi dengan jumlah dan waktu penyerahan yang tepat serta biaya produksi yang minim. Perencanaan produksi yang baik dapat menekan biaya produksi sehingga dapat diperoleh keuntungan yang sesuai dengan harapan industri. Permasalahan yang ada di UPI Mino Ngudi Lestari salah satunya adalah belum adanya perencanaan produksi. Hal tersebut mengakibatkan industri tidak
19
memiliki perencanaan mengenai produk apa saja dan berapa banyak produk yang harus dibuat, sehingga perlu dilakukan perbaikan terhadap perencanaan produksi di UPI Mino Ngudi Lestari agar perencanaan produksi yang ada lebih baik dan terencana. Perencanaan produksi yang harus diperbaiki dimulai dari peramalan permintaan sampai perencanaan agregat. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu untuk diperbaiki karena perencanaan produksi merupakan kegiatan awal sebelum melakukan produksi sehingga dari penelitian ini akan dihasilkan jenis dan jumlah produk yang harus diproduksi dan waktu produksi yang tepat untuk melakukannya. Masalah yang dihadapi UPI Mino Ngudi Lestari tidak sampai di perencanaan produksi saja. Setelah perencanaan produksi dilakukan, muncul masalah lain yang di hadapi UPI Mino Ngudi Lestari yaitu adanya perubahan pada biaya produksi maupun biaya penyimpanan. Perubahan biaya produksi dan biaya simpan tersebut dapat mengakibatkan perubahan pada jumlah produk yang diproduksi UPI Mino Ngudi Lestari. Oleh karena itu, perlu dilakukan adanya analisis sensitivitas untuk mengetahui sejauh mana biaya produksi dan biaya simpan dapat berubah agar tidak merubah jumlah produksi. Selain itu, perubahan kapasitas
penyimpanan,
kapasitas
produksi,
dan
penjualan
mempengaruhi biaya optimal yang diperoleh UPI, sehingga
juga
dapat
perlu dilakukan
analisis sensitivitas terhadap ketiga variabel tersebut agar tidak berpengaruh pada biaya optimal yang diperoleh UPI.
20
I.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana membuat perencanaan produksi yang dapat menyeimbangkan tingkat penjualan, kapasitas produksi, dan kapasitas penyimpanan agar memperoleh biaya produksi yang minimum? 2. Seberapa besar perubahan yang boleh terjadi pada biaya simpan, biaya produksi, kapasitas penyimpanan, kapasitas produksi, dan penjualan agar tidak merubah keputusan biaya optimal?
I.3 BATASAN MASALAH 1. Penelitian hanya dilakukan pada empat produk dari tujuh produk yang ada di UPI Mino Ngudi Lestari, yaitu nugget, bakso, otak – otak, dan baby nila crispy. 2. Peramalan permintaan dilakukan dengan menggunakan data hasil penjualan mulai Juli 2012 hingga bulan Mei 2014. 3. Optimalisasi perencanaan produksi dilakukan menggunakan Metode Transportasi Bowman dengan tujuan meminimalkan biaya produksi. 4. Laju produksi selama periode perencanaan dianggap tidak mengalami hambatan yang mengakibatkan laju produksi terhenti. 5. Kapasitas maksimal produksi direncanakan dengan memperhatikan kapasitas kemampuan pekerja dalam melakukan proses produksi. 6. Kadaluarsa tidak dipertimbangkan
21
I.4 TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui perencanaan produksi selama satu tahun mendatang mengenai jenis dan banyak produk yang harus diproduksi setiap bulannya. 2. Mengetahui besarnya perubahan yang boleh terjadi pada biaya simpan, biaya produksi, kapasitas penyimpanan, kapasitas produksi, dan penjualan sehingga tidak merubah keputusan biaya optimal
I.5 MANFAAT PENELITIAN 1. UKM mendapatkan informasi mengenai produk apa saja yang akan diolah setiap bulannya 2. UKM mendapatkan informasi mengenai jumlah produk yang tepat yang harus diproduksi setiap bulannya 3. UKM mengetahui perubahan–perubahan faktor produksi yang dapat mempengaruhi biaya produksi optimal yang harus dikeluarkan